Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah
1. Pengertian Sampah
Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika
dikelola dengan prosedur yang benar (Panji Nugroho, 2013). Sampah (waste)
diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya (Sumatri, 2013).
Menurut Kementerian PUPR (2010) Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat sedangkan sampah spesifik
adalah sampah yang karena sifat konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan
pengelolaan khusus.
Menurut Hadiwiyoto (1983) dalam Alfiandra (2010), sampah adalah istilah
umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-
sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah sudah diambil
bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya
yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan
dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup.
Menurut Kementeriaan PUPR (2010) dalam Alfiandra (2015) sampah
diartikan sebagai suatu buangan atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat
kegiatan manusia yang dapat dianggap sudah tidak bermanfaat lagi, untuk itu harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Menurut Ecolink (1996) (dalam Faizah, 2008) memberikan pengertian
sampah sebagai bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas baik
yang dilakukan oleh manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
2. Jenis-jenis Sampah
Menurut Panji Nugroho dalam buku Panduan Membuat Pupuk Kompos cair
(2013), jenis-jenis sampah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain :
a. Berdasarkan sumbernya
1) Sampah alam
Sampah yang ada oleh proses alam yang dapat di daur ulang alami, seperti
halnya daun-daunan kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar
kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-
daun kering di lingkungan pemukiman
2) Sampah manusia
Sampah manusia (human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap
hasil-hasil pencernaanmanusia, seperti feses dan urine. Sampah manusia dapat
menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor
(sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah
satu perkembangan dalam mengurangi penularan penyakit melalui sampah
manusia dengan cara hidup yang higenis dan sanitasi. Termasuk didalamnya
adalah perkembangan teori penyaluran pipa ( plumbing ).
3) Sampah konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh manusia
(pengguna barang), dengan kata lain adalah sampah hasil konsumsi sehari
-hari. Ini adalah sampah yang umum, namun meskipun demikian, jumlah
sampah kategori ini masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah
yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.
4) Sampah Industri
Sampah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses proses
industri. Sampah yang dikeluarkan dari sebuah industri dangan jumlah yang
besar dapat dikatakan sebagai limbah. Berikut adalah gambaran dari limbah
yang berasal dari beberapa industri, yaitu :
a) Limbah industri pangan (makanan), sebagai contoh yaitu hasil ampas
makanan sisa produksi yang dibuang dapat menimbulkan bau dan polusi
jika pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.

8
b) Limbah Industri kimia dan bahan bangunan, sebagai contoh industri
pembuat minyak pelumas (OLI) dalam proses pembuatannya
membutuhkan air skala besar, mengakibatkan pula besarnya limbah cair
yang dikeluarkan ke lingkungan sekitarnya. air hasil produksi ini
mengandung zat kimia yang tidak baik bagi tubuh yang dapat berbahaya
bagi kesehatan.
c) Limbah industri logam dan elektronika, bahan buangan seperti serbuk besi,
debu dan asap dapat mencemari udara sekitar jika tidak ditangani dengan
cara yang tepat.
b. Berdasarkan sifatnya
1) Sampah organik
Sampah organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih
lanjut menjadi kompos.
2) Sampah anorganik
Sampah anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik
wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol, gelas minuman,
kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil
atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa
sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus
makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas.
c. Berdasarkan bentuknya
1) Sampah padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan
sampah cair. Dapat berupa sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas
dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah
organik dan sampah anorganik. Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam
(biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
a) Biodegradable

9
Sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob (menggunakan udara/terbuka) atau anaerob (tidak menggunakan
udara/tertutup), seperti sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian
dan perkebunan.
b) Non-biodegradable
Sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi, yang dapat dibagi
lagi menjadi:
1. Recyclable yaitu sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali
karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan
lain-lain.
2. Non-recyclable yaitu sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan
tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs (kemasan
pengganti kaleng), carbon paper, thermo coal dan lain-lain.
2) Sampah cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan
kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.
a) Limbah hitam yaitu sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.
b) Limbah rumah tangga seperti sampah cair yang dihasilkan dari dapur,
kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung
patogen.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah
Menurut arif (2012), meningkatnya produksi sampah dipengaruhi oleh
pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup
masyarakat telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan keberagaman
karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis
bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang
pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar
terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume
timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak

10
mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan
selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan
sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman,
hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting anatara lain:
a. Jumlah penduduk
Semakin banyaknya penduduk semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.
b. Keadaan sosial ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakain banyak jumlah
perkapita sampah yang dibuang.
c. Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah karena
pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk
manufaktur yang semakin beragam pula.
4. Prinsip Pengolahan Sampah
Prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah. Prinsip ini
dikenal dengan nama 5M (Panji Nugroho, 2013), yaitu:
a. Mengurangi (Reduce)
Mengurangi penggunaan barang-barang habis pakai yang dapat menimbulkan
sampah. Karena semakin banyak barang terbuang maka akan semakin banyak
sampah.
b. Menggunakan kembali (Reuse)
Mengusahakan untuk mencari barang-barang yang bisa dipakai kembali, dan
mengindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai guna memaksimalkan
umur suatu barang.
c. Mendaur ulang (Recycle)
Selain mencari barang yang dapat dipakai kembali, dapat pula mencari barang
yang dapat didaur ulang. Sehingga barang tersebut dapat dimanfaatkan bukan
menjadi sampah.
d. Mengganti (Replace)

11
Metode ini dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan disekitar. Ganti
barang sekali pakai dengan barang yang lebih tahan lama, serta menggunakan
barang yang ramah lingkungan.
e. Menghargai (Respect)
Metode ini menggunakan rasa kecintaan pada alam, sehingga akan menimbulkan
sikap bijaksana sebelum memilih.
5. Cara Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah erat kaitannya dengan masyarakat karena dari sampah
tersebut akan hidup mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri, patogen, jadi
sampah harus betul-betul dapat diolah agar tidak menimbulkan masalah. Menurut
Panji Nugroho (2013), berbagai cara yang dapat mengurangi efek negatif dari
sampah, antara lain :
a. Penumpukan
Metode ini dilakukan dengan cara menumpuk sampah samapai membusuk,
sehingga dapat menjadi kompos.
b. Pembakaran
Pembakaran merupakan cara yang sering dilakukan, bahkan diberbagai TPA
metode ini kerap dipakai pemerintah, kelemahan metode ini adalah tidak semua
sampah dapat habis dibakar.
c. Sanitary Landfill
Metode ini juga kerap digunakan pemerintah, cara penerapannya adalah dengan
membuat lubang baru untuk mengubur sampah.
d. Pengomposan
Cara ini sangat dianjurkan karena berdampak positif dan menghasilkan barang
bermanfaat dari sampah yang berguna bagi lingkungan dan alam.
6. Pengaruh Sampah Terhadap Lingkungan Manusia
Pengaruh sampah terhadap lingkungan manusia menurut Arif (2012),
Sampah
dari berbagai sumber dapat mencemari lingkungan, baik lingkungan darat, udara
maupun perairan. Pencemaran darat yang dapat ditimbulkan oleh sampah misalnya
ditinjau dari segi kesehatan sebagai tempat bersarang dan menyebarnya bibit

12
penyakit, sedangkan ditinjau dari segi keindahan, tentu saja menurunnya estetika
(tak sedap di pandang mata).
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya mengeluarkan bau
yang tidak sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat meningkatkan
karbon monoksida (CO), karbo dioksida (CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas
belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari
bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker,
berhati-hatilah dalam membakar sampah (Arif, 2012).
7. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Menurut Sarudji (2010), pengaruh sampah terhadap kesehatan
dikelompokkan menjadi 6, yaitu :
a. Sampah sebagai sarang vektor dan binatang pengerat
Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber
makanan lalat dan tikus. Garbage merupakan sampah yang banyak dihasilkan
dari dapur, pasar tradisional maupun sumber lain.
b. Sampah sebagai sumber infeksi
Sumber infeksi adalah zat atau bahan dimana hidup penyebab penyakit unuk
sementara waktu sebelum penyebab penyakit mencapai host yang baru.
Seringkali sampah bercampur dengan kotoran manusia atau vomitus dan bahan
lain yang berasal dari penderita yang bersifat infeksius.
c. Sampah mencemari tanah dan air
maupun badan air, yang menyebabkan pendangkalan atau tersumbatnya saluran.
d. Sampah berbahaya
Sifat sampah ada yang membahayakan kehidupan/kesehatan manusia yang
dikelompokkan dalam sampah berbahaya.

B. Perilaku
1. Teori Perilaku
Menurut teori Green (1990) dalam Notoatmodjo (2010), perilaku
dipengaruhi

13
oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE : Presdisposing,
Enabling, dan Reinforcing Cauces in Educational Diagnosis and Evaluation.
Precede ini merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi
perilaku untuk intervensi pendidikan (Promosi) kesehatan. Precede adalah
merupakan fase diagnosis masalah.
Green (1990) dalam Notoatmodjo (2010), menguraikan bahwa perilaku itu
sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors), yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas kesehatan atau petugas
kesehatan lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Menurut Edberg (2010), fokus terkini terhadap bermacam-macam pengaruh
terhadap terbentuknya perilaku disebut model ekologi. Menurut model atau
pendekatan untuk memahami perilaku ini, diasumsikan tidak ada faktor tunggal
yang dapat memepengaruhi perilaku ini, diasumsikan tidak ada faktor tunggal yang
dapat mempengaruhi perilaku manusia melainkan interaksi kompleks antar individu
dan suatu lingkungan merupakan suatu proses yang secara bersamaan
mempengaruhi perilaku, dengan kata lain perilaku tidak terjadi dengan sendirinya.
2. Pengetahuan
a. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Teori

14
pengetahuan berkaitan dengan sumber-sumber pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang
didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang
dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau subjek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (syntesa)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.

15
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-
kriteria yang ada.
Pengetahuan juga dapat dapat disimpulkan bahwa, pengetahuan itu
merupakan hasil tahu dari manusia. (Notoadmodjo, 2005).
Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi
rangsangan dari luar yang mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru didalam memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai suatu
hal yang baru sampai pada saat yang memutuskan untuk menerima atau menolak
ide baru tersebut.
b. Pengukuran pengetahuan
Untuk mengukur pengetahuan adalah dengan mengajukan pertanyaan
pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan
tertulis atau angket (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2012), untuk mengukur pengetahuan adalah
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau
melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Cara pengukuran
pengetahuan apabila suatu kuesioner untuk mengukur pengetahuan responden
tentang“Teknis Pengelolaan Sampah Rumah Tangga”, maka akan menghasilkan
sesuatu yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh responden yang
diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun tersebut mampu
mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diukur dengan uji korelasi
antar skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut
diberi skor atau nilai jawaban masing-masing dengan sistem penelitian yang
telah ditetapkan, misal tiap-tiap pertanyaan kepala keluarga yang menyatakan
positif, maka diberi nilai untuk jawaban adalah :
Benar dengan diberi nilai 1
Salah dengan diberi nilai 0

16
Sebaliknya tiap-tiap pertanyaan negatif maka diberi nilai untuk jawaban:
Benar dengan diberi nilai 0
Salah dengan diberi nilai 1
3. Tindakan
a. Pengertian tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2003).
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
1. Presepsi (preseption) : mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.
2. Respons terpimpin (guide response) : dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator
praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism) : apabila seseorang telah dapat melakukan dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption) : suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
b. Pengukuran tindakan
Pengukuran praktik menurut Notoatmodjo (2012), dapat dilakukan
melalui dua cara, secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran tindakan
yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi),
yaitu mengamati tindakan dari subjek. Sedangkan secara tidak langsung
menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui
pertanyaan -pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan

17
berhubungan dengan objek tertentu. Secara garis besar mengukur perilaku
terbuka atau praktek dapat dilakukan melalui dua metoda, yakni :
1. Langsung
Mengukur perilaku terbuka secara langsung, berarti peneliti langsung
mengamati atau mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. Untuk
memudahkan pengamatan, maka hal-hal yang akan diamati tersebut
dituangkan atau dibuat lembar tilik atau (checklist).
2. Tidak Langsung
Pengukuran secara tidak langsung ini, berarti peneliti secara tidak
langsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Oleh sebab itu
metoda pengukuran secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara yakni :
a. Metode mengingat kembali atau “recall”
b. Melalui orang ketiga atau orang lain yang “dekat” dengan subjek atau
responden.
c. Melalui “indikator” (hasil perilaku) responden.
4. Sikap
a. Pengertian Sikap
Menurut salah seorang ahli phisikologi social Newcomb menyatakan
bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. (Notoatmodjo, 2003).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. (Notoatmodjo, 2007).
Newcomb dalam Notoadmodjo menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.Thomas dan Znaniecki (1920)
menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bikan hanya kondisi internal
psikologis yang murni dari individu (purely psychicinner state), tetapi sikap lebih
merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi

18
secara subjektif dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi
oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang
ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu. (Dewi, 2010).
b. Pengukuran sikap
Menurut Notoatmodjo (2014), pengukuran sikap juga dapat dilakukan
berdasarkan jenis atau metode penelitian yang digunakan yaitu:
1) Kuantitatif
Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan dua
cara seperti pengukuran pengetahuan, yakni :
a) Wawancara
Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan wawancara
untuk mengukur pengetahuan. Bedanya hanya pada substansi
pertanyaannya saja. Apabila pada pengukuran pengetahuan pertanyaan-
pertanyaannya menggali jawaban apa yang diketahui oleh responden.
Tetapi pada pengukuran sikap pertanyaan-pertanyaannya menggali
pendapat atau penilaian terhadap objek.
b) Angket
Demikian juga pengukuran sikap menggunakan metode angket, juga
menggali pendapat atau penilaian responden terhadap objek kesehatan,
melalui pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis.
2) Kualitatif
Pengukuran sikap dalam metode penelitian kualitatif, substansi pertanyaannya
juga sama dengan pertanyaan-pertanyaan pada penelitian sikap pada
penelitian kuantitatif seperti tersebut diatas.
a) Wawancara mendalam :
Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,
tetapi pertanyaan bersifat menggali pendapat atau penilaian responden
terhadap objek.
b) Diskusi kelompok terfocus (DKT) :

19
Seperti pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian kuantitatif untuk sikap,
tetapi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali pendapat atau
penilaian responden terhadap objek.
Menurut Notoatmodjo (2012), misalkan kita ingin mengukur sikap
pekerja tentang pekerjaannya, mula-mula harus kita ketahui apa yang dimaksud
dengan sikap. Sikap adalah kecenderungan untuk melakukan orang kemudian
kita merumuskan sejumlah pertanyaan yang menunjukkan kepuasan tentang
pekerjaan. Tiap-tiap pertanyaan pekerjaan yang menyatakan pertanyaan positif,
maka diberi nilai untuk jawaban:
Sangat setuju (SS), diberi nilai 5
Setuju (S), diberi nilai 4
Ragu-ragu (RR), diberi nilai 3
Tidak Setuju (TS), diberi nilai 2
Sangat tidak setuju (STS), diberi nilai 1
Sebaliknya, tiap-tiap pertanyaan negaif maka diberi nilai untuk jawaban:
Sangat setuju (SS), diberi nilai 1
Setuju (S), diberi nilai 2
Ragu-ragu (RR), diberi nilai 3
Tidak Setuju (TS), diberi nilai 4
Sangat tidak setuju (STS), diberi nilai 5

C. Bank Sampah
1. Pengertian Bank Sampah
Definisi Bank Sampah menurut  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI
Nomor 13 Tahun 2012 adalah tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang
dapat didaur ulang dan/atau digunakan ulang yang memiliki nilai ekonomi.
Sedangkan menurut Green and Clean Kota Bandung mendefinisikan bank sampah
sebagai upaya memaksimalkan nilai sampah dengan tujuan menciptakan lingkungan
yang sehat, bersih, hijau dan asri, mengurangi sampah ke TPA, mengubah perilaku

20
masyarakat, mendidik masyarakat peduli lingkungan dan berorganisasi,
meningkatkan kreatifitas, dan memberikan keuntungan bagi penghasil sampah. Dari
pengertian diatas menunjukkan bahwasanya bank sampah merupakan suatu institusi
ataupun tempat pemilahan/pengumpulan sampah yang dibentuk untuk mengelola
dan memaksimalkan nilai sampah dengan prinsip 3R melalui pendekatan
berbasiskan masyarakat (Rustanto, Bambang. 2013).
Menurut Astuti, N.A. 2013 menyatakan bahwa pengertian bank
sampah Yaitu
suatu unit kerja yang melakukan pengelolaan sampah dimana kegiatannya meliputi
pemilahan sampah dari sumbernya yang kemudian dikumpulkan pada suatu tempat
kemudian dijual ke pihak ketiga. Bank Sampah dibuat dengan menerapkan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah bahwa prinsip
pengelolaan sampah adalah reduce, reuse, dan  recycle.
2. Pengelolaan Bank sampah
Bank sampah sesungguhnya mudah untuk dikelola. Untuk membentuk suatu
bank untuk menabung sampah-sampah di lingkungan, warga sekitar dapat
menunjuk beberapa orang sebagai petugas pengelola. Dibutuhkan minimal satu
orang untuk menjadi petugas pencatat administrasi keuangan, satu orang untuk
menjadi petugas pengelola tabungan, dan satu orang sebagai petugas pengelola
sampah (perantara pengepul). Selanjutnya, masing-masing petugas memiliki peran
tersendiri. Perantara pengepul bertugas melakukan negosiasi dengan pengepul dan
mengawasi proses pengepulan sampah. Pengelola administrasi keuangan akan
bekerja sama masing-masing warga. Sedangkan pengelola tabungan bertugas untuk
menyetorkan tabungan masing-masing warga ke bank dan nantinya dia jugalah yang
bertugas untuk mengambil uangnya di bank jika ada warga yang hendak mengambil
tabungannya.
Dalam pengaplikasiannya, bank sampah akan lebih mudah dikelola jika
proses pengepulan sampah terjadwal dengan baik. Misalnya, warga dapat atau

21
diwajibkan menyetorkan sampah anorganik yang telah dikumpulkannya dari sisa-
sisa atau sampah rumah tangga setiap satu minggu sekali. Dengan begitu, sampah
yang terkumpul akan lebih banyak dan uang yang didapat pun lebih banyak. Jika
bank sampah yang ada dilingkungan sudah memiliki administrasi yang baik dan
sudah mampu bekerja dengan baik, kualitasnya dapat ditambahkan dengan adanya
kepemilikan badan hukum dan buku tabungan sendiri. Dengan demikian, bank
pengelola sampah di lingkungan akan lebih berprospek secara ekonomi.
Keberadaan bank sampah dinilai akan lebih meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah di lingkungannya masing-masing.
Sampah terutama sampah anorganik sejatinya dapat dijadikan sumber rupiah.
Dengan adanya fasilitas pengelolaan sampah mandiri, diharapkan masyarakat akan
lebih giat untuk mengelola sampahnya masing-masing dan mau menjaga kebersihan
lingkungannya dengan baik.
Pengelolaan sampah tidak melulu harus dilakukan oleh pihak-pihak yang
berwenang. Pengelolaan sampah dapat dan wajib dilakukan oleh kita semua.
Mengelola sampah secara mandiri akan mendatangkan banyak manfaat bagi diri
kita sendiri maupun lingkungan sekitar kita.
Pengelolaan bank sampah mirip dengan pada bank umum lainnya. Setiap
nasabah datang dengan lima kantong sampah yang berbeda. Kantong yang berisi:
a. Kantong 1 berisi sampah organik
b. Kantong  2 berisi sampah plastik
c. Kantong 3 berisi sampah kertas
d. Kantong 4 berisi sampah botol
e. Kantong 5 berisi sampah kaleng
Pengelolaan Bank Sampah juga mengikuti kaidah-kaidah yang terdapat dalam
Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa prinsip
dalam mengelola sampah adalah reduce, reuse dan recycle (3R).
Cara pengelolaan bank sampah, yaitu:
1) Membentuk sebuah bank sampah untuk menabung sampah-sampah yang
dikumpulkan di lingkungan Anda.

22
2) Kemudian menunjuk beberapa orang yang ada di lingkungan Anda sebagai
petugas pengelola, yaitu minimal satu orang sebagai pencatat administrasi
keuangan, satu orang sebagai petugas pengelola tabungan, dan satu orang
petugas untuk pengelola sampah (perantara pengepul).
3) Masing-masing petugas tersebut memiliki peran sesuai tugasnya. Yaitu,
perantara pengepul melakukan negosiasi dengan para pengepul serta mengawasi
proses pengepulan sampah. Sedangkan petugas administrasi keuangan bekerja
dengan perantara pengepul akan mencatat hasil sampah yang terkumpul dari
masing-masing warga. Dan pengelola tabungan akan menyetorkan tabungan dari
masing-masing warga pada sebuah bank dan tentu saja bertugas juga untuk
mengambilkan uang di bank jika ada warga yang ingin mengambil tabungannya.
4) Proses pengepulan sampah harus terjadwal dengan baik, agar kerja bank sampah
bisa lebih mudah dan efektif. Misalnya, warga dijadwalkan menyetorkan sampah
anorganik setiap satu minggu sekali. Dengan begitu, akan lebih banyak sampah
yang terkumpul dan uang yang dihasilkan pun akan lenih banyak.
5) Jika bank sampah tersebut sudah memiliki administrasi yang baik, cara kerja
pengelolaan yang baik, maka kualitas bank sampah dapat ditingkatkan dengan
menambahkan kepemilikan badan hukum dan pembuatan buku tabungan sendiri.
Sehingga, bank pengelola sampah tersebut akan lebih berprospek secara
ekonomi (Juju, 2012).
3. Mekanisme dan Cara Kerja Bank Sampah
a. Mekanisme Menabung Bank Sampah
Menurut Astuti, N.A. 2013 dalam (Suwerda, 2009) Mekanisme dalam menabung
sampah di bank sampah ada dua, yaitu menabung sampah secara individual dan
menabung sampah secara komunal. Mekanisme menabung sampah secara
individual, warga memilah sampah kertas, plastik, kaleng/botol, dari rumah dan
secara berkala ditabung ke bank sampah, sedangkan mekanisme menabung
sampah secara komunal, warga memilah sampah kertas, plastik, kaleng/botol,
dari rumah dan secara berkala ditabung di TPS (Tempat Penampungan

23
Sementara) yang ada di tiap RT atau kelompok masyarakat (POKMAS),
kemudian petugas bank sampah mengambil sampah di tiap TPS.
b. Cara Kerja Bank Sampah
Bank sampah adalah sebuah istilah yang diperuntukan bagi suatu paguyuban atau
perkumpulan warga sadar sampah yang memiliki tujuan untuk mengurangi
volume sampah, memanfaatkan sampah, dan mengelolanya untuk dijadikan
sumber penghasilan tambahan. Cara kerja bank sampah adalah dengan
mengumpulkan sampah anorganik sebanyak-banyaknya dari lingkungan Anda
sendiri. Kemudian sampah tersebut dikumpulkan ke petugas atau pengepul yang
ditunjuk di lingkungan tempat tinggal Anda. Sampah tersebut nantinya akan
dipilah sesuai jenisnya lalu kemudian ditimbang. Selanjutnya, sampah yang telah
dipilah menurut jenisnya dan yang telah ditimbang tersebut akan ditukar dengan
sejumlah uang. Nantinya Anda dapat mengambil uangnya langsung atau dapat
juga ditabungkan langsung ke petugas tertunjuk di lingkungan tempat Anda
tinggal. Namun, ada beberapa jenis bank sampah yang membuatkan buku
tabungan untuk masing-masing anggotanya, sehingga administrasi keuangannya
pun lebih transparan dan terorganisir. Bank sampah yang baik memiliki kriteria
seperti memiliki badan hukum, memiliki sistem administrasi, memiliki pengepul
tetap, memiliki buku tabungan, dan memiliki pihak penanggung jawab dan
petugas lainnya (Juju. 2012).
1) Cara kerja bank sampah untuk lingkungan warga
a) Nasabah datang ke cabang.
b) Nasabah datang dan langsung menuju meja teller, di sana nanti teller kami
akan memberikan lembaran kualifikasi sampah bagi calon nasabah baru.
c) Setelah nasabah berminat  maka nasabah bisa mengisi formulir yang
diberikan oleh teller, sebagai berikut: Aplikasi pembukaan rekening
sampah dana perorangan.

