preferensi kejujuran dalam pelaporan anggaran Anggaran sangat berperan dalam sistem kontrol manajemen tetapi rentan terhadap perilaku gambling yang menciptakan adanya slack (senjangan) dan membatasi efektivitas dari sebuah anggaran. Penelitian ini menunjukkan bahwa subordinat (bawahan) memiliki preferensi untuk mematuhi norma sosial kejujuran yang membatasi kesenjangan dalam pelaporan anggaran mereka. Dengan demikian, pemahaman yang meningkat tentang preferensi kejujuran subordinat dapat meningkatkan sistem penganggaran partisipatif. Preferensi kejujuran berasal dari keinginan seorang individu untuk menghindari dampak negatif jika melanggar norma-norma sosial. Subordinat yang memiliki tingkat intensitas yang lebih tinggi (intensitas pengaruh negatif, NAI), mengalami efek yang lebih negatif dan disutilitas karena telah melanggar norma kejujuran. Seorang bawahan seringkali memiliki informasi pribadi karena kedekatannya dengan operasi perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan anggaran dengan melibatkan bawahan ke dalam proses penganggaran jika bawahan secara akurat menyampaikan beberapa informasi pribadi mereka. Namun, insentif seorang subordinat (bawahan) dan atasan tentulah berbeda. Bawahan tentunya menginginkan anggaran dengan slack (senjangan) yang besar, sementara atasan menginginkan anggaran yang akurat. Seperti yang dikatakan oleh Murphy tahun 1993 kejujuran adalah salah satu norma sosial paling menonjol di lintas budaya dan pelanggaran norma ini sering dianggap tidak etis. Penyimpangan dari norma sosial dapat menciptakan respon efektif yang negative, seperti adanya rasa bersalah. Preferensi kejujuran mendorong para bawahan untuk menghindari tindakan untuk melakukan atau membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta, meskipun mereka akan mendapatkan insentif berupa uang jika melakukannya. Artinya, seorang bawahan yang jujur tidak akan melanggar norma-norma untuk membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta, meskipun perbuatan itu dapat membuat mereka kaya dengan memperoleh insentif. Preferensi kejujuran merupakan pencegah utama terjadinya slack (senjangan) dan memberikan beberapa bukti ketika preferensi kejujuran lebih memberikan dampak. Memahami mengapa bawahan memiliki preferensi kejujuran adalah sangat penting karena pemahaman dan menggabungkan preferensi bawahan untuk kejujuran dapat meningkatkan kontrak (mis., Mittendorf, 2006). Ketika seorang bawahan (subordinat) melalukan pelaporan penganggaran partisipatif pada suatu organisasi maupun perusahaan, maka seorang bawahan (subordinat) tersebut akan merasakan efek negatif ketika mereka melakukan sikap atau tindakan yang menyimpang dari norma sosial kejujuran. Maka ini yang akan menyebabkan terjadinya disutilitas. Disutilitas ini adalah kepuasan yang tidak dinikmati langsung. Ukuran disutilitas ini semakin meningkat dalam intensitas reaksi yang dirasakan. Keinginan untuk menghindari pengaruh negative dari ketidakjujuran dalam melakukan pelaporan anggaran partisipatif ini mendorong keinginan seorang bawahan untuk tetap mematuhi norma kejujuran dan menghasilkan atau memberikan preferensi untuk sebuah kejujuran. Penelitian ini menjelaskan bahwa preferensi kejujuran seorang bawahan akan mengurangi terjadinya slack (kesenjangan) dan intensitas pengaruh negatif dapat memprediksi preferensi kejujuran. Disamping itu, suatu perusahaan dapat mengambil manfaat dari penyatuan semua pemahaman seseorang tentang apa yang menyebabkan adanya preferensi untuk kejujuran. Untuk seorang bawahan dengan intensitas pengaruh negatif tinggi (rendah), mengandalkan preferensi untuk kejujuran sebagai sebuah pengendalian (pengontrolan) yang mengarah pada laba perusahaan yang lebih tinggi (lebih rendah) dari perjanjian kontrakyang ditentukan secara teoritis (Antle dan Eppen, 1985). Penelitian ini memberikan penjelasan mengapa preferensi untuk pelaporan mempengaruhi sebuah kejujuran. Teori menunjukkan, bahwa preferensi-preferensi seorang bawahan untuk kejujuran dapat meningkatkan efisiensi kontrak (Mittendorf, 2006). Intensitas pengaruhnya dapat diukur dengan inventaris psikometrik sederhana, yang diperiksa secara luas, dan memungkinkan peneliti untuk mengkontribusikan penjelasan kausal untuk preferensi yang diamati untuk kejujuran dalam pelaporan anggaran. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa perusahaan lebih suka pada karyawan dengan preferensi yang kuat untuk nilai kejujuran, tetapi pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan untuk menilai kejujuran dapat diatasi oleh orang-orang dengan preferensi kejujuran yang lebih lemah. Hubungan antara NAI dan preferensi untuk kejujuran juga dapat memiliki implikasi untuk kontrak mengingat bahwa faktor-faktor seperti budaya, daerah, atau seleksi mandiri ke bidang tertentu dapat berdampak pada ukuran intensitas seorang individu (Moore, 2004). Preferensi kejujuran seorang individu dapat menguntungkan perusahaan. Berdasarkan teori pada penelitian ini, menunjukkan cara perusahaan untuk dapat meningkatkan preferensi untuk kejujuran dalam pelaporan. Ketika reaksi yang efektif menciptakan preferensi untuk kejujuran, perusahaan dapat menerapkan kebijakan yang meningkatkan arti penting dari penciptaan slack atau kesenjangan untuk meningkatkan peluang terjadinya reaksi yang efektif. Sembari NAI dalam keadaan stabil, perusahaan dapat mengubah kesadaran seorang bawahan tentang norma, Sementara NAI stabil, perusahaan dapat mengubah kesadaran bawahan tentang norma, harapan untuk kepatuhan, dan persepsi pelanggaran norma karena ini adalah konteks yang spesifik konteks (Bicchieri, 2006). Pada penelitian ini menunjukkan serta menjelaskan bahwa sebuah perusahaan dapat memperoleh manfaat dengan mempertimbangkan intensitas pengaruh karyawan-karyawan perusahaan ketika merancang sistem kontrol dan menetapkan suatu pekerjaan. Mengingat dengan adanya seorang bawahan (Sub-ordinat) NAI yang tinggi, perusahaan dapat mengambil manfaat dari menggabungkan preferensi mereka untuk kejujuran dalam desain kontrak dan penugasan suatu pekerjaan. Penelitian ini juga melihat satu aspek di mana NAI yang tinggi dapat bermanfaat bagi perusahaan yang meningkatkan preferensi untuk suatu kejujuran.