Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TIPA

ACARA II. ISOLASI & MORFOLOGI Jamur Metharrizium sp.,


Beauveria bassiana, Bakteri Becillus thuringiensis

Oleh :

Nama : Fajar Dwi Prasojo


NIM : 20180210060
Gol : B1/3
Asisten :

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOTEKNOLOGI PROTEKSI
Fakultas Pertanian UMY
Semester Genap Tahun 2019/2020

ACARA II.
ISOLASI & MORFOLOGI Jamur Metharrizium sp., Beauveria bassiana,
Bakteri Becillus thuringiensis

I. IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Fajar Dwi Prasojo
No. Mahasiswa : 20180210060
Golongan : B1
Kelompok :3
Hari/Tanggal : 12 Maret 2020

II. TUJUAN

1. Melakukan karakterisasi Jamur Metharrizium sp. Dan Beauveria bassiana.


2. Melakukan karakterisasi Bakteri Becillus thuringiensis.
3. Perbanyakan Agensia Hayati

III. ALAT DAN BAHAN


IV. CARA KERJA
V. HASIL PENGAMATAN

A. Kultur Murni Jamur

Morfologi jamur Metharizium sp.

Keterangan :

a. Konidia

b. Fialid

PREPARAT :
PERBESARAN : 4 x 10

Morfologi jamur Beauveria bassiana

Keterangan :

a. Konidia

b. Hifa

PREPARAT :
PERBESARAN : 4 x 10

B. Kultur Murni Bakteri Bacillus thuringiensis


Morfologi Bakteri Bacillus thuringiensis

PREPARAT :
PERBESARAN : 4 x 10

Cat Gram Bakteri Bacillus thuringiensis

PREPARAT :
PERBESARAN : 4 x 10
VI. DASAR TEORI

Cara isolasi dan identifikasi bakteri adalah merupakan suatu topik yang
sangat luas dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang telah berpengalaman.
Cara-cara ini adalah suatu tantangan yang menarik bagi para mikrobiologiwan,
karena mikroorganisme atau bakteri tersebut terdapat dalam berbagai sumber yang
terdiri dari ribuan spesies dan terdapat dalam berbagai habitat (Djide dan Sartini,
2008: 299).

Berbagai jenis jamur entomopatogen dapat diperoleh dari dalam tanah


menggunakan metode umpan serangga (Samson et al. 1988, Keller dan Zimmerman
1989, Klingen dan Haukeland 2006). Untuk mendeteksi keberadaan jamur
entomopatogen di dalam tanah telah dilakukan dengan berbagai media selektif
(Veen dan Ferron 1966, Doberski dan Tribe 1980, Chase et al. 1986). Salah satu
media selektif yang digunakan umumnya berupa umpan serangga Galleria. Umpan
Galeria dapat memerangkap spesies jamur entomopatogen, antara lain adalah
Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dan Metarhizium anisopliae var.
anisopliae. Keberadaan dan distribusi jamur entomopatogen di dalam tanah
pertanian secara intensif telah banyak dieksplorasi di luar negeri (Chandler et al.
1997, Bidochka et al. 1998, Ali-Shtayeh et al. 2002, Klingen et al. 2002, Keller et
al. 2003, Meyling dan Eilenberg 2006).

Di Indonesia, perkembangan penggunaan jamur B. bassiana dalam


pengendalian hama juga cukup pesat. Penelitian uji potensi dan efektivitas jamur
entomopatogen di laboratorium maupun lapangan juga telah dilakukan. Efektivitas
B. bassiana telah diuji terhadap hama kelapa Brontispa longissima, hama penggerek
bonggol pisang Cosmopolites sordidus, hama bubuk buah kopi, hama kumbang
kelapa, dan kelapa sawit (Hosang 1995, Hasyim dan Azwana 2003, Hasyim 2006).
Aplikasi biakan B. bassiana dapat menekan serangan hama bubuk buah kopi,
Hypothenemus hampei, dan penggerek buah kakao sebanyak 87% dan dapat
menurunkan populasi hingga 76%, hama tajuk tanaman kelapa sawit, Darna
catenata di Sulawesi Selatan dengan mortalitas ulat rerata 46-93%, bahkan
mortalitas hama penggerek bonggol pisang akibat infeksi jamur B. bassiana dapat
mencapai 100%.

Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang,


motil, bersifat anaerob fakultatif, bentuk sporanya digunakan secara luas sebagai
agen biokontrol terhadap hama. Bacillus thuringiensis menghasilkan parasporal
kristal, dibentuk oleh racun insektisida yang sangat spesifik. Kristalnya memiliki
berbagai bentuk seperti bipiramidal, kuboid, jajaran genjang, bulat atau komposit
dengan dua jenis kristal. Racun ini terutama aktif terhadap spesies lepidoptera dan
beberapa juga menunjukkan toksisitas terhadap spesies diptera dan koleoptera serta
organisme lain tergantung pada varietas spesies. Suhu pertumbuhan optimal untuk
Bacillus thuringiensis berkisar antara 30o-45ºC (Martin, 2010; 204-208). Bacillus
thuringiensis dapat ditemukan dalam beberapa habitat yang berbeda seperti tanah,
bangkai serangga, biji-bijian, tanah pertanian, lingkungan perairan, dll. (Shishir,
2012: 216).

Bacillus thuringiensis termasuk bakteri yang dapat membentuk spora


sekaligus kristal protein toksin cry (δ-endotoksin) yang bersifat racun. Kristal
protein toksin cry tersebut merupakan glikoprotein yang larut dalam air dan tidak
stabil dalam media alkali. Bagi larva Lepidoptera yang memiliki pH usus alkali
akan sangat rentan terhadap toksin tersebut (Jati, dkk., 2013: 10).

Jamur Metarhizium sp. termasuk kedalam Ordo Hypocreales dan Famili


Clavicipitaceae. Metarhizium sp. merupakan jamur entomopatogen yang dapat
dikembangkan sebagai insektisida mikroba. Jamur Metarhizium sp. menginfeksi
beberapa jenis serangga dari ordo Lepidoptera, Isoptera, Hemiptera, dan Coleoptera.
Metarhizium sp. merupakan jamur yang pertama kali digunakan dalam
mengendalikan hama kumbang kelapa sejak 85 tahun yang lalu, dan diikuti oleh
beberapa negara yang memiliki lahan pertanaman kelapa maupun kelapa sawit
termasuk Indonesia (Gabriel, 1986 dalam Perwira, 2016).
Morfologi M. anisopliae yaitu konidiofor berbentuk tegak, spora berbentuk
silindris atau lonjong dengan panjang 6-16 mm, miselia berupa septa, dan konidia
berbentuk lonjong dapat dilihat pada Gambar 3. Jamur M. anisopliae tumbuh dan
berkembang pada pH 3,3-8,5. Suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan
spora berkisar 25-30oC. Jamur M. anisopliae dapat dikembangkan dalam beberapa
media seperti Potato Dextrose Agar (PDA) , jagung, beras dan lain sebagainya.
Jamur M. anisopliae bersifat saprofit jika ditumbuhkan pada media buatan, pada
awal pertumbuhan konidium membengkan dan membentuk tabung – tabung
kecambah (terkadang kepada kedua sisi konodia). Tabung kecambah kemudian
memanjang dan membentuk cabang setelah 30 jam. Beberapa cabang membentuk
konidiofor yang pendek dan bercabang. Miselia jamur berwarna putih pada bagian
tepi koloni setelah masa inkubasi 14 hari dan miselia jamur berangsur angsur
berwarna hijau zaitun apabila telah masak (Petani Pengembang Agensia Pengendali
Hayati, 2010).
VII. PEMBAHASAN

Beauveria, memiliki hifa pendek, hialin lurus, dan tebal. Kelompok hifa
muncul dari tengah dengan ukuran panjang 3-4 μm dan lebar 1-2 μm, bentuk koloni
berwarna putih, konidia bulat dengan ukuran (2-3) x (2-2,4) μm, hialin, bersel satu,
terbentuk secara soliter pada ujung konidiofor, dan melekat pada sterigma yang
pendek dengan pola pertumbuhan berselang seling, pertumbuhan konidioforanya
zigzag (simpodial) (Vandenberg et al. 1988 Domsch et al. 1980, Samson et al. 1988)

Metarhizium mempunyai miselium yang bersekat, konidiofor tersusun tegak


dengan ukuran bervariasi antara (4-13,4)x(1,42,5) μm, berlapis dan bercabang yang
dipenuhi dengan konidia, konidia bersel satu berwarna hialin, dan berbentuk bulat
silinder. Konidia berukuran panjang 4-7 μm dan lebar 1,43x3,2 μm. Mempunyai
fialid dengan ukuran bervariasi antara (6,1-12,9) x(1,7-3,5) μm. Koloni jamur
berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur
(Vandenberg et al. 1988, Domsch et al. 1980; Samson et al. 1988)
VIII. KESIMPULAN

Yogyakarta, 12 Maret 2020


ASISTEN PRAKTIKAN

................................... ......................................
DAFTAR PUSTAKA

Djide, Natsir dan Sartini. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Makassar: Lembaga


Penerbitan Unhas, 2008.

Samson, R.A., H.C. Evans, and J.P. Latge. 1988. Atlas of Entomopathogenic Fungi.
Springer-Verlag, New York. p. 187.

Keller, S. and G., Zimmerman. 1989. Mycopathogens of Soil Insects. In Wilding, N., N.M.
Collins, P.M. Hammond, and J.F. Webber (Eds.), Insect-Fungus Interactions.
Academic Press, London. p. 240-270.

