Anda di halaman 1dari 30

Makalah

“PSIKOLOGI BELAJAR MATEMATIKA INDIVIDU KHSUSUS”


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Belajar
Matematika
Dosen pengampu:Naili Luma’ati Noor,M. Pd

Disusun oleh :
Kelompok 11

Rifqi Kurniawan 1810610082


Muhamad Sofyan Amarullah 1810610105

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orangtua menghendaki kehadiran seorang anak. Anak yang
diharapkan oleh orangtua adalah anak yang sempurna tanpa memiliki
kekurangan. Pada kenyataannya, tidak ada satupun manusia yang tidak
memiliki kekurangan. Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya.
Seperti apapun keadaannya, manusia diciptakan unik oleh Sang Maha
Pencipta.Setiap orang tidak ingin dilahirkan di dunia ini dengan
menyandang kelainan maupun memiliki kecacatan. Orang tua juga tidak
ada yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan.
Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak mengenal berasal dari
keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang
taat beragama atau tidak. Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak
berkebutuhan khusus.

Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus memiliki hak untuk


tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan
bangsa. Ia memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang
tidak memiliki kelainan atau normal. Allah SWT memiliki maksud mulia
bahwasanya orangtua memiliki anak berkebutuhan khusus, dan manusia
harus meyakini hal tersebut dengan taat kepadaNya.

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan


sumber daya manusia. Melalui pendidikan, seseorang dipersiapkan untuk
memiliki bekal agar mengenal dan mampu untuk memecahkan masalah
yang akan dihadapi dalahm kehidupan dikemudian hari.Pendidikan di
Indonesia tidak hanya berlaku untuk anak yang memiliki kondisi normal
tetapi juga berlaku untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).Memperoleh

1
pendidikan merupakan salah satu dari sekian banyak hak yang diperoleh
manusia,tak terkecuali bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Pendidikan bagi para Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ini sudah
diatur dalam Undang-undang,seperti pada Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (Undang-Undang No.20 Tahun 2003) pasal 32
menyebutkan bahwa “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.”1 Artinya, pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
sudah diatur dalam undang-undang dan hak mereka memperoleh
pendidikan adalah sama dengan orang non Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Anak-anak ini berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan
tidak dibeda-bedakan dengan anak normal lainnya.
Dikarenakan ABK harus memperlukan perlakuan yang khusus
maka pemerintah menunjukkan wujud kepedulian terhadap pendidikan
khusus bagi anak berkebutuhan khusus ABK pemerintah telah
memberikan sarana sekolah yang lebih dikenal dengan Sekolah Luar Biasa
(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing,selain SLB ada juga
ada pendidikan inklusi.Pendidikan inklusi merupakan perkembangan
terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal.
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan regular yang di dalamnya
terdapat anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan inklusi ini
menutup adanya kemungkinan terjadinya diskriminasi terhadap ABK dan
non ABK, sehingga mereka dapat belajar hidup di lingkungan masyarakat
yang sebenarnya yaitu masyarakat yang terdiri dari orang normal dan tidak
normal yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas, yang dimulai
dari masyarakat sekolah.

1
Midya Yuli Amreta,” Analisi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika Anak
Berkebutuhan khusus ABK ( slow learnes ),”dalam Jurnal Pendidikan Islam,Vol II, No2,2017,140

2
Dari hal-hal di atas,guru sebagai pendidik dan kita sebagai calon
pendidik khususnya bidang studi matematika dapat menghilangkan
anggapan-anggapan siswa yang kurang baik terhadap pembelajaran
matematika, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Adanya sikap atau kesiapan mental yang baik dari semua anggota
sekolah sangat diperlukan, sehingga dapat terjalinnya hubungan yang baik
di lingkungan sekolah khususnya saat pembelajaran mata pelajaran
matematika terutama di kelas inklusi.
Selain itu dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika, banyak
faktor yang menentukannya. Salah satunya, jika materi matematika
diajarkan sesuai dengan tingkat berpikir anak dan keadaan psikologis
siswa. Jadi seorang guru matematika tidak hanya diharuskan untuk
menguasai materi matematika, tetapi juga memahami keadaan psikologis
siswa. Jadi memasukkan materi matematika pada siswa akan mudah bagi
guru.2Oleh karena itu,kami sebagai penulis akan membahas mengenai
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) serta strategi dalam hal pembelajaran
di sekolah khususnya di sekolah inklusif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ?
2. Apa saja jenis dan klasifikasi dari Anak Berkebituhan Khusus (ABK) ?
3. Bagaimana psikologi belajar matematika Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) ?
4. Bagaimana psikolgi belajar matematika anak berbakat ?
C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan dari karya
tulis ini adalah sebagai berikut:

2
Nurdiana Siregar, “PSIKOLOGI DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA,”dalam
jurnal Pendidikan dan Kependidikan,Vol.2, No 1,2017,71

3
1. Menjelaskan definisi dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
2. Menjelaskan apa saja jenis dan klasifikasi Anak Berkebituhan Khusus
(ABK)
3. Menjelaskan bagaimana psikologi brlajarAnak Berkebutuhan Khusus
(ABK)
4. Menjelaskan bagaimana psikologi belajar anak berbakat
D. Manfaat penulisan
Memberikan sedikit banyak pengetahuan mengenai apa itu
definisi,klasifikasi,karakteristik dan keadaan psikologis anak berkebutuhan
khusus (ABK).Memberikan beberapa gambaran strategi dan juga sebagai
referensi bagi para pendidik dalam mengajar Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK).

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan
yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu
atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD
(Attention Deficit Hiperactif Desorder)3.Anak berkebutuhan khusus
(Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik.4
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya5.Istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Ada berbagai penyebab terjadinya anak berkebutyuhan
khusus.Penyebab tersebut meliputi :
1. Pra natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebeum
proses kelahiran.Hal tersebut dipengaruhi bebrapa faktor seperti.6
a. Hereditas (keturunan)
3
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)1
4
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Purwkerto:UM Purwokerto
Press,2017)2
5
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)2

5
Kelainan yang terjadi karena dimungkinkan adanya jalinan
darah dari pasangan suami istri.
b. Infeksi
Kelainan yang terjadi karena adanya serangan penyakit infeksi
yang dapat menyebabkan kelainan seperti folio,meningitis,dan
lain-lain.
c. Keracunan pada saat hamil dapat terjadi akibat dari janin yang
kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi.
2. Natal
Waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran dan
menjelang serta sesaat setelah melahirkan.Diantaranya:7
a. Kelahiran premature dan BBLR (berat bayi lahir rendah) yaitu
berat bayi krang dari 2500 gram beresiko berkebutuhan
khusus.
b. Kelahiran yang dipaksa dengan menggunakan vacum.
c. Proses kelahiran bayi sungsang
3. Pasca natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan
sebelum usia perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun).Hal
tersebut dapat terjadi karena kecelakaan,keracunan,tumor
otak,kejang,diare semasa bayi.
B. Jenis jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak meruakan anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak ada umumnya,tampak
menunjukkan pada ketidakmampuan mental,emosi atau fisik.Yang
termasuk kedalam ABK secara umum daat debedakan menjaadi beberapa
jenis, yaitu tunanetra,tunarungu,tunagrahita,tunadaksa,tunalaras,autisme,

6
Syarifan Nurjan,Perkembangan Peserta Didik perspektif islam,(Yogyakarta;Titah
Surga,2017)114
7
Syarifan Nurjan,Perkembangan Peserta Didik perspektif islam,(Yogyakarta;Titah
Surga,2017)115

6
ADHD (Attention Deficit Hiperactif Desorder), lamban belajar, anak
berbakat dan anak kesulitan belajar spesifik.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua
kategori yaitu anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan
khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan
belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi
lingkungan.Contohnya: a) anak-anak yang berada di lapisan strata sosial
ekonomi yang paling bawah, b) anak-anak jalanan (anjal), c) anak-anak
korban bencana alam, d) anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau
terpencil, e) sertaAnak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS.
Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan
intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi
permanen.8
C. Psikologi Belajar Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus
1. Tunanetra
Anak tuna netra adalah anak yang memiliki gangguan pada seluruh
atau sebagian daya penglihatannya, dan walaupun telah diberi
pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.Pengertian tunanetra tidak saja mereka
yang buta,tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi
terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
hidup sehari-hari terutama dalam belajar.
Ada dua kategori besar yang tergolong dengan kehilangan
kemampuan penglihatan yaitu:
1) Low vision yaitu, orang yang mengalami kesulitan untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan penglihatan
namun dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan menggunakan
strategi pendukung penglihatan, melihat dari dekat, penggunaan

8
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Purwkerto:UM Purwokerto
Press,2017) 133

7
alat-alat bantu dan juga modifikasi lingkungan sekitar. Bila anak
masih merneima rangsang cahaya dari luar,tetai ketajamannya lebih
dari 6/21,atau jika anak hanya mamu membaca headline ada surat
kabar9.
2) Kebutaan yaitu, orang yang kehilangan kemampuan penglihatan
atau hanya memiliki kemampuan untuk mengetahui adanya cahaya
atau tidak. Penyebab terjadinya kehilangan kemampuan penglihatan
adalah karena adanya permasalahan pada struktur atau fungsi dari
mata.
Khusus bagi anak tunanetra dalam menyelesaikan masalah
matematika tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh.akibatnya
perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat jika
dibandingkan dengan anak-anak awas pada umumnya.hal tersebut
disebabkan karena perkembangan kognitif seseorang menuntut
partisipasi aktif,peran dan fungsi penglihatan sebagai saluran utama
dalam melakukan pengamatan terhadap dunia luar,karena
perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan dengan
kecerdasan atau kemampuan intelegensinya,tetapi juga dengan
kemampuan indera penglihatannya.
Adapun layanan khusus dalam pendidikan bagu anak tuna netra:
a). program baca tulis huruf braille
b). latihan orientasi dan mobilitas (OM) dengan menggunaakn tongkat
lipat putih.
2. Tunarungu
Anak tuna rungu merupakan anak yang memiliki gangguan pada
seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang
mampu berkomunikasi secara verbal.Andreas Dwidjosumarto (1990:1)
mengemukakan bahwa seserang tidak atau kurang mampu mendengar
suara dikatakan tunarungu.Selain itu,Mufti Salim (1948 :8)
menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak mengalami

9
T.Sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung:PT Refika Aditama,2006)66

8
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan
leh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya10.Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk
mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang menghambat
proses informasi bahasa melalui pendengaran, dengan maupun tanpa
alat pengeras, bersifat permanen maupun sementara, yang mengganggu
proses pembelajaran anak. Penyebab gangguan pendengaran terbagi
dalam dua kategori, yaitu :
1) Faktor genetik. Pengaruh genetik dapat menyebabkan cacat tulang
telinga bagian tengah, sehingga mengakibatkan berkurangnya
pendengaran.
2) Faktor lingkungan/pengalaman. Lingkungan yang mempengaruhi
pendengaran biasanya berupa serangan penyakit, misalnya campak,
radang telinga, pemakaian obat-obatan, trauma suara terlalu keras
kecelakaan.
Kalsifikasi menurut tarafnya dapat di ketahui dengan tes
audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan dikalsifi
kasikan sbb Dwidjosumarto (1990) mengemukakan :
1) Tingkat I, kehilangan kemmapuan mendengar antara 35 sampai 54
dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan
mendengar secara khusus.
2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69
dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah
secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan
penempatan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara
khusus.

T.Sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung:PT Refika


10

Aditama,2006)103-104

9
3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai
89 dB
4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.

Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian.


Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara,
mendengar berbahasa dan memerlukan pelayanan pendidikan secara
khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III
dan IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan secara khusus.
Berdasarkan tingkat kerusakan/kehilangan kemampuan Mendengar ;
Sangat ringan , 27- 40 dB, Ringan , 41-44 dB, Sedang , 56-70 dB,
Berat , 71-90 dB, Ekstrim , 91 dB keatas tuli.11
Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama
dengan anak normal,tetapi secara fungsional perkembangannya
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya,keterbatasan
informasi,dan kiranya daya abstraksi anak.Akibat ketunarunguan
menghambat proses pengetahuan secara luas.Dengan demikian
perkembangan intelegensi secara fungsional terhambat.Perkembangan
kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan
bahasa,sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat
perkembangan intelegensi anak tunarungu.12
3. Tunagrahita
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus.
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah
lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau
penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi
kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas. Secara umum pengertian
tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki
11
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Purwkerto:UM
Purwokerto Press,2017)50-51
12
T.Sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung:PT Refika Aditama,2006)97

10
keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang
membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada
kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satu
definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah
definisi yang dirumuskan Grossman (dalam Wardani, Hernawati, &
Astati, 2007) yang secara resmi digunakan AAMD (American
Association on Mental Deficiency) sebagai berikut:“Mental
retardaction refers to significantly subaverage general Intellectual
functioning resulting in or adaptive behavior and manifested during
the developmental period”.
Yaitu, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum
yang secara nyata berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan
dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini
berlangsung pada masa perkembangannya.13Tingkat kecerdasan
seseorang diukur melalui tes inteligensi yang hasilnya disebut dengan
IQ (intelligence quotient). Tingkat kecerdasan biasa dikelompokkan ke
dalam tingkatan sebagai berikut:
a. Tunagrahita ringan memiliki IQ 70-55
b. Tunagrahita sedang memiliki IQ 55-40
c. Tunagrahita berat memiliki IQ 40-25
d. Tunagrahita berat sekali memiliki IQ <25.14
Dalam hal kecepatan belajar (learning rate),anak tunagrahita jauh
ketinggalan oleh anak normal.Untuk mencapai kriteria-kriteria yang
dicapai anak normal,anak tunagrahita lebih banyak memerlukan
ulangan tentang bahan tersebut.Dalam kaitannya dengan makna
pelajaran,ternyata anak tunagrahita dapat mencapai prestasi lebih baik
dalam tugas-tugas diskriminasi (misalnya mengumpulkan bentuk-

13
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)16
14
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)18

11
bentuk berbeda,memisahkan pola-pola yang berbeda dsb)jika mereka
melakukannya dengan pengertian.
Misal,anak tunagrahita memiliki masalah dalam belajar
matematika.misal pada materi bangun ruang ,anak tersebut mengalami
kesulitan dalam menghafal rumus rumus bangun ruang dan dalam
menerapkannya kedalam soal yang berkaitan dengan bangun
ruang.tapi anak tersebut mampu membedakan jenis jenis bangun ruang
dalam pembelajaran matematika.
Jadi anak tunagrahita mengaami kesulitan mempelajari hal-hal
kademik berdasarkan berat ringannya ketunagrahitaan.Oleh karena itu
dalam penentuan materi pembelajaran lebih banyak diarahkan pada
pembelajaran ketrampilan.Anak tunagrahita membutuhkan
pengulangan dalam mempelajari sesuatu.Selain itu mereka
membutuhkan contoh-contoh konkret serta alat yang membantu
mereka agar memperoleh tanggapan dari bahan yang akan dipelajari.
4. Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik
atau salah satu bentuk berupa gangguan dari fungsi normal pada
tulang, otot, dan persendian yang bisa karena bawaan sejak lahir,
penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau bergerak atau berjalan
memerlukan alat bantu.
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang
disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa
adalah:
1) Ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas
fisik tetap dan masih dapat ditingkatkan melalui terapi,
2) Sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami
gangguan koordinasi sensorik,

12
3) Berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan
tidak mampu mengontrol gerakan fisik.15
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang
mengalami kelainan pada system otot dan rangka adalah
normal,sehingga dapat mengikuti pelajaran sama seperti anak
normal.Sedangkan anak tunadaksa yang mengalami celebral palsy
(cacat tubuh yang mencakup kelainan anggota tubuh,anggota
gerak,dan kelumpuhan yang disebabkan oleh kelainan pada
otak),mereka banyak mengalami kesulitan belajar dan perkembangan
intelegensi dalam hal komunikasi,persepsi,maupun kontrol
gerak.Karena adanya kerusakan otak yang membuat kemampuan anak
celebral palsy terbatas sehingga mengganggu fungsi
kecerdasan,penglihatan,pendengaran,bicara,rabaan, dan bahasa
membuat anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan
lingkungannya dan berpebgaruh pada prestasi akademiknya.
5. Tunalaras
Anak tuna laras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat
pada umumnya sehingga merugikan dirinya maupun orang lain. Anak
tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak
ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial
masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan
menyakiti orang lain. Dengan kata lain tingkah lakunya menyusahkan
lingkungan.
Yang menjadi pokok kajian dalam pembahasan ini adalah anak
yang mengaiami gangguan tingkah laku yang memerlukan layanan
pendidikan luar biasa. Dalam dunia pendidikan luar biasa, anak yang
mengaiami masalah tingkah laku ini disebut anak tunalaras yang di

15
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)92

13
dalamnya mencakup anak dengan gangguan emosi (emotional
disturbance) dan anak dengan gangguan perilaku (behavioral
disorder)
Anak tunalaras dibagi dari segi jenis dan derajat
penyimpangannya, yaitu:
a. Berdasarkan Jenis
1) Dilihat dari aspek kepribadian, yaitu terdapat anak tunalaras
emosi yang mengalami kelainan dalam perkembangan emosi,
dan anak tunalaras sosial yang mengalami kelainan dalam
penyesuaian diri dalam lingkungan.
2) Dilihat dari aspek kesehatan jiwa: terdapat anak tunalaras
psikopat yaitu anak yang memiliki penyimpangan emosi dan
penyesuaian yang dipengaruhi faktor genetik (endogen) yang
tidak dapat disembuhkan, dan anak tunalaras sementara
yaituanak yang mempunyai penyimpangan emosi dan
penyesuaian, yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
dapat disembuhkan.
b. Berdasar Derajat Penyimpangan
1) Anak tunalaras taraf ringan: menunjukkan penyimpangan
emosi dan penyesuaian masih dalam taraf permulaan dan
ringan, namun ada gangguan dalam perkembangan dirinya.
Pada taraf ini anak masih berada dalam lingkungan keluarga
dan sekolah biasa, anak membutuhkan usaha bimbingan dan
penyuluhan sekolah dasar, menengah, dan keluarga. Contoh
perilakunya adalah membolos sekolah, malas mengerjakan PR,
tidak mau mengikuti upacara.
2) Anak tunalaras taraf sedang: menunjukkan penyimpangan
emosi dan penyesuaian terhadap lingkungan bertaraf sedang.
Pada taraf ini anak memerlukan pelayanan tersendiri dalam
belajarnya. Anak ada yang masih dalam lingkungan keluarga
dan ada yang harus masuk asrama untuk keperluan

14
penyembuhan. Namun dalam kegiatan belajarnya harus dipisah
dengan anak normal.Contoh perilakunya adalah mencuri di
sekolah dan di luar sekolah, merusak fasilitas umum, tergabung
dalam gank tertentu.
3) Anak tunalaras taraf berat: menunjukkan pelanggaran hukum
karena mengganggu ketertiban masyarakat dan disebut
delinkuensi. Hal ini mecakup anak yang sudah terlibat
narkotika dan tindakan kriminal. Taraf ini mengharuskan anak
dipisahkan dengan keluarga dan sekolah umum. Dapat
dimasukkan dalam asrama atau lembaga
pemasyarakatan/rehabilitasi khusus.16
Anak tunalaras merniliki kecerdasan yang tidak berbeda dengan
anak-anak pada umumnya. Prestasi yang rendah di sekolah disebabkan
mereka kahilangan minat dan konsentrasi belajar karena masalah
gangguan emosi yang mereka alami. Kegagalan dalam belajar di
sekolah seringkali menimbulkan anggapan bahwa mereka merniliki
inteligensi yang rendah.
Ketidakmampuan anak untuk bersaing dengan teman temannya
dalam belajar dapat menjadikan anak frustrasi dan kehilangan
kepercayaah pada dirinya sendiri sehingga anak mencari kompensasi
yang sifatnya negatif, misalnya: membolos, lari dari rumah, berkelahi,
mengacau dalam kelas, dan sebagainya. Akibat lain dari kelemahan
inteligensi ini terhadap timbulnya gangguan tingkah laku adalah
ketidakmampuan anak untuk memperhitungkan sebab akibat dari suatu
perbuatan, mudah dipengaruhi sehingga mudah pula terperosok ke
dalam tingkah laku yang negatif.Anak tunalaras biasanya tidak
mencapai taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang
ditemukan yang prestasi akademiknya meningkat dan rendahnya

16
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)61-62

15
prestasi mereka pada pelajaran membaca dan matematika sangat
menonjol.
6. Gifted and Talented
Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan
dan ketrampilan,baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
khusus (Conny Semiawan :1987). Bakat umum apabila kemampuan
yang berpotensi tersebut bersifat umum. Misalnya bakat intelektual
secara umum, sedangkan bakat khusus apabila kemampuan yang
berupa potensi tersebut bersifat khas,misalnya akademik,sosial,dan
seni kinestetik. Bakat khusus ini biasanya disebut dengan
talent,sedangkan bakat umum (intelektual) sering disebut dengan
istilah gifted.Oleh karena itu,anak yang memiliki bakat khusus
menonjol disebut dengan istilah talented children,sedangkan anak
yang memiliki memiliki bakat intelektual menonjol sering disebut
dengan istilah gifted children.17
Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan
istilah yang berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata
karena seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan
oleh banyak faktor. Berikut faktor-faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya bakat, yaitu:
a. Hereditas
Hereditas adalah karakteristik-karakteristik bawaan yang
diwariskan dari orang tua biologis, meliputi kecerdasan, kreatif
produktif, kemampuan memimpin, kemampuan seni dan
psikomotor. Pada setiap individuter dapat faktor bawaan yang
diwariskan dari orang tua, dan bakat bawaan tersebut juga berbeda
antara satu orang dengan orang lain meskipun dua orang bersaudara.
b. Lingkungan

17
Mohammad Ali, Mohammad Asrori,Psikologi Remaja (Jakarta:PT Bumi
Aksara,2004)78

16
Lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam
mempengaruhi keberbakatan seorang anak. Walaupun seorang anak
mempunyai bakat yang tinggi terhadap suatu bidang, tapi tanpa
adanya dukungan dan perhatian dari lingkungannya, baik itu
keluarga maupun masyarakat tempat ia bersosialisasi, maka ia tidak
akan dapat mengembangkan bakatnya dengan maksimal.18
7. Autisme
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang
ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam
dunianya sendiri”. Autisme sendiri merupakan gangguan yang meliputi
area kognitif, emosi, perilaku, sosial, termasuk juga ketidakmampuan
untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekelilingnyaPada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian
yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak
sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali.
Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain
dan sebagainya).19
8. ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) ADHD adalah attention
deficit hyperactivity disorder(Attention= perhatian, Deficit=berkurang,
Hiperactivity= hiperaktif, dan Disorder= gangguan) jika diartikan
dalam Bahasa Indonesia berarti gangguan pemusatan perhatian disertai
hiperaktif.
Seseorang dapat memenuhi salah satu kriteria ADHD yaitu kurang
perhatian (Inattention) atau hiperaktifitas &impulsif, atau keduanya.
Kondisi ini terjadi selama periode paling tidak enam bulan, yang
mengakibatkan pertumbuhan seseorang tersebut menjadi tidak sesuai

18
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)22
19
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Purwkerto:UM
Purwokerto Press,2017)77

17
dengan tingkat pertumbuhan usia normal (Widhata, 2008).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka ADHD merupakan hambatan
seorang individu dalam pemusatan perhatian yang disertai perilaku
hiperaktivitas.20
Menurut Tanner (2007) ada tiga tanda utama anak yang menderita
ADHD, yaitu:
1) Tidak ada perhatian. Ketidakmampuan memusatkan perhatian
pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran, atau
melakukan permainan. Seseorang yang menderita ADHD akan
mudah sekali teralih perhatiannya karena bunyi-bunyian,
gerakan, bau-bauan atau pikiran, tetapi dapat memusatkan
perhatian dengan baik jika ada yang menarik minatnya.
2) Hiperaktif. Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya
berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu
bergerak, dan sulit tidur.
3) Impulsif. Bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang
lari ke jalanraya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di
ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu
akibatnya.
Setiap anak yang seringkali bertindak seperti contoh-contoh diatas
selama lebih dari enam bulan berturut-turut, dibandingkan dengan
anak seusianya, dapat didiagnosa menderita ADHD. Gejala ini
biasanya muncul sebelum si anak berusia enam tahun.
9. Lamban belajar (Slow learner)
Slow learner atau anak lambat belajar adalah mereka yang
memiliki prestasi belajar rendah (di bawah rata-rata anak pada
umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, namunbukan
tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQnya menunjukkan skor
antara 70 - 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007).

20
Dini e Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
(Yogyakarta:Psikosain,2016)47

18
Anak slow learner memiliki kemampuan belajar yang lebih lambat
dibandingkan dengan teman sebayanya.Siswa yang lambat dalam
proses belajar ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga
pada kemampuan-kemampuan lain, di antaranya kemampuan
koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau
mengenakan pakaian). Dari sisi perilaku, anak slow learner ini
cenderung pendiam dan pemalu, dan sulit untuk berteman. Anak-anak
lambat belajar ini juga cenderung kurang percaya diri.
Slow learner pada anak bisa terjadi karena beberapa faktor di
antaranya adalah faktor biokimia yang dapat merusak otak, misalnya:
zat pewarna pada makanan, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak
memadai, dan pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang
merugikan perkembangan anak.Penyebab lainnya adalah faktor
eksternal yang justru menjadi penyebab utama problem anak lamban
belajar (slow learner) yaitu bisa berupa strategi pembelajaran yang
salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan
penguatan yang tidak tepat.
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun
lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar
menimbulkan perbedaan inteligensi. Kondisi lingkungan ini meliputi
nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan
tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi
nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah
kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia ketika anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Nutrisi
penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya
dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih
optimal.

19
Namun ada cara menangani anak lamban belajar supaya dapat
memahami materi .Seperti halnya mengulang lebih banyak proses
belajarnya,tidak terlalu panjang (terutama pada pelajaran
matematika).Maka penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar
masing-masing anak,dari kemampuan visual,auditorial ataupun
kinestetik.21
10. Anak kesulitan belajar spesifik
Menurut IDEA atau Individualswith Disabilities Education Act
Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada
tahun 2004: secara umum, anak dengan kesulitan belajar khusus
adalah, anak-anak yang mengalami hambatan/penyimpangan pada satu
atau lebih proses-proses psikologis dasar yang mencakup pengertian
atau penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan. Hambatannya
dapat berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara,
membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Hambatan pada anak
dengan kesulitan belajar khusus termasuk kondisi-kondisi seperti,
gangguan persepsi, kerusakan otak, MBD (Minimal Brain
Dysfunction), kesulitan membaca (dyslexia), dan gangguan dalam
memahami kata-kata (developmental aphasia).
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu :
a. Faktor Intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang
meliputi:
1) Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang
anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan
secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami
pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor fisiologis
yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab

Dinie
21
Ratri Desiningrum,Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus,
(Yogyakarta;Psikosains,2016)14

20
munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang
dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan
gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli,
bisu, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan
berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan
sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140),
atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami
pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong
sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan
anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah
belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui
tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ
factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi
kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
b. Factor Ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;
1) Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua
mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak
yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang
tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau

21
bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh
pada kebiasaan belajar anak
2) Faktor-faktor non- sosial Faktor-faktor non-sosial yang dapat
menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah
factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran,
kondisi tempat belajar, serta kurikulum.22
D. Psikologi Belajar Matematika Anak Berbakat
1. Pengertian Keberbakatan
a. Secara umum
Keberbakatan didefinisikan sebagai kemampuan atau bakat
yang sangat tinggi di satu atau lebih bidang sedemikian rupa
sehingga siswa membutuhkan layanan pendidikan khusus agar
dapat mengembangkan potensi nya itu sepenuhnya.
1) Menurut Shavinina dan Ferrari, 2003; Simonton, 2001; Winner
2000b Keberbakatan merupakan hasil dari predisposisi genetic
dan pengasuhan lingkungan
2) Menurut Widodo Judarwanto (2007) Keberbakatan adalah
kemampuan intelektual atau kecerdasan diantaranya meliputi
kemampuan intelektual musik, matematika, fisika, kimia,
elektronika, informasi tekhnologi, bahasa, olahraga dan
berbagai tingkat kecerdasan di berbagai bidang lainnya yang
kemampuannya jauh di atas rata-rata anak seusianya.
3) Menurut Galton (2002) Keberbakatan merupakan kemampuan
alami yang luar biasa, diperoleh dari kombinasi sifat-sifat yang
meliputi kapasitas intelektual, kemauan yang kuat, dan unjuk
kerja.
4) Menurut Clark (1986) Keberbakatan adalah ciri-ciri universal
yang khusus dan luar biasa, yang dibawa sejak lahir dan
merupakan hasil interaksi dari pengaruh lingkungan.

22
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Purwkerto:UM
Purwokerto Press,2017) 123-124

22
Keberbakatan ikut ditentukan oleh kebutuhan dan
kecenderungan kebudayaan dimana seseorang yang berbakat
itu hidup.
2. Identifikasi dan Tanda-tanda Anak Berbakat
Apakah bakat merupakan keturunan atau hasil lingkungan?
Kemungkinan besar keduanya. Individu-induvidu yang berbakat dapat
mengindetifikasi bahwa mereka mempunyai tanda-tanda kemampuan
yang tinggi pada bidang tertentu pada usia muda, sebelum atau pada
awal pendidikan (Howe, dkk., 1995). Ini menunjukan bahwa kuatnya
pengaruh genetik atau keturunan pada anak berbakat. Namun, para
peneliti juga menemukan bahwa individu yang berhasil mendapatkan
gelar juara atau diberi lebel status sosial master piece oleh masyarakat
pada bidang seni, matematika, ilmu pengetuhuan dan olahraga itu
semuanya dikarenakan dukungan keluarga disertai pelatihan dan
praktik bertahun-tahun (Bloom, 1985). Latihan dengan serius secara
teratur merupakan bekal individu yang sangat penting untuk menjadi
ahli dalam bidang tertentu. Latihan yang dilakukan dengan serius dan
teratur (deliberate practice) adalah latihan yang muncul pada tingkat
kesulitan yang sesuai pada individu tersebut, memberi umpan balik
yang koleratif, dan mungkin memungkinkan kesempatan untuk
pengulangan (Erickson, 1996).
Apakah anak-anak yang dari kecil sudah memiliki bakat tertentu
berpotensi akan berbakat pula pada saat dewasa dan menjadi orang
yang sangat kreatif? Dalam penelitian Terman, anak-anak yang
memiliki IQ tinggi pada bidang tertentu akan berpotensi menjadi orang
yang ahli pada bidang tersebut. (Winner, 200).
Sejak usia dini sudah dapat dilihat kemungkinan ada atau tidaknya
bakat tertentu dari anak. Sebagai contoh: “anak yang baru berumur dua
tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur
6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca
buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan

23
sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka
harapkan.”
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap
perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia
perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, jika sedang bermain
ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang membaca ia
menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan
soal matematika ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara
seperti anak berusia lima tahun.
Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak
hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang
berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat
guru di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering merasa
terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat
istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam
jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi
maka ia akan cepat menjadi “kehausan” akan informasi. Di kelas
Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar. Anakanak berbakat sering
tidak menunjukkan prestasi yang menonjol.Sebaliknya justru
menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya:
tulisannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar,
terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya.
Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal
yang tidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang
teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan
kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal
ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya
jauh lebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga
seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan
perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap
karena pikirannya lebih cepat daripada alatalat bicara di mulutnya.

24
Tapi itu tidak terjadi pada semua anak berbakat, hanya beberapa dari
mereka saja.
Hal yang menyebabkan beberapa anak berbakat pada saat dewasa
tidak menjadi master piece atau ahli pada bidangnya adalah bahwa
mereka ditekan terlalu keras oleh oran tuanya dan guru yang terlalu
keras mengajarnya. Akibatnya, mereka kehilangan motivasi intrinsik
(internal) mereka (Winner, 1996, 2006). Di saat mereka dewasa,
mereka bertanya pada dirinya,”Untuk siapa aku melakukan ini
semua?” jika jawabannya bukan untuk dirinya sendiri berarti mereka
tidak ingin melakukannya lagi.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
antara lain bahwa “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5
ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa “setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12
ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yang menggembirakan bagi
warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang
istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.
Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 –
15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau
kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak anak
seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu
atau lebih tanda-tanda berikut:
a. Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya
ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi,
misal IQ diatas 120.
b. Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa,
matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan
dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.

25
c. Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk
menemukan ide-ide baru.
d. Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk
mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai
dengan harapan kelompok. Prestasi-prestasi istimewa dalam
bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari,
lukis, dan lain-lain.
3. Pendidikan untuk Anak Berbakat
Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak anak
berbakat.
Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara “lompat
kelas”, artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus
melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II,
atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar.Dengan kata lain program
akselerasi adalah pemberian pelayanan pendidikan bagi peserta
didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
untuk dapat menyelesaika program regular dalam waktu yang lebih
singkat dibanding dengan temannya yang tidak mengambil
program tersebut.
b. Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah).
Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat
menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata
pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan
pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut
home-schooling. Dalam homeschooling orang tua atau tenaga ahli
yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan
bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika
anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja

26
dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan
tingkat perkembangannya
c. Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan
individual.
Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat
terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual
masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-
masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya
masingmasing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan
materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak
lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru
harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh
anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk
dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang
berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.
d. Membangun kelas khusus untuk anak berbakat.
Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan
yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus
yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya.
Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana
pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan
klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum
khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-
anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus
dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.23

23
Zubaidah Amir Risnawati,Psikologi Pembelajaran
Matematika(Yogyakarta:AswajaPressindo,2016),203-206

27
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun
emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia
dengannya.Setiap anak berkebutuhan khusus mempunyai psikologi belajar
matematikanya masing-masing sesuai dengan kendala yang mereka alami
yang berdampak bagi kehidupan anak berkebutuhan khusus di berbagai
bidang.

Dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus membutuhkan pelayanan


khusus dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan dari pembelajaran
tersebut.Adanya anak berkebutuhan khusus mengharuskan para pendidik
untuk menerapkan model pembelajaran yang sesuai yang sekiranya dapat
mengantarkan terhadap tujuan daripembelajaran.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kekeliruan dan kesalahan dalam hal penulisan dan penyusuanannya masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menanatikan saran dan
kritikan yang sifatnya membangun untuk pembuatan makalah
selanjutnya. Dan penulis juga mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, Mohammad Asrori,Psikologi Remaja.Jakarta:PT Bumi


Aksara,2008.
Amreta, Midya Yuli,” Analisi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika
Anak Berkebutuhan khusus ABK ( slow learnes ),”dalam Jurnal
Pendidikan Islam,Vol II, No2,2017.
Desiningrum,Dinie Ratri,Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus.Yogyakarta:Psikosain,2016.
Nur’aeni,Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Purwkerto:UM
Purwokerto Press,2017.
Nurjan,Syarifan.Perkembangan peserta didik perspektif islam.Yogyakarta;Titah
Surga.2017.
Risnawati,Zubaidah Amir.Psikologi Pembelajaran
Matematika.Yogyakarta:Aswaja Pressindo.2016
Siregar ,Nurdiana, “PSIKOLOGI DAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA,”dalam jurnal Pendidikan dan Kependidikan,Vol.2, No
1,2017.
Somantri,T.Sutjihati,Psikologi Anak Luar Biasa.Bandung:PT Refika
Aditama,2006.
Sulthon, Modul Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Kudus: Stain Kudus,
2016.

29

Anda mungkin juga menyukai