Anda di halaman 1dari 13

C.

Memanfaatkan Persaingan sebagai Peluang untuk Meraih Keunggulan


Ekonomi Bangsa

Faktor yang memengaruhi terjadinya perdagangan internasional antara lain


keunggulan komparatif & keunggulan mutlak dari masing-masing negara. Menurut teori
perdagangan yang dikemukakan oleh Adam Smith, perdagangan antardua negara terhadap
dua jenis barang akan terjadi jika masing-masing negara mempunyai kekuatan dalam
memproduksi barang tertentu. Keuntungan yang diperoleh oleh dua negara itu akan
mengimpor barang-barang lain dengan harga murah daripada memproduksi sendiri. Dengan
cara ini negara-negara yang mempunyai keunggulan mutlak & mengimpor barang yang
mempunyai kerugian mutlak.

Negara melakukan spesialisasi dalam menghasilkan barang yang efisien dibandingkan


dengan negara lain & melakukan perdagangan internasional dengan negara lain yang
mempunyai kemampuan spesialisasi pada produk yang tidak bisa dihasilkan oleh negara lain
secara efisien. Sebagai contoh; Indonesia dengan Thailand memproduksi dua jenis barang
yakni pakaian & tas dengan asumsi masing-masing negara itu menggunakan tenaga & waktu
yang digunakan sama. Ternyata Indonesia mampu menghasilkan barang pakaian lebih
banyak, sedangkan Thailand menghasilkan tas lebih banyak. Indonesia memiliki keunggulan
mutlak untuk menghasilkan pakaian & Thailand memiliki keunggulan mutlak untuk
menghasilkan tas. Keunggulan mutlak terjadi jika suatu negara bisa menghasilkan komoditas-
komoditas tertentu dengan lebih efisien dibandingkan dengan negara lain. keunggulan mutlak
adalah keunggulan yang diperoleh negara karena negara itu mampu memproduksi barang
dengan biaya murah dibandingkan dengan negara lain.

Menurut David Ricardo, perdagangan internasional terjadi apabila ada perbedaan


keunggulan komperatif. Teori keunggulan komperatif ini melengkapi teori keunggulan
mutlak yang telah dijelaskan di atas. Keunggulan komparatif menyatakan bahwa suatu negara
mampu menghasilkan barang & jasa lebih banyak dengan biaya murah dari pada  negara lain.
sebagai contohnya Indonesia mampu memproduksi kopi atau sawit secara murah, namun
tidak mampu memproduksi timah seperti halnya Malaysia yang bisa memproduksi timah
dengan murah. Inilah artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi
kopi dan sawit, sedangkan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi
timah. Keunggulan-keunggulan komparatif lainnya yakni bisa meningkatkan standar
kehidupan & pendapatannya apabila negara itu melakukan spesialisasi produksi barang atau
jasa yang memiliki produktivitas & efisiensi tinggi.

Berdasarkan penjelasan tentang keunggulan komparatif & keunggulan mutlak maka


Indonesia tentu memiliki produk unggulan komoditas ekspor yang bisa dijadikan sumber
penerimaan devisa bagi negara. Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah sehingga
sebagai pemasok komoditas dunia. komoditas unggulan yang bisa memberikan kontribusi
bagi negara pasaran dunia antara lain minyak sawit,  karet, kopi robusta, beras, kakao,
cengkeh, rempah-rempah, timah, batu bara, emas, tembaga, nikel, bauksit, tekstil, biji besi, &
kertas atu pulp. Komoditas unggulan itu merupakan hasil pertanian/perkebunan, hasil
tambang, dan hasil industri. Selain komoditas unggulan pemasok pasaran dunia, komoditas
itu juga merupakan produk unggulan untuk ekspor di wilayah ASEAN.
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan internasional bisa memberikan manfaat bagi
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Tantangan yang dihadapi dalam perdagangan
internasional dalam era perdagangan bebas akan berdampak yang kurang menguntungkan,
antara lain eksploitasi ekonomi, pudarnya identitas kebudayaan, & ancaman fisik lingkungan.
Eksploitasi sumber daya alam berdampak pada perusakan lingkungan hidup. Perdagangan
bebas juga bisa membuka akses meluasnya budaya Barat dalam berbagai kehidupan
masyarakat Indonesia. Peluang yang bisa dilakukan dalam era perdagangan bebas yakni
dengan mengandalkan kekayaan sumber daya alam & melimpahnya tenaga kerja yang
dimiliki untuk menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar internasional dengan
biaya produksi yang murah.
E. Perdagangan Bebas
Perdagangan bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan
diskriminasi terhadap impor atau ekspor. Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area
Ekonomi Eropa/Uni Eropa dan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang telah
mendirikan pasar terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan. Sebagian besar
negara-negara saat ini adalah anggota dari perjanjian perdagangan multilateral Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO). Namun, sebagian besar pemerintah masih memberlakukan
beberapa kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk mendukung kerja lokal, seperti
penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor. Pemerintah juga dapat membatasi
perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber daya alam. Hambatan lain yang dapat
menghambat perdagangan termasuk kuota impor, pajak, dan hambatan non-tarif seperti
undang-undang peraturan.

Latar Belakang Perdagangan Bebas

Menurut para pemikir Barat, adanya aturan dalam sebuah perdagangan antarnegara
membuat tiap negara menjadi tidak berkembang. Di mana-mana, sebuah birokrasi
yang terlalu rumit bukan malah memudahkan malah akan menyusahkan. Karena
alasan itulah, perdagangan bebas terjadi. Di samping itu, perdagangan bebas
membuat setiap negara lebih bisa fokus dengan produk atau jasa yang mereka
kuasai.

Setiap negara tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada


negara yang tidak bisa membuat peralatan canggih seperti komputer, namun
memiliki sumber daya alam yang memungkinkan untuk dijual. Di sisi lain, ada
negara yang memiliki kapasitas untuk membuat peralatan canggih seperti komputer,
namun negara tersebut miskin sumber daya alam.

Sebelum perdagangan bebas, negara-negara tersebut mungkin memiliki hambatan


untuk saling berinteraksi. Hambatan tersebut tak lain dan tak bukan adalah masalah
peraturan. Namun, dengan adanya perdagangan bebas, negara-negara tersebut
pada akhirnya bisa berinteraksi.

Fitur perdagangan bebas


Kebijakan perdagangan bebas pada umumnya mempromosikan fitur berikut:

 Perdagangan barang tanpa pajak (termasuk tarif) atau hambatan perdagangan lainnya
(misalnya kuota impor atau subsidi untuk produsen)
 Perdagangan jasa tanpa pajak atau hambatan perdagangan lainnya
 Tidak adanya kebijakan "trade-distorting" (seperti pajak, subsidi, peraturan, atau
hukum) yang memberikan keuntungan untuk perusahaan, rumah tangga, atau faktor-
faktor produksi.
 Akses ke pasar yang tidak diatur
 Akses informasi pasar yang tidak diatur
 Ketidakmampuan perusahaan untuk mendistorsi pasar melalui monopoli yang
dikenakan pemerintah atau kekuatan oligopoli
 Perjanjian perdagangan yang mendorong perdagangan bebas.

Sejarah
Era awal

David Ricardo

Sebelum munculnya doktrin perdagangan bebas, dan terus bertentangan dengan itu sampai
sekarang, kebijakan merkantilisme telah berkembang di Eropa pada abad ke-16. Dua ekonom
Inggris awal yang menentang merkantilisme adalah Adam Smith dan David Ricardo.

Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya perdagangan adalah alasan


mengapa peradaban tertentu makmur secara ekonomi. Adam Smith, misalnya, menunjuk
peningkatan perdagangan sebagai alasan untuk berkembangnya bukan hanya budaya
Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tetapi juga dari Benggala (India Timur) dan
Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah melemparkan Imperial kekuasaan
Spanyol dan mengejar kebijakan perdagangan bebas membuat sengketa perdagangan
bebas/merkantilis membuat pertanyaan yang paling penting di bidang ekonomi selama
berabad-abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjuang dengan merkantilis, proteksionis,
isolasionis, komunis, populis, dan kebijakan lain selama berabad-abad.

Perdagangan di kolonial Amerika diatur oleh sistem dagang Britania melalui Kisah
Perdagangan dan Navigasi. Sampai tahun 1760-an, beberapa koloni secara terbuka
menganjurkan untuk menggunakan kebijakan perdagangan bebas, sebagian karena peraturan
yang tidak ketat -New England terkenal karena penyelundupan- tetapi juga karena pedagang
kolonial tidak ingin bersaing dengan barang-barang asing dan pengiriman. Menurut
sejarawan Oliver Dickerson, keinginan untuk perdagangan bebas bukan salah satu penyebab
Revolusi Amerika. "Gagasan bahwa praktik-praktik dasar pedagang dari abad kedelapan
belas yang salah," tulis Dickerson, "bukanlah bagian dari pemikiran para pemimpin
Revolusioner".
Perdagangan bebas datang untuk apa yang akan menjadi Amerika Serikat sebagai akibat dari
Perang Revolusi Amerika, ketika Parlemen Inggris mengeluarkan UU larangan, memblokade
pelabuhan kolonial. Kongres Kontinental menanggapi dengan efektif menyatakan
kemandirian ekonomi, membuka port Amerika untuk perdagangan luar negeri pada tanggal 6
April 1776. Menurut sejarawan John W. Tyler, "Perdagangan bebas telah dipaksa di
Amerika, suka atau tidak."

Dalam literatur
Nilai perdagangan bebas pertama kali diamati dan didokumentasikan oleh Adam Smith
dalam The Wealth of Nations, pada tahun 1776. Dia menulis,

Ini adalah pepatah dari setiap guru bijaksana dari keluarga, tidak pernah mencoba untuk
membuat di rumah dan apa yang akan membuat biaya lebih untuk membuat daripada
membeli.... Jika sebuah negara asing dapat memasok kita dengan komoditas lebih murah
daripada kita sendiri bisa membuatnya, lebih baik membelinya dari mereka dengan beberapa
bagian dari produk industri kita sendiri, bekerja di sebuah cara di mana kita memiliki
beberapa keuntungan.

Pernyataan ini menggunakan konsep keunggulan absolut untuk menyajikan argumen yang
bertentangan dengan merkantilisme, yang dominan dalam pandangan perdagangan sekitarnya
pada waktu itu, yang menyatakan bahwa sebuah negara harus bertujuan untuk mengekspor
lebih dari impor, dan dengan demikian mengumpulkan kekayaan. Sebaliknya, Smith
berpendapat, negara bisa memperoleh keuntungan dari masing-masing dengan memproduksi
secara eksklusif dan baik, di mana dari barang yang paling cocok untuk perdagangan antara
satu sama lain seperti yang diperlukan untuk keperluan konsumsi. Dalam lapisan ini, itu
bukan nilai ekspor relatif terhadap impor yang penting, tetapi nilai dari barang yang
diproduksi oleh suatu bangsa. Konsep keunggulan absolut namun tidak membahas situasi di
mana negara tidak memiliki keunggulan dalam produksi barang tertentu atau jenis barang.

Kelemahan teori ini ditangani oleh teori keunggulan komparatif. Umumnya dikaitkan dengan
David Ricardo yang diperluas di atasnya dalam bukunya tahun 1817 On the Principles of
Political Economy and Taxation, itu membuat kasus untuk perdagangan bebas tidak
didasarkan pada keunggulan absolut dalam produksi yang baik, tetapi pada biaya peluang
relatif produksi. Sebuah negara harus mengkhususkan diri dalam apa pun baik itu dapat
menghasilkan biaya terendah, perdagangan baik ini untuk membeli barang-barang lain yang
diperlukan untuk konsumsi. Hal ini memungkinkan bagi negara-negara untuk mendapatkan
keuntungan dari perdagangan bahkan ketika mereka tidak memiliki keunggulan absolut
dalam bidang produksi. Sementara keuntungan mereka dari perdagangan mungkin tidak sama
dengan orang-orang dari negara yang lebih produktif dalam semua barang, mereka masih
akan lebih baik secara ekonomi dari perdagangan daripada mereka akan berada di bawah
keadaan autarki.

Contoh Kegiatan Perdagangan Bebas

1). Perjanjian antara negara negara amerika utara North America Free Trade Area (NAFTA)
yang kalau tidak salah beranggotakan amerika serikat kanada dan mexico (meskipun mexsiko
itu adalah negara amerika tengah namun politiknya menjurus ke amerika )
2).Perjanjian antara negara negara amerika tengah Central America Free Trade area
(CAFTA) yang beranggotakan ex savador ,guatemala dll

3). Perjanjian antar negara asean AFTA (ASEAN Free Trade Area) perjanjian antar anggota
asean jadi antar anggota harus membebaskan biaya perdagangan antar sesama anggota

4). Perjanjian antara asean dengan china (asean china free trade area) “kalau tidak salah
namanya” yaitu dimana setiap produk yang di export ke china akan ada bebas bea masuk dan
begitu juga sebaliknya ke neagara anggota asean

Referensi
1. ^ Appleby, Joyce (2010). The Relentless Revolution: A History of Capitalism.
New York, New York: W.W. Norton & Company.
2. ^ Dickerson, The Navigation Acts and the American Revolution, p 140.
3. ^ Tyler, Smugglers & Patriots, p 238.
4. ^ Bhagwati (2002), Free Trade Today, p 3
5. ^ Smith, Wealth of Nations, pp 264–265
6. ^ Pugel (2007), International Economics, p 33
7. ^ Pugel (2007), International Economics, p 34
8. ^ Ricardo (1817), On the Principles of Political Economy and Taxation,
Chapter 7 "On Foreign Trade"
9. ^ Bhagwati (2002), Free Trade Today, p 1
10. ^ Pugel (2007), International Economics, pp 35–38 and p 40

Bibliography
 Bhagwati, Jagdish. Free Trade Today. Princeton: Princeton University Press (2002).
ISBN 0-691-09156-0
 Blinder, Alan S. (2008). "Free Trade". Dalam David R. Henderson (ed.). Concise
Encyclopedia of Economics (edisi ke-2nd). Indianapolis: Library of Economics and
Liberty. ISBN  978-0865976658. OCLC 237794267.
 Chang, Ha-Joon. Kicking Away The Ladder: Development Strategy in Historical
Perspective. London: Anthem Press 2003. ISBN 978-1-84331-027-3.
 Dickerson, Oliver M. The Navigation Acts and the American Revolution. New York:
Barnes (1963). ISBN 978-0374921620 OCLC 490386016
 Pugel, Thomas A. International Economics, 13th edition. New York: McGraw-Hill
Irwin (2007). ISBN 978-0-07-352302-6
 Ricardo, David. On the Principles of Political Economy and Taxation, Library of
Economics and Liberty (1999)
 Smith, Adam. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,
Digireads Publishing (2009), ISBN 1-4209-3206-3
 Tyler, John W. Smugglers & Patriots: Boston Merchants and the Advent of the
American Revolution. Boston: Northeastern University Press (1986).

B.Masa Demokrasi Parlementer 1950-1959

Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai
dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.

Latar Belakang
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga
negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera
Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang


Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Konstituante
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS
1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka
Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil
pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.

Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.

Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.

 1950-1951 – Kabinet Natsir


 1951-1952 – Kabinet Sukiman-Suwirjo
 1952-1953 – Kabinet Wilopo
 1953-1955 – Kabinet Ali Sastroamidjojo I
 1955-1956 – Kabinet Burhanuddin Harahap
 1956-1957 – Kabinet Ali Sastroamidjojo II
 1957-1959 – Kabinet Djuanda

1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk
pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana
Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari
Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan
Hamengku Buana IX, Prof. Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda.
Program kerja kabinet Natsir :
1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan
Konstituante
2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara
3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21
Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka
pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
2. Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua
partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih
menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk
apada tanggal 20 April 1951
Program kerja kabinet Sukiman :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan
dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk
mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas
pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan
menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya
otonomi daerah
4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan
uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif
6) Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952.
Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat
kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi,
teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai
masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang
politik luar negeri bebas aktif.
3. Kabinet Wilopo
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan
kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri
Program kerja kabint Wilopo :
1) Mempersiapkan pemilihan umum
2) Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI
3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
4) Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran
5) Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan
kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia.
Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di
Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga
menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
4. Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali
Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya)
Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Melaksanakan pemilihan umum
3) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain
munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro
berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-
Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada
bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-
Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata
cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD. 

e. Kabinet Burhanuddin Harahap


Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh
Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
Program kerja Kabinet Burhanuddin :
1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat
2) Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi,
dan pemberantasan korupsi
3) Perjuangan mengembalikan Irian Barat
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di
Indonesia. Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum
terbentuk pada bulan Maret 1956.

5. Kabinet Ali Satroamijoyo II


Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo.
Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum.
Program kerja Kabinet Ali II :
1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB
2) Menyelesaikan masalah Irian Barat
3) Pembentukan provinsi Irian Barat
4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh
kabinet Juanda.

6. Kabinet Juanda
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana
menteri pada tanggal 9 April 1957.
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1) Membentuk Dewan Nasional
2) Normalisasi keadaan RI
3) Melanjutkan pembatalan KMB
4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5) Mempercepat pembangunan

Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan
kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin

Isinya ialah:

 Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
 Pembubaran Konstituante
 Pembentukan MPRS dan DPAS
D. Masa Orde baru 1966-1998

Pengertian Orde Baru


Jika sebelumnya pengertian orde baru merupakan istilah tentang masa
kepemimpinan, ada pengertian lain mengenai orde-baru yang dilihat dari sisi
landasan negara.

Orde baru merupakan suatu penataan kembali kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia yang didasarkan pada dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD
1945. Hal ini dilakukan karena munculnya ancaman terhadap ideologi Pancasila
yaitu peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September (G30S/ PKI).

Pengertian orde baru sangat erat hubungannya dengan sejarah lahirnya orde-baru.
Singkatnya orde baru adalah pemerintahan Indonesia menganut paham demokrasi,
namun pada saat itu, paham komunis mengancam akan menggantikan paham
demokrasi Indonesia dengan adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI.

Latar Belakang
Orde-baru dilatar belakangi oleh peristiwa kudeta yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia atau PKI terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Hingga pada
tanggal 30 September 1965 terjadi peculikan beberapa Jendral TNI yang kemudian
disiksa, dan dibunuh oleh para pemberontak tersebut.

Peristiwa penculikan dan pembunuhan para Jendral TNI tersebut mengakibatkan


munculnya reaksi besar terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian
masyarakat dan TNI melakukan penangkapan dan pembantaian terhadap para
anggota PKI di berbagai daerah di Indonesia.

Pada waktu itu, kerusuhan juga terjadi di bayak daerah di Indonesia sehinga
keamanan negara sangat rentan. Hal inilah yang membuat pengaruh pada
masyarakat dan menganggap kekuasaan Soekarno melemah. Masyarakat kerap kali
melakukan demonstrasi di berbagai tempat dengan tuntutan sebagai berikut:

o Membubarkan PKI dan organisasi-organisasi serupa pendukungnya seperti


Gerwani, Lekra, BTI, Pemuda Rakyat, dan lain sebagainya.
o Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI
o Menurunkan harga-harga sembako

Karena demontrasi tersebut maka presiden Soekarno menindaklanjutinya dengan


melakukan reshuffle Kabinet Dwikora. Tetapi, upaya tersebut dianggap
mengecewakan karena masih ada unsur komunis dalam kabinet baru. Karena terus
didesak akhirnya presiden Soekarno memutuskan untuk mengundurkan diri
sebagai presiden.

Tepat tanggal 11 Maret 1966 Soekarno menandatangani SUPERSEMAR, yang isinya


Soekarno menyerahkan mandatnya kepada Soeharto sebagai presiden Republik
Indonesia. Akhirnya pada tanggal 22 Februari 1967 Soeharta diangkat menjadi
presiden RI ke-2 secara resmi, yaitu melalui Ketetapan MPRS No. XV / MPRS / 1966
dan sidang istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).

Kebijakan Orde Baru


Pada masa Orba, pemerintah membuat beberapa kebijakan diantaranya adalah:

1. Kebijakan ekonomi

Kebijakan ekonomi pemerintahan Soeharto adalah mencanangkan program Rencana


Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) dan pada tahun 1984 Indonesia berhasil
menjadi negara dengan swasembada besar. Selain itu, menciptakan program trilogy
pembangunan dengan tujuannya adalah agar ekonomi masyarakat merata di
seluruh Indonesia.

2. Kebijakan politik

Pemerintahan orde-baru melakukan pembubaran Partai Komunis Indonesia dan


organisasi-organisasi pendukungnya. Pemerintah menyederhanakan partai politik
menjadi hanya 3 partai politik saja, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Selain itu,
pemerintah mewajibkan pendidikan Penataan P4 (Pedoman, Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila) di seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan lainya adalah
masuknya Irian Barat dan Timor Timur ke wilayah Indonesia dan menggagas
berdirian ASEAN dan beberapa kebijakan politik luar negeri, seperti memperbaiki
hubungan dengan negara Malaysia serta masuk Indonesia kembali menjadi anggota
PBB.

3. Kebijakan Sosial

Sedangkan untuk kebijakan sosial, pemerintah melakukan kebijakan seperti:

 Pencanangan program Keluarga Berencana (KB)


 Program transmigrasi
 Gerakan wajib belajar
 Gerakan orang tua asuh

Kelebihan dan Kekurangan


Setiap masa pemerintaha tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing yaitu:

Kelebihan Masa Orde Baru


 Tahun 1996 Gros Domestic Produk perkapita Indonesia meningkat dari $70
menjadi $100.
 Berhasil mencanangkan Program Keluarga Berencana (KB), program wajib
belajar dan gerakan nasional orang tua asuh.
 Meningkatnya jumlah masyarakat yang bisa membaca dan menulis.
 Tingkat pengangguran mengalami penurunan.
 Kebutuhan rakyat akan pangan, sandang, dan papan sudah cukup terpenuhi.
 Stabilitas dan keamanan negara Indonesia meningkat
 Mewujudkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
 Bekerjasama dengan negara asing di bidang ekonomi dan menerima pinjaman
dana dari luar negeri.

Kekurangan Masa Orde Baru

 Terjadi korupsi besar-besaran di semua lapisan masyarakat.


 Kekuasaan yang terus bekelanjutan tanpa adanya tanda-tanda akan mundur.
 Terjadi pengekangan kebebasan pers dan berpendapat.
 Meningkatnya kesenjangan sosial di masyarakat.
 Pembangunan hanya berpusat di ibu kota ]
 Banyak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena pemerintah
menganggap bahwa kekerasan dapat menyelesaikan masalah.

Anda mungkin juga menyukai