24
d) Sambil nasabah mengisi form tadi, teller akan meminta KTP atau kartu
pelajar yang akan dicocokan atau disamakan dengan form yang nasabah isi.
e) sambil menunggu buku tabungan jadi, nasabah akan diminta tanda
tangannya oleh teller pada form tanda tangan nasabah.
f) Setelah itu teller akan menjelaskan tentang peraturan di bank sampah.
g) Setelah mendengarkan penjelasan pegawai bank secara singkat, lalu teller
akan memberi buku tabungan kepada nasabah dengan warna buku
tabungan yang berbeda sesuai dengan RT masing-masing.
2) Cara kerja bank sampah untuk perusahaan
a) Karyawan bank sampah datang ke perusahaan untuk menjelaskan
kerjasama tentang manajemen pengelolaan bank sampah, dimana kami
akan menjelaskan tentang kualifikasi sampah yang bisa di tabung di bank
sampah.
b) Selanjutnya apabila pihak perusahaan setuju dengan kerjasama yang
ditawarkan, bank sampah dan perusahaan akan membuat nota perjanjiaan,
yang nantinya akan dibuat nota persetujuan bersama.
c) Karyawan bank sampah akan memberikan sejumlah form yang harus diisi
dari pihak perwakilan perusaan, sebagai berikut.
d) Setelah persyaratan dan kerjasama telah dipahami bersama.
e) Untuk kualifikasi penempatan sampah sama dengan sampah rumah tangga
dengan menggunakan plastic yang berbeda. Yang nantinya perusahaan
akan menambatkan bukti penyetoran sampah dari bank sampah yang telah
ditanda tangani oleh kedua belah pihak serta disaksikan dalam
penghitungan bobot samapah oleh keduanya, selanjutnya akan didata dan
dimasukan ke komputerisasi teller bank sampah yang di kirim oleh driver
bank sampah.
f) Nantinya sampah yang ada dilingkungan perusahaan akan diambil
langsung oleh pegawai bank sampah dengan menggunakan mobil pick-up.
g) Masalah pembayaran akan dibayar sesuai dengan perjanjiaan yang ada.

25
3) Struktur Organisasi Bank Sampah
Struktur organisasi bank sampah terdiri atas pengurus dan bagian pengurus.
a. Pengurus
Pengurus adalah pengelola sistem bank sampah dari wilayah hasil dari
kesepakatan fasilitator dan juga beberapa pihak. Tugas dan tanggung jawab
pengurus bank sampah adalah :
1) Menjalankan mekanisme sistem bank sampah sesuai dengan prosedur
dan keseragaman pelaksanaan.
2) Meningkatkan kondisi wilayah di 6 PILAR POKOK (Pilar Sosial, Pilar
Lingkungan, Pilar Kesehatan, Pilar Pendidikan, Pilar Ekonomi dan Pilar
Informasi dan Teknologi).
3) Menjamin kesejahteraan pengurus bank sampah dan juga kenyamanan
nasabah.
4) Melaporkan pada pihak pendamping dalah hal pelaksanaan kegiatan.
5) Mengatur secara tersendiri aturan dan cara kerja PBS.
b. Bagian Pengurus
Bagian-bagian pelaksanaan dan juga kinerja pengurus adalah sebagai
berikut:
1) Manager bank sampah: adalah Fasilitator atau Kader lingkungan yang
memiliki pengetahuan tentang green and clean, cekatan dan ulet
memantau kondisi bank sampah. Tugas dan tanggung jawabnya adalah
memberi dan mengeluarkan kebijakan untuk pengembangan bank
sampah dalam rapat pengurus.
2) Bendahara bank sampah: adalah kader lingkungan yang memiliki
pengetahuan tentang arus keuangan dan dapat diberi amanah. Tugas dan
tanggung jawabnya adalah mengetahui arus keuangan dan pelaporan
keuangan.
3) Divisi pencatatan: adalah kader lingkungan yang memiliki kemampuan
dan pengetahuan pencatatan secara sistematis dan rapi. Tugas dan

26
tanggung jawabnya adalah pencatatan kegiatan, agenda dan membantu
langsung bendahara.
4) Divisi penimbangan: adalah kader lingkungan yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan dalam menimbang dan membagi jenis-
jenis sampah. Tugas dan tanggung jawabnya adalah melakukan
pemilahan dan penimbangan sampah yang ada di bank sampah.
5) Divisi pengepakan: adalah kader lingkungan yang memiliki kemampuan
pengepak dan mengemas sampah sesuia dengan jenis serta
kelompoknya. Tugas dan tanggung jawabnya adalah meminimalisir
penumpukan sampah yang berhamburan pada waktu yang lama,
menjaga keamanan dan penyusutan sampah yang ada.
6) Divisi umum: adalah kader lingkungan yang memiliki waktu banyak
untuk membantu para pengurus dalam kinerja jika diperlukan.

