Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurul Rafika Huda

NIM : 1810412138

KUIS PERTEMUAN 6
MATA KULIAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA
1. Faktor – faktor dominan yang mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Indonesia di era
reformasi (gunakan salah satu model TKLN : Holsti, Alison, Mintz atau John Lovel)
Jawab : Dalam era reformasi di Indonesia terdapat tiga masa kepemimpinan antara
lain kepemimpinan Presiden B. J. Habibie, Gusdur dan Megawati, Ketiganya
mempunnyai pengaruh yang cukup besar dalam menerapkan dan mencanangkan
kebijakan luar negeri Indonesia.
A. B. J. Habibie
Kebijakan luar negeri B.J. Habibie dapat dianalisis menggunakan model
kebijakan Graham Allison. Menurut Allison, model ini yang menitikberatkan
pada aktor rasional, organisasi dan politik birokrasi. Aktor rasional yang
dimaksudkan adalah aktor yang paling bertanggung jawab merumuskan segala
kebijakan dan tujuan politik luar negeri serta memiliki dasar pada pengalaman
organisasi pemerintah yang memiliki standar operasional. Sosok B.J Habibie
yang dikenal sebagai teknokrat dibidang dirgantara memudahkan beliau untuk
melaksanakan soft diplomacy untuk kembali mendapatkan simpati dan
dukungan dari negara-negara maju untuk memperbaiki ekonomi Indonesia
yang terpuruk dan membangun pondasi demokrasi Indonesia. Selain
memperbaiki keadaan ekonomi yang terpuruk, politik luar negeri yang
dikembangkan oleh B.J Habibie juga mengarah kepada kebijakan luar negeri
yang sifat nya kearah pembangunan teknologi untuk percepatan pembangunan
infra struktur yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Habibie
mereformasi birokrasi di Indonesia. Reformasi birokrasi yang dilakukan
Habibie merupakan reformasi paling sukses sepanjang sejarah Indonesia.
Reformasi Birokrasi yang dilakukan oleh Habibie adalah memisahkan
birokrasi dengan kepentingan politik praktis. Beliau juga melarang rangkap
jabatan untuk memudahkan kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat.
Lebih lanjut adanya politik birokrasi ini merupakan suatu cara atau proses
pendekatan terhadap kebijakan luar negeri yang didalamnya menyangkut
negosiasi antara sejumlah aktor seperti Presiden, Menteri, Organisasi hingga
LSM.

B. Gusdur ( Abdurrahman Wahid)


Gusdur mulai menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia keempat sejak
tahun 1999 – 2001, Terpilihnya Gusdur didasari atas penolakan MPR atas
laporan pertanggungjawaban Presiden B. J. Habibie pada saat itu. Gusdur
mempunnyai banyak kebijakan politik yang kompleks dan signifikan dalam
pemerintahannya serta perekonomian Indonesia mulai membaik dibandingkan
era sebelumnya. Kepemimpinan Presiden Gusdur dapat menggunakan salah
satu model Teori Kebijakan Luar Negeri yaitu strategi model Graham Alison
yang menitikberatkan pada aktor rasional, organisasi dan politik birokrasi.
Gusdur melakukan kunjungan ke berbagai negara sesaat setelah terpilih
menjadi Presiden RI. Tujuan beliau melakukan kunjungan tersebut adalah
untuk mengembalikan citra positif Indonesia setelah krisis 1998 sehingga
investor mau kembali menanamkan modal di Indonesia. Politik birokrasi yang
terjadi adalah dilikuidasinya dua departemen kuat yaitu Departemen
Penerangan (Deppen) dan Departemen Sosial (Depsos). Demikian pula dengan
Departemen Pekerjaan Umum yang kemudian diubah menjadi Kementerian
Permukiman dan Prasarana Wilayah. Gus Dur memiliki argumen kuat
mengenai pembubaran dua departemen tersebut. Menurutnya, tugas-tugas
yang dibebankan kepada Deppen dan Depsos mestinya dikerjakan oleh
pemerintah daerah sehubungan dengan otonomi daerah.
C. Megawati Soekarnoputri
Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia
kelima tepat setelah keberhasilan sidang istimewa (SI) MPR pada tanggal 23
Juli 2001. kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dapat
menggunakan salah satu model Teori Kebijakan Luar Negeri yaitu strategi
model Alex Mintz yang menitikberatkan bahwa negara adalah aktor yang
paling utama dan rasional, Hal ini dibuktikan dengan berbagai kebijakan saat
itu dengan banyaknya konflik komunal hingga krisis politik serta ekonomi
yang masih relatif terjadi, Lebih lanjut Presiden Megawati Soekarnoputri lebih
berfokus pada tatanan dan struktur pemerintahan dalam negerinya sedangkan
masalah pertumbuhan ekonomi, investasi dan pengangguran adalah gambaran
yang paling buruk dan nyata dibawah kabinet gotong royong tersebut.

2. Faktor – faktor dominan yang mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Indonesia di era
SBY (gunakan salah satu model TKLN : Holsti, Alison, Mintz atau John Lovel)
Jawab : Pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu pertama secara langsung yang
memisahkan antara pemilu Legislatif dan Presiden. Dalam pemilihan Presiden 2004
secara mengejutkan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono yang didukung partai
partai demokrat setelah berhasil mengalahkan Presiden petahana yaitu Megawati,
Secara politik memang betul sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mampu
merangkul hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia
A. Periode I (2004 – 2009)

Banyaknya isu-isu terorisme yang mencuat di Indonesia dan Filipina dan adanya
unsur keterkaitan antara kelompok radikal di Indonesia dan Filipina menjadi faktor
utama dari kedua negara untuk berkerjasama dalam menangani terorisme demi
mewujudkan stabilitas dalam bidang keamanan. Selain bekerjasama kedua negara
tersebut juga melakukan pelatihan-pelatihan kepolisian, kedua negara tersebut juga
membahas mengenai batas teritori perairan yang dijadikan jalur bagi para teroris
untuk masuk termasuk penyelundupan senjata ilegal ke Indonesia maupun Filipina.
Kerjasama ini berangsur-angsur memberikan perubahan untuk meredam terorisme
yang sedang terjadi antar kedua negara tersebut dan kemudian kerjasama ini
dilanjutkan sehingga dariadanya kerjasama ini dapat meningkatkan hubungan erat
antar Indonesia dan Filipina.

Jika dikaitkan dengan model TKLN dari Graham T. Allison yang menyatakan bahwa
sumber- sumber terbentuknya suatu kebijakan luar negeri ini beradasarkan suatu
keputusan yang rasional. politik luar negeri tersebut biasanya memusatkan perhatian
atas kepentingan nasional dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa dalam
bentuk jalan alternatif dari kebijakan luar negeri dengan memperhitungkan unsur
untung-rugi atas alternatif tersebut. Seputar hal tersebutlah, pemerintahan SBY
membuat kerjasama ini yang berangkat dari kepentingan nasional yang mulai diancam
dengan adanya terorisme ini dan jalan alternatif dalam mengatasi ancaman terorisme
ini ialah dengan melakukan kerjasama antara Indonesia-Filipina karena kepentingan
nasional dari kedua negara tersebut terancam. Dari adanya kerjasama ini pastinya
Indonesia juga sudah mempertimbangkan untung dan rugi yang kemungkinan akan
terjadi selama kerjasama ini berlangsung dan pada akhirnya kerjasama ini
memperoleh keuntungan yakni terorisme mulai bisa di redam dan kerjasama ini
berlanjut selama kepemimpinan presiden SBY.

B. Periode II (2009 – 2014)

Menurut Mintz, faktor yang berpengaruh dapam pengambilan keputusan kebijakan


luar negri merupakan faktor psikologi, sebagai rational actor faktor faktor psikologis
pada aktor pembuat keputusan sangatlah dipertimbangkan. faktor Faktor seperti
kepribadian dan kepercayaan dari pemimpin, gaya kepemimpinan, emosi, images,
cognitive consistency, dan penggunaan analogi pengaruh dan ketajaman pembuatan
kebijakan luar negeri. Hal ini adalah tekanan dalam pembuat pilihan untuk sedikitnya
menjauh dari ide rasional dan melihat lebih kearah teori dasar model pembentuk
keputusan.

Indonesia di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode


kedua ini menampilkan kebijakan luar negeri yang pro aktif dan high profile. Hal ini
ditandai dengan safari politik internasional yang dilakukan oleh SBY dalam rangka
meningkatkan citra positif Indonesia di kancah internasional. Dengan menggunakan
jargon “thousand friends zero enemy” SBY ingin menunjukkan posisi penting
Indonesia di dunia internasional. SBY juga berusaha untuk memulai hubungan
internasional dengan negara-negara ASEAN dan beberapa negara tetangga di sekitar
ASEAN. Hal ini sesuai dengan politik luar negeri yang dianut oleh Indonesia sejak
Orde Baru yaitu Concentric Cirle Formula. Konsep ini menjadikan ASEAN terletak
pada concentric circle yang pertama dan berfungsi sebagai corner stone politik luar
negeri Indonesia. Dengan kata lain, ASEAN menjadi fokus utama dalam kebijakan
luar negeri Indonesia.

Jika dilihat dari penjelasan diatas maka dapat dianalisis dengan teori Mintz images
mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia di periode pertama ini adalah corak
kebijakan luar negeri SBY sendiri yang sangat mengedepankan citra (image)
indonesia ke internasional dengan jargon “thousand friends zero enemy”. Safari
politik SBY yang bercorak high politics juga dimaksudkan untuk membuat Indonesia
aktif di kancah perpolitikan internasional.Jadi disini dalam merumuskan kebijakan
luar negeri Indonesia, pemerintahan SBY ingin untuk mengawalinya semua dengan
sesuatu yang baik. Maka dari itu citra(image) Indonesia ke internasional lah yang
menjadikan faktor dominan dalam pemerintahan SBY untuk merumuskan kebijakan
luar negeri. Karena mereka beranggapan jika citra Indonesia telah baik dimata
internasional, itu juga menjadikan step awal Indonesia eksis dalam dunia
internasional.

Dalam merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia di periode pertama ini, SBY
mendapatkan beberapa keberhasilan yang telah diraih nya dalam pelaksanaan
kebijakan kebijakan nya. Tapi SBY pun juga menghadapi beberapa tantangan, salah
satu tantangan nya yaitu masyarakat merasa SBY kurang bisa untuk menyelesaikan
masalah masalah domestik. Karena banyak pihak yang menganggap politik luar
negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY terlalu kearah "its about image"
dimana pemerintahan SBY mempunyai keinginan untuk memulihkan citra baik
Indonesia di luar negeri/ internasional. Dari hal tersebut beberapa pihak pun merasa
jika pemerintah SBY masih kurang dalam memperhatikan keadaan di dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai