Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FAKULTAS PERTANIAN
UNIKA SANTO THOMAS
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan kebaikan-Nya telah membawa kita ke jenjang ilmu pengetahuan yang
lebih tinggi lagi.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Kewarganegaraan pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan
ini penulis mengangkat judul “Otonomi Daerah”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
para founding fatherstelah menjatuhkan pilihannya pada prinsip
pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek
pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era
Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang
dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita
desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia,
sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan
dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-
langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan
daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini
terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita
tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih
sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud
sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah
Otonomi Daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah,
diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak
(faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia
ini haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini
mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan
DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan
lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang
punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu
cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya /
mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini
akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi
daerah, hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah
lainnya yang sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi
keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana
pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan
yang ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi
kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan
semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa
kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan
pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh
sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut
dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat
faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya
Otonomi Daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang
menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita berkeinginan untuk
merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian
yang sungguh-sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas.
B. Permasasalahan
1. Menjelaskan pengertian otonomi daaerah
2. Menjelaskan sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia
3. Menjelaskan dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah
4. Menjelaskan tujuan dan prinsip otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian daerah otonomi atau otonomi daerah yang berbeda-beda
meskipun intinya sama, yaitu pembagian kekuasaan dengan wilayah-
wilayah yang berada dalam kekuasaan negara. Beberapa pengertian
daerah, dapat diketahui di bawah ini yaitu :
Otonomi daerah menurut UU Nomor 32 tahun 2004
Otonomi daerah yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999
kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah hak ,
wewenang, fungsi, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur
wilayahnya sendiri sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki daerah
tersebut dan untuk kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah di sini tidak
hanya berarti mengatur penyelenggaraan negara di daerah, tetapi juga
membuat daerah lebih mandiri, demoktratis, dan mendekatkan pemerintah
dengan rakyat.
2. Asas Dekonsemtrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke
pemerintah daerah sebagai wakil dari pemerintah pusat. Pelimpahan
wewenang tersebut dengan tetap memegang beberapa kebijakan pemerintah
pusat sebagai aturan utama, seperti kebijakan politik luar negeri,
pertahanan dan keamanan, ideplogi negara, kebijakan dalam negeri,
peradilan, dan perdagangan. Tujuan dari otonomi daerah dengan asas
dekonsentrasi hampir sama dengan asas desentralisasi.
Kelebihan dari asas dekonsentrasi, antara lain :
Karena kebijakan politis tetap di bawah wewenang pusat, maka
keluhan atas kebijakan pemerintah tentang politik lebih sedikit.
Asas dekonsentrasi dapat membantu pemerintah pusat untuk
merumuskan kebijakan ekonomi nasional secara lebih intensif, karena
wewenang mengatur ekonomi daerah sudah diserahkan pada pemerintah
daerah.
Dekonsentrasi memungkinkan kontak langsung antara pemerintah
dengan rakyat, sehingga pemerintah lebih dekat dan kebijakan akan sesuai
dengan aspirasi rakyat.
Kehadiran pemerintah daerah lebih menjamin terlaksananya
kebijakan pemerintah pusat di berbagai bidang.
Asas dekonsentrasi juga lebih efektif untuk menjaga persatuan dan
kesatuan, karena pemerintah dapat secara langsung mengawasi semua
kegiatan di daerahnya lebih efektif.
3. Asas Perbantuan
Asas tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dan kepada semua pemerintah di bawahnya untuk
melaksanakan kegiatan atau kebijakan tertentu di mana semua pembiayaan,
sarana, dan prasarana sudah diaur oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini
tugas pemerintah daerah hanya tinggal melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan tugasnya. Contoh asas tugas perbantuan
misalnya pelaksanaan pemilu yang diatur oleh pusat dan pelaksanaan
Ujian Nasional yang merupakan kebijakan pusat dan diselenggarakan oleh
pemerintah daerah.
Tujuan diselenggrakannya asas tugas perbantuan :
Lebih meningkatkan efektivias pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat di mana pemerintah daerah yang melaksanakan kebijakan dari
pemerintah pusat.
Memperlancar pelaksanaan kewajiban dan penyelesaian masalah
karena setiap kebijakan akan dilaksanakans esuai dengan karakteristik
daerah masing-masing.
1. Nilai Unitaris
Nilai unitaris atau nilai kesatuan adalah nilai yang menunjukkan bahwa
meskipun ada otonomi daerah, dalam pelaksanaannya Indonesia tetap
negara kesatuan,. Tidak ada daerah atau wilayah di bawah pemeerintahan
Indonesia yang bersifat negatif (eenheidstaat) / negara bagian. Artinya,
Indonesia tetap merupakan negara yang kedaulatannya berada di tangan
rakyat, dillaksanakan oleh rakyat, dan untuk rakyat yang dalam sistem
ditentukan oleh pemihan umum. Pemilihan umum akan menentukan
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, namun Indonesia tidak
terbagi atas kesatuan-kesatuan pemerintahan yang berdiri sendiri.
2. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial
Sesuai dengan pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen yang menjadi
konsitusi negara Indonesia saat ini, tentang otonomi daerah, maka
pelaksanaan atau pembagian tugas dan wewenang antar pemerintah daerah
dan pemerintah pusat harus berdasarkan asas desentralisasi atau asas
dekonsentrasi. Bukan merupakan pelimpahan semua tugas dan wewenang
kepada pemerintah daerah.
Berhubungan dengan asas otonomi daerah dan nilai-nilai dasar yang dianut
oleh otonomi daerah di Indonesia, maka sebenarnya titik berat
penyelenggaraan pemerintahan adalah pemerintahan kabupaten / kota dan
penyelenggara pemerintahan di bawahnya, seperti kecamatan dan desa.
Karena pemerintahan di bagian terdekat dengan masyarakat inilah yang
akan melaksanakan secara sepenuhnya semua kebijakan dari pemerintah
pusat dan semua penyelenggara pemerintahan di bawahnya.
Pertimbangan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada pemerintahan
yang paling dekat dengan masyarakat atau penyelenggaraan peemrintahan
di tingkat bawah adalah sebagai berikut :
Dimensi politik, yaitu secara politis kabupaten / kota dan
penyelenggaraan pemerintahan di bawahnya tidak terlalu mempunyai
fanatisme kedaerahan, seperti yang sangat terasa di tingkat pemerintahan
yang lebih tinggi. Sehingga pelaksanaan kebijakan lebih lancar karena
munculnya gerakan separatis akan menjadi minim dengan pendekatan
langsung kepada masyarakat di dalamnya.
Dimensi administratif, yaitu penyelenggaraan dan pelayanan kepada
masyarakat menjadi lebih efektif. Di mana setiap pelayanan tidak
membutuhkan birokrasi yang panjang karena hanya sampai sebatas
kabupaten / kota. Pemerintah kabupaten / kota yang akan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan administratif kepada pemerintahan
di atasnya.
Kabupaten / kota dapat dijadikan ujung tombak yang dapat menerima
segala masukan dan aspirasi dari masyarakat melalui pemerintahan di
bawahnya, sehingga kabupaten / kota ini lebih tahu kebutuhan dan sumber
daya / potensi wilayahnya.
Sebagai negara kesatuan yang memiliki wilayah yang sangat luas, maka
otonomi daerah merupakan cara yang dipandang paling efektif dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian, pembangunan bisa
menjangkau sampai ke wilayah atau daerah paling terpencil sekalipun
dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat dan sumberdaya yang
dimiliki daerahnya. Mengapa demikian? karena tiap wilayah yang
termasuk negara kesatuan Indonesia tidak sama kondisinya. Dan hanya
pemerintah daerah yang merupakan pemerintahan paling dekat yang
mengetahui dan dapat membuat kebijakan khusus sesuai wilayahnya.
4. Prinsip Dinamis
Prinsip otonomi daerah pada pokoknya tiga hal yang telah disebutkan di
atas. Adapun prinsip-prinsip lain merupakan prinsip tambahan. Di
antaranya adalah prinsip dinamis. Dalam prinsip dinamis, diharapkan
proses penyelenggaraan pemerintah pada daerah terus bergerak maju
mengikuti perkembangan dunia saat ini. Apalagi saat ini dampak
globalisasi hampir tidak dapat dibendung. Penyelenggaraan pemerintah
daerah berprinsip dinamis dengan memperhatikan hal tersebut. Mengambil
segala dampak positifnya dan melindungi masyarakat dari segala dampak
negatif.
Misalnya, penyelenggaraan pemerintah dengan mengoptimalkan peranan
teknologi informasi sebagai prinsip dinamis menyesuaikan dengan
globalisasi. Namun di sisi lain, pemerintah ikut aktif memerangi
penyalahgunaan bahaya narkoba bagi generasi muda yang kian marak
karena semakin mudah masuk ke wilayah mana saja berkat teknologi.
5. Prinsip Kesatuan
Pada penyelenggaraan pemerintah daerah juga harus mempunyai prinsip
kesatuan. Prinsip ini diperlukan sehingga pemerintah daerah benar-benar
berusaha meningkatkan kesejahteraan warga / masyarakat di daerahnya di
segala bidang. Dengan meningkatnya kesejahteraan, cara mengatasi
kesenjangan sosial dengan wilayah lain dapat diminimalisir. Akibatnya,
persatuan dan kesatuan semakin terjaga.
Selain itu, pemerintah daerah harus memperhatikan segala dinamika yang
terjadi di wilayahnya sehingga lebih cepat menyelesaikan masalahnya jika
terjadi hal yang tidak diinginkan, Begitu pula dengan gerakan-gerakan
yang dapat meniadakan kesatuan. Pemerintah Daerah sendiri harus tetap
berada dan merupakan bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan
wilayah yang berdaulat.
6. Prinsip Penyebaran
Otonomi daerah di Indonesia dibuat dan dilaksanakan dengan prinsip
penyebaran. Yaitu, penyebaran pembangunan dan kesempatan agar
pembangunan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh penduduk
Indonesia. Prinsip penyebaran ada karena wilayah Indonesia yang sangat
luas dan membentang dari Sabang sampai Merauke dengan ribuan pulau di
dalamnya. Apabila pemerintah pusat melakukan segala sesuatunya tanpa
bantuan asas desentralisasi daerah, maka ada tempat-tempat yang jauh dan
terpencil yang mungkin tidak mengenal pembangunan. Oleh karena itu,
penyelenggara pemerintah daerah harus benar-benar optimal dan jeli
menangkap aspirasi masyarakat dan apa kebutuhan daerahnya untuk
kemudian membuta kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya
yang ada.
7. Prinsip Keserasian
Otonomi daerah diselenggarakan bukan ingin mengeksploitasi semua
sumberdaya daerah tanpa mmeperhatikan akibatnya. Prinsip keserasian
tetap dipertahankan. Penggunaan sumberdaya yang ada dengan sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan
keseimbangan. Tidak menghabiskan begitu saja. Ini terutama berlaku
pada penggunaan sumberdaya alam. Penggunaan sumberdaya alam di
daerah harus memperhatikan keseimbangan dan keserasian dengan
lingkungan. Artinya tidak merusak dan membahayakan lingkungan yang
akibatnya akan berbalik kepada masyarakat sendiri.
8. Prinsip Demokrasi
Prinsip dan ciri utama pemerinbtahan demokrasi tetap dijadikan pedoman
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Demokrasi yang menyatakan
bahwa kedaulatan id tangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam
hal ini semua kegiatan pembangunan dapat melibatkan semua masyarakat
untuk kesejahteraan mereka. Kebijakan yang dibuat juga harus kebijakan
yang pro rakyat.
9. Prinsip Pemberdayaan
Tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan daya
guna / manfaaat dan hasil dari tiap daerah. Artinya memberdayakan semua
sumberdaya yang ada seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan
keserasian dan keseimbangan. Prinsip pemberdayaan ini bertujuan untuk
kesejahteraan masyarakat setempat dan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang
berarti sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan.
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”.
Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi
daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu
sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber
keuangan negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik,
ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat
yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan
melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah
diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat
dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-
masing.
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita
Perkembangan Otda Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini . Jakarta:
Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi
Banten.Skripsi pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan
Sumber Daya. Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah . Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah . Yogyakarta: Lapera
Pustaka Utama.
https://guruppkn.com/prinsip-prinsip-otonomi-daerah