Klingen, I. and S. Haukeland. 2006. The Soil as a Reservoir for Natural Enemies of Pest
Insects and Mites with Emphasis on Fungi and Nematodes. In Eilenberg, J.,
and H.M.T. Hokkanen (Eds.), An Ecological and Societal Approach to
Biological Control. Series: Progress in Biological Control. p. 145-211.

Chandler, D., D. Hay, and A.P. Reid. 1997. Sampling and Occurrence of
Entomopathogenic Fungi and Nematodes in UK Soils. Appl. Soil Ecol.
5:133-141.

Bidochka, M.J., J.E. Kasperski, and G.A.M. Wild. 1998. Occurrence of the
Entomopathogenic Fungi Metarhizium anisopliae and Beauveria bassiana in
Soils from Temperate and Near-Northern Habitats. Can. J. Bot. 76, 1198-
1204.

Ali-Shtayeh, M.S., A.B.B.M., Mara, and R.M. Jamous. 2002. Distribution, Occurrence, and
Characterization of Entomopathogenic Fungi in Agricultural Soil in the
Palestinian Area. Mycopathologia. 156:235-244. Ali-Shtayeh, M.S.,
A.B.B.M., Mara, and R.M. Jamous. 2002. Distribution, Occurrence, and
Characterization of Entomopathogenic Fungi in Agricultural Soil in the
Palestinian Area. Mycopathologia. 156:235-244.
Klingen, I., J. Eilenberg, and R. Meadow. 2002. Effects of Farming System, Field
Margins, and Bait Insect on the Occurrence of Insect Pathogenic Fungi in
Soils. Agric. Ecosyst. Environ. 91:191-198.

Keller, S. and G., Zimmerman. 1989. Mycopathogens of Soil Insects. In Wilding, N., N.M.
Collins, P.M. Hammond, and J.F. Webber (Eds.), Insect-Fungus Interactions.
Academic Press, London. p. 240-270.

Meyling, N. and J. Eilenberg. 2006. Occurrence and Distribution of Soil Borne


Entomopathogenic Fungi Within a Single Organic Agroecosystem Agric.
Ecosyst. Environ. 113:336-341.

Hosang, M.L.A. 1995. Patogenisitas Cendawan Beauveria bassiana (Bals.)Vuill terhadap


Brontispa longissima Gestro (Coleoptera: Hispidae). MS Thesis
(Unpublished). Bogor Agricultural University (IPB). 66 p.

Hasyim, A. dan Azwana. 2003. Patogenisitas Isolat Beauveria bassiana dalam


Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang, Cosmopolites sordidus
Germar. J. Hort. 13(2):120-130.

Hasyim, A. 2006. Evaluasi Bahan Carrier dalam Pemanfaatan Jamur Entomopatogen, B.


bassiana (Balsamo) Vuillemin untuk Mengendalikan Hama Penggerek
Bonggol Pisang, Cosmopolites sordidus Germar. J. Hort. 16(3):202-210.

Jati, Wibowo Nugroho, Indah Murwani dan Felicia Zahida. “Isolasi,Purifikasi dan Uji
Patogenisitas Isolat Bacillus thuringiensis berliner Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti linn,” Laporan Akhir
Hasil Penelitian Hibah Fundamental. Yogyakarta: Fakultas Tehnobiologi,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013

Shishir, Asaduzzaman, Asma Akter, Md. Hasibul Hassan, Golam Kibria. Mohammad Ilias,
Shakila Nargis Khan dan Md. Mozzamel Hoq. “Characterization of Locally
Isolated Bacillus thuringiensis for the Development of Eco-friendly
Biopesticidies in Bangladesh.” JBiopest, 2012.
Martin, P.A., Gundersen, D.E., Blackburn, M.B. “Distribution of phenotypes among
Bacillus thuringiensis strains.” Systematic and Applied Microbiology, vol.
33. 2010.

Perwira, P. 2016. Virulensi Beberapa Isolat Jamur Metarhizium anisopliae terhadap


Walang Sangit ( Leptocorisa oratorius F. ) di Laboratorium. (Skripsi).
Universitas Lampung. Lampung. 38 hlm.

Petani Pengembang Agensia Pengendali Hayati. 2010. Uji Berbagai Media Tumbuh dalam
Pengembangan Masal APH Golongan Jamur. Petani Pengembang Agensia
Pengendali Hayati. Jombang. https://p2aph.wordpress.com/. Diakses pada 25
Maret 2020 pukul 19.00 WIB.

Vendenberg, J.D., M. Ramos and J.A. Altre. 1988. Dose Response and Age and
Temperature Related Susceptibility of the Diamondback Moth Plutella
xylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae) to Two Isolated of Beauveria
bassiana (Hypomycetes: Monoliaceae). Environ. Entomol. 27:1017-1021.

Domsch, K.H., W. Gams, and T.H. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi, Vol. 1.
Academic Press, London. p. 893.

Anda mungkin juga menyukai