Anda di halaman 1dari 7

ARAH KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR : KAMPUS MERDEKA

DAN PERSPEKTIF MAHASISIWA KAMPUS PENDIDIKAN

Abid Khofif Amri Shidqi


Teknologi Pendidikan FIP Universitas Pendidikan Indonesia
abidkhofif@gmail.com

PANDANGAN UMUM
Pendidikan adalah senjata yang paling ampuh yang bisa digunakan untuk
mengubah dunia. Kiranya demikian perkataan salah satu tokoh pendidikan dunia,
Nelson Mandela. Jika pendidikan diibaratkan sebagai senjata, maka seseorang
harus terlebih dahulu banyak belajar, supaya mahir menggunakan dan tepat
sasaran. Perawatannya harus benar-benar rutin dan apik, karena di medan perang
tidak ada toleransi bagi mereka yang senapannya kurang tajam.
Perlu diketahui, telah banyak inovasi yang digagas khusus untuk pendidikan
Indonesia, salah satunya pada kurikulum pendidikan nasional. Bagi sekolah dasar
dan menengah, pemberlakuan kurikulum 2013 (K13) yang menggantikan KTSP
pada saat itu, menimbulkan pro dan kontra dikalangan akademisi dan praktisi
pendidikan. Kurangnya pemahaman guru terhadap K13 menjadi salah satu faktor
penghambat implementasi K13 di Indonesia. Dinamika dalam pendidikan Indonesia,
seolah menggambarkan pendidikan nasional sebagai kapal besar yang kian
terombang-ambing ombak lautan.
Belum terlihat, standar berupa rencana strategis jangka panjang, yang
menjadi petunjuk perjalanan pendidikan Indonesia. Mau apa, kapan, bagaimana,
dan seperti apa, capaian pendidikan nasional disetiap jangka waktunya. Karena
“Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” masih perlu penafsiran yang lebih spesifik dan
dapat dimengerti dengan konkret.
Awal tahun 2020, dunia pendidikan Indonesia menghadirkan inovasi yang
belum pernah dilakukan sebelumnya, melalui kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Makarim yang akrab disebut sebagai Kampus. Kebijakan kali
ini tidak hanya menyambangi pendidikan dasar dan menengah, tetapi juga
perguruan tinggi. Kebijakan tersebut tentu menarik perhatian para akademisi dan
praktisi perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Secara garis besar, tulisan ini akan membahas bagaimana sebenarnya
kebijakan Kampus Merdeka yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Kebijakan yang banyak diserukan sebagai pembaruan dalam sistem
pendidikan Indonesia ini perlu dieksplorasi untuk mengetahui arah dan tujuan dari
gagasan yang diserukan. Selain itu, sebagai mahasiswa kampus pendidikan, perlu
kiranya penulis memberikan pandangan terhadap kebijakan Kampus Merdeka yang
sudah resmi ditetapkan.

PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA


Perlu diketahui, pendidikan tinggi merupakan jenjang tertinggi dalam konteks
pembelajaran formal. Hal ini menjadi dasar adanya pembagian bidang melalui
program studi sebagai fokus belajar mahasiswa. Sehingga, ketika selesai
menempuh studi di pendidikan tinggi, seorang mahasiswa diharapkan dapat menjadi
ahli dalam bidang yang ditempuh dan siap melanjutkan kehidupan di masyarakat.
Namun, hal tersebut tidak didukung dengan kondisi pendidikan Indonesia yang
berdasarkan data PISA pada tahun 2018 masih tertinggal selama 128 tahun oleh
negara maju lainnya.
Padahal, pendidikan sejatinya berpengaruh terhadap kesejahteraan suatu
bangsa. Semakin berkualitas pendidikan suatu bangsa, maka semakin tinggi tingkat
kesejahteraanya khususnya dalam.bidang ekonomi. Hal ini sebagaimana dijelaskan
Hanushek dan Wobmann (dalam Ali, 2009), outcome ekonomi dapat dipengaruhi
oleh kualitas suatu pendidikan. Pernyataan tersebut menandakan penduduk dengan
pendidikan yang berkualitas, akan memiliki produktifitas yang lebih tinggi.
Maka dari itu, salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk mengejar
ketertinggalan tersebut adalah perbaikan kualitas perguruan tinggi. Dalam Undang-
Undang No. 12 Tahun 2012, Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program
magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
Pada prosesnya pendidikan tinggi dijadikan tempat para mahasiswa
melakukan proses pendidikan dan penelitian setiap bidang yang ditempuh
mahasiswa. Bahkan pada saat kepemimpinannya, Menristekdikti Muhammad Nasir
menuntut perguruan tinggi untuk melakukan penelitian sebanyak-banyaknya dan
mengekspos hasilnya sangat luas dan terbuka. Hal ini dilakukan guna meningkatkan
mutu perguruan tinggi di Indonesia.
Mahasiswa sebagai subjek pebelajar juga sering dianggap memiliki nalar
yang lebih kritis jika disandingkan dengan seseorang dengan jenjang pendidikan
dibawahnya. Nalar yang kritis itu datang dari kebiasaannya melakukan berbagai
penelitian. Sehingga banyak orang yang mengkaitkan kemampuan analisis,
dialektika, berargumen, dan lain sebagainya akan didapat seseorang jika ia sudah
menempuh pendidikan tinggi.
Indonesia memiliki tiga jenis perguruan tinggi, Perguruan Tinggi negeri (PTN),
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) dan Perguruan Tinggi Swasta
(PTS). Masing-masing perguruan tinggi memiliki konsep implementasi pendidikan
tinggi masing-masing. Namun, secara umum, metode yang digunakan masih
memiliki kemiripan satu sama lain. Sampai saat ini, hanya Univesitas Terbuka yang
memiliki perbedaan sedikit mencolok dari yang lainnya, yaitu pembelajaran yang
dilakukan hampir semuanya menggunakan metode jarak jauh.
Guna memudahkan koordinasi, Menteri Nadiem Makarim mengeluarkan
kebijakan untuk menggabungkan kementerian pendidikan menjadi satu lembaga.
Kebijakan ini dibuat untuk menyambungan konsep antara pendidikan dasar,
menengah, dan perguruan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan Merdeka Belajar
bagi pendidikan dasar dan menengah yang kini juga menyambangi pendidikan tinggi
dengan nama besar Kampus Merdeka.

