Menurut para pemikir Barat, adanya aturan dalam sebuah perdagangan antarnegara
membuat tiap negara menjadi tidak berkembang. Di mana-mana, sebuah birokrasi
yang terlalu rumit bukan malah memudahkan malah akan menyusahkan. Karena
alasan itulah, perdagangan bebas terjadi. Di samping itu, perdagangan bebas
membuat setiap negara lebih bisa fokus dengan produk atau jasa yang mereka
kuasai.
Perdagangan barang tanpa pajak (termasuk tarif) atau hambatan perdagangan lainnya
(misalnya kuota impor atau subsidi untuk produsen)
Perdagangan jasa tanpa pajak atau hambatan perdagangan lainnya
Tidak adanya kebijakan "trade-distorting" (seperti pajak, subsidi, peraturan, atau
hukum) yang memberikan keuntungan untuk perusahaan, rumah tangga, atau faktor-
faktor produksi.
Akses ke pasar yang tidak diatur
Akses informasi pasar yang tidak diatur
Ketidakmampuan perusahaan untuk mendistorsi pasar melalui monopoli yang
dikenakan pemerintah atau kekuatan oligopoli
Perjanjian perdagangan yang mendorong perdagangan bebas.
Sejarah
Era awal
David Ricardo
Sebelum munculnya doktrin perdagangan bebas, dan terus bertentangan dengan itu sampai
sekarang, kebijakan merkantilisme telah berkembang di Eropa pada abad ke-16. Dua ekonom
Inggris awal yang menentang merkantilisme adalah Adam Smith dan David Ricardo.
Perdagangan di kolonial Amerika diatur oleh sistem dagang Britania melalui Kisah
Perdagangan dan Navigasi. Sampai tahun 1760-an, beberapa koloni secara terbuka
menganjurkan untuk menggunakan kebijakan perdagangan bebas, sebagian karena peraturan
yang tidak ketat -New England terkenal karena penyelundupan- tetapi juga karena pedagang
kolonial tidak ingin bersaing dengan barang-barang asing dan pengiriman. Menurut
sejarawan Oliver Dickerson, keinginan untuk perdagangan bebas bukan salah satu penyebab
Revolusi Amerika. "Gagasan bahwa praktik-praktik dasar pedagang dari abad kedelapan
belas yang salah," tulis Dickerson, "bukanlah bagian dari pemikiran para pemimpin
Revolusioner".
Perdagangan bebas datang untuk apa yang akan menjadi Amerika Serikat sebagai akibat dari
Perang Revolusi Amerika, ketika Parlemen Inggris mengeluarkan UU larangan, memblokade
pelabuhan kolonial. Kongres Kontinental menanggapi dengan efektif menyatakan
kemandirian ekonomi, membuka port Amerika untuk perdagangan luar negeri pada tanggal 6
April 1776. Menurut sejarawan John W. Tyler, "Perdagangan bebas telah dipaksa di
Amerika, suka atau tidak."
Dalam literatur
Nilai perdagangan bebas pertama kali diamati dan didokumentasikan oleh Adam Smith
dalam The Wealth of Nations, pada tahun 1776. Dia menulis,
Ini adalah pepatah dari setiap guru bijaksana dari keluarga, tidak pernah mencoba untuk
membuat di rumah dan apa yang akan membuat biaya lebih untuk membuat daripada
membeli.... Jika sebuah negara asing dapat memasok kita dengan komoditas lebih murah
daripada kita sendiri bisa membuatnya, lebih baik membelinya dari mereka dengan beberapa
bagian dari produk industri kita sendiri, bekerja di sebuah cara di mana kita memiliki
beberapa keuntungan.
Pernyataan ini menggunakan konsep keunggulan absolut untuk menyajikan argumen yang
bertentangan dengan merkantilisme, yang dominan dalam pandangan perdagangan sekitarnya
pada waktu itu, yang menyatakan bahwa sebuah negara harus bertujuan untuk mengekspor
lebih dari impor, dan dengan demikian mengumpulkan kekayaan. Sebaliknya, Smith
berpendapat, negara bisa memperoleh keuntungan dari masing-masing dengan memproduksi
secara eksklusif dan baik, di mana dari barang yang paling cocok untuk perdagangan antara
satu sama lain seperti yang diperlukan untuk keperluan konsumsi. Dalam lapisan ini, itu
bukan nilai ekspor relatif terhadap impor yang penting, tetapi nilai dari barang yang
diproduksi oleh suatu bangsa. Konsep keunggulan absolut namun tidak membahas situasi di
mana negara tidak memiliki keunggulan dalam produksi barang tertentu atau jenis barang.
Kelemahan teori ini ditangani oleh teori keunggulan komparatif. Umumnya dikaitkan dengan
David Ricardo yang diperluas di atasnya dalam bukunya tahun 1817 On the Principles of
Political Economy and Taxation, itu membuat kasus untuk perdagangan bebas tidak
didasarkan pada keunggulan absolut dalam produksi yang baik, tetapi pada biaya peluang
relatif produksi. Sebuah negara harus mengkhususkan diri dalam apa pun baik itu dapat
menghasilkan biaya terendah, perdagangan baik ini untuk membeli barang-barang lain yang
diperlukan untuk konsumsi. Hal ini memungkinkan bagi negara-negara untuk mendapatkan
keuntungan dari perdagangan bahkan ketika mereka tidak memiliki keunggulan absolut
dalam bidang produksi. Sementara keuntungan mereka dari perdagangan mungkin tidak sama
dengan orang-orang dari negara yang lebih produktif dalam semua barang, mereka masih
akan lebih baik secara ekonomi dari perdagangan daripada mereka akan berada di bawah
keadaan autarki.
1). Perjanjian antara negara negara amerika utara North America Free Trade Area (NAFTA)
yang kalau tidak salah beranggotakan amerika serikat kanada dan mexico (meskipun mexsiko
itu adalah negara amerika tengah namun politiknya menjurus ke amerika )
2).Perjanjian antara negara negara amerika tengah Central America Free Trade area
(CAFTA) yang beranggotakan ex savador ,guatemala dll
3). Perjanjian antar negara asean AFTA (ASEAN Free Trade Area) perjanjian antar anggota
asean jadi antar anggota harus membebaskan biaya perdagangan antar sesama anggota
4). Perjanjian antara asean dengan china (asean china free trade area) “kalau tidak salah
namanya” yaitu dimana setiap produk yang di export ke china akan ada bebas bea masuk dan
begitu juga sebaliknya ke neagara anggota asean
Referensi
1. ^ Appleby, Joyce (2010). The Relentless Revolution: A History of Capitalism.
New York, New York: W.W. Norton & Company.
2. ^ Dickerson, The Navigation Acts and the American Revolution, p 140.
3. ^ Tyler, Smugglers & Patriots, p 238.
4. ^ Bhagwati (2002), Free Trade Today, p 3
5. ^ Smith, Wealth of Nations, pp 264–265
6. ^ Pugel (2007), International Economics, p 33
7. ^ Pugel (2007), International Economics, p 34
8. ^ Ricardo (1817), On the Principles of Political Economy and Taxation,
Chapter 7 "On Foreign Trade"
9. ^ Bhagwati (2002), Free Trade Today, p 1
10. ^ Pugel (2007), International Economics, pp 35–38 and p 40
Bibliography
Bhagwati, Jagdish. Free Trade Today. Princeton: Princeton University Press (2002).
ISBN 0-691-09156-0
Blinder, Alan S. (2008). "Free Trade". Dalam David R. Henderson (ed.). Concise
Encyclopedia of Economics (edisi ke-2nd). Indianapolis: Library of Economics and
Liberty. ISBN 978-0865976658. OCLC 237794267.
Chang, Ha-Joon. Kicking Away The Ladder: Development Strategy in Historical
Perspective. London: Anthem Press 2003. ISBN 978-1-84331-027-3.
Dickerson, Oliver M. The Navigation Acts and the American Revolution. New York:
Barnes (1963). ISBN 978-0374921620 OCLC 490386016
Pugel, Thomas A. International Economics, 13th edition. New York: McGraw-Hill
Irwin (2007). ISBN 978-0-07-352302-6
Ricardo, David. On the Principles of Political Economy and Taxation, Library of
Economics and Liberty (1999)
Smith, Adam. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,
Digireads Publishing (2009), ISBN 1-4209-3206-3
Tyler, John W. Smugglers & Patriots: Boston Merchants and the Advent of the
American Revolution. Boston: Northeastern University Press (1986).
Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai
dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Latar Belakang
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Konstituante
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS
1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka
Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil
pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk
pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana
Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari
Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan
Hamengku Buana IX, Prof. Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda.
Program kerja kabinet Natsir :
1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan
Konstituante
2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara
3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21
Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka
pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
2. Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua
partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih
menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk
apada tanggal 20 April 1951
Program kerja kabinet Sukiman :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan
dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk
mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas
pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan
menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya
otonomi daerah
4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan
uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif
6) Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952.
Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat
kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi,
teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai
masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang
politik luar negeri bebas aktif.
3. Kabinet Wilopo
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan
kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri
Program kerja kabint Wilopo :
1) Mempersiapkan pemilihan umum
2) Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI
3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
4) Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
5) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan
kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia.
Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di
Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga
menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
4. Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali
Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya)
Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Melaksanakan pemilihan umum
3) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain
munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro
berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-
Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada
bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-
Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata
cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
6. Kabinet Juanda
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana
menteri pada tanggal 9 April 1957.
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1) Membentuk Dewan Nasional
2) Normalisasi keadaan RI
3) Melanjutkan pembatalan KMB
4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5) Mempercepat pembangunan
Isinya ialah:
Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
Pembubaran Konstituante
Pembentukan MPRS dan DPAS
D. Masa Orde baru 1966-1998
Orde baru merupakan suatu penataan kembali kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia yang didasarkan pada dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD
1945. Hal ini dilakukan karena munculnya ancaman terhadap ideologi Pancasila
yaitu peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September (G30S/ PKI).
Pengertian orde baru sangat erat hubungannya dengan sejarah lahirnya orde-baru.
Singkatnya orde baru adalah pemerintahan Indonesia menganut paham demokrasi,
namun pada saat itu, paham komunis mengancam akan menggantikan paham
demokrasi Indonesia dengan adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI.
Latar Belakang
Orde-baru dilatar belakangi oleh peristiwa kudeta yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia atau PKI terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Hingga pada
tanggal 30 September 1965 terjadi peculikan beberapa Jendral TNI yang kemudian
disiksa, dan dibunuh oleh para pemberontak tersebut.
Pada waktu itu, kerusuhan juga terjadi di bayak daerah di Indonesia sehinga
keamanan negara sangat rentan. Hal inilah yang membuat pengaruh pada
masyarakat dan menganggap kekuasaan Soekarno melemah. Masyarakat kerap kali
melakukan demonstrasi di berbagai tempat dengan tuntutan sebagai berikut:
1. Kebijakan ekonomi
2. Kebijakan politik
3. Kebijakan Sosial