Anda di halaman 1dari 21

Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

PERKAWINAN DI INDONESIA:
AKTUALISASI PEMIKIRAN MUSDAH MULIA

Nurul Ma’rifah
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Email: zakentsaqib@yahoo.co.id

Abstrak

Perbedaan gender dalam perkawinan bagi Musdah Mulia menyebabkan adanya hubungan
yang timpang antara laki-laki dan perempuan. Sebuah pepatah Jawa membenarkan
kenyataan tersebut, yakni nasib isteri adalah swargo nunut, neroko katut. Artinya, ke surga
ikut, ke neraka turut. Isteri harus menunjukkan pengabdiannya pada suami, yang ditunjukkan
dengan sikap nrimo (menerima), tidak protes, tanpa peduli apakah tindakan dan perintah
suaminya benar atau tidak. Para isteri biasanya berkeyakinan bahwa jika dirinya bersikap
nrimo, akan ada balasan yang lebih baik. Isteri yang tidak nurut dan suka protes akan
menerima walat, yakni menemui kesulitan hidup di kemudian hari. Tampak bahwa disini ada
hubungan kekuasaan. Padahal jelas dalam sebuah ayat menegaskan posisi yang setara dan
sederajat bagi suami-isteri. Suami adalah pakaian bagi isteri dan demikian pula sebaliknya.
Pakaian bagi manusia berfungsi sebagai pelindung dan fungsi itulah yang diharapkan dari
suami isteri dalam kehidupan berkeluarga. Sebagai makhluk, laki-laki dan perempuan,
masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan. Tidak ada orang yang sempurna dan
hebat dalam semua hal, sebaliknya tidak ada pula yang serba kekurangan. Karena itu, dalam
kehidupan suami isteri, manusia pasti saling membutuhkan. Masing-masing harus dapat
berfungsi memenuhi kebutuhan pasangannya, ibarat pakaian menutupi tubuh.

Kata Kunci: Perkawinan, Indonesia, Musdah Mulia

Abstract

Gender differences in marriage for Musdah Mulia cause unequal relationship between men
and women. A Javanese proverb justify this fact, the fate of the wives is swargo Nunut, neroko
Katut. That is, to heaven go, to hell also. The wife should show devotion to her husband, as
indicated by the attitude nrimo (receive), no protest, no matter whether her husband's actions
and commands correct or not. The wives usually believe that if they receive everything, there
will be a better reply. The disobedient wifes who like to protest will receive damn, namely the
difficulty of life in the future. It appears that here there is a relationship of power. And clearly
in a verse confirms equal position and equal for husband and wife. The husband is clothing
for their wives and vice versa. Clothing for men serves as a protective and function that is
expected of a husband and wife in family life. As creatures, male and female, each has
disadvantages and advantages. No one is perfect and great in all respects, otherwise some
are deprived. Therefore, in the life of husband and wife, man would need each other. Each
one must be able to function meet the needs of partners, like clothing covering the body.

Keywords: Marriage, Indonesia, Musdah Mulia

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 63


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Pendahuluan baik laki-laki maupun perempuan,


Perkawinan di Indonesia mendapat mengemban tugas ketauhidan yang sama,
perhatian besar dari salah satu pemikir yakni menyembah hanya kepada Allah swt. 3
Muslim kontemporer Indonesia yaitu Siti Sehingga menurut Musdah, tidak ada
Musdah Mulia. Salah seorang tokoh yang perbedaan antara laki-laki maupun
dianggap liberal dalam pemikirannya. Bagi perempuan. Dalam kondisi tersebut Musdah
Musdah, gambaran posisi dan kedudukan berkesimpulan bahwa perempuan dan laki-
perempuan dalam perkawinan di Indonesia laki memiliki peran dan tanggung jawab
sangat lemah. Perempuan tidak memiliki sosial yang sama.
bargaining position (kemampuan tawar) Semangat Musdah Mulia untuk
dalam perkawinan karena sangat tergantung selalu menyuarakan isu perempuan juga
kepada suami, secara psychics dan finansial; dilakukannya dengan menekuni berbagai
tidak banyak berkiprah di dunia publik, perumusan maupun pembaruan perundang-
terutama di bidang politik. Akibatnya, undangan di Indonesia yang dipandang
perempuan hanya menjadi obyek dan bukan bermasalah bagi upaya membangun
subyek dalam semua program masyarakat madani. Salah satu hasil
pembangunan. Tidak heran jika mereka kajiannya yang meramaikan diskusi
sangat rentan akan perlakuan eksploitasi dan keagamaan di Indonesia adalah “Counter
kekerasan.1 Hal ini menurut Musdah Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-
dikarenakan relasi antara laki-laki dan KHI)”,4 CLD-KHI ini menawarkan
perempuan tidak terimplementasi dengan terobosan baru terhadap isi KHI dan
baik. Apalagi praktek umat Islam berkaitan melakukan klarifikasi beberapa kesalahan
dengan posisi perempuan, khususnya tafsir terhadap isu yang termuat dalam KHI,
menyangkut relasi gender pada umumnya terutama tertuju pada sisi-sisi bangunan
sangat distortif dan bias. perkawinan yang telah dianggap mapan
Mengenai hal tersebut Musdah selama ini.
menyuarakan ide penafsiran kembali atas
ayat-ayat al-Qur’ān dan Sunnah Nabi yang 3
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi
ditafsirkan dari perspektif pengalaman dan Kesetaraan Gender, cet. 2 (Yogyakarta: Kibar Press,
visi kaum laki-laki dan berimplikasi luas 2007), 10.
4
terhadap kedudukan kaum perempuan. 2 Satu Siti Musdah Mulia merupakan koordinator
dalam tim ini dan bekerja bersama 11 pakar lainnya
langkah penting Musdah adalah dengan
dalam tim tersebut. Kesebelas orang pakar ini terdiri
mengambil ajaran universal Islam. Ajaran dari ahli-ahli di berbagai bidang, seperti ilmu tafsir,
tauhid menjadi penekanan Musdah Mulia hadis, kitab-kitab klasik dan juga perundangan.
dalam hubungan kesetaraan antara Beberapa materi yang termuat dalam CLD-KHI
perempuan dan laki-laki. Karena menurut adalah: wali bukan rukun nikah, mahar tidak saja
diberikan kepada calon isteri tetapi juga kepada calon
Musdah, tauhid menghapuskan semua sekat-
suami, hak cerai dan rujuk suami dan isteri sama-
sekat dikriminasi dan subordinasi. Manusia, sama punya hak untuk menceraikan dan merujuk,
‘Iddāh berlaku untuk isteri dan suami, suami juga
1
Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar bisa divonis nūsyūz, sehingga isteri terbebas dari
(ed.), Keadilan dan Kesetaraan Jender: Perspektif kewajibannya terhadap suami, kawin kontrak atau
Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Tim Pemberdayaan kawin mut’ah hukumnya boleh, Ihdād (masa
Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI, berkabung setelah pasangan meninggal) berlaku pada
2001), 17. isteri dan suami, kawin beda agama: beda agama
2
Pemikiran Musdah Mulia tidak bisa bukan penghalang dalam proses perkawinan, anak di
dikatakan terlepas dari pemikiran feminis yang lain. luar perkawinan bila ayah biologisnya diketahui anak
Sebutlah Amina Wadud, tokoh wanita yang gigih tetap memiliki hak waris dari ayah biologis itu,
memperjuangkan kesetaraan gender dan pembagian waris hak untuk anak laki-laki sama
membebaskan diri dan kaumnya. Lihat, Marwan banyaknya dengan anak perempuan dan orang
Saridjo, Cak Nur Diantara Sarung dan Dasi dan berbeda agama boleh saling memberi dan menerima
Musdah Mulia Tetap Berjilbab: Catatan Pinggir wakaf. Lihat, Marwan Saridjo, Cak Nur Diantara
Sekitar Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Ngali Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab,
Aksara dan Penamadani, 2005), 73. 98-99.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 64


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Apa yang dilakukan Musdah sekaligus bisa bermain dan berperan di


merupakan modal awal bagi bangkitnya satu dalamnya. Inilah keunikan Musdah Mulia.
bentuk solidaritas menghadapi tantangan
bersama. Sebuah tantangan dimana identitas Biografi Musdah Mulia
agama, gender, dan kekuasaan negara saling Siti Musdah Mulia dilahirkan pada 3
bertautan, di mana yang satu memanfaatkan Maret 1958 di kabupaten Bone propinsi
yang lainnya, dengan perempuan sebagai Sulawesi Selatan. Sebuah propinsi yang
korbannya. Tantangan semacam ini sudah terletak di Indonesia bagian tengah. Tahun
tentu membutuhkan respons serupa dari kelahiran Musdah bersamaan dengan tahun
perspektif agama, gender, dan demokrasi kelahiran Bahtiar Effendy yang kemudian
selain juga diperlukan adanya dua bersama-sama dengan Musdah menjadi
pendekatan, yaitu pendekatan fungsional salah satu pengajar di program Pasca
maupun struktural.5 Tentu sangat diperlukan Sarjana Universitas Islam Indonesia dan
orang-orang yang bisa menguasai ketiga juga sama-sama dimasukkan oleh Budi
wilayah dan pendekatan tersebut, serta Handrianto sebagai bagian dari 50 tokoh
Islam Liberal di Indonesia.6 Ketika itu
5 Indonesia diperintah oleh Soekarno yang
Dalam lingkup kegiatan pengembangan
masyarakat lazim dikenal adanya dua pendekatan ditempatkan sebagai presiden setelah
utama, yaitu fungsional dan struktural. Pendekatan pembacaan proklamasi kemerdekaan pada
fungsional mengasumsikan bahwa satu masyarakat 17 Agustus 1945. Musdah merupakan anak
ditata melalui fungsi-fungsi yang sudah baku dan pertama dari 6 bersaudara pasangan
tidak perlu dipertanyakan lagi. Apa yang dilakukan
Mustamin Abdul Fatah dan Buaidah
adalah mengoptimalkan peran fungsi-fungsi tersebut.
Dalam kaitannya dengan program pengembangan Achmad.7 Musdah lahir dan dibesarkan dari
masyarakat untuk perempuan, pendekatan ini lingkungan dengan tradisi Islam yang taat
bertujuan menjadikan perempuan lebih mampu dan dan ketat. Ia adalah cucu seorang ulama dari
optimal dalam melaksanakan fungsi-fungsi kalangan NU. Ketika menggambarkan masa
tradisionalnya yang pada umumnya didasarkan pada
kanak-kanaknya, ia bercerita bahwa ia tidak
ideologi gender dalam masyarakat bersistem
patriarkhi. Kelemahan pendekatan ini adalah ia tidak boleh tertawa terbahak-bahak. Orang tuanya
menggugat status quo, karena itu pada umumnya tidak mengijinkannya bersahabat dengan
perubahan yang dihasilkannya cenderung tidak non-Muslim. Kalau ia tetap melakukannya,
substansial dan memberikan keuntungan parsial mereka memerintahkan ia untuk segera
hanya pada mereka yang memang sudah sejak awal
mandi. Namun setelah dewasa, ia pernah
mempunyai berbagai kelebihan baik secara ekonomi
maupun sosial, yaitu para perempuan dari kelas melancong ke negara-negara Muslim
menengah dan atas. Pendekatan struktural, lainnya dan menyadari bahwa Islam
sebaliknya, mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki banyak wajah. Kemudian ia
terdiri atas berbagai kepentingan yang tarik-menarik, berkata: “Ini membuka mata saya. Sebagian
dimana pihak yang lebih kuat akhirnya akan
yang diajarkan kakek dan ulama memang
memegang kekuasaan dan mendominasi
pengambilan keputusan, sementara pihak yang lemah benar tetapi lainnya adalah mitologi.8
akan kalah dan menjadi marginal. Pendekatan ini
bertujuan mengontrol perimbangan kekuatan dengan
cara memperkuat (empower) pihak-pihak yang lemah
6
dan marginal. Karenanya, bentuk kegiatan dari Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal
pendekatan ini pada umumnya berupa pembongkaran Indonesia: Pengusung Ide, Sekularisme, Pluralisme
kesadaran yang dibarengi dengan kegiatan ekonomi dan Liberalisme Agama, cet. 1 (Jakarta: Hujjah press,
untuk memperkuat akses ekonomi dan politik 2007), 189-190.
7
perempuan agar mereka bisa mempunyai otonomi Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
sehingga kondisi asimetri antara lelaki dan Perempuan Pembaru Keagamaan (Bandung: Mizan
perempuan bisa dihilangkan, paling tidak dikurangi. Media Utama, 2005), xii.
8
Lihat, Wardah Hafidz, “Organisasi Wanita Islam dan Robert Spencer, “Musdah Mulia, Muslimah
Arah Pengembangannya”, dalam Lies M. Marcoes- Feminis?” http://www.Indonesia.faith
Natsir dan Johan Hendrik Meuleman (ed.), Wanita freedom.Org/forum/viewtopic.php?p=1995&sid=(fae
Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan b)f1678825246e67a6b23ocf2370 (diakses 5 Maret
Kontekstual (Jakarta: INIS, 1993), 137-138. 2009).

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 65


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Musdah juga menceritakan bahwa pesantren terkemuka di Sulawesi Selatan


sebagai perempuan, sejak kecil ia sejak sebelum kemerdekaan. Sebagai
diperkenalkan bahwa aurat perempuan itu lazimnya di lingkungan pesantren semua
bukan hanya tubuh dan rambutnya, pelajar putri wajib memakai kerudung
melainkan juga suaranya. Karena itu, sejak (waktu itu istilah jilbab belum populer
remaja Musdah sudah memakai pakaian seperti halnya dewasa ini).11
tertutup dan berkerudung.9 Ruang geraknya Setelah tamat dari Pesantren
sering diawasi oleh keluarga baik oleh Sengkang pada tahun 1973 Musdah Mulia
kakek maupun paman. Misalnya, ia tidak melanjutkan ke SMA Perguruan Islam
boleh kos (kontrak rumah atau kamar) saat Datumuseng Makassar. Di bangku SMA
mahasiswa karena khawatir bebas dengan inilah tampaknya Musdah mulai aktif
laki-laki. Ia dibelikan rumah yang dekat berkiprah. Salah satunya di organisasi PII,12
dengan pamannya supaya setiap saat bisa ia dikenal sebagai seorang pelajar puteri
diawasi.10 SMA Datumuseng yang berkerudung putih
Pendidikan formal dimulai dari SD dan pintar berbicara dalam rapat-rapat
di Surabaya. Kemudian setelah tamat SD organisasi tanpa meninggalkan citra
1969 dia masuk Madrasah Tsanawiyah di feminimnya. Pernah dalam suatu acara
Pondok As’adiyah Sengkang, ibukota training, Musdah dengan suara lantang
Kabupaten Wojo. Pondok As’adiyah mengusulkan agar pelajar puteri yang
Sengkang termasuk salah satu pondok menjadi anggota PII mengenakan rok
panjang, baju lengan panjang dan
9 berkerudung tertutup, “Sebagai pelajar
Tentu sangat aneh sekali ketika dalam
Kongres umat Islam yang lalu (April 2005) ada Islam kita wajib menampakkan identitas dan
seorang ibu yang mengatakan “Orang-orang seperti kepribadian yang Islami” serunya.13
Ibu Musdah jangan tanggung-tanggung menjadi
wanita modern dan sekuler. Tanggalkan busana 11
muslim dan jilbabnya, ganti dengan pakaian orang Marwan Saridjo, Cak Nur Diantara
Barat yang mempertontonkan aurat” padahal bagi Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab:
Musdah memakai kerudung atau jilbab itu sudah Catatan Pinggir Sekitar Pemikiran Islam di
menjadi darah dagingnya. Keteguhan Musdah untuk Indonesia, 69.
12
tetap berkerudung juga berlanjut sampai SMA. PII (Partai Islam Indonesia) adalah salah
Walaupun diantara teman-temannya di Datumuseng satu partai politik Islam yang tumbuh karena
ada yang tidak berkerudung, dia tidak terpengaruh. terinspirasi organisasi politik nasional pertama dan
Hasil didikan dan tradisi di pesantren telah menyebar ke berbagai wilayah di Jawa, Sumatera,
membentuk kepribadiannya. Musdah tidak bisa dan Sulawesi yaitu Sarekat Islam. Sarekat Islam ini
meninggalkan kerudung atau jilbab. Lihat, Marwan bertujuan untuk membebaskan bumiputra dari
Saridjo, Cak Nur Diantara Sarung dan Dasi dan kemelaratan dan kebodohan.Lihat, Dewan Redaksi
Musdah Mulia Tetap Berjilbab: Catatan Pinggir Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet. 4 (Jakarta:
Sekitar Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Ngali Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), II: 183.
13
Aksara dan Penamadani, 2005), 68-69. Hal ini dikarenakan situasi pada waktu itu
10
Berkaitan dengan aurat perempuan ini, agak mencekam. Setelah Presiden Soekarno
Musdah juga menceritakan pengalamannya ketika membubarkan Masyumi, (17 agustus 1960), PII yang
terbang dari Madinah ke Kairo dimana saat itu dijuluki oleh PKI sebagai “Masyumi bercelana
Musdah sedang menulis disertasi di mesir. Termasuk pendek”, ikut kena imbas, baik dipusat maupun
pengalamannya dengan jilbab ketika tahun 1994 didaerah-daerah. Sebuah surat kabar yang terbit di
terbang dari Madinah ke Kairo. Di pesawat semua kota Makassar, yang cenderung membawakan opini
perempuan asli Madinah menutup rapat tubuhnya PNI Asu (Ali – Surachman) dan PKI dalam tajuk dan
dengan burka.”Waktu kami berhenti di Jeddah, berita-beritanya sering melancarkan “insinuasi”
sebagian dari burka dibuka. Begitu sampai Kairo terhadap organisasi-organisasi Islam, termasuk PII.
semua penutup dibuka. Cara mereka berpakaian lebih Informasi dari nara sumber training, yang terdiri dari
dari orang Barat. Waktu saya tanya, mereka bilang, tokoh-tokoh Masyumi dan Gak (Gerakan anti
burka adalah bagian dari budaya yang tidak Komunis) seperti A. Wahhab Radjab, Darul Aqsha,
diperlukan di Kairo.” Lihat, Aminulla Lewa,dll, sekitar usaha pengrusakan moral
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/21/01272 generasi muda, seperti maraknya acara “danca-danci”
612/musdah.mulia.saya.tidak.ingin.apa-apa (diakses di setiap sudut kota, dan pameran busana seronok,
5 maret 2009). yang waktu itu terkenal dengan istilah “you can see”

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 66


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Tidak hanya berhenti di bangku perempuan pertama yang meraih gelar


SMA, Musdah kemudian melanjutkan Doktor dalam bidang pemikiran politik
kuliah di IAIN Alauddin Makassar Jurusan Islam dan sekaligus perempuan pertama
Bahasa dan Sastra Arab. Dan sebelumnya sebagai Doktor terbaik IAIN Syarif
program sarjana Muda di Fakultas Hidayatullah Jakarta dengan disertasi
Ushuludin Jurusan Dakwah, Universitas berjudul “Negara Islam: Pemikiran Politik
Muslim Indonesia (UMI) Makassar telah Husein Haikal”, dan telah diterbitkan oleh
diselesaikannya di tahun 1980. Dikenal Paramadina pada 2001.15 Musdah juga
sebagai aktivis sejak mahasiswa hingga merupakan perempuan pertama yang
sekarang. Tentu sebagai keluarga Nahdliyin, dikukuhkan LIPI sebagai APU (Ahli
Musdah ikut aktif di organisasi IPPNU dan Peneliti Utama) di lingkungan Departemen
PMII.14 Karena ini bisa jelas terlihat dari Agama di tahun 1999 dengan pidato
pengalaman organisasinya. Musdah pernah pengukuhan “Potret Perempuan Dalam
menjadi ketua wilayah IPPNU Sulawesi Lektur Agama: Rekontruksi Pemikiran
Selatan dari tahun 1978 sampai 1982. Islam Menuju Masyarakat Egaliter dan
Kemudian pendidikan S1 di Fakultas Adab Demokratis.”
IAIN Alauddin Makassar diselesaikan pada Selain itu, Musdah mengikuti
tahun 1982. Kemudian di tahun 1984 sejumlah pendidikan nonformal, seperti
Musdah menikah dengan seorang laki-laki Kursus Singkat Islam dan Civil Society di
asal Bima bernama Ahmad Thib Raya. Melbourne, Australia (1998); Kursus
Yang sekarang menjadi salah satu guru Singkat Pendidikan HAM di Universitas
besar Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Chulalangkorn, Thailand (2000); Kursus
Jakarta. Dan juga sekarang dikaruniai dua Singkat Advokasi Penegakan HAM dan
putra yaitu Albar (19) dan Ilham (17). Demokrasi (International Visitor Program)
Pada tahun 1985 Musdah mulai di Amerika serikat (2000); Kursus Singkat
bekerja sebagai Dosen Luar Biasa di IAIN Manajemen Pendidikan dan Kepemimpinan
Alauddin dan Universitas Muslim Indonesia di Universitas George Mason, Virginia,
Makassar di samping menjadi peneliti pada Amerika Serikat (2001); Kursus singkat
Balai Penelitian lektur Agama, Makassar. mengenai Pelatih HAM di Universitas Lund,
Sejak tahun 1990 Musdah pindah ke Jakarta Swedia (2001); Manajemen Kepemimpinan
menjadi peneliti pada Balitbang Departemen Perempuan di Bangladesh Institute of
Agama Pusat. Administration and Management (BIAM),
Di Jakarta inilah Musdah kemudian Dhaka, Bangladesh (2002).16 ”visiting
melanjutkan dan menyelesaikan S2 di tahun professor” di EHESS Paris, Perancis (2006).
1992 Bidang Sejarah Pemikiran Islam dan Meskipun kemudian berkarier di
S3 di tahun 1997 Bidang Pemikiran Politik institusi pemerintah (sebagai peneliti dan
Islam pada Program Pasca Sarjana IAIN dosen di lingkungan Departemen Agama),
Syarif Hidayatullah Jakarta. Musdah adalah Di pemerintahan, selain jabatan

15
(mode pertama menjamur sejak medio tahun 50-an) Untuk merampungkan karya disertasi
semakin memperkokoh pendirian pelajar puteri tentang Negara Islam: Pemikiran Politik Husain
pertama dari SMA Datumuseng tadi untuk Haikal yang kemudian diterbitkan menjadi buku ini
mengkampanyekan akan pentingnya kaum muslimah Musdah bukan hanya melakukan studi library, tetapi
dan para pelajar puteri Islam mengenakan kerudung langsung mendatangi keluarga Haikal di Mesir di
dan busana muslim. Lihat, Marwan Saridjo, Cak Nur mana ia memperoleh data dan bahan-bahan yang
Diantara Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap dibutuhkan. Karena Haikal sendiri telah wafat tahun
Berjilbab: Catatan Pinggir Sekitar Pemikiran Islam 1956. Lihat, Musdah Mulia, Negara Islam:
di Indonesia, 70-71. Pemikiran Politik Husain Haikal, cet. 1 (Jakarta:
14
Marwan Saridjo, Cak Nur Diantara Paramadina, 2001), 227.
16
Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab: Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi
Catatan Pinggir Sekitar Pemikiran Islam di Kesetaraan Gender, cet. 2 (Yogyakarta: Kibar Press,
Indonesia, 72. 2007), 255-256.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 67


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

fungsionalnya sebagai peneliti dengan 13. Ketua Komunitas Agama Islam


pangkat Ahli Peneliti Utama (APU), Indonesia.
Musdah pernah menjabat sebagai Kepala 14. Ketua Komisi Pengkajian Majelis Ulama
Balai Penelitian Agama dan Indonesia Pusat (2000-2005); 17
Kemasyarakatan Departemen Agama (1999- Sebelum dan sesudah Musdah belum
2000); Staf Ahli Menteri Negara Urusan ada lagi perempuan yang menduduki
Hak Asasi Manusia, Bidang Pencegahan posisi tersebut.18
Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas 15. Ketua Panah Gender dan Remaja
(2000-2001); Anggota Tim Ahli Menteri Perhimpunan Keluarga Indonesia (2000-
Tenaga Kerja RI (2000-2001); dan sekarang sekarang);
Staf Ahli Menteri Agama, Bidang 16. Ketua Dewan Pakar KPMDI: Korps
Pembinaan Hubungan Organisasi Perempuan Majelis Dakwah Islamiyah
Keagamaan Internasional. Musdah juga (1997-sekarang);
menjadi dosen di beberapa tempat, seperti 17. Dewan ahli Koalisi Perempuan
Dosen Fakultas Adab IAIN Syahid, Jakarta Indonesia (2001-2004),
(1992-1997), Dosen Institut Ilmu-Ilmu Al- 18. Sekjen ICRP: Indonesian Conference on
Qur’ān Jakarta (1997-1999), Direktur Religion and Peace (1998-sekarang).19
Perguruan al-Wathoniyah Pusat, Jakarta 19. Pendiri dan Direktur LKAJ: Lembaga
(1995-sekarang); Dosen Pascasarjana UIN Kajian Agama dan Jender (1998-
Syarif Hidayatullah, Jakarta untuk mata 2005).20
kuliah Perkembangan Modern Islam (1997-
sekarang); Hal itu tidak menghalanginya 17
Di MUI, beliau dengan fasihnya mewakili
aktif di berbagai ormas perempuan, suara perempuan dalam pembahasan isu-isu
diantaranya adalah sebagai berikut: kontemporer. Lihat Ahmad Baso “Pengantar Editor”,
1. Ketua Wilayah IPPNU sul-Sel (1978- dalam Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
1982); Perempuan Pembaru Keagamaan, xxv.
18
“Musdah Mulia: Saya Tidak Ingin Apa-
2. Ketua Wilayah Fatayat NU Sul-Sel
apa”,
(1982-1989); http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/21/01272
3. Pengurus KNPI Wilayah Sulsel (1985- 612/musdah.mulia.saya.tidak.ingin.apa-apa, (diakses
1990); 5 maret 2009).
19
4. Sekjen PP. Fatayat NU (1990-1994); Bersama sejumlah tokoh agama
mendirikan lembaga interfaith ICRP (Indonesian
5. Wakil Ketua WPI (1996-2001);
Conference on Religion and Peace). Dari lembaga
6. Wakil Sekjen PP. Muslimat NU (2000- yang disebut terakhir ini, Musdah Mulia bersama-
2004); sama dengan perempuan pemuka agama lainnya
7. Anggota Dewan Ahli Koalisi Perempuan mengidentikkan diri sebagai “women of faith”. Dan
Indonesia (1999-2003); peran mereka lebih mengarah kepada upaya
membangun kesadaran moralitas dan tanggungjawab
8. Ketua Forum Dialog Pemuka Agama
kemanusiaan semua pihak. Oleh beliau, kesadaran
Mengenai Kekerasan Terhadap moralitas itu dibangun atas dasar pijakan teks-teks
Perempuan (1998-2001); agama yang ditafsir ulang dan direformasi, dan juga
9. Ketua Dewan Pakar KP-MDI (1996- pada tradisi fiqih yang direkontekstualisasi. Dari sini,
2001); sebutan “ulama”, yang selama ini dimonopoli laki-
laki, pantas dilekatkan ke dalam dirinya. di ICRP
10. Ketua 1 (MAAI) Al-Majelis Al-Alami
beliau menggerakkan potensi di kalangan agamawan
Lil-Alimat Al-Muslimat Indonesia untuk peduli terhadap hak-hak asasi manusia,
(2001-2003); terutama hak-hak perempuan, mengajak kalangan
11. Anggota Forum Komunikasi Umat perempuan pemuka agama untuk tampil sebagai
Beragama (FKUB) DKI, Jakarta (2000- promotor perdamaian dan rekonsiliasi, serta
mendampingi kalangan komunitas agama dan
sekarang);
kepercayaan korban diskriminasi negara untuk
12. Ketua Ikatan Dewan Gender dan Remaja menuntut hak-haknya. Lihat Ahmad Baso “Pengantar
Perhimpunan Keluarga Indonesia 2000, Editor”, xxv.
20
Di LKAJ, dia mempromosikan hak-hak
perempuan melalui publikasi, pelatihan, dan

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 68


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Dari semua posisi tersebut inilah kemaslahatan bagi manusia.22 Begitu pula
Musdah Mulia lebih leluasa menampilkan dengan Marwan Saridjo yang menganggap
suara perempuan dalam berbagai isu dan Musdah sebagai cendekiawan dan pemikir
kasus. Di Departemen Agama beliau di bidang keagamaan, dan tokoh gerakan
menyuarakan hak-hak perempuan dalam feminis, pada suatu waktu boleh jadi akan
kebijakan negara tentang perkawinan dan dijuluki pula sebagai “Mutiara dari Selatan”
sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan atau “Bintang dari Timur”, atau laqab
perempuan. Dan belakangan ini, beliau lainnya.23
bersama kelompok-kelompok pro demokrasi
dan civil society menekuni perumusan RUU Perempuan dan Perkawinan
Catatan Sipil, RUU Anti-KDRT (Kekerasan Menurut Musdah perbedaan gender
Dalam Rumah Tangga); Revisi UU dalam perkawinan bisa juga menyebabkan
Kesehatan, UU Kewarganegaraan, UU adanya hubungan yang timpang antara laki-
Ketenagakerjaan, dan lain-lain yang laki dan perempuan. Sebuah pepatah Jawa
dipandang bermasalah bagi upaya membenarkan kenyataan tersebut, yakni
membangun masyarakat madani. Menarik nasib isteri adalah swargo nunut, neroko
karena dia melakukan itu semua dari katut. Artinya, ke surga ikut, ke neraka
posisinya sebagai Muslimah, sebagai turut. Dengan demikian, nasib seorang
mujadiddah (pembaru), dan sebagai ulama.21 perempuan harus benar-benar menaati
Sampai sekarang Musdah pun aturan yang diterapkan oleh suami, jika ia
pernah malang melintang menghadiri dan ingin selamat. Isteri harus menunjukkan
juga aktif menjadi trainer (instruktur) di pengabdiannya pada suami, yang
berbagai pelatihan, pertemuan, seminar dan ditunjukkan dengan sikap nrimo
konferensi internasional di sejumlah (menerima), tidak protes, tanpa peduli
mancanegara seperti Amerika, Asia, Afrika apakah tindakan dan perintah suaminya
dan lain-lain dalam berbagai program benar atau tidak. Para isteri bisaanya
advokasi, pelatihan, penelitian, dan berkeyakinan bahwa jika dirinya bersikap
konsultasi untuk pemberdayaan masyarakat, nrimo, akan ada balasan yang lebih baik.
khususnya yang bertemakan demokrasi, Isteri yang tidak nurut dan suka protes akan
pluralisme, HAM, kesetaraan jender dan menerima walat, yakni menemui kesulitan
keadilan demi membangun masyarakat yang hidup di kemudian hari. Tampak bahwa
menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan disini ada hubungan kekuasaan.24
nilai-nilai kemanusiaan tentang perempuan. Bagi Musdah kekuasaan yang
Satu hal yang menggembirakan, walaupun berlebihan (dominant) pada suami bisa jadi
dengan kesibukan yang cukup banyak karena ia dianggap sebagai satu-satunya
Musdah tetap menulis. anggota rumah tangga yang memiliki
Dengan demikian tentunya suatu hal kesempatan bekerja yang dapat
yang wajar ketika Saparinah Sadli menghasilkan uang sehingga kedudukan
menganggap Musdah sebagai pioner dalam isteri sangat tergantung secara ekonomi.
pemikiran dan tindakan tentang bagaimana Ketergantungan ini bisa menyebabkan posisi
melepaskan perempuan dari belenggu isteri menjadi semakin lemah di hadapan
pemahaman Islam yang bertentangan
dengan nilai-nilai dasar agama Islam, seperti 22
Saparinah Sadli, “Kata Pengantar” dalam
keadilan bagi perempuan dan laki-laki; dan Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Perempuan
ajaran Islam yang bertujuan memberi Pembaru Keagamaan, xxxv.
23
Marwan Saridjo, Cak Nur Diantara
Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab:
sejumlah program diseminasi hak-hak perempuan di Catatan Pinggir Sekitar Pemikiran Islam di
lingkungan komunitas agama. Perkumpulan Keluarga Indonesia, 68.
24
Berencana Indonesia. Lihat Ahmad Baso “Pengantar Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar
Editor”, xxvi. (ed.), Keadilan dan Kesetaraan Gender: Perspektif
21
Ahmad Baso “Pengantar Editor”, xxvi. Islam, 64.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 69


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

suami. Isteri ketakutan bila harus bercerai suami dan anak-anaknya. Hari-hari
hanya karena ia dinilai tidak patuh, perempuan banyak dihabiskan untuk urusan
sementara biaya hidup seluruhnya dapur, mulai dari mengatur menu,
tergantung pada suaminya. Untuk kelanjutan berbelanja, memasak, menghidangkannya di
kehidupannya ia didera ketakutan, siapa meja makan, hingga membenahi kembali
yang akan menanggungnya.25 peralatan dapur (mencuci, membersihkan
Musdah menyebutkan bahwa dalam dan menyimpannya kembali). 27
beberapa kasus, meskipun isteri juga mampu Lebih lanjut Musdah mengatakan
“menghasilkan uang”, tetapi tidak menjamin bila ada perempuan yang mampu menembus
isteri memiliki kedudukan yang setara dinding tebal tersebut, misalnya menjadi
dengan suaminya. Hanya karena alasan “pekerja”, sering perannya tidak dihargai.
suami memiliki penampilan fisik lebih kuat, Penghasilan yang diperolehnya dari bekerja
posisi isteri (perempuan) menjadi lemah. hanya dianggap sebagai penghasilan
Oleh karena itu, Musdah menekankan sampingan, walaupun mungkin jumahnya
bahwa perbedaan jender telah melahirkan lebih besar daripada suami. Dalam
perbedaan peran sosial. Kadangkala peran kenyataan di masyarakat kita seringkali
sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, mendapati seorang isteri yang malu-malu
sehingga tidak ada kesempatan bagi untuk menyebut besarnya gaji yang ia
perempuan atau laki-laki untuk berganti terima. Tidak sedikit perempuan yang
peranan. Dalam tradisi Jawa, pembakuan masuk dalam kelompok ini sering merasa
peran ini diungkapkan dalam banyak bersalah jika tugas-tugas rumah tangga tidak
pepatah, misalnya, perempuan adalah konco terselesaikan akibat kesibukannya di luar
wingking dari laki-laki yang menjadi rumah walaupun kesibukannya itu justru
suaminya. Ia adalah teman hidup yang
perannya selalu di belakang. Pepatah
tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa 27
Seperti yang bisa kita lihat, dari
tugas-tugas perempuan adalah di belakang.
pandangan berikut: bahwa hubungan antara laki-laki
Dalam budaya Jawa, istilah belakang tidak dan wanita berlandaskan pembagian kerja dan kerja
saja menunjuk arah tetapi bisa berarti sama yang timbal balik. Jenis hubungan seperti ini
sebuah ruangan, yakni dapur, yang letaknya menuntut kepatuhan wanita kepada laki-laki di dalam
bisaanya memang di belakang dan terkesan keluarga itu, dan menjadikan laki-laki kepala rumah
tangga. Kepatuhan ini tidak didasarkan superioritas
tersembunyi dan disembunyikan (tidak
laki-laki atau inferioritas wanita, melainkan
kelihatan).26 berdasarkan pembagian kerja; laki-laki untuk
Dari apa yang dijelaskan di atas, pekerjaan di luar rumah dan wanita untuk pekerjaan
Musdah menerangkan bahwa kita bisa di dalam rumah. Masing-masing sepenuhnya
melihat dalam tradisi masyarakat sudah ada bertanggung jawab dan mandiri dalam dunianya.
Pembagian ini berdasarkan perbedaan-perbedaan
pembatasan peran bagi perempuan.
kodrat, fisik, dan psikologis antara laki-laki dan
Perempuan dibatasi oleh dinding tebal wanita. Lihat, Hassan Hanafi, Dialog Agama Dan
rumah, dan lebih khusus lagi, dapur. Oleh Revolusi, terj. Tim Penerjemah Pustaka Firdaus,
karena itu, sangat mudah bagi kita cet.2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 90-91. Seperti
mengetahui sebab musabab mengapa juga pendapat lain menyatakan bahwa pembagian
lingkungan kerja ini juga sama dengan pendapat
banyak perempuan yang hanya tinggal
Wahiduddin Khan bahwa lingkungan perempuan dan
dirumah, tidak bekerja, dan mereka laki-laki, pada umumnya, tidak sama. Lingkungan
mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk laki-laki pada dasarnya ada di luar rumah dan
perempuan di dalamnya. Apabila keduanya
mengganti lingkungan aktivitasnya, keduanya akan
25
Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar kehilangan identitas masing-masing dan kehilangan
(ed.), Keadilan dan Kesetaraan Gender: Perspektif kebermaknaan puncak dalam masyarakat. Masing-
Islam, 64. masing pihak, yang menggantikan tempat masing-
26
Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar masing, akan merasakan kehilangan arah. Lihat,
(ed.), Keadilan dan Kesetaraan Gender: Perspektif Wahiduddin Khan, Antara Islam Dan Barat…..hlm.
Islam, 58. 101.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 70


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

untuk mecari nafkah memenuhi kebutuhan bergaullah dengan mereka secara patut.
keluarganya.28 Kemudian bila kamu tidak menyukai
Kemudian Musdah mengemukakan mereka, (maka bersabarlah) karena
bahwa prinsip saling melengkapi dan mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
melindungi dalam pernikahan. Prinsip ini padahal Allah menjadikan padanya
ditemukan, antara lain pada: kebaikan yang banyak.”
QS al-Baqarah (2):187: Musdah mengatakan Tidak hanya
Artinya: ditemukan sejumlah tuntunan dalam al-
“…isteri-isteri kamu (para suami) Qur’an dan hadis agar suami
adalah pakaian untuk kamu, dan memperlakukan isterinya secara sopan dan
kamu adalah pakaian untuk santun, di antaranya yang termasyhur adalah
mereka”. hadis nabi yang diucapkan ketika haji
Bagi Musdah ayat tersebut wada’:
menegaskan posisi yang setara dan sederajat “Bertakwalah kamu kepada Allah
bagi suami-isteri. Suami adalah pakaian bagi berkaitan dengan urusan perempuan,
isteri dan demikian pula sebaliknya. Pakaian kamu telah mengambil mereka sebagai
bagi manusia berfungsi sebagai pelindung amanat Allah dan kamu telah memperoleh
dan fungsi itulah yang diharapkan dari (dari Tuhan-mu) kehalalan atas
suami isteri dalam kehidupan berkeluarga. kehormatan mereka bi kalimatillah
Sebagai makhluk, laki-laki dan perempuan, (dengan kalimat Allah…).”
masing-masing memiliki kelemahan dan Musdah menguatkan kembali
keunggulan. Tidak ada orang yang begitulah hadis yang diucapkan Nabi Saw di
sempurna dan hebat dalam semua hal, hari-hari akhir kehidupannya karena tidak
sebaliknya tidak ada pula yang serba lama berselang setelah haji wada’ tersebut
kekurangan. Karena itu, dalam kehidupan Nabi pun kembali ke rahmatullah. Begitu
suami isteri, manusia pasti saling kuatnya perhatian dan pemihakan Nabi
membutuhkan. Masing-masing harus dapat kepada kaum perempuan yang senantiasa
berfungsi memenuhi kebutuhan mendapatkan perlakuan tidak senonoh di
pasangannya, ibarat pakaian menutupi masyarakat terlihat jelas dalam hadis
tubuh.29 tersebut. Sampai-sampai pada masa-masa
Kemudian lebih lanjut, Musdah akhir hidupnya pun, Nabi masih
menyatakan dalam pernikahan juga ada menyempatkan diri untuk menyampaikan
prinsip Mu’asyarah bil Ma’ruf peringatan kepada pengikutnya agar berlaku
(memperlakukan isteri dengan sopan). arif dan bijak kepada perempuan, khususnya
Prinsip ini jelas sekali dinyatakan pada: terhadap isteri. Isteri sesungguhnya
QS al-Nisa’ (4):19: merupakan amanat Allah yang dititipkan
Artinya: kepada suami. Para suami hendaklah
“Hai orang-orang yang beriman, tidak memperlakukan mereka sesuai dengan
halal bagi kamu mempusakai wanita tuntunan Allah. Nabi dalam hal ini bukan
dengan jalan paksa dan janganlah kamu hanya sekadar mengingatkan, tetapi
menyusahkan mereka karena hendak memberikan contoh teladan yang sangat
mengambil kembali sebagian dari apa konkret. Nabi tidak pernah memperlihatkan
yang telah kamu berikan kepadanya, perilaku yang kasar kepada isteri-isterinya,
terkecuali bila mereka melakukan malah Nabi selalu bersikap lembut, sopan
pekerjaan keji yang nyata. Dan dan santun kepada mereka. Bahkan, nabi
tidak segan-segan mengambil alih tugas-
28 tugas mereka di rumah tangga. Dalam salah
Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar
(ed.), Keadilan dan Kesetaraan Gender: Perspektif satu sabdanya yang diriwayatkan al-
Islam, 58-59. Turmudzi, Nabi mengatakan: “Sebaik-baik
29
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat kamu adalah yang paling baik terhadap
Poligami, 26-27.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 71


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

keluarganya. Dalam redaksi lain dikatakan: kepada ajaran agama yang benar. Sedikit
“sebaik-baik kalian adalah yang paling baik saja mereka lengah dalam menunaikan
terhadap isterinya.”30 kewajiban itu mereka lalu dicerca dan
Dalam rangka menegakkan dipojokkan. Sebaliknya, jika mereka telah
kesetaraan dan keadilan jender inilah melaksanakan kewajibannya dengan baik
perlunya digiatkan upaya-upaya tidak banyak yang memujinya, termasuk
pemberdayaan perempuan, terutama agar suami mereka sendiri. Karena hal itu
mereka mengerti akan hak-hak mereka dianggap sebagai kodratnya. Demikian pula
sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi dengan anak-anak yatim. Realitas yang ada
dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena menunjukkan bahwa hak-hak merela lebih
itu Musdah memberikan masukan beberapa banyak diabaikan.32
hal yang dalam konteks ini perlu dilakukan. Padahal seperti ayat yang diambil
Pertama, dan utama adalah meningkatkan Musdah, bahwa terhadap para isteri yang
kualitas diri perempuan melalui pendidikan, diabaikan hak-haknya, Allah menjelaskan
baik formal maupun non formal, sehingga dalam QS al-Nisa’ (4):128:
memiliki wawasan yang luas, skill Artinya
(keterampilan) yang memadai dan “Jika seorang perempuan khawatir akan
kemampuan intelektual yang cukup untuk nusyuz atau sikap acuh dari suaminya,
memahami dan memperjuangkan hak-hak maka keduanya hendaklah berusaha
asasinya. Kedua, membuat perempuan sungguh-sungguh melakukan upaya-upaya
mandiri secara ekonomi sehingga tidak damai karena berdamai itu jauh lebih
sepenuhnya tergantung pada penghasilan baik, walaupun disadari bahwa manusia
orang tua atau suami. Ketiga, meningkatkan itu pada dasarnya cenderung arogan (sulit
moralitas dan religiusitas perempuan memaafkan). Sesungguhnya jika kalian
sehingga tidak mudah terjebak dalam para suami bergaul dengan isterimu
pengaruh kehidupan yang hedonistik, secara baik dan menjaga diri, maka Allah
materialistik dan konsumeristik. Perempuan Maha mengetahui apa yang kalian
muslimah yang kita dambakan adalah kerjakan.”
perempuan yang berpendidikan dan Mengenai aturan perkawinan, di
berwawasan luas, aktif dan dinamis, mandiri Indonesia diatur dalam UU Perkawinan.
secara ekonomi, bebas dalam mengambil Akan tetapi ada beberapa pasal yang kurang
keputusan, sangat peduli pada persoalan relevan dengan maksud dari undang-undang
kemanusiaan dan kemasyarakatan, sendiri, dan Musdah mengkritisinya.
bertanggung jawab, dan tetap berakhlak Seperti:
karimah.31
Musdah menggambarkan kaum Definisi Perkawinan
perempuan khususnya dalam posisi sebagai Menurut Musdah dalam UU
isteri, seringkali diabaikan hak-haknya, Perkawinan, perkawinan didefinisikan
padahal dalam kenyataan sehari-hari mereka sebagai “ikatan lahir batin antara seorang
senantiasa dituntut agar dapat melaksanakan pria dengan seorang wanita sebagai suami-
kewajiban-kewajibannya. Lebih istri dengan tujuan membentuk keluarga
memprihatinkan lagi, bahwa kewajiban (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
yang dipikulkan ke pundak mereka selaku berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
isteri seringkali lebih berat dari apa yang di Definisi ini terkesan sangat ideal, dan
bayangkan, dan itu merupakan hasil bahkan lebih bernuansa sebagai rumusan
rekayasa manusia, bukan berdasarkan ajaran agama ketimbang rumusan yuridis
(hukum). Sebab, dalam hukum tidak lazim
30
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat dicantumkan istilah “lahir batin” dan
Poligami, 28-29.
31 32
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat
Poligami, 67-68. Poligami, 108.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 72


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

“kebahagiaan yang kekal” karena hukum bagi perempuan yang dibuat lebih rendah
hanya menjangkau persoalan yang tampak dari usia laki-laki pada dasarnya
secara lahiriah, dan tidak menjangkau hal- mempertegas subordinasi perempuan (istri)
hal yang bersifat batiniah. Lagi pula, tidak terhadap laki-laki (suami). Mengapa perlu
ada undang-undang yang dapat menjamin ada batas minimal usia yang berbeda?.35
kebahagiaan dan kekekalan perkawinan. Menurut Musdah selain itu,
Ketentuan mengenai bahagia atau kekal mematok batas usia minimal pada umur 16
sangat relatif dan tidak dapat didefinisikan tahun bagi perempuan sesungguhnya
oleh hukum. Jadi, dari perspektif hukum, bertentangan dengan isi UU No.4 tahun
perkawinan hanyalah suatu perjanjian 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Pasal 1
hukum (legal agreement) antara seorang ayat (2) dari UU ini menjelaskan: “Anak
laki-laki dan perempuan yang masing- adalah seseorang yang belum mencapai
masing telah memenuhi persyaratan yuridis umur 21 tahun dan belum pernah kawin”.
formal.33 Penetapan dalam UUP ini juga bertentangan
Bagi Musdah perkawinan dalam dengan isi Konvensi Internasional mengenai
Islam sebenarnya lebih merupakan suatu Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia
akad atau kontrak. Kontrak itu terlihat dari pada tahun 1990. konvensi tersebut
adanya unsur ijab (tawaran) dan qabul menegaskan batas usia anak adalah 18
(penerimaan). Untuk memperkuat posisi tahun. Melegalkan perkawinan bagi
perempuan dalam perkawinan, kita perempuan umur 16 tahun berarti
mengusulkan agar dalam pasal definisi, atau pemerintah melegitimasi perkawinan anak-
paling tidak dalam bagian penjelasannya, anak.36
harus dipertegas bahwa perkawinan adalah Musdah menunjukkan bahwa hasil
sebuah akad atau kontrak yang mengikat penelitian Pusat Studi wanita Universitas
dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan Islam Negeri (PSW UIN) Jakarta pada tahun
perempuan yang masing-masing telah 2000 mengungkapkan temuan menarik.
memenuhi persyaratan berdasarkan hukum Yakni bahwa rata-rata usia ideal perempuan
yang berlaku atas dasar kerelaan dan untuk menikah berkisar 19,9 tahun dan usia
kesukaan kedua belah pihak untuk laki-laki 23,4 tahun. Yang penting dicatat
membentuk keluarga.34 bahwa kematangan usia tersebut idealnya
berupa hasil akumulasi kesiapan fisik,
Usia Kawin ekonomi, sosial, mental, dan kejiwaan,
Bagi Musdah salah satu faktor yang agama dan budaya. Perkawinan
melatar belakangi kemunculan UU membutuhkan kematangan yang bukan
Pekawinan adalah maraknya praktik hanya bersifat biologis, melainkan juga
perkawinan anak-anak atau perkawinan di kematangan psikologis dan sosial. Batas
bawah umur. Selain juga karena maraknya minimal usia nikah bagi laki-laki dan
poligami dan tingginya angka perceraian perempuan sebaiknya 20 tahun, kira-kira
yang semena-mena yang membawa kepada setelah lulus SLTA. Tidak perlu ada
banyaknya istri (atau mantan istri) dan anak- perbedaan batas usia minimal antara laki-
anak yang telantar. Dalam UUP, batas laki dan perempuan dalam hal ini.
minimal usia nikah sebagaimana dinyatakan Perkawinan pada usia dini bagi perempuan
dalam Pasal 7 ayat (1) adalah 19 (sembilan menimbulkan berbagai resiko, baik bersifat
belas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam biologis seperti kerusakan organ-organ
belas) tahun bagi perempuan. Penetapan reproduksi, kehamilan muda, maupun risiko
batas usia ini perlu dikoreksi. Batas usia psikologis berupa ketidakmampuan

33 35
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 362. Perempuan Pembaru Keagamaan, 369.
34 36
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 362-363. Perempuan Pembaru Keagamaan, 369-370.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 73


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

mengemban fungsi-fungsi reproduksi yang berlaku. Selanjutnya disertakan sanksi


dengan baik. Kehidupan keluarga menuntut yang ketat bagi yang melanggar dan sanksi
adanya peran dan tanggung jawab yang itu betul-betul dilaksanakan sehingga efektif
besar bagi laki-laki dan perempuan.37 menghalangi munculnya kasus-kasus
perkawinan bawah tangan (yang jelas-jelas
Pencatatan Perkawinan dan Soal Sahnya merugikan perempuan).39
perkawinan Kemudian Musdah mengusulkan
Kemudian mengenai pencatatan alternatif lain yang dapat ditawarkan adalah
perkawinan, Musdah berkomentar bahwa dengan memasukkan pencatatan perkawinan
masalah ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan
dan (2). Ayat (1) menyebutkan, dan negara berkewajiban mencatatkan
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan semua perkawinan yang terjadi. Ini sesuai
menurut hukum masing-masing agama dan analogi atas ayat al-Qur’ān yang
kepercayaannya itu”. Sementara ayat (2) menyatakan bahwa dalam melaksanakan
menyatakan, “Tiap-tiap perkawinan dicatat transaksi penting seperti utang-piutang
menurut peraturan perundang-undangan hendaknya selalu dicatatkan. Perkawinan
yang berlaku”. Pada hakikatnya kedua ayat sejatinya merupakan transaksi yang penting,
dalam pasal tersebut bermakna satu, yakni bahkan jauh lebih penting daripada transaksi
sahnya perkawinan adalah dicatatkan. lainnya dalam kehidupan manusia. Kalau
Artinya, perkawinan yang tidak dicatatkan suatu transaksi harus dicatat, bukankah
tidak sah menurut negara. Pengertian ini transaksi perkawinan merupakan hal yang
yang menjadi pegangan dikalangan para lebih krusial untuk dicatatkan.40
hakim di pengadilan.38 Bagi Musdah pencatatan ini
Dari pernyataan tersebut memang merupakan suatu keharusan. Meski secara
terlihat jelas. Akan tetapi, Musdah melihat agama atau adat-istiadat, perkawinan yang
masyarakat umumnya memahami tidak tercatat adalah sah, di mata hukum ia
perkawinan adalah sah kalau sudah tidak memiliki kekuatan hukum.
dilakukan berdasarkan hukum agama Perkawinan yang tidak tercatatkan
meskipun tidak dicatatkan. Komunitas Islam berdampak sangat merugikan bagi istri dan
yang mayoritas menganut mazhab Syafi’i, perempuan pada umumnya. Bagi istri,
misalnya, meyakini syarat sahnya dampaknya secara hukum adalah dia tidak
perkawinan apabila tersedia lima unsur, akan dianggap sebagai istri yang sah karena
yaitu adanya kedua mempelai, ijab qabul, tidak memiliki “akta nikah” atau “buku
saksi, wali, dan mahar. Pencatatan bukan nikah” sebagai bukti hukum yang autentik.
merupakan syarat sahnya perkawinan. Akibat lanjutannya, istri tidak berhak atas
Karena itu, di masyarakat banyak dijumpai nafkah dan warisan suami yang meninggal
perkawinan yang tidak tercatatkan, seperti dunia. Juga, istri tidak berhak atas harta
“kawin siri” atau “kawin bawah tangan”. gono-gini jika terjadi perceraian karena
Sehingga agar tidak rancu Musdah secara hukum perkawinan tersebut dianggap
mengusulkan agar kedua ayat dalam pasal tidak pernah terjadi. Dampaknya terhadap
tersebut hendaknya digabung menjadi satu anak juga tidak kalah beratnya. Status anak
sehingga berbunyi sebagai berikut : yang dilahirkan pun akan dianggap sebagai
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan anak tidak sah. Akta kelahirannya hanya
menurut hukum masing-masing agama dan berupa akta pengakuan, misalnya
kepercayaannya itu dan wajib dicatat dicantumkan “anak luar nikah” atau “anak
menurut peraturan perundang-undangan

37 39
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 370. Perempuan Pembaru Keagamaan, 363-364.
38 40
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 363. Perempuan Pembaru Keagamaan, 364.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 74


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

yang lahir dari ibu dan diakui oleh seorang Kedudukan Suami-Istri
bapak”.41 Musdah menjelaskan dalam UU
Menurut Musdah konsekuensi dalam perkawinan, masalah kedudukan suami-istri
perkawinan yang tidak dicatatkan ini, anak diatur dalam pasal 31: (1) Hak dan
hanya memiliki hubungan perdata dengan kedudukan suami dalam kehidupan rumah
ibu dan keluarga ibunya, dan tidak tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
mempunyai hubungan hukum dengan masyarakat; (2) Masing-masing pihak
ayahnya (seperti dalam ketentuan Pasal 42 berhak untuk melakukan perbuatan hukum;
dan 43 UUP). Tentu saja pencantuman anak (3) Suami adalah kepala keluarga dan istri
luar nikah akan berdampak buruk secara adalah ibu rumah tangga. Kandungan isi
sosial dan psikologis bagi si anak dan ketiga ayat dalam pasal tersebut tanpa
ibunya. Tambahan lagi, ketidakjelasan status inkonsistensi, saling bertentangan satu sama
anak di muka hukum mengakibatkan anak lain.44
tidak berhak atas nafkah, warisan, biaya Lebih lanjut Musdah menerangkan
kehidupan, dan pendidikan dari ayahnya. bahwa dalam dua ayat pertama dinyatakan
Selain berdampak hukum, perkawinan kedudukan suami-istri seimbang, baik dalam
bawah tangan juga membawa dampak sosial kehidupan rumah tangga maupun dalam
bagi perempuan. Perempuan yang masyarakat. Tetapi bagaimana mungkin
melakukannya akan sulit bersosialisasi di dikatakan seimbang kalau pada ayat
masyarakat karena mereka sering dianggap berikutnya kedududkan suami sudah dipatok
sebagai istri simpanan atau melakukan sebagai kepala keluarga?! Penggunaan kata
kumpul kebo, yakni tinggal serumah tanpa “kepala” dalam menjelaskan kedudukan
menikah.42 suami mengandung konotasi kekuasaan dan
Lebih lanjut menurut Musdah, Pasal sangat terkesan otoriter sehingga tidak salah
2 ayat (1) juga perlu dikoreksi, yakni kalau masyarakat awam memandang suami
berkaitan dengan ketentuan sahnya identik dengan penguasa dalam ruang
perkawinan “apabila dilakukan menurut lingkup keluarga. Implikasi pehamaman
hukum masing-masing agama dan seperti ini di masyarakat, antara lain suami
kepercayaannya itu”. Tentu saja ketentuan sah-sah saja berkuasa secara otoriter di
ini hanya dapat dipenuhi manakala kedua rumah tangga, termasuk mewajibkan sang
mempelai memiliki agama yang sama. istri melakukan seluruh tugas di rumah
Namun, jika keduanya memiliki agama yang tangga dan melayani seluruh keperluan dan
berbeda, dalam praktiknya salah satu calon kebutuhan dirinya lahir batin.45
mempelai terpaksa atau bisa juga pura-pura Berdasarkan keterangan di atas
mengikuti agama calon pasangannya. Musdah memberikan pernyataan kembali
Sayangnya, hal ini seringkali dilakukan bahwa umumnya pandangan stereotip suami
hanya sekadar pura-pura. Setelah sebagai kepala keluarga didasarkan pada
perkawinan usai, yang pindah agama itu dominasi ajaran islam tentang posisi laki-
kembali ke agama semula. Jadi, ketentuan laki sebagai qawwam terhadap perempuan.
ini secara normatif tidak mengakomodasi Dalam firman Allah Swt. Dalam Surah Al-
adanya perkawinan dari dua penganut Nisa’ (4):34 yang berbunyi “al-rijal
agama yang berbeda.43 qawwamun ‘ala al-nisa’” yang
diterjemahkan (seperti dalam Versi
Departemen Agama) ‘laki-laki adalah
pemimpin bagi wanita’. Harus dijelaskan
41
terlebih dahulu pengertian qawwam.
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 364.
42 44
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 364-365. Perempuan Pembaru Keagamaan, 371.
43 45
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 365. Perempuan Pembaru Keagamaan, 371.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 75


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Kalaupun itu dimaknai sebagai ‘pemimpin’, selalu melibatkan dua pihak yang setara
maka pemimpin yang dikehendaki dalam (equal) secara hukum?
Islam adalah pemimpin yang demokratis, Musdah berpendapat sebenarnya ada
penuh kasih sayang dan pengertian, bukan dua hal yang perlu digarisbawahi dalam
pemimpin yang otoriter, memaksa, dan UUP. Pertama, hubungan suami-istri
sewenang-wenang. Kemudian, harus hendaknya dibangun di atas landasan
dipahami bahwa posisi qawwam bagi suami kesetaraan sesuai dengan tuntunan Al-
tidaklah otomatis, melainkan sangat Quran: “Hunna libasun lakum wa antum
bergantung pada dua syarat yang diterakan libasun lahunna” (istri merupakan
pada penghujung ayat, yakni memiliki pelindung bagi suami dan sebaliknya, suami
kualitas yang lebih tinggi dari istrinya, dan pelindung bagi istri) QS Al-Baqarah (2):
kualitas dimaksud bisa bermakna kualitas 187. Kedua, hubungan suami-istri
fisik, moral, intelektual, dan finansial; serta hendaknya didasarkan pada nilai-nilai
syarat bisa menunaikan kewajiban memberi akhlak yang mulia, sesuai firman Allah Swt.
nafkah kepada keluarga. Itulah sebabnya Dalam QS Al-Nisa’ (4): 19:
dalam ayat itu kata al-rijal menggunakan “Wa’asyiruhunna bil-ma’ruf” (pergaulilah
alif lam yang dalam kaidah bahasa Arab istrimu dengan cara yang patut).47
berarti sesuatu yang definitif atau tertentu.
Artinya, tidak menunjuk kepada semua dan Hak dan Kewajiban Suami-Istri
segenap kalangan suami, melainkan hanya Kemudian Musdah berpendapat
suami tertentu saja yang memiliki dua ketentuan mengenai hak-hak dan kewajiban
kualifikasi tersebut.46 dalam relasi suami-istri diatur secara tegas
Menurut Musdah, sebagai dalam pasal 34: (1) Suami wajib melindungi
kesimpulan, kita mengusulkan agar istrinya dan memberikan segala sesuatu
penyebutan “kepala keluarga” dalam ayat keperluan hidup berumah tangga sesuai
(3) dalam Pasal 31 di atas lebih baik dengan kemampuannya; (2) Istri wajib
ditiadakan saja. Soalnya, menegaskan status mengatur urusan rumah sebaik-baiknya; (3)
suami sebagai kepala keluarga bertentangan Jika suami atau istri melailaikan kewajiban,
dengan realitas yang ada di masyarakat. masing-masing dapat mengajukan gugatan
Data Biro Pusat Statistik pada tahun 2001 kepada pengadilan. Pasal ini sangat jelas
menunjukan bahwa satu dari 9 (sembilan) mengindikasikan adanya pengukuhan
kepala keluarga di Indonesia adalah pembagian dan pembakuan peran
perempuan. Karena itu, tidak perlu ada perempuan berdasarkan jenis kelamin dan
aturan yang mengukuhkan posisi superior sekaligus mengukuhkan domestikasi
suami dan posisi inferior istri. Bukankah perempuan. Domestikasi ini mengarah
perkawinan adalah sebuah kontrak, dan kepada upaya penjinakan, segregasi ruang,
sebagaimana layaknya suatu kontrak, ia dan depolitisasi perempuan.48

47
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
46
Fazlurrahman misalnya mengatakan Perempuan Pembaru Keagamaan, 372.
48
bahwa keunggulan laki-laki atas perempuan yang Jelaslah bahwa UU Perkawinan menganut
ditunjukkan oleh ayat di atas adalah keunggulan sistem pembagian tugas atau pemilahan peran
secara fungsional, bukan secara hakiki, karena ia berdasrkan jenis kelamin, bukan berdasarkan potensi
harus mencari nafkah dan menafkahi perempuan. atau kemampuan. Suami dimapankan kedudukannya
Akan tetapi, jika seorang isteri di bidang ekonomi sebagai pemimpin rumah tangga yang ruang
dapat berdiri sendiri, baik karena menerima warisan geraknya diperluas untuk menangani masalah
maupun karena usahanya sendiri, dan memberikan ekonomi keluarga yang berarti pula erat kaitannya
sumbangan untuk kepentingan rumah tangganya, dengan dunia public, sedangkan isteri menjadi ibu
maka keunggulan suami akan berkurang karena rumah tangga yang wajib menangani seluruh urusan
sebagai seorang manusia ia tidak memiliki rumah tangga (pekerja domestic) dengan sebaik-
keunggulan dibandingkan dengan isterinya. Lihat, baiknya. UU Perkawianan tersebut sama sekali tidak
Fazlurrahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas memberikan alternative akan adanya kemungkinan
Mahyudin, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1996), 72. pengambilalihan (pertukaran) tugas atau peran pihak

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 76


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Musdah menjelaskan secara umum pekerja perempuan selalu digolongkan


dipahami bahwa sudah merupakan dalam status pekerja lajang, meskipun
kewajiban istri untuk berbakti kepada suami secara riil memiliki suami dan anak. Istri
seolah tanpa batas. Sehingga muncul tidak menerima tunjangan untuk suami dan
ungkapan klise: “kewajiban istri adalah anak-anak sebagaimana yang diterima oleh
melayani suami sejak mata suami terbit rekan kerjanya yang laki-laki. Padahal,
sampai mata suami terbenam.” Ketentuan sejumlah penelitian menjelaskan bahwa
bahwa istri wajib mengatur urusan rumah tidak sedikit dari perempuan yang bekerja
sebaik-baiknya membenarkan anggapan itu justru merupakan pencari nafkah utama
stereotip masyarakat bahwa tempat di dalam keluarga, dan di pundak merekalah
perempuan yang layak hanyalah di rumah, seluruh anggota keluarga, termasuk suami,
yakni hanya sebatas kasur, sumur, dan menggantungkan hidupnya.50
dapur. Bahwa hanya istrilah yang memikul Menurut Musdah harus diakui bahwa
kewajiban menyelesaikan semua tugas di pandangan fiqih banyak mewarnai
rumah tangga, sebaliknya suami bebas dari penyusunan pasal-pasal dalam UUD
kewajiban demekian. Kalau istri keluar Perkawinan. Pandangan fiqih dimaksud
rumah, maka dipandang tidak terhormat pada umumnya berasal dari kitab-kitab fiqih
karena telah melalaikan kewajibannya.49 klasik sehingga tidak heran kandungannya
Musdah menyatakan implikasi memuat pandangan fiqih yang konservatif.51
pernyataan di atas bisa kita temukan dalam
Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. 50
Sekadar contoh adalah aturan mengenai
Kalau istri bekerja mencari nafkah di luar
tunjangan. Meskipun kita telah maratifikasikan
rumah, pekerjaannya itu hanya dinilai konvensi ILO No. 100 tentang upah yang sama bagi
sebagai pekerjaan tambahan, dan karenanya laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama
dibayar sebagai pencari nafkah tambahan, nilainya lewat UU No. 80/1957 dan meratifikasi
bukan pencari nafkah utama. Akibatnya, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan, dalam prakteknya
perlakuan diskriminatif terhadap perempuan tetap
suami oleh isteri atau peran isteri oleh suami berlangsung. Tidak saja dalam pelaksanaannya tetapi
(sepanjang tidak berhubungan dengan fungsi juga ditingkat peraturannya. Misalnya dapat dilihat
reproduksi: mengandung, melahirkan, dan menyusui dalam lampiran Peraturan Menteri Pertambangan No.
anak), sehingga perceraian mejadi solusi yang lebih 02/P/M/Pertambangan/1971 dan surat Edaran
baik daripada mengubah peran suami isteri tersebut Menteri Tenaga Kerja RI No. 25-04/Men/88 tentang
dalam kondisi tertentu. pelaksanaan larangan diskriminasi pekerjaan wanita.
Kebijakan pemerintah dalam UU Pada pokoknya kedua peraturan tersebut menetapkan
Perkawinan tersebut, semakin memperkuat dan bahwa pegawai perempuan tetap dianggap lajang
melestarikan ideologi gender yang terlanjur tertanam kecuali dia berstatus janda atau memiliki suami yang
dalam sistem sosial budaya masyarakat dan terbentuk tidak dapat berfungsi sebagai pencari nafkah karena
oleh pemahaman agama yang tidak disesuaikan sakit atau cacat atau suaminya tidak mendapat
dengan konteksnya. Pelestarian ideologi gender tunjangan keluarga di tempat kerjanya, yang harus
dalam kebijakan negara tersebut menjadi justifikasi dibuktikan dengan surat keterangan resmi. Dapat
bagi penindasan dan eksploitasi hak-hak wanita baik dipastikan bahwa peraturan-peraturan tersebut
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya maupun dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa suamilah pencari
politik, dan ini merupakan ‘permainan’ kelompok- nafkah utama. Peraturan-peraturan ini jelas sangat
kelompok tertentu yang merasa dominant dalam merugikan perempuan karena sering kali perempuan
masyarakat untuk kepentingan mereka sendiri. Pada pada kenyataannya tidak saja membelanjakan
tingkat inilah, menurut Nursyahbani Katjasungkana, penghasilannya untuk dirinya sendiri tetapi juga
kebijakan negara yang mengoperasionalkan nilai- untuk keluarganya baik ia telah menikah ataupun
nilai patriarkhat melalui berbagai jalur kelembagaan belum. Lihat, Nursyahbani Katjasungkana,
patut dipertanyakan pertanggungjawabannya. Lihat, “Kedudukan Wanita Dalam Perspektif Islam”, dalam
Nursyahbani Katjasungkana, “Perempuan dalam Peta Lies M. Marcoes-Natsir dan Johan Hendrik
Hukum Negara di Indonesia”, dalam Syafiq Hasyim Meuleman (ed.), Wanita Islam Indonesia dalam
(ed.), Menakar Harga Perempuan (Bandung: Mizan, Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta: INIS,
1999), 81. 1993), 66.
49 51
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
Perempuan Pembaru Keagamaan, 373. fikih hanyalah salah satu dari beberapa bentuk

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 77


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Pembahasan perkawinan dalam kitab-kitab dasar, bersifat universal, dan permanen,


fiqih klasik menunjukan secara mencolok sedangkan yang kedua adalah ajaran
perbedaan laki-laki dan perempuan. sekunder, nondasar, bersifat lokal, elastis,
Misalnya, laki-laki boleh berpoligami, dan permanen. Kitab-kitab fiqih pada
sedangkan perempuan mutlak hanya boleh umumnya memuat kumpulan fatwa seorang
monogami. Bahkan, sejak proses memilih atau sejumlah fuqaha yang ditulis secara
jodoh,perempuan dinyatakan tidak punya berkala. Fiqih adalah penafsiran kultural
hak menentukan soal calon pendamping terhadap syariat yang dikembangkan oleh
hidupnya. Yang menentukan adalah ayah ulama-ulama fiqih semenjak abad kedua
atau walinya. Dalam fiqih, hal ini disebut hijriah. Kitab-kitab fiqih amat dipengaruhi
haqq ijbar (hak memaksa anak perempuan oleh situasi dan kondisi lingkungan
untuk menikah). Selanjutnya, bagi laki-laki penulisnya. Penulis yang hidup dalam
ada hak untuk “melihat-lihat” calon istri situasi dan kondisi masyarakat yang
yang akan dinikahi, sedang bagi perempuan kekuasaan kaum laki-lakinya dominan
tidak ada sama sekali.52 (male-dominated society), seperti di
Musdah menjelaskan bahwa kawasan Timur Tengah, tentu akan menulis
reaktualisasi dan pembaruan dalam kitab fiqih yang bercorak patriaki.53
penafsiran agama, kitab-kitab fiqih Bagi Musdah dalam kaitan dengan
sesungguhnya adalah kitab-kitab yang pembahasan perkawinan, tampaknya kitab
kandungannya memuat interpretasi atau fiqih yang banyak dijadikan rujukan adalah
penafsiran secara kultural terhadap ayat-ayat ‘Uqud Al-Lujjain fi Bayani Huquq Al-
Al-Quran. Dalam sejarah, syariat dibedakan Zaujain. Kitab ini dikarang oleh imam
dengan fiqih. Yang pertama adalah ajaran Nawawi Al-Bantani, seorang ulama dari
Bnaten abad ke-19, kemudian menikah
produk pemikiran hukum Islam. Dan karena sifatnya dengan perempuan Arab dan menetap di
sebagai produk pemikiran maka fikih tidak boleh Makkah. Pandangan-pandangan dalam kitab
resisten terhadap pemikiran baru yang muncul
ini sangat bisa gender dan nilai-nilai
kemudian. Lihat, Atho Mudzhar, “Hukum Keluarga
di Dunia Modern: Suatu Studi Perbandingan” dalam patriarki. Beberapa cuplikan dari isi kitab
Aktualisasi Hukum Islam Tahun V. No. XII (Jakarta: tersebut dapat dikemukakan seperti berikut:
al-hikmah&DITBINPERA, 1994). Disamping itu Kewajiban istri terhadap suami
sejarah menunjukkan bahwa pada periode adalah taat kepadanya, tidak durhaka,
formulatifnya, fikih merupakan suatu kekuatan yang
tidak keluar dari rumah sebelum
dinamis dan kreatif. Ia tumbuh dan berkembang
sebagai hasil interpretasi terhadap prinsip-prinsip mendapat izin dari suami, tidak
yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai melakukan puasa sunnah tanpa izin
dengan struktur dan konteks perkembangan suami, dan tidak pula menolak
masyarakat waktu itu. Fikih juga merupakan refleksi permintaan suami untuk berhubungan
logis dari situasi dan kondisi dimana ia tumbuh dan
seksual kendati sedang ada di
berkembang. Lihat, Farouq Abu Zaid, Hukum Islam
Antara Tradisionalis dan Modernis, terj. Husein punggung unta.
Muhammad (Jakarta: P3M, 1986), 6. Kondisi yang Kata Musdah disebutkan berulang
demikian ini ditandai dengan munculnya mazhab kali dalam kitab tersebut, “Seorang istri
yang mempunyai corak sendiri-sendiri. Lihat, yang keluar rumah tanpa izin suami akan
Mazhab Hanafi bercorak rasional, Mazhab Syafi’i
dikutuk oleh sejumlah malaikat, di
moderat, Mazhab Maliki cenderung tradisional dan
mazhab Hanbali yang fundamental. Lihat, Mun’im antaranya malaikat pembawa rahmat,
A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar malaikat penjaga langit, malaikat bumi,
(Surabaya: Pustaka Pelajar, 1995), 63. Berdasar sampai ia kembali lagi ke rumah.” Dalam
kenyataan inilah ulama’-ulama’terdahulu kitab itu sering kali disebutkan betapa
menetapkan bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa
murka para malaikat terhadap istri yang
berubahnya hukum karena perubahan waktu. Lihat,
As-Suyuti, al-Asybah wa an-Nazair (Indonesia: Dar tidak taat dan patuh pada suami. Ada lagi
al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt.), 63.
52 53
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 374. Perempuan Pembaru Keagamaan, 374.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 78


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

yang dijumpai, malah lebih ekstrim: “Istri Tuhan. Dan, ini sungguh-sungguh sangat
tidak boleh mengambil harta milik suami tidak proporsional. Islam diyakini sebagai
tanpa izin karena dosanya lebih berat dari agama yang membawa rahmat bagi alam
mencuri mili orang lain. Mencuri milik semesta (rahmatan lil-‘alamin), dan
suami sendiri akan mendapat siksaan setara menjanjikan pembebasan bagi kaum
dengan 70 pencuri, sedangkan mencuri mustadh’afin (kaum yang diperlemah),
milik orang lain hanya diancam dengan termasuk kaum perempuan. Karena itu,
siksaan setara satu pencuri.” Logikanya, ajaran-ajarannya sangat sarat dengan nilai-
kalau mau mencuri, lebih baik mencuri nilai persamaan (al-musawah), persaudaraan
milik orang lain daripada milik suami sebab (al-ikha), dan kebebasan (al-hurriyyah).
lebih ringan hukumannya! Pernyataan Sayangnya, ajaran dari langit yang memuat
tersebut membenarkan pandangan stereotip nilai-nilai luhur dan ideal tersebut tatkala
istri sebagai individu yang tidak memiliki dibawa ke bumi dan berinteraksi dengan
harta sendiri dan selalu bergantung pada budaya manusia mengalami banyak distorsi
harta suaminya. Kesimpulannya, perempuan , seperti terbaca dalam kitab-kitab fiqih yang
dalam kitab-kitab fiqih selalu digambarkan membahas soal perkawinan di atas.55
sebagai objek seksual, diposisisikan sebagai Sepanjang pengamatan Musdah,
makhluk inferior. Kedudukannya pun dalam Islam menawarkan banyak hal dalam rangka
keluarga hanyalah subordinat, pelengkap membangun masyarakat yang adil, egaliter,
belaka.54 dan demokratis. Di antaranya yang
Padahal sebenarnya, menurut menyangkut ajaran kesetaraan laki-laki dan
Musdah para penulis kitab fiqih, terutama perempuan, termasuk dalam hubungan
para imam mazhab yang besar, tidak ada perkawinan. Posisi suami-istri dalam
yang menyebutkan apalagi mewajibkan agar perkawinan selaras dengan tanggung jawab
pandangan fiqihnya dijadikan rujukan atau yang mereka pikul. Jika laki-laki memikul
acuan dalam pengambilan hukum. Bahkan, tanggung jawab penuh dalam keluarga dan
hampir semua penulis kitab fiqih dengan rumah tangga, dia dipercaya menjadi
rendah hati menyatakan, jika pendapat yang qawwam (pelindung dan pengayom) dalam
ditulis dalam kitab-kitab fiqih itu benar, keluarga. Tetapi ini tentu dengan cara yang
pendapat itu diakui dating dari Allah; tetapi santun, arif, dan bijaksana, bukan dengan
jika keliru, pendapat itu datang dari diriya cara yang sewenang-wenang, apalagi
sendiri sebagai manusia. Bahkan, sering kali otoriter. Namun, jika karena suatu alasan
ditemukan pada akhir setiap pokok bahasan istri yang memikul tanggung jawab penuh
dalm kitab-kitab fiqih, para penulisnya dalam keluarga, konsekuensinya posisi
menulis berikut: “wallahu a’lam” (hanya qawwam pun boleh ditawarkan kepadanya.
Allah Yang Mahatahu). Maksudnya, jika Yang pasti, tujuan perkawinan dalam Islam
pendapatku ini benar, ambillah, tetapi jika adalah agar manusia dapat hidup dengan
salah, tinggalkan. Dengan kata lain, para sesamanya dalam suasana yang penuh
penulis kitab fiqih itu sendiri tetap diliputi mawaddah wa rahmah (cinta kasih),
memberikan ruang bagi kemungkinan tentram, damai, dan bahagia menuju kepada
adanya koreksi dan revisi terhadap keridhaan Alloh Swt. Bertolak dari tujuan
pandangannya. Lalu, mengapa generasi inilah hendaknya kita melakukan ijtihad,
sesudahnya cenderung menjadikan revisi, dan koreksi terhadap Undang-
pandangan dalam kitab fiqih itu sebagai Undang Perkawinan.56
sesuatu yang final dan tidak dapat diubah. Penjelasan tersebut membawa
Dalam ungkapan lain, pandangan- Musdah memberikan masukan bahwa revisi
pandangan dalam kitab-kitab fiqih itu telah
disakralkan sebagai wahyu yang datang dari 55
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 376.
54 56
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 375. Perempuan Pembaru Keagamaan, 376-377.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 79


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

dan ijtihad dimaksud hendaknya ini. Dalam Pasal 59 KHI dinyatakan :


memerhatikan prinsip-prinsip berikut. “Dalam hal istri tidak mau memberikan
Pertama, prinsip kemaslahatan (al- persetujuan, dan permohonan izin untuk
masalahah). Sesungguhnya syariat (hukum) beristri lebih dari satu orang berdasarkan
Islam tidak memiliki tujuan lain kecuali salah satu alasan yang diatur dalam Pasal 55
untuk mewujudkan kemaslahatan ayat (2) dan Pasal 57, Pengadilan Agama
kemanusiaan universal dan menolak segala dapat menetapkan tentang pemberian izin
bentuk kerusakan, kerugian, atau setelah memeriksa dan mendengar istri yang
kemasfadatan, dalam kaidah fiqihnya bersangkutan di persidangan Pengadilan
disebutkan: dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau
jalb al-mashalih. Kedua, prinsip nasionalitas suami dapat mengajukan banding atau
(al-mawathanah). Maklum, sebagai sebuah kasasi.”59
negara, Indonesia dibangun bukan oleh satu Pasal-pasal ini, baik dalam UUP
komunitas agama saja. Indonesia merekrut maupun dalam KHI, jelas sekali
anggotanya bukan didasarkan pada kriteria menunjukkan betapa lemahnya posisi istri.
keagamaan, tetapi pada asas nasionalitas Sebab, seandainya istri menolak
atau kebangsaan. Ketiga, prinsip memberikan persetujuannya, Pengadilan
menjunjung tinggi hak asasi manusia Agama dengan serta merta dapat mengambil
(HAM) dan demokrasi yang melandaskan alih kedudukannya sebagai pemberi izin
diri pada asas kebebasan, kesetaraan, dan meski di akhir pasal ada klausul yang
kesulitan manusia. Keempat, prinsip memberi kesempatan pada istri untuk
keadilan dan kesetaraan gender (al- mengajukan banding. Dalam realitas,
musawah al-jinsiyyah). Kelima, prinsip umumnya para istri merasa malu dan berat
pluralisme (al-ta’addudiyah). Tak hati mengajukan banding terhadap
terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara keputusan pengadilan menyangkut perkara
yang sangat plural. Pluralitas ini terjadi poligami.
bukan hanya dari sudut etnis, ras, budaya, Ada sejumlah alasan yang diberikan
dan bahasa, melainkan juga agama. In uridu oleh UUP yang kemudian dipakai oleh
alla al-ishlah mastatha’tu, wa ma taufiqi Pengadilan untuk memberikan izin kepada
alla billah.57 suami berpoligami. Sebagaimana tertuang
dalam pasal 5 ayat (1), alasan tersebut
Masalah Poligami atau beristri Lebih meliputi : 1) istri tidak dapat menjalankan
dari Satu Orang kewajiban sebagai istri; 2) istri mendapat
Persoalan poligami diatur dalam cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
Pasal 3, 4, dan 5 UUP. Kalau kedua ayat disembuhkan; dan 3) istri tidak dapat
dalam Pasal 3 disimak dengan teliti, tampak melahirkan keturunan.
adanya inkonsistensi. Ayat (1) menegaskan Jelas, ketiga alasan dalam UUP ini
asas monogami, sedangkan pada ayat (2) sama sekali tidak mewadahi tuntunan Allah
memberikan kelonggaran kepada suami swt. Dalam QS. An-Nisa’ (4): 19:
untuk berpoligami hingga sebatas 4 orang Hai orang-orang yang beriman, tidak
istri. Yang menarik, salah satu syarat yang halal bagi kamu mempusakai wanita
harus dipenuhi suami yang akan dengan jalan paksa dan janganlah
mengajukan permohonan poligami adalah kamu menyusahkan mereka karena
persetujuan istri.58 hendak mengambil kembali sebagian
Namun, ironisnya, KHI dari apa yang telah kamu berikan
mempermulus jalan poligami dalam UUP kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata.
57
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Dan bergaullah dengan mereka
Perempuan Pembaru Keagamaan, 377.
58 59
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 365. Perempuan Pembaru Keagamaan, 365.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 80


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

secara patut. Kemudian bila kamu lebih dekat kepada tidak berbuat
tidak menyukai mereka, (maka aniaya.
bersabarlah) karena mungkin kamu Padahal, kalau ditelusuri sebab-
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah sebab turunnya (atau asbab nuzulnya), ayat
menjadikan padanya kebaikan yang ini jelas tidak sedang berbicara dalam
banyak. konteks perkawinan, melainkan dalam
Realitas sosiologis di masyarakat konteks pembicaraan anak yatim. Islam
menunjukkan bahwa hampir semua adalah agama yang membawa misi
poligami yang dilakukan di kalangan pembebasan. Pembebasan tersebut terutama
masyarakat tidak berangkat dari ketiga ditujukan kepada tiga kelompok masyarakat,
alasan yang disebutkan itu. Perlu yakni para budak, anak yatim, dan
dipertanyakan, berapa persen laki-laki yang perempuan, yang selama ini sering
berpoligami karena alasan istri tidak diperlakukan tidak adil dan karenanya
menjalankan kewajibannya, atau karena istri mereka disebut sebagai kaum dhu’afa
mendapat cacat badan, atau karena istri (kaum lemah) atau mustadh’afin (yang
mandul? Meskipun belum ada data yang tertindas). Anak yatim mendapat perhatian
akurat mengenai itu, secara kasatmata dapat yang tidak kalah pentingnya dari kalangan
dilihat pada umumnya poligami yang terjadi budak dan perempuan karena mereka sering
adalah semata-mata untuk pemuasan nafsu kali menjadi obyek penindasan berupa
biologis laki-laki, dan bukan karena alasan- perampasan harta disebabkan tidak
alasan sebagaimana tercantum dalam terlindung oleh walinya. Ketika itu,
UUP.60 Perspektif kepentingan suami, dan perkawinan yang dilakukan dengan anak
sama sekali tidak mempertimbangkan yatim seringkali dimaksudkan hanya sebagai
perspektif kepentingan perempuan. Tidak kedok untuk menguasai hartanya. Untuk
pernah dipertimbangkan, misalnya, soal menghindari perlakuan tidak adil pada anak-
andaikata suami tidak mampu menjalankan anak yatim, Allah Swt memberi solusi agar
kewajibannya sebagai suami, atau suami mengawini perempuan lain yang disukainya
mendapat cacat atau penyakit, atau suami sebanyak dua,tiga, atau empat. Itu pun jika
mandul, apakah pengadilan (atau Pengadilan sanggup berbuat adil, kalau tidak, cukup
Agama) juga akan memberikan izin kepada satu saja.61
istri untuk menikah lagi? Ketentuan UUP Dari sini dapat disimpulkan bahwa
tentang poligami ini jelas menunjukkan prinsip perkawinan dalam Islam adalah
posisi subordinat perempuan di hadapan monogami, bukan poligami. Berbicara
laki-laki. tentang poligami berarti berbicara tentang
Satu-satunya ayat yang selalu perkawinan. Dan pembicaraan tentang
dijadikan landasan bagi kebolehan perkawinan dalam Islam sudah dijabarkan
berpoligami adalah QS.An-Nisa’ (4): 3 yang dalam sejumlah ayat. Jadi semestinya tidak
berbunyi : mengacu hanya kepada satu ayat saja. Dan,
Dan jika kamu takut tidak akan dapat ayat yang dirujuk itu pun sesungguhnya
berlaku adil terhadap (hak-hak) berbicara dalam konteks perlindungan anak
perempuan yatim (bilamana kamu yatim, dan bukan anjuran apalagi perintah
mengawininya), maka kawinilah poligami. Oleh karena itu, perlu di usulkan
wanita-wanita (lain) yang kamu pelarangan poligami secara mutlak karena
senangi: dua, tiga, atau empat. poligami dipandang sebagai kejahatan
Kemudian jika kamu takut tidak akan terhadap kemanusiaan (crime against
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) humanity), seperti yang diberikan Tunisia.
seorang saja, atau budak-budak yang Untuk konteks Indonesia, alasan
kamu miliki. Yang demikian itu adalah yang dapat dipakai untuk melarang poligami
60 61
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis:
Perempuan Pembaru Keagamaan, 366-367. Perempuan Pembaru Keagamaan, 367-368.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 81


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

secara mutlak adalah alasan sosiologis. Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal
Karena begitu banyak problem sosial yang Indonesia: Pengusung Ide,
muncul akibat poligami. Diantaranya, Sekularisme, Pluralisme dan
poligami melegitimasi perkawinan di bawah Liberalisme Agama, cet. 1, Jakarta:
tangan, tingginya kasus perkawinan anak- Hujjah press, 2007.
anak, serta tingginya kasus domestic Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,
violence (kekerasan di rumah tangga) akibat Ensiklopedi Islam, jilid 2, cet. 4,
poligami, dan terlantarnya para istri dan Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
anak-anak, terutama secara psikologis dan 1997.
ekonomi. Kemudian ditarik suatu Farouq Abu Zaid, Hukum Islam Antara
kesimpulan yang berdasar pada argumen Tradisionalis dan Modernis, terj.
agama, yakni pada asas menghindari Husein Muhammad, Jakarta: P3M,
mudarat dan hal-hal yang merugikan. 1986.
Dengan kata lain, kesimpulannya Fazlurrahman, Tema Pokok Al-Qur’an, terj.
menyatakan bahwa poligami lebih banyak Anas Mahyudin, Bandung: Penerbit
mudaratnya ketimbang maslahatnya.62 Pustaka, 1996.
Hassan Hanafi, Dialog Agama Dan
Penutup Revolusi, terj. Tim Penerjemah
Tidak ada perbedaan antara manusia Pustaka Firdaus, cet. 2, Jakarta:
yang laki-laki maupun perempuan dalam Pustaka Firdaus, 1994.
Islam menurut Musdah. Bagi Musdah, Marwan Saridjo, Cak Nur Diantara Sarung
kalaupun terdapat perbedaan, itu hanya dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap
merupakan sunnatullah yang sengaja Berjilbab: Catatan Pinggir Sekitar
diciptakan Allah swt demi kelangsungan Pemikiran Islam di Indonesia,
hidup generasi manusia dalam mengemban Jakarta: Ngali Aksara dan
tugas kekhalifahan di bumi ini. Karena Penamadani, 2005.
keduanya berpotensi untuk menjadi hamba Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam:
ideal. Sebuah Pengantar, Surabaya:
Posisi perempuan sebagai isteri bagi Pustaka Pelajar, 1995.
Musdah sangat terhormat karena Islam Nursyahbani Katjasungkana, “Kedudukan
menjamin kesetaraan dengan pasangannya, Wanita Dalam Perspektif Islam”,
para suami. Mereka sebagai pakaian satu dalam Lies M. Marcoes-Natsir dan
untuk lainnya, suami dan isteri memerlukan Johan Hendrik Meuleman (ed.),
sikap saling membantu, saling mendukung, Wanita Islam Indonesia dalam
dan saling melindungi. Suami dan isteri Kajian Tekstual dan Kontekstual,
berkewajiban saling menjaga nama, Jakarta: INIS, 1993.
kehormatan dan hak-hak pribadinya. Nursyahbani Katjasungkana, “Perempuan
dalam Peta Hukum Negara di
Daftar Pustaka Indonesia,” dalam Syafiq Hasyim
(ed.), Menakar Harga Perempuan,
As-Suyuti, al-Asybah wa an-Nazair, Bandung: Mizan, 1999.
Indonesia: Dar al-Ihya’ al-Kutub al- Siti Musdah Mulia dan Marzani Anwar
‘Arabiyyah, tt. (ed.), Keadilan dan Kesetaraan
Atho Mudzhar, “Hukum Keluarga di Dunia Jender: Perspektif Islam, cet. 1,
Modern: Suatu Studi Perbandingan” Jakarta: Tim Pemberdayaan
dalam Aktualisasi Hukum Islam Perempuan Bidang Agama
Tahun V. No. XII, Jakarta: al- Departemen Agama RI, 2001.
hikmah&DITBINPERA, 1994. Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi
Kesetaraan Gender, cet. 2
62
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: (Yogyakarta: Kibar Press, 2007.
Perempuan Pembaru Keagamaan, 369.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 82


Nurul Ma’rifah Perkawinan di Indonesia

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Wardah Hafidz, “Organisasi Wanita Islam
Perempuan Pembaru Keagamaan, dan Arah Pengembangannya”, dalam
Bandung: Mizan Media Utama, Lies M. Marcoes-Natsir dan Johan
2005. Hendrik Meuleman (ed.), Wanita
Siti Musdah Mulia, Negara Islam: Islam Indonesia dalam Kajian
Pemikiran Politik Husain Haikal, Tekstual dan Kontekstual. Jakarta:
cet. 1 (Jakarta: Paramadina, 2001. INIS, 1993.

Mahkamah Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015 83

Anda mungkin juga menyukai