Anda di halaman 1dari 7

KERAJAAN ACEH SEBAGAI PERKEMBANGAN DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
1.KIKI DEVI RENATA (18)
Silsilah Raja Raja Kerajaan Aceh Darussalam
 

Berikut adalah silsilah sultan sultan yang berkuasa di kerajaan aceh


darussalam, silsilahnya adalah sebagai berikut :
1.    Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah 916-936 H (1511 - 1530 M)
2.    Sultan Salahuddin 939-945 H (1530 - 1539M)
3.    Sultan Alaidin Riayat Syah II, terkenal dengan nama AL Qahhar 945 - 979 H (1539 -
1571M)
4.    Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979 - 987 H (1571 - 1579 M)
5.    Sultan Muda Bin Husain Syah, usia 7 bulan, menjadi raja selama 28 hari
6.    Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah,987 H (1579M) selama 20 hari
7.    Sultan Zainal Abidin, 987 - 988 H (1579 - 1580 M)
8.    Sultan Aialidin Mansyur Syah, 989 -995H (1581 -1587M)
9.    Sultan Mugyat Bujang, 995 - 997 H (1587 - 1589M)
10. Sultan Alaidin Riayat Syah IV, 997 - 1011 H (1589 - 1604M)
11. Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011 - 1015 H (1604 - 1607M)
12. Sultan Iskandar Muda Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah 1016 - 1045H (1607 -
1636M)
13. Sultan Mughayat Syah Iskandar Sani,1045 - 1050 H (1636 - 1641M)
14. Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086H (1641 -
1671M)
15. Sultanah Sri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin (anak angkat Safiatuddin), 1086 - 1088 H
(1675-1678 M)
16. Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah (putri dari Naqiatuddin) 1088 - 1098 H
(1678 - 1688M)
17. Sultanah Sri Ratu Kemalat Syah (anak angkat Safiatuddin) 1098 - 1109 H (1688 -
1699M)
18. Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalul Lail 1110 - 1113 H (1699 - 1702M)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoi Bin Syarif Ibrahim. 1113 - 1115H (1702 -1703 M)
20. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir Bin Syarif Hasyim 1115 - 1139 H (1703 - 1726M)
21. Sultan Jauharul Alam Imaduddin,1139H (1729M)
22. Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeueng
23. Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah 1139 - 1147H (1727 - 1735H)
24. Sultan Alaidin Johan Syah 1147 - 1174 (1735-1760M)
25. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1174 -1195 H (1760 - 1781M)
26. Sultan Alaidin Muhammad Syah 1195 -1209 H (1781 - 1795M)
27. Sultan Husain Alaidin Jauharul Alamsyah,1209 -1238 H (1795-1823M)
28. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 1238 - 1251 H (1823 - 1836M)
29. Sultan Sulaiman Ali Alaidin Iskandar Syah 1251-1286 H (1836 - 1870 M)
30. Sultan Alaidin Mahmud Syah 1286 - 1290 H (1870 - 1874M)
31. Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah, 1290 -.....H (1884 -1903 M) [1][6]

E.   Penyebab Mundurnya kerajaan Aceh


Berikut merupakan factor yang mengakibatkan kerajaan Aceh mengalami
kemunduran.
1)    Kekalahan perang antara Aceh melawan portugis di Malaka pada tahun 1629 M
2)    Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidaklah sebaik yang terdahulu.
3)    Permusuhan yang hebat diantara kaum ulama yang menganut ajaran Syamsyudias-
Sumatra dan penganut ajaran Nur ad-Din ar-raniri
4)    Saerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dari Aceh
5)    Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa berhasil mendesak dan
menggeser daerah perdagangan Aceh. Akhirnya, perekonomian di Aceh menjadi
melemah.

F.    Peninggalan kerajaan Aceh


1. Masjid Raya Baiturrahman
Peninggalan kerajaan Aceh yang pertama dan yang paling dikenal adalah
Masjid Raya Baiturrahman. Masjid yang dibangun Sultan Iskandar Muda pada
sekitar tahun 1612 Masehi ini berada di pusat Kota Banda Aceh. Saat agresi militer
Belanda II, masjid ini sempat dibakar. Namun 4 tahun kemudian, Belanda
membangunnya kembali untuk meredam amarah rakyat Aceh akibat pembakaran
tersebut. 
Saat bencana Tsunami melanda Aceh pada 2004 lalu, masjid peninggalan
sejarah Islam di Indonesia satu ini menjadi pelindung bagi sebagian masyarakat
Aceh. Bangunan yang kokoh ini tidak dapat digentarkan oleh air bah yang kala itu
meluluhlantahkan kota Banda Aceh.

2. Benteng Indrapatra 
Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya adalah Benteng Indrapatra.
Benteng ini merupakan benteng pertahanan yang sudah mulai dibangun sejak masa
kekuasaan kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu tertua di Aceh, tepatnya sejak abad ke
7 Masehi. Benteng yang kini terletak di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya,
Kabupaten Aceh Besar ini pada masanya memiliki peranan penting dalam
melindungi rakyat Aceh dari serangan meriam yang diluncurkan kapal perang
Portugis.
Sekarang, kita hanya dapat menemukan 2 benteng yang masih kokoh berdiri.
Benteng tersebut berukuran 70 meter x 70 meter dengan tinggi 4 meter dan tebal
sekitar 2 meter. Selain menjadi peninggalan bersejarah, benteng Indrapatra kini juga
dikenal sebagai objek wisata unggulan dari Kabupaten Aceh Besar. Gaya arsitekrur
dan keunikan konstruksinya yang hanya terbuat dari susunan batu gunung ini
membuat banyak orang penasaran dan tertarik untuk mengunjunginya.
3. Gunongan 
Gunongan adalah peninggalan kerajaan Aceh yang berupa sebuah taman,
lengkap dengan bangunan keratonnya. Berdasarkan sejarahnya, taman ini
merupakan bukti cinta Sultan Aceh pada permaisurinya yang sangat cantik.
Permaisuri yang tak diketahui namanya ini merupakan putri raja Kerajaan Pahang
yang ditawan karena kerajaannya kalah perang. Sang Sultan jatuh cinta dan
mempersuntingnya, permaisuri tersebut meminta dibuatkan sebuah taman yang
sama persis dengan istana kerajaannya, untuk mengobati rasa rindunya pada
kerajaannya yang terdahulu. Gunongan saat ini terletak tak jauh dari Masjid Raya
Baiturrahman. Tepatnya berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota
Banda Aceh.

4. Makam Sultan Iskandar Muda


Peninggalan Kerajaan Aceh yang selanjutnya adalah Makam dari Raja
Kerajaan Aceh yang paling ternama, Sultan Iskandar Muda. Makam yang terletak di
Kelurahan Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh ini sangat kental
dengan nuansa Islami. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat
indah dan menjadi salah satu bukti sejarah masuknya Islam di Indonesia.
5. Meriam Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh telah mampu membuat sarana persenjataannya sendiri. Hal ini
dibuktikan dengan keberadaan meriam-meriam tua yang kini berjajar di benteng
Indraparta dan museum Aceh. Awalnya meriam-meriam tersebut dianggap
pembelian yang berasal dari Kerajaan Turki, namun setelah diteliti ulang, ternyata
teknisi-teknisi kerajaan Aceh yang membuatnya, berbekal ilmu yang mereka pelajari
dari kerajaan Turki Ustmani. Peranan meriam-meriam ini sangat penting dalam
perlawan dan perang terhadap para penjajah dan kapal-kapal perang musuh yang
hendak bersandar ke dermaga tanah rencong.

6. Uang Emas
Kerajaan Aceh Aceh berada di jalur perdagangan dan pelayaran yang sangat
strategis. Berbagai komoditas yang berasal dari penjuru Asia berkumpul di sana
pada masa itu. Hal ini membuat kerajaan Aceh tertarik untuk membuat mata
uangnya sendiri. Uang logam yang terbuat dari 70% emas murni kemudian dicetak
lengkap dengan nama-nama raja yang memerintah Aceh. Koin ini masih sering
ditemukan dan menjadi harta karun yang sangat diburu oleh sebagian orang. Koin
ini juga bisa dianggap sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Aceh yang sempat
berjaya pada masanya.
G.   Peran Kerajaan Islam Dalam Proses Islamisasi
Kondisi Pendidikan pada Kerajaan Islam
1.    Pendidikan Islam pada Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam
Menurut Mahmud Yunus, bahwa pada setiap kerajaan Islam tersebut terdapat
masa-masa kemajuan pendidikan Islam. Pada zaman Kerajaan Islam Samudra
Pasai dan Kerajaan Islam Aceh Darussalam sebagaimana telah disebutkan di atas,
terdapat kemajuan dalam bidang pendidikan Islam. Sejak mulai masuk Islam ke
tanah Aceh (tahun 1290 M), pendidikan dan pengajaran Islam mulai lahir dan
tumbuh dengan amat suburnya, terutama setelah berdirinya kerajaan Islam di Aceh.
Pada waktu itu banyaklah ulama di Pasai yang membangun pesantren, seperti
Teungku di Geureundong, Teungku Cot Mamplam, dan lain-lain. Berkat bantuan
pemerintah Islam dan masyarakat, maka pesantren, surau, dan langgar tersebar dari
kota-kota sampai ke dusun-dusun.
Selanjutnya pada zaman Iskandar Muda Mahkota Alam Sultan Aceh pada
awal abad ke-17, tanah Aceh menjadi serambi Makkah, yakni sebagai pusat
pendidikan keagamaan yang ditangani berbagai bangsa dari setiap pelosok,
sebagaimana yang terjadi di Mekkah. Keadaan ini semakin tampak meningkat,
ketika Malaka ditaklukkan Portugis (tahun 1511 M), terdapat sejumlah ulama dan
mubaligh Islam yang meninggalkan Malaka, pindah ke Aceh. Di sana mereka
mendirikan pesantren untuk menyiarakan agama Islam dan mendidik calon.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh ini mengalami zaman keemasan pada
zaman Iskandar Muda, sehingga menjadi masyhur kemana-mana, karena banyak
alim ulama dan ahli sastra Islam Indonesia. Diantara yang sangat masyhur adalah
Syekh Nurrudin Arraniri, Syekh Ahmad Khatib Langin, Syekh Syamsuddun al-
Sumatrani, Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf, dan Syekh Burhanuddin
yang kemudian menjadi ulama besar di Minangkabau.
Salah satu usaha Syekh Abdur Rauf yang besar ialah menerjemahkan Tafsir
Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu dan ditulis dengan huruf Arab Melayu, yang
dapat kita baca sampai sekarang. Tafsir Al-Qur’annya itu bernama Tarjuman al-
Mustafis bi al-Jawi yang diterjemahkan dengan bahasa Jawa, yang diambil
setengah maknanya dari Tafsir Ak-Baidlawi, Syekh Abdur Rauf bin Syekh Ali Al-
Fanshur al-Jawi yang dicatat tahun 1302 H, dan 1342 H.

BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari pembahasan di atas,  dapat ditarik kesimpulan bahwa kerajaan Aceh
merupakan kerajaan bercorak Islam yang letaknya sangat strategis di jalur
pelayaran dan perdagangan internasional. Aceh juga memiliki daerah kekuasaan
yang sangat luas, sehingga Kerajaan ini sangan maju terutama di bidang
perekonomiannya. Perkembangannya sangat pesat terlebih saat pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Dibawah kepemimpinannya, kerajaan Aceh tumbuh menjadi
kerajaan yang besar dan berkuasa atas perdagangan Islam. Bahkan telah menjadi
Bandar transito yang dapat menghubungkan seluruh pedagang dunia barat.

B.   Saran
Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi kemajuan dari makalah
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai