Anda di halaman 1dari 17

BAB I

A. Latar Belakang
Pembangunan dalam pengembangan masyarakat merupakan salah satu proses yang dapat
ditempuh, untuk melaksanakan pembangunan dengan berbagai metode untuk menunjang
pembangunan di Indonesia. Selain itu, pembangunan dapat berdampak baik dan buruk.
Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan serta dalam rangka menjadikan
masyarakat yang mandiri.
Pembangunan bertujuan untuk menjadikan masyarakat lebih sejahtera. Manusia sebagai
salah satu unsur yang terdapat pada lingkungan hidup. Itu dijelaskan di Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan pengertian lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Artinya manusia yang termasuk kedalam ekologi ini bergantung pada makhluk
hidup lain yang keberlangsungan (kelestariannya) juga bergantung pada pola dan cara hidup
manusia dalam mengelola ekosistem.1
Melaksanakan pembangunan tentunya dibutuhkan kajian-kajian tertentu. Agar dampak
negatif dalam pembangunan dapat diminimalisir seperti yang telah tercantum pada Pasal 22
ayat (1) Undang – Undang nomor 32 tahun 2009, yaitu diwajibkan adanya analisis mengenai
dampak lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak
penting bagi lingkungan, oleh karena itu dibentuk suatu badan khusus yang mengurus
masalah lingkungan hidup di tingkat daerah yaitu Badan Lingkungan Hidup yang salah satu
tugasnya adalah sebagai pelaksana untuk memfasilitasi kegiatan instansi terkait dalam hal
pengendalian dampak lingkungan, yang meliputi penerapan AMDAL di daerah.1
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi salah satu solusi pertama
yang dilakukan untuk pembangunan dalam pengembangan masyarakat.Karena dalam
pembangunan yang bertujuan baik seperti pengembangan masyarakat didaerah tertentu dan
perlu dilakukan pembangunan secara fisik terkadang berbenturan dengan kerusakan
lingkungan. Seperti dalam PP Nomor 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sehingga
AMDAL sangat dibutuhkan dalam setiap proses pembangunan, dimulai dari perencanaan
hingga pengawasan serta jika terdapat masalah ditengah-tengah proses pembangunan sedang
dilakukan.2
Salah satu sektor penghasil limbah bahan beracun berbahaya adalah sektor kesehatan
yakni Rumah Sakit, dimana rumah sakit sebagai sarana perbaikan kesehatan dan dapat
dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan
pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa. Kegiatan rumah sakit sudah pasti menghasilkan
berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Tidak hanya itu, proses
kegiatan di dalam rumah sakit dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam
menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar terhadap lingkungan.
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi
yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair
dan limbah padat yang berasal dan rumah sakit merupakan media penyebaran gangguan atau
penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. Pencemaran
tersebut terhadap kesehatan lingkungan dapat menimbulkan dampak besar terhadap manusia.
Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pelaksanaan pengelolaan
yang baik diantaranya pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit
yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Selain itu untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan lingkungan rumah sakit perlu dilakukan pengelolaan, khususnya
mengenai masalah limbah yang sangat berbahaya, sebab sasaran kritik semakin merambah ke
berbagai instansi, diantaranya instansi rumah sakit. Untuk itu kita harus mengetahui
bagaimana pelaksanaan pengelolaan.
limbah di rumah sakit apakah sudah benar atau sebaliknya, diantaranya rumah sakit
harus menerapkan usaha-usaha yang berhubungan dengan wawasan lingkungan dalam
mengelolah limbah yang dihasilkan, adapun usaha untuk mencegah timbulnya dampak
limbah dari kegiatan rumah sakit terutama terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat,
terus-menerus dilakukan baik yang bersifat administratif, teknik, maupun perangkat peraturan
perundangundangan.
Ada 3 hal yang bisa dilakukan rumah sakit mengenai urusan pelaksanaan pengelolaan
limbah khususnya limbah cair yakni minimalisasi limbah, pengelolaan limbah, dan
pembuangan limbah sisa pengolahan. Limbah cair rumah sakit yang tidak terkelola secara
baik akan menimbulkan efek-efek berbahaya bagi komunitas rumah sakit dan lingkungannya,
selain itu masih dalam pelaksanaan pengelolaan limbah cair diperlukan sarana
pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit yang berfungsi menerima limbah cair yang
berasal dari berbagai alat sanitair, kemudian menyalurkan dari instalasi saluran pembuangan
dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju
instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah akan
mengaliri saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota.
Kemudian penanganan mengenai limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur,
kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-
baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita, dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat
terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut.
Rumah sakit harus terdapat standar baku mutu lingkungan sesuai Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 Pasal 14 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”untuk menjamin fungsi lingkungan
hidup setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup”, penetapan baku mutu lingkungan diperlukan untuk
menetapkan apakah rumah sakit tersebut terjadi kerusakan lingkungan atau tidak, yang
artinya bila lingkungan hidup tersebut keaadanya telah berada diambang batas baku mutu
lingkungan yang telah ditetapkan pemerintah, maka lingkungan hidup tersebut telah
mengalami kerusakan dan dianggap telah tercemar. Adanya standar baku mutu diharapkan
mendapat kesamaan pandangan dalam memandang lingkungan dan juga untuk melindungi
lingkungan dari semakin banyaknya kegiatan manusia.
Pelaksanaan Pengelolaan limbah rumah sakit sudah lama diupayakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman/prosedur tetap, dan kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit. Selain peraturan
secara bertahap dan berkesinambungan, Departemen Kesehatan terus berupaya dan
menyediakan dana untuk pembangunan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit melalui
anggaran pembangunan maupun sumber bantuan lainnya. Dengan demikian sampai saat ini
rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu
untuk disempurnakan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses dan prosedur analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(AMDAL)?
2. Bagaimanakah analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) di rumah
sakit?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan hidup secara umum
maupun di rumah sakit
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian analisis mengenai dampak lingkungan hidup
b. Menjelaskan tujuan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
c. Menjelaskan usaha-usaha yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan
hidup
d. Menjelaskan proses dan prosedur analisis mengenai dampak lingkungan hidup
e. Menjelaskan pengelolahan limbah rumah sakit
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental Impact Analysis (EIA)
muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia,
khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu
AMDAL telah menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang
bersih lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 oleh National Environmental
Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup dan PP no 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup. Jika Indonesia mempunyai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, Belanda pun mempunyai milieu
effect apportage disingkat m.e.r. Sebenarnya Indonesia dan Belanda bukanlah penemu sistem
ini, tetapi ditiru dari Amerika Serikat yang diberi nama Environmental Impact Assesment
(EIA). AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Definisi AMDAL secara yuridis tercantum dalam Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu:
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah
kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.1
Kemudian definis AMDAL secara yuridis juga tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yaitu “Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan”.2
Rahmadi menjelaskan bahwa AMDAL merupakan suatu upaya atau pendekatan untuk
mengkaji apakah kegiatan pemanfaatan atau pengelolaan sumber daya alam atau kebijakan
pemerintah akan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, 3 sedangkan
menurut Siahaan yaitu AMDAL adalah salah satu dari sejumlah instrumen yang ditempuh
untuk mencapai dan mempertahankan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).4
Berdasarkan Buku Sekilas Tentang AMDAL yang diterbitkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa Amdal bermanfaat untuk menjamin suatu usaha
atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan dan suatu rencana usaha dan
kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).5

B. Tujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)


Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan
serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan
demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan
rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. AMDAL sebagai alat
pengelolaan lingkungan hidup, bertujuan untuk menghindari dampak, meminimalisasi
dampak, dan melakukan mitigasi/kompensasi dampak. AMDAL sebagai “environmental safe
guard” bermanfaat untuk pengembangan wilayah, sebagai pedoman pengelolaan lingkungan,
pemenuhan prasyarat utang (loan), dan rekomendasi dalam proses perijinan. Prinsip-prinsip
AMDAL antara lain:
a. AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan.
b. AMDAL bertujuan menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak
dapat diperkirakan sejak awal perencanaan.
c. AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala sumber daya
alam, Pengaruh kegiatan sekitar terhadap proyek.
d. Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi
masyarakat, aman terhadap lingkungan.

C. Usaha yang Wajib Memiliki AMDAL


Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL”. Selanjutnya dalam
Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan beberapa kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL yaitu sebagai berikut:1
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
b. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati
h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara
i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dalam lampirannya pada Bab Pertama Pendahuluan tentang Daftar Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ditetapkan berdasarkan:6
a. Potensi dampak penting
Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut ditetapkan
berdasarkan:
1. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
2. luas wilayah penyebaran dampak
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
8. Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan kebijakan
tentang AMDAL.
b. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak penting
negatif yang akan timbul.

D. Proses dan Prosedur AMDAL


Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan
proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27
tahun 1999 yaitu:7
a. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL) adalah ruang
dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang
lingkup kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji
secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL, sedangkan
kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk
mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini merupakan
kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL melalui proses
yang disebut dengan proses pelingkupan.
b. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah dokumen yang berisi
telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampak-
dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian
ditelaah secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati.
Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak
diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara
membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan
oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara
dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan
dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak
negatif dan memaksimalkan dampak positif.
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah mengendalikan dan
menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta
memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya
tersebut dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang
dihasilkan dari kajian ANDAL.
d. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah program-program pemantauan
untuk melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal
dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap
peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi
dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.
e. Ringkasan Eksklusif adalah dokumen yang meringkas secara singkat dan jelas hasil
kajian ANDAL. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam ringkasan eksekutif biasanya
adalah uraian secara singkat tentang besaran dampak dan sifat penting dampak yang
dikaji di dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup
yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak tersebut.

Hal–hal yang dikaji dalam proses AMDAL adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-
ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi
merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih
jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun
dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan
langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Sehubungan dengan prosedur/tata laksana AMDAL, Peraturan Pemeritah Nomor 27


Tahun 1999 telah menetapkan mekanisme yang harus ditempuh sebagai berikut:7
a. Pemrakarsa menyusun Kerangka Acuan (KA) bagi pembuatan dokumen AMDAL.
Kemudian disampaikan kepada Komisi AMDAL. Kerangka Acuan tersebut diproses
selama 75 hari kerja sejak diterimanya oleh komisi AMDAL. Jika lewat waktu yang
ditentukan ternyata Komisi AMDAL tidak memberikan tanggapan, maka dokumen
Kerangka Acuan tersebut menjadi sah untuk digunakan sebagai dasar penyusunan
ANDAL.
b. Pemrakarsa menyusun dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), kemudian
disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab untuk diproses dengan
menyerahkan dokumen tersebut kepada komisi penilai AMDAL untuk dinilai.
c. Hasil penilaian dari Komisi AMDAL disampaikan kembali kepada instansi yang
ertanggung jawab untuk mengeluarkan keputusan dalam jangka waktu 75 hari. Apabila
dalam jangka waktu yang telah disediakan, ternyata belum diputus oleh instansi yang
bertanggung jawab, maka dokumen tersebut tidak layak lingkungan.
d. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ternyata instansi yang bertanggung
jawab mengeluarkan keputusan penolakan karena dinilai belum memenuhi pedoman
teknis AMDAL, maka kepada pemrakarsa diberi kesempatan untuk memperbaikinya.
e. Hasil perbaikan dokumen AMDAL oleh pemrakarsa diajukan kembali kepada instansi
yang bertanggung jawab untuk diproses dalam memberi keputusan sesuai dengan Pasal
19 dan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.
f. Apabila dari dokumen AMDAL dapat disimpulakn bahwa dampak negatif tidak dapat
ditanggulangi berdasarkan ilmu dan teknologi, atau biaya penanggulangan dampak
negatif lebih besar dibandingkan dampak positifnya.

Gambar. Prosedur AMDAL


E. Pengelolahan Limbah Rumah Sakit
1. Pengelolahan Limbah Padat
a. Penggolongan limbah padat
Untuk memudahkan mengenal limbah yang akan dimusnahkan, maka perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitannya dengan pengelolaan limbah klinis dikategorikan
menjadi 5 golongan yakni :
1. Golongan A
- Dressing bedah, swab, dan semua limbah terkontaminasi dari daerah ini
- Bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi
- Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak, bangkai atau jaringan
hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan
dressing)
2. Golongan B
- Syringe bekas jarum, catridge, pecahan gelas, dan benda tajam lainnya.
3. Golongan C
- Limbah dari laboratorium dan post-martum kecuali golongan A.
4. Golongan D
- Limbah kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu
5. Golongan E
- Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence pad, dan
estanagbeds.
6. Pelaksanaan Pengelolahan
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan dan
pengurangan, penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah:
- Pemisahan dan pengurangan
Pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus diidentifikasikan dan
dipilah-pilah. Reduksi volume limbah, hendaknya merupakan proses yang kontinyu.
Pilah- pilah dan reduksi volume limbah klinis merupakan persyaratan penting untuk
petugas pembuangan sampah, petugas emergensi, dan masyarakat. Pilah-pilah dan
reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan sebagai berikut:
1) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah,
2) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan
pemisahan limbah B3 dan non B3,
3) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3,
4) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah
untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah
kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau kontainer
yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan akan mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dan penanganannya.
Pengenalan berbagai jenis limbah agar lebih mudah dibuang adalah dengan
cara menggunakan kantong berkode, yang umumnya menggunakan kode warna.
Namun penggunaan kode tersebut perlu perhatian, supaya jangan sampai menimbulkan
kebingungan dengan sistem lain yang mungkin juga menggunakan kode warna,
misalnya kode warna untuk kantong linen. Sekarang belum ada standarisasi secara
nasional untuk penggunaan kode warna ini. Semula kode standar hanya diusulkan
untuk 3 golongan sampah yang paling berbahaya :
- Sampah infeksius, yaitu dengan kantong berwarna kuning dengan simbol
biohazard yang telah dikenal secara internasional berwarna hitam.
- Sampah sitotoksit, dengan kantong berwarna ungu dengan simbol limbah
sitotoksit.
- Sampah radioaktif, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif yang
telah dikenal pula secara internasional.
- Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan
oleh dinas kebersihan, sampah tersebut hendaknya disimpan dalam kontainer yang
memnuhi syarat, diletakan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak
rembes, aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, dan terjangkau oleh
kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin).
Bagi sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan dapat
ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan. Pemadatan adalah
cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dengan land-fill.
Namun, pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan limbah benda
tajam.
- Pengangkutan
Transportasi sampah klinis dilakukan dengan menggunakan kereta atau troli yang
didesain sedemikian rupa sehingga :

a. Permukaan harus licin, rata, dan tidak tembus


b. Tidak menjadi sarang serangga
c. Mudah dibersihkan dan dikeringkan
d. Sampah tidak menempel pada alat angkut,
e. Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali.

- Pengelolahan limbah
1) Golongan A
Dresing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung pada bak penampungan limbah klinis
yang mudah dijangkau atau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada
tempat produksi limbah.kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling
sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat penuh. Kemudian diikat dengan
kuat bila tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Isi
kantong tidak boleh sampai longgar pada saat pengangkutan dari bak ke bak.
Sampah kemudian hendaknya dibuang sebagai berikut:
- Sampah dari unit haemodialisis : sampah hendaknya dimusnahkan dengan
incinerator.
- Limbah dari unit lain : limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
- Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh
pimpinan yang bertanggung jawab, Kepala Bagian Sanitasi, dan Dinas
Kesehatan setempat.
- Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya dtampung pada
bak limbah klinis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan
dengan incinerator.

2) Golongan B
Syringe, jarum, dan catrideges, hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah
ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh
hendaknya diikat dan ditampungdidalam bak sampah klinissebelum diangkut dan
dimasukan dengan incinerator.
2. Pengelolahan Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan
organik dan anorganik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut :
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
- Pump Swap (pompa air kotor).
- Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
- Bak Klorinasi.
- Control room (ruang kontrol).
- Inlet.
- Incinerator antara 2 kolam stabilisasi.
- Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah
dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen
dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke
bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang
mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan
Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari:

- Pump Swap (pompa air kotor).

- Oxidation Ditch (pompa air kotor).

- Sedimentation Tank (bak pengendapan) .


- Chlorination Tank (bak klorinasi).

- Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

- Control Room (ruang kontrol).

c. Anaerobic Filter Treatment System.


Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerob melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank
(inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent
yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan
klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan
ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan
oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari
komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
- Pump Swap (pompa air kotor).
- Septic Tank (inhaff tank)
- Anaerobic filter.
- Stabilization tank (bak stabilisasi).
- Chlorination tank (bak klorinasi).
- Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur).
- Control room (ruang kontrol).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dewasa ini kesadaran terhadap lingkungan hidup di negara indonesia semakin
membaik, walaupun masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
lain,hal ini di buktikan dengan gencarnya isu-isu lingkungan yang mulai banyak digembar
gemborkan di media massa,salah satunya adalah tentang analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL) suatu kawasan.
Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan (Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan).
AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai dampak positif dan negatif dari 
kegiatan/proyek, yang dipakai pemerintah dalam memutuskan apakah suatu
kegiatan/proyek Iayak atau tidak Iayak Iingkungan. Kajian dampak positif dan negatif
tersebut biasanya disusun dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-
ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat.

B. Saran
- Mengingat limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit itu sangat berbahaya terhadap
lingkungan hendaknya setiap rumah sakit melakukan pengelolaan secara tepat
sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan dimana hal ini diperlukan untuk
mengurangi sifat bahaya dari limbah tersebut.
- Perlu adanya kerjasama yang terkoordinasi antar semua pihak yang ada di rumah
sakit, baik kerja sama antar instalasi di rumah sakit maupun juga dengan tenaga
medis, pasien, maupun pengunjung rumah sakit.
- Supaya pengelolaan limbah rumah sakit dilakukan dengan benar maka diperlukan
tenaga-tenaga yang berkompeten dan berkualitas di bidang tersebut untuk instalasi
yang menangani pengelolaan limbah tersebut.
- Perlunya pemeliharaan dan perawatan terhadap sarana penunjang dalam pengelolaan
limbah.
- Menambahkan anggaran pada bagian sanitasi untuk membiayai operasional
pemeliharaan dan perbaikan instalasi pengelolaan limbah.
Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
3. Rahmadi, T. 2011. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
4. Siahaan, N.H.T. 2008. Hukum Lingkungan. Jakarta: Pancuran Alam.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Yang Wajib Memiliki Analisi Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
6. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai