Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ASUPAN MAKANAN DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA USIA 2-4 TAHUN DI WILAYAH

SUMEDANG

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan

Program Studi Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

Salma Silviani Wahyudin

4002150107

PROGRAM STUDI SARJANA

KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN DHARMA HUSADA

BANDUNG
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya pada kita semua sehingga kami bisa

menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Hubungan status gizi dengan

Kejadian Stunting Pada Balita Usia 2-4 Tahun di Desa Sukatali Kecamatan

Situraja Kabupaten Sumedang. Penulisan proposal penelitian ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung.

Penulis menyadari meskipun segala upaya telah penulis lakukan dalam

penyusunan laporan ini, namun pastilah ada kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap kepada semua pihak yang

sekiranya membaca laporan ini dapat memberikan saran agar di kemudian hari

kami dapat menyempurnakan laporan ini.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada

yang terhormat:

1. Dr. Suryani Soepardan, Dra. MM. selaku Ketua STIKes Dharma Husada

Bandung

2. Irma Nur Amalia, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku Ketua Prodi Sarjana

Keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung


3. Mona Yulianti Kusumah, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku pembimbing I

yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, arahan, dan

nasehat dengan penuh kesabaran selama proses pembuatan skripsi.

4. Drs. Supriadi, S.Kp., M.Kep.Sp.Kom. Selaku pembimbing II yang telah

memberikan dorongan, semnagat, bimbingan, arahan, dan nasehat dengan

penuh kesabaran selama proses pembuatan skripsi.

5. Untuk kedua orang tua juga saudara-saudara yang tidak bisa disebutkan

satu persatu, terima kasih atas dukungan berupa material, semangat, dan

motivasi yang tiada henti.

6. Untuk teman-teman terdekat Yayang dita, Nanda, Lupiyana, Shilda, Tiara

yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Mahasiswa semester 8 Tahun Akademik 2015 yang telah bekerjasama

dengan baik selama menyusun Laporan Penelitian ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan

Penelitian ini.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada kami,

mendapat imbalan yang berlipat dari Allah Subhanahu Wata’ala, aamiin.

Bandung, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah

keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan balita. Mereka

merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha

Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terjena

penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama

yang harus dijaga kesehatannya (Hanum dkk, 2014).

Bangsa yang maju akan tercapai dengan tersedianya sumber daya

manusia yang berkualitas. Menciptakan manusia yang berkualitas tidak

terlepas dari upaya pembangunan kesehatannya. Pelayanan kesehatan ibu

dan anak sebagai prioritas urutan pertama dalam pembangunan kesehatan.

Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa anak yang sehat akan

menghasilkan manusia yang berkualitas. Namun, upaya perbaikan masalah

kesehatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dianggap

terlambat jika dimulai ketika anak memasuki masa sekolah. Oleh

karenanya, kesehatan anak penting diperhatikan sejak dini, yaitu ketika

anak masih berada pada masa yang sering disebut “Window of

Opportunity” atau masa emas pertumbuhan anak yang berlangsung selama

anak masih berada di dalam kandungan hingga berusia dua tahun. Hal ini

disebut juga “1000 days can shape a child’s future”. (Claudia, 2012)
Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok

masyarakat sebagaimana manifestasi di Negara berkembang keadaan gizi

kurang dapat bersifat endemik dan mengenai hampir separuh dan populasi

penduduk dengan Negara tersebut. Anak-anak menghadapi resiko paling

besar untuk mengalami gizi kurang. Menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2013, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U <2SD)

memberikan gambaran yang fluktuatif dari 17,9% (2010) meningkat

menjadi 19,6% (2013). Pada 2010 dan 2013 terlihat adanya

kecenderungan bertambahnya prevalensi anak balita pendek-kurus (5,3%),

bertambahnya anak balita pendek-normal (2,1%) dan normal-gemuk

(0,3%) dari tahun 2010.

Gizi kurang dapat berdampak pada sumber pada sumber daya

manusia yang buruk di masa mendatang, seperti anak tidak bisa mengikuti

pelajaran, tidak bisa membaca dengan lancar, tidak rapi, ceroboh, sering

lupa, gagal dalam memahami intruksi, anak nampak bodoh dan cenderung

dihindari teman-temannya karena kurang dapat bekerja sama atau bermain

bersama dalam kelompok. Hal demikian membuat anak tersisih dalam

pergaulan (Santoso, 2009).

Stunting adalah keadaan tinggi atau panjang badan yang kurang

terhadap umur yaitu sebagai indikator malgizi kronis (Sudiman, 2008).

Tingginya angka stunting di Indonesia, yakni dari 34 provinsi hanya ada

dua provinsi yang jumlahnya di bawah 20% (batas angka stunting dari

WHO). Untuk mengatasinya, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan


angka stunting melalui beberapa kebijakan kesehatan ( Kemenkes RI,

2018 ).

Angka stunting atau kekerdilan secara nasional saja tinggi sekitar

32 persen. Di Jabar sudah di angka 29,2 persen dari jumlah penduduk usia

balita atau sudah mencapai angka 2,7 juta jiwa balita yang terkena

stunting, apabila jumlah penduduk usia balita saat ini di kisaran 9,2 juta

jiwa ( BKKBN,2018).

Batasan World Health Organization (WHO) untuk stunting kurang

dari 20% dan di Indonesia hanya tujuh Kabupaten/Kota yang prevalensi

stuntingnya kurang dari 20% (yakni Wakatobi-Sultra, Klungkung-Bali,

Tidung-Kaltara, serta kota Pangkalpinang-Babel, Tangjungpinang-Riau,

Salatiga-Jateng dan Bitung-Sulut). Hal ini berarti pertumbuhan yang tidak

maksimal dialami oleh 8,9 juta anak Indonesia atau 1 dari 3 anak

mengalami stunting. Lebih dari 1/3 anak berusi dibawah 5 tahun di

Indonesia tinggiya berada dibawah rata-rata (Riskesdas, 2010).

Stunting bukan hanya menjadi permasalahan gizi pada balita secara

nasional, melainkan menjadi permasalahan global. Hal ini dibuktikan

dengan jumlah anak mengalami stunting di Negara berkembang yaitu 165

juta anak dan sekitar 80% Negara berkembang menyumbangkan kasus

stunting (MCA-Indonesia, 2013).

Masalah gizi khususnya stunting pada balita disebabkan asupan

makanan yang kurang memadai dan penyakit yang merupakan penyebab

langsung masalah gizi pada anak. Keadaan tersebut terjadi karena praktik
pemberian makanan yang tidak tepat, penyakit infeksi yang berulang,

perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk, penggunaan air yang

tidak bersih, lingkunga yang tidak sehat, pendapatan yang rendah dan

keterbatasan akses terhadap pangan (Unicef Indonesia, 2012).

Kejadian stunting lebih banyak terjadi pada usia 48-59 bulan

dengan proporsi sebesar 29,8%. Keadaan ini mengindikasikan semakin

bertambahnya umur anak, makan akan semakin jauh dari pertumbuhan

linear normal. Keadaan ini diduga karena semakin tinggi usia anak maka

kebutuhan energy dan zat gizi semakin meningkat. Pertumbuhan anak

akan semakin menyimpang dari normal jika umur terus bertambah dan

penyediaan makanan baik kuantitas maupun kualitas tidak memadai.

Tingginya kejadian stunting yang diakibatkan oleh kurangnya asupan

energy, karena pola makan balita tidak teratur dengan porsi yang

tergantung dengan lauk (Hanum dkk, 2014).

Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi

kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa

bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti

masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga

dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung

mempengaruh kesehatan (Depkes RI, 2016).

Berdasarkan laporan Nutrition in the Fisrt 1000 days of the

World’s Mothers tahun 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting

dipengaruhi oleh kondisi pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai janin
berada dalam perut atau ketika wanita dalam kondisi hamil sampai anak

tersebut berusia 2 tahun dan masa ini disebut dengan masa windows

critical, oleh karena itu pada masa ini terjadi perkembangan otak atau

kecerdasan dan pertumbuhan bada yang cepat, sehingga pada masa ini bila

tidak dilakukan asupan nutrisi yang cukup oleh ibi hamil, pemberian ASI

Ekslusif dan pemberian MPASI dan asupan nutrisi yang cukup sampai

anak berusia 2 tahun maka potensial terjadi stunting (Imtihanatun, 20120.

Pemerintah sangat fokus terhadap permasalahan stunting, karena

stunting mengambarkan keadaan gizi yang kurang sudah berjalan lama dan

memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali.

Sejumlah penelitiaan memperlihatkan keterkaitan antara stunting dengan

perkembangan motorik dan mental yang buruk dalam usia kanak-kanak

dini, serta prestasi kognitif dan prestasi sekolah yang buruk dalam usia

kanak-kanak lanjut (Gibney, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting yang paling

banyak dijumpai yakni kurangnya sarana air bersih dan sanitasi, kuragnya

asupan gizi ketika ibu sedang hamil dimana pemerintah sedang gencar-

gencarnya melakukan sosialisasi ke setiap pedesaan yang khususnya

berada di Jawa Barat di Kabupaten Sumedang (BKKBN, 2017).

Pembangunan kesehatan dalam periode 2015-2019 difokuskan

pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan

bayi, penurunan prevalensi balita pendek ( stunting ), pengendalian

penyakit menular, upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk


penurunan balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan

nasional yang tercantum dalam sasaran pokok rencana pembangunan

jangka menengah tahun 2015-2019. Target penurunan prevalensi stunting

adalah menjadi 28% ( Depkes RI, 2016).

 Tingkat prevalensi stunting di kabupaten Sumedang masih di atas

batas angka stunting dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berada

di angka 20%.  Tercatat sedikitnya 28,1% prevalensi stunting dari jumlah

balita di Kabupaten Sumedang (Dinkes Sumedang, 2018).

Penyebab stunting banyak terjadi di delapan desa di kabupaten

Sumedang dipengaruhi dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang jauh

lebih rendah dibandingkan beberapa desa lainya di Kabupaten Sumedang.

Faktor geografis juga berpengaruh contoh, untuk air minum yang biasa di

konsumsi tidak mengandung yodium, sehingga mengalami penghambatan

tumbuh kembang pada anak (Tribunews, 2018).

Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat

menghambat perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan

dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya

pertumbuhan kemampuan motorik dan mental. Balita yang mengalami

stunting memiliki risiko terjadinya penurunan intelektual, prodoktuvitas,

dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang ( Eka

Kusuma, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 15 April 2019 di

dapatkan data dari dinas kesehatan kabupaten Sumedang bahwa tercatat 10


lokasi yang termasuk lokus stunting diantaranya kecamatan yang paling

banyak balita yang terdiagnosis stunting yaitu kecamatan Rancakalong,

kecamatan Situraja dan kecamatan Pamulihan. Peneliti melakukan studi

pendahuluan di kecamatan Situraja tepatnya di desa Sukatali terdapat

balita yang terdiagnosis balita sebanyak 86 balita diantaranya balita laki-

laki sebanyak 48 orang dan balita perempuan sebanyak 38 orang dengan

hasil persentase 24%.

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian stunting di Jawa Barat menurt hasil Dinas

Kesehatan Jawa Barat berdasarkan hasil PSG ( Pemantauan Status Gizi )

diperoleh data pada tahun 2017, angka stunting mencapai 29,2%

(Kemenkes RI, 2016). Sedangkan menurut Riskesdas (Riset Kesehatan

Dasar) 2018 mencatat prevalensi stnting di Jawa Barat 31,1%. Tingkat

prevalensi stunting di kabupaten Sumedang masih di atas batas angka

stunting dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berada di angkat

20%.  Tercatat sedikitnya 28,1% prevalensi stunting dari jumlah balita di

Kabupaten Sumedang (Dinkes Sumedang, 2017). Sedangkan pada tahun

2018 prevalensi stunting tercatat 32,2% (Riskesdas, 2018). Hasil

wawancara terhadap 5 orang tua yang mempunyai balita yang terdiagnosis

stunting diantaranya orang tua tidak mengetahui apa penyebab stunting

dan tidak begitu memahami tentang nutrisi atau asupan makanan yang

seharusnya diberikan kepada anaknya. Berdasarkan data di atas, maka


dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “ Apakah Ada

Hubungan Asupan Makanan dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 2-

4 tahun di wilayah Sumedang”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkrumusan masalah di atas, penelitian menetapkan tujuan penilitian

sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asupan makanan dengan kejadian

stunting pada balita usia 2-4 tahun di wilayah Sumedang

2. Tujuan Khusus

Tujuan umum tersebut dirinci menjadi tiga tujuan khusus yaitu

penelitian ini diharapkan dapat:

a. Mengidentifikasi asupan makanan pada balita usia 2-4 tahun di

wilayah Sumedang

b. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita usia 2-4 tahun di

wilayah Sumedang

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, untuk :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk untuk

mengetahui hasil hubungan asupan makanan dengan kejadian


stunting pada balita usia 2-4 tahun di wilayah sumedang. Penelitian

ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan ilmu

pengetahuan di bidang keperawatan anak.

2. Manfaat praktis

a. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi

pembelajaran bagi profesi keperawatan

b. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Dapat memberikan konstribusi keilmuwan guna

memperkaya khasanah hasil penelitian di bidang

keperawatan anak tentang Dengan dilakukan penelitian ini,

agar kita bisa mengetahui dan memberikan informasi

mengenai Hubungan asupan makanan dengan kejadian

stunting pada balita usia 2-4 tahun di wilayah Sumedang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Aprils-Mei tahun 2019 yang

bertempat di Sumedang. Fokus keilmuwan materi yang digunakan yaitu

keperawatan anak dan komunitas. Metode penelitian ini menggunakan kuantitatif

dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

asupan makanan kejadian stunting pada balita usia 2-4 tahun di wilayah

Sumedang.

Anda mungkin juga menyukai