PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum islam yang mengatur hubungan
antara manusia dengan Allah (hablumminallah), dan juga hubungan manusia dengan
sesama manusia (hablumminannas). Hablumminallah berarti suatu perbuatan yang
semata-mata berhubungan dengan peribadatan kepada Allah berupa shalat, puasa dan
haji, sedangkan Hablumminannas artinya suatu perbuatan yang berhubungan dengan
sesama manusia, misalnya soal berbuat baik, hukum pidana dan perdata, aturan
kesopanan berpakaian dan bertingkah-laku, hidup bertetangga, sampai kepada aturan
bernegara dan bermasyarakat secara umum.[1]
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan hubungan jual-beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa, dll.Namun terkadang sifat serakah membuat seorang
manusia melakukan kecurangan dalam berhubungan dengan sesamanya. Oleh karena
itu agama islam mengatur hubungan antar sesama manusia di dalam muamalah.
Rumusan Masalah
Apa arti muamalah, ruang lingkup, dan tujuan muamalah?
Bagaimana jual-beli yang baik menurut islam?
Apa masalah yang timbul dalam proses jual-beli?
Tujuan Penulisan
Mengetahui pengetian muamalah, ruang lingkup dan tujuannya.
Mengetahui syarat, rukun, dan hukum tentang jual-beli yang baik menurut islam.
Mengetahui masalah yang terjadi dalam jual-beli dan cara penyelesaiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Muamalah
Pengertian Muamalah
Dari segi etimologi atau bahasa, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata’amala
yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal.[2]
Sedangkan dari segi terminologi atau istilah, pengertian muamalah dibagi menjadi dua,
yaitu :
Muamalah dalam arti luas
Menurut Ad-Dimyati, fiqih muamalah adalah aktifitas untuk menghasilkan duniawi
menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi.[3]
Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum mengenai
hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan
kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.[4]
Jadi, muamalah dalam arti luas adalah hukum yang mengatur tentang aktifitas duniawi
yang bersifat saling menguntungkan.
Muamalah dalam arti sempit
Fiqih muamalah dalam arti sempit lebih menekankan pada keharusan untuk menaati
aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta
benda).[5]
Sementara menurut Masjfuk Zuhdi (1993), muamalah ialah segala aturan agama yang
mengatur hubungan sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama,
antara manusia dengan kehidupannya, dan antar manusia dengan alam
sekitarnya/alam semesta.[6]
Ruang Lingkup Pembagian Muamalah
Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dalam arti luas dibagi menjadi lima bagian[7], yaitu:
Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
Munakahat (Hukum Perkawinan)
Muhasanat (Hukum Acara)
Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
Tirkah (Hukum Peninggalan)
Sementara menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah
membagi Fiqh Muamalah menjadi dua bagian[8], yaitu :
a. Al-Muamalah Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni
benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat
kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual
belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain.
Ruang lingkup Al-Muamalah Al-Madiyah mencakup beberapa hal, yaitu :
Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah),
Gadai (rahn)
Jaminan/ tanggungan (kafalah)
Pemindahan utang (hiwalah)
Jatuh bangkit (tafjis)
Batas bertindak (al-hajru)
Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
Upah (ujral al-amah)
Gugatan (asy-syuf’ah)
Sayembara (al-ji’alah)
Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
Pemberian (al-hibbah)
Pembebasan (al-ibra’)
Damai (ash-shulhu)
Beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan
masalah lainnnya.
b. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukar-menukar
benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya
adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dan lain-lain. Al-Muamalah
Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya)
yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul,
dusta, dan lain-lain.
Ruang lingkup Al-Muamalah Al-Adabiyah mencakup beberapa hal, seperti :
Ijab kabul
Saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
Hakdan kewajiban
Kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan
Dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran
harta.
Tujuan Muamalah
Dalam ilmu ekonomi Islam, muamalah memiliki makna hukum yang berkaitan dengan
harta, hak milik, perjanjian, jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, dan pinjam-
meminjam. Juga hukum yang mengatur keuangan serta segala hal yang merupakan
hubungan manusia dengan sesamanya, baik secara individu maupun masyarakat.
Tujuannya adalah agar tercapai suatu kehidupan yang tenteram, damai, dan bahagia
serta sejahtera.[9]Selain itu tujuan muamalah adalah supaya manusia tidak bertindak
curang dan ceroboh dalam berhubungan dengan sesamanya sehingga dapat mencapai
keridhoan Allah baik di dunia maupun di akhirat nanti.[10]
Jual-beli
Pengertian dan Rukun Jual-Beli
Jual beli di dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti persetujuan saling mengikat
antara penjual dan pembeli. Penjual yakni pihak yang menyerahkan barang, dan
pembeli sebagai pihak yang membayar harga yang dijual.[11]
Menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akad yang berdiri atas dasar Penukaran
harta dengan harta kemudian terjadilah penukaran milik secara tetap.[12]
Sementara menurut Sulaiman Rasjid (1994), jual beli adalah menukar suatu barang
dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad) yang hukumnya adalah
boleh/mubah.[13] Sebagaimana firman Allah pada Q.S Al-Baqarah ayat 275 yang
berarti : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Ada beberapa rukun dan syarat-syarat rukun jual beli menurut Sulaiman Rasjid (1994),
yaitu :
a. Adanya ‘aqid yaitu penjual dan pembeli. Syaratnya yaitu :
Berakal, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
Dengan kehendak sendiri, bukan dipaksa (asas suka sama suka).
Baligh (berumur 15 tahun ke atas/dewasa).
b. Adanya ma’qud ‘alaihyaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual. Syaratnya
yaitu:
Suci atau mungkin disucikan, tidak sah menjual barang yang najis, seperti anjing, babi dan lain-
lain.
Pengertian muamalah, khiyar dan syirkah dalam agama islam adalah pembahasan yang akan
dijelaskan dibawah ini yang mana, materi pelajaran ini termasuk ke dalam materi pelajaran agama islam
tingkat kelas XI. Semoga pembahasan ini berguna untuk anda dan dapat anda jadikan referensi tugas sekolah
serta menambah wawasan anda dalam ilmu yang akan di jelaskan. Dan berikut ini adalah penjelasannya.
Pengertian Muamalah
Definisi dan arti muamalah dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
Sementara muamalah dalam fiqih islam adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam,
1. Jual beli
Jual beli menurut syariat agama adalah kesepakatan tukar-menukar barang dengan tujuan untuk dimiliki
selamanya. Melakukan jual-beli di benarkan sesuai dengan firman Allah SWT pada Q.S Al-Baqarah 2 :
- Baligh
- Berakal sehat
Haram menjual arak, bangkai, begitu juga dengan babi dan berhala termasuk lemak bangkai tersebut.
- Bermanfaat
Membeli barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros. Hal tersebut telah
Tidak sah menjual barang yang tidak dapat di serah-terimakan, contohnya menjual ikan di dalam laut atau
barang yang sedang di jadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
- Milik sendiri.
Rasulullah SAW bersabda : “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang di miliki” (HR Abu Daud
dan Tirmidzi)
=> Ijab qabul
Seperti pernyataan penjual ”saya jual barang ini dengan harga sekian” pembeli menjawab “baiklah saya beli”.
Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung dengan suka sama suka. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka” (HR Ibnu Hibban)
b. Khiyar
Pengertian Khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkan nya. Penjual berhak
mempertahankan harga. Pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang di yakini nya.
Macam-macam Khiyar
=> Khiyar Majelis
Khiyar majelis adalah selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya tawar-menawar.
=> Khiyar syarat
Khiyar syarat adalah khiyar yang di gunakan syarat dalam jual-beli. Misalnya “Saya jual barang ini seharga
sekian dengan syarat khusus 3 hari” maksudnya penjual memberi waktu pembeli selama 3 hari itu.
Penjual di larang menawarkan barang tersebut ke pembeli lain. Namun setelah 3 hari tersebut, si pembeli tidak
Khiyar aibi adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang di belinya jika terdapat cacat yang dapat
mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.
c. Riba
Pengertian Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan
makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Riba apapun bentuknya, dalam syariat islam hukumnya haram.
Sanksi hukumnya juga sangat berat. Di jelaskan dalam hadis yang di riwayatkan bahwa : “Rasulullah
mengutuk orang yang mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat dan orang
Macam-macam Riba
=> Riba Fadli
=> Riba Qordi
=> Riba Yadi
Riba yadi adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangan nya, namun penjual dan pembeli berpisah
=> Riba Nasi’ah
Riba nasi'ah adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.
2. Utang-Piutang
Pengertian Utang-Piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan di kembalikan
Rukun Utang-Piutang
Rukun utang-piutang ada 3 yaitu :
- Lafadz kesepakatan
3. Sewa-menyewa
Pengertian sewa-menyewa
Sewa menyewa dalam fiqih islam di sebut ijarah, artinya imbalan yang harus di terima oleh seseorang atau
jasa yang di berikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
a. Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah baligh dan berakal sehat.
paksa.
c. Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau wali nya.
d. Manfaat yang akan di ambil dari barang tersebut harus di ketahui secara jelas oleh
f. Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus di sebutkan dengan jelas.
g. Harga sewa dan cara pembayaran nya juga harus di tentukan dengan jelas serta di
sepakati bersama.
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah di ketahui secara jelas dan di sepakati bersama
Syirkah
Pengertian syirkah secara bahasa, kata syirkah, (perseroan) berarti mencampurkan 2 bagian atau lebih
sehingga tidak dapat lagi di bedakan antara bagian yang satu dengan yang lain nya.
Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang di lakukan oleh 2 pihak atau lebih yang bersepakat untuk
Syarat orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasarruf
(pengelolaan harta).
2. Objek akad yang di sebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal.
Adapun syarat pekerjaan atau benda yang di kelola dalam syirkah harus halal dan di perbolehkan dalam
Adapun syarat sah akad harus berupa tasarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
Macam-macam Syirkah
Syirkah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu syirkah ‘inan, syirkah ‘abdan, syirkah wujuh, dan syirkah
mufawadah.
=> Syirkah ‘Inan
Adalah Syirkah antara 2 pihak atau lebih yang masing-masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modl (mal).
Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat.
=> Syirkah ‘Abdan
Adalah Syirkah antara 2 pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal),
tanpa kontribusi modal (mal). Kontribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun
kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga di sebut syirkah ‘amal.
=> Syirkah Wujuh
Adalah kerja sama karena di dasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di
tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak yang sama-sama memberikan kontribusi
=> Syirkah Mufawadah
Adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas. Syirkah
mufawadah dalam pengertian ini boleh di praktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh di
Keuntungan yang di peroleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian di tanggung sesuai
dengan jenis syirkah nya, yaitu di tanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa syirkah ‘inan
atau di tanggung pemodal saja jika berupa mufawadah, atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan
=> Mudarabah
Adalah akad kerja sama usaha antara 2 pihak, di mana pihak pertama menyediakan semua modal (sahibul
a. Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani dimana sang pemilik kebun menyerahkan
kepada petani agar di pelihara dan hasil panen nya nanti akan dibagi 2 menurut persentase yang di tentukan
b. Muzara’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan petani dan penggarap di mana
Riba hukumnya adalah haram, karena riba hanya menguntungkan salah satu pihak saja
di dalam jual beli. Berikut adalah beberapa terjemah dalil tentang masalah riba di dalam
Al-Qur’an yang terdapat pada Q.S Al-Baqarah ayat 275-279 :“[275] Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [276] Allah memusnahkan Riba dan
menyuburkan sedekah.[277] Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal
saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya.tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
[278] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. [279] Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”[19]
Menurut sebagian ulama, riba dibagi menjadi empat macam[20], yaitu :
Riba Fadli (menukar dua barang yang sejenis dengan tidak sama).
Riba Qardi (utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi utang).
Riba Yad ( berpisah dari tempat akad sebelum timbang terima).
Riba nasa’ (disyaratkan salah satu dari kedua barang yang dipertukarkan ditangguhkan
penyerahannya).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muamalah adalah hukum yang mengatur tentang hubungan manusia dengan sesama
manusia, seperti jual-beli, sewa-menyewa, berserikat,pernikahan, jinayat, dan lain-lain
dengan tujuan mencari ketentraman dan berkah dari Allah SWT.
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang lain dengan syarat , rukun, dan
cara tertentu yang hukumnya adalah mubah/boleh.
Masalah di dalam jual beli, salah satunya adalah riba yang berarti penambahan. Riba
hukumnya adalah haram karena riba merupakan kecurangan yang dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan dari pihak lain di dalam sebuah transaksi, seperti jual-beli.
Saran
Kejujuran dan rasa takut kepada Allah adalah hal yang perlu ditanamkan di dalam hati,
sehingga ketika kita melakukan hubungan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya, kita
tidak akan melakukan kecurangan yang akan merugikan pihak lain.
Selain itu, pendidikan dan pengetahuan akan hukum dalam muamalah sangat
dibutuhkan sebagai pembatas bagi diri kita supaya tidak melakukan penyimpangan di
dalam masyarakat.
Sebagai contoh, bila ada seseorang memiliki hutang kepada anda sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah). Lalu dia memberikan suatu barang yang nilainya sekitar
Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) sebagai jaminan utangnya. Maka di dalam gambaran
ini, utangnya kelak dapat dilunasi dengan sebagian nilai barang yang digadaikannya itu
bila dijual.
Contoh lain, bila ada seseorang yang berhutang kepada anda sebesar RP.10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah). Lalu dia memberikan kepada anda sebuah barang yang nilainya
sebesar Rp.500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) sebagai jaminan utangnya. Di dalam
gambaran kedua ini, sebagian hutang dapat dilunasi dengan nilai barang tersebut.
Dalam dua gambaran di atas, baik nilai barang gadaiannya itu lebih besar maupun lebih
kecil dari jumlah utang, hukumnya tetap sama, diperbolehkan.
ضة
َ مقْبُو ٌ جدُوا كَاتِبًا فَرِهَا
َ ن ْ َ سفَرٍ وَل
ِ َم ت َ م عَلَى
ْ ُ ن كُنْت
ْ ِ وَإ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283)
Di dalam ayat tersebut, secara eksplisit Allah menyebutkan “barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa
dikenal sebagai jaminan atau obyek pegadaian.
b. Al-Hadits:
َ َ
ن
ْ مِ ه دِ ْرعًا
ُ َ وَ َرهَن، ل َ ن يَهُودِىٍّ إِلَى أ
ٍ ج ْ م ً اشْ ت َ َرى طَعَا- َصلى الله عليه وسلم-ى
ِ ما َّ أ-َن عَائِشَ ةَرضى الله عنها
ّ ِ ن النَّب ْ ع
ٍحدِيد
َ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan (mahar) pelacur, dan upah
perdukunan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
DAFTAR PUSTAKA
Syafei, Rachmat. Fiqih MuamalahUntuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum. Bandung: Pustaka
Setia, 2001.
Zuhdi, Masjfuk. Studi Islam (Jilid III : Muamalah). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Rosyada, Dede. Hukum Islam dan Pranata Sosial.Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993.
Abdurrahman, Masduha. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam (Fiqih
Muamalah).Surabaya: Central Media, 1992.
Afandi, M. Yazid. Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
Salim, Peter dan Yanny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Medern
English Press, 1991.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi . Pengantar Fiqih Muamalah. Semarang: Pustaka Rizki Putra,
1997.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo,1994.
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003.
http://www.al-azim.com/masjid/infoislam/muamalat/home.htm. (Diakses pada 27
November 2013)
http://forum.muslim-menjawab.com/2012/03/17/hablumminallah-dan-hablumminannas/.
(Diakses pada 27 November 2013).
[1] http://forum.muslim-menjawab.com/2012/03/17/hablumminallah-dan-hablumminannas/
[2] Rachmad Syafei, Fiqih MuamalahUntuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum(Bandung:
Pustaka Setia, 2001), 14.
[3]Rachmad Syafei, ibid, 15.
[4] Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1993), 70-71.
[5] Rachmat Syafei, opcit, 16.
[6] Masjfuk Zuhdi, Studi Islam (Jilid III : Muamalah) (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1993), 2.
[7] Masduha Abdurrahman ,Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam (Fiqih
Muamalah) (Surabaya: Central Media, 1992), 28.
[8] Rachmad Syafei, Fiqih MuamalahUntuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum(Bandung:
Pustaka Setia, 2001), 17-18.
[9] M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syariah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 2.
[10] http://www.al-azim.com/masjid/infoislam/muamalat/home.htm
[11]Peter Salim dan Yanny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Medern
English Press, 1991), 623.
[12]T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 1997), 93.
[13] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo,1994), 278.
[14]Sulaiman Rasjid, Ibid, 281.
[15] Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung: Pustaka Setia,
2007), 26-29.
[16] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum (Bandung:
Pustaka Setia, 2001), 101-102.
[17] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), 201-209.
[18] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo,1994), 290.
[19] Sulaiman Rasjid, Ibid, 291-292.
[20]Sulaiman Rasjid, Ibid, 290.