KEBIJAKAN KAMPUS MERDEKA


Kebijakan Kampus Merdeka banyak dibicarakan dikalangan penggiat
pendidikan. Kampus Merdeka dianggap oleh sebagian orang sebagai terobosan
dalam melakukan peningkatan kualitas perguruan tinggi. Namun, sebagian lainnya
memandang sebagai kebijakan inovatif yang belum matang. Sebab, kebijakan ini
dinilai sebagai gagasan yang muncul tanpa melalui analisis akademis yang
mendalam sehingga berpengaruh kepada teknis yang masih sangat perlu pemikirian
keras.
Kebijakan Kampus Merdeka yang dikeluarkan Mendikbud memiliki 5 dasar
hukum, antara lain:
1. Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran
Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan
Tinggi Swasta.
2. Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan
Perguruan Tinggi.
3. Permendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Perubahan PTN menjadi PTN BH
4. Permendikbud No. 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program
Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri
5. Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Kebijakan tersebut pada umumnya memberikan kemudahan kepada perguruan
tinggi untuk mendapatkan akses menuju poin-poin diatas. Khususnya, kebijakan
yang berkaitan dengan kegiatan administrasi perguruan tinggi (pembukaan prodi,
akreditasi, pengajuan PTN-BH).
Kebijakan yang paling banyak diperbincangan dalam Kampus Merdeka
adalah penambahan konsep Merdeka Belajar dalam Standar Nasional Pendidikan
Tinggi (SN-Dikti). Melalui Permendikbud No 3 Tahun 2020, Mendikbud merubah
serta menambahkan ketentuan yang sebelumnya tidak ada didalam
Permenristekdikti No 44 Tahun 2015. Pada Permendikbud baru yang membahas
tentang SN-Dikti, ada tambahan satu pasal yang menjelaskan ketentuan Merdeka
Belajar. Tambahan lain adalah bentuk pembelajaran yang dapat digunakan
perguruan tinggi diperkaya yang tadinya hanya ada 4, menjadi 10.
Kampus Merdeka memberikan akses kepada mahasiswa untuk melakukan
pembelajaran diluar program studi yang ditempuh selama tiga semester. Dalam SN-
Dikti yang baru, ditafsirkan bahwa mahasiswa berhak mengisi tiga semester tersebut
dengan melakukan perkuliahan di program studi lain yang diminatinya. Bahkan,
mahasiswa diperbolehkan untuk melakukan kontrak kuliah di perguruan tinggi lain.

KAMPUS MERDEKA DALAM PANDANGAN MAHASISWA KAMPUS


PENDIDIKAN
Kebijakan Kampus Merdeka menyediakan sejumlah hal yang dinilai baru
dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, apakah kebijakan ini sepenuhnya
matang dan siap dilaksanakan? Apakah Mendikbud sudah sepenuhnya
menganalisis dampak yang akan terjadi dengan adanya kebijakan Kampus
Merdeka?
Kampus Merdeka menawarkan sesuatu yang dianggap pembaruan
penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia oleh sebagian orang. Dalam
kacamata pendidikan, konsep yang diberikan oleh Mendikbud terkait Merdeka
Belajar adalah konsep pendidikan terbuka. Artinya, peserta didik diberikan
keleluasaan terhadap apa yang akan ia pelajari. Terkhusus dalam keilmuan
Teknologi Pendidikan, konsep pendidikan terbuka sudah dipelajari sejak lama dan
telah banyak diteliti sebelumnya. Namun, konsep yang telah ada sejak lama itu
diangkat oleh Mendikbud melalui Kampus Merdeka sebagai kemasannya.
Sayang sekali, sebagian orang menganggap bahwa pendidikan terbuka yang
dikemas dalam Merdeka Belajar seakan tidak memperhatikan bagaimana
mahasiswa akan terbagi fokusnya kepada bidang lainnya. Sebab, bidang satu dan
lainnya meskipun terkadang memiliki kemiripan, keduanya tetap memiliki identitas
dan objek masing-masing. Melalui Kampus Merdeka mahasiswa justru seakan
diarahkan untuk se-merdeka itu menentukan bidang lain yang ingin ia pelajari. Lalu
bagaimana jika bidang lain yang dipilih ternyata sangat jauh kaitannya dengan
bidang yang ia pelajari sebelumnya? Padahal, bukannya keilmuan seorang
mahasiswa akan lebih matang terhadap suatu bidang dan ia akan menjadi ahli jika ia
fokus pada bidang tersebut?
Dalam proses pelaksanaan Kampus Merdeka, teknis pelaksanaan baik
secara administratif atau non-administratif perlu dipikirkan secara matang dan
konkret. Terlebih lagi, dalam Kampus Merdeka mahasiswa diberikan keