Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA II

“Alat Bukti Sumpah”

Dosen Pengampu: Asep Saepullah, M.H.I

Disusun Oleh:

Kelompok 06 - HKI B/6

1. Siti Nur Haliza (1708201052)

2. Muhammad Fachrul Islam (17082010)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH & EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

T.A 2019/2020
i

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt., pencipta langit dan bumi dan yang ada
diantara keduanya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah, sang
tauladan, pemimpin akhir zaman, yang menyelamatkan kita dari zaman jahiliyah
menuju kehidupan yang penuh ketentraman, juga tak lupa kepada keluarganya,
sahabatnya, yang senantiasa membelanya ketika menegakkan kalimat tauhid dan
menyempurnakan akhlaq. Berkat limpahan dan rahmat-Nya lah penyusun mampu
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama 2.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang “Alat Bukti
Sumpah”. Kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan banyak terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelasaian makalah ini, sehingga
kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat waktu.

Cirebon, 24 Maret 2020

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................i

Daftar Isi..........................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2

Bab II Pembahasan

A. Pengertian alat bukti sumpah


B. Dasar Hukum
C. Jenis-jenis Sumpah
D. Nilai dan kekuatan dalam pembuktian

Bab III Penutup

A. Kesimpulan...................................................................................................................8

Daftar Pustaka.................................................................................................................9
3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sistem hukum acara peradilan di Indonesia pembuktian merupakan
sebuah tahapan yang harus dilalui. Pembuktian dalam konteks dunia peradilan adalah
usaha dari para pencari keadilan untuk meyakinkan majelis hakim dalam memutus
perkara yang diajukan kepadanya.
Pembuktian merupakan tahapan penentu putusan yang akan dijatuhkan oleh
majelis hakim. Dalam sistem hukum di Indonesia dikenal 5 macam alat bukti yang
dapat diajukan pada tahap pembuktian. Hal ini sebagaimana disebutkan pada pasal
164 HIR/ 284 R.Bg., yaitu berupa alat bukti surat, alat bukti saksi, alat bukti
persangkaan, alat bukti pengakuan dan alat bukti sumpah.
Pembahasan ini akan membahas Sumpah sebagai salah satu alat bukti. Sebagai
landasan pijakan dalam pembahasan sumpah terlebih dahulu akan di paparkan
beberapa definisi sumpah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian alat bukti sumpah ?
2. Apa dasar hukumnya ?
3. Apa jenis-jenis sumpah ?
4. Bagaimana Nilai dan Kekuatan alat bukti sumpah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian alat bukti sumpah
2. Mengetahui dasar hukumnya
3. Mengetahui jenis-jenis sumpah
4. Mengetahui Nilai dan Kekuatan alat bukti sumpah
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alat Bukti Sumpah
Sumpah menurut bahasa hukum Islam disebut al-yamin atau al-hilf, tetapi kata
al-yamin lebih umum dipakai. Menurut Wahbah al-Zuhaily, sumpah adalah
Pengucapan kata sumpah dengan nama Allah di hadapan hakim untuk menetapkan
hak, perbuatan atau menyangkalnya.1
Kemudian menurut A. Mukti Arto, dalam bukunya Praktek Perkara Perdata
Pada Pengadilan Agama, sumpah ialah pernyataan yang khidmat yang diberikan atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha
Kuasa Tuhan, dan percaya bahwa barang siapa yang memberi keterangan atau janji
yang tidak benar akan dihukum olehnya.2
Gemala Dewi, dalam buku Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di
Indonesia menjelaskan sumpah ialah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan
atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat
maha kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang
tidak benar akan dihukum oleh Nya.3
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Sumpah adalah sebuah pernyataan dengan
bersaksi dan berjanji atas nama Tuhan yang Maha Esa atau atas nama sesuatu yang
dianggap suci guna menguatkan pernyataan yang diucapkan atau dituntutkan.
B. Dasar Hukum
Dalam Undang-undang di Indonesia diatur bebrapa aturan berkaitan dengan
sumpah diantaranya sebagai berikut:
1. Pasal 155 HIR / 182 R.Bg / menjelaskan tentang sumpah sebagai pelengkap
pembuktian (sumpah suplitoir).
2. Pasal 156 dan HIR /183 R.Bg/ 1930 dan 1940 KUHPer menjelaskan tentang
sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak (sumpah desicoir).
Menurut Mukti Arto berbeda dengan sumpah suplitoir, maka sumpah decisoir bisa
dilakukan tanpa pembuktian.

1
Wahbah Zuhaily, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz 6, (Damaskus: Dar al-Fikr,1985), hal. 781.
2
A. Mukti Arto, (Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama) Hlm.178
3
Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.
137.
5

3. Pasal 177 HIR, 1936 BW menerangkan bahwa seseorang yang telah diambil
sumpah maka tidak boleh dimintai pembuktian lain.4
C. Jenis-jenis Sumpah
Dalam peradilan agama, dikenal 4 macam sumpah yang dijadikan sebagai alat
bukti, yaitu:
1. Sumpah pelengkap (suppletoireed), yaitu sumpah pelengkap atau tambahan, diatur
dalam Pasal 155 HIR, atau Pasal 182 R. Bg dan Pasal 1945 KUH Perdata.
2. Sumpah pemutus yang bersifat menentukan (decisoir), diatur dalam Pasal 156
HIR, Pasal 183, R. Bg, dan Pasal 1930 KUH Perdata.
3. Sumpah penaksir (aestimatoir, schattingseed), yaitu sumpah yang diperintahkan
oleh hakim, karena jabatannya kepada Penggugat untuk menentukan sejumlah
uang ganti kerugian. Sumpah penaksir dilaksanakan karena dalam praktik sering
terjadi bahwa jumlah uang ganti kerugian yang diajukan oleh pihak yang
bersangkutan itu simpang siur, maka soal ganti rugi harus dipastikan dengan
pembuktian.
4. Sumpah li‘an, yaitu sumpah yang khusus dalam hal perkara permohonan talak
dengan alasan istri berbuat zina, sumpah li‘an ini berbeda dengan sumpah
pemutus dan sumpah pelengkap. Sumpah li‘an ini diatur dalam Pasal 87-88
Undang-Undang Nomor 7 1989 tentang Peradilan Agama.5
D. Nilai dan Kekuatan dalam Pembuktian
Tiap tiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri menurut
hukum pembuktian.
1. Sumpah Suplitoir memilki kekuatan pembuktian yang mengikat, sempurna dan
menentukan.
Mengikat dan menentukan artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah
cukup bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa
membutuhkan alat bukti lain. Selain itu hakim juga terikat dengan bukti tersebut
sehingga tidak dapat memutus lain daripada yang telah terbukti dengan satu alat
bukti itu. Dan juga alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti
lawan/bukti sebaliknya.

4
A. Mukti Arto, (Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama) Hlm.184
5
H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2012), hal. 264-268
6

Sempurna artinya meskipun hanya ada satu alat bukti telah cukup bagi hakim
untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti itu tanpa memerlukan alat bukti
lain. Hakim juga terikat dengan bukti tersut, kecuali tidak dapat dibuktikan
sebaliknya. Dan bukti tersbut dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.
2. Sumpah Desicoir memiliki kekuatan pembuktian mengikat, sempurna, dan
menentukan.
Mengikat dan menentukan artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah
cukup bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa
membutuhkan alat bukti lain. Selain itu hakim juga terikat dengan bukti tersebut
sehingga tidak dapat memutus lain daripada yang telah terbukti dengan satu alat
bukti itu. Dan juga alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti
lawan/bukti sebaliknya.
Sempurna artinya meskipun hanya ada satu alat bukti telah cukup bagi hakim
untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti itu tanpa memerlukan alat bukti
lain. Hakim juga terikat dengan bukti tersut, kecuali tidak dapat dibuktikan
sebaliknya. Dan bukti tersbut dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.

Anda mungkin juga menyukai