D. Penelitian Sejenis
1. Kurniawati Mulyanti dan A Fachrurozi (2016), Analisis Sikap dan Perilaku
Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bank Sampah (studi kasus
masyarakat kelurahan bahagia Bekasi Utara), tujuan penelitian untuk
mengetahui proses peyelenggaraan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap
keberadaan bank sampah. Hasil analisis sikap konsumen memiliki sikap
mendekati baik atau positif terhadap produk bank sampah (nilai skor sikap
konsumen = 7,74), di mana atribut Keramahan dan kesopanan petugas dalam
memberikan pelayanan dan menerima pengaduan konsumen, dan lainnya
mendapatakan skor tertinggi yakni 1,1. Sedangkan atribut kenyamanan ruang
parkir dianggap paling tidak memuaskan bagi konsumen (nilai skor tertinggi =
-0,45). Faktor eksternal yang dianggap paling kuat mempengaruhi keputusan
beli adalah petugas promoosi bank sampah kerja (nilai skor tertinggi =0,95),
sedangkan faktor eksternal yang dianggap paling lemah mempengaruhi
keputusan beli adalah orang tua (nilai skor terendah = -0,45), Hasil analisis

27
perilaku (nilai perilaku) menunjukkan konsumen memiliki perilaku baik atau
positif terhadap produk Bank Sampah (nilai B = 0,66 atau positif), Hasil analisis
sikap dan perilaku konsumen menunjukkan adanya konsistensi antara sikap dan
perilaku konsumen terhadap produk Bank Sampah, yaitu konsumen memiliki
sikap mendekati baik atau positif (nilai skor sikap konsumen = 7,74) yang
mengarahkan pada tindakan atau perilaku konsumen yang baik atau positif
terhadap produk bank sampah (nilai B = 0,66 atau positif).
2. Asri Yeni (2013), Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penanganan Sampah
Rumah Tangga Di Desa Gampong Darat Kecamatan Johan Pahlawan Aceh
Barat, Universitas Teuku Umar Aceh Barat. Tujuan penelitian untuk mengetahui
pengetahuan, sikap dan tindakan penanganan sampah rumah tangga. Jadi
kesimpulannya adanya hubungan pengetahuan terhadap penanganan sampah
rumah tangga dengan nilai P value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,009, adanya
hubungan sikap terhadap penanganan sampah rumah tangga dengan nilai P
value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,030,adanya hubungan tindakan terhadap
penanganan sampah rumah tangga dengan nilai P value lebih kecil dari α= 0,05
yaitu 0,002.
3. Fransiska Tanuwijaya (2016), Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Sampah Di Bank Sampah Pitoe Jambangan Kota Surabaya, Mahasiswa Program
Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, tujuan penelitian
untuk mengetahui partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat partisipasi pengelolaan sampah di bank sampah PITOE. Jadi hasil dari
bentuk partisipasinya, masyarakat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil pengelolaan sampah di Bank Sampah
PITOE Jambangan. Namun, masyarakat tidak berpartisipasi dalam proses
evaluasi. Sedangkan dari derajat partisipasi ternyata partisipasi masyarakat
berada dalam derajat interaktif terkait dengan pembuatan keputusan, derajat
mandiri (self mobilization) terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan
pemanfaatan hasil, dan derajat konsultatif terkait dengan proses evaluasi. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata faktor – faktor yang

28
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Bank
Sampah PITOE Jambangan, antara lain motif ekonomi, motif sosial untuk
menciptakan keguyuban, motif psikologi untuk pencapaian prestasi tempat
tinggal dan kepuasan diri karena lingkungan menjadi bersih, motivasi dan
dukungan dari Pemerintah, motivasi dan dukungan pengurus Bank Sampah
PITOE Jambangan, motivasi dan dukungan kader lingkungan, komunikasi
dengan masyarakat yang lancar, dan forum warga yang rutin dilakukan.

E. Kerangka Teori
Menurut Green dalam Notoadmojo (2012). Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan prilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
prilaku masyarakat. Dari kerangka teori tersebut dapat dilihat pada Bagan 2.1
berikut ini:

Factor Predisposing
(Mengunggah)

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai-nilai
29
Faktor Enabling (Pendukung)
1. Ketersediaan fasilitas
2. Lingkungan fisik Perilaku/Tindakan

Faktor Renforcing (Penguat)


1. Peran petugas
kesehatan
2. Tindakan tokoh
masyarakat
3. Tindakan tokoh agama
4. Undang-undangan

Bagan 2.1
KERANGKA TEORI GREEN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU

30

Anda mungkin juga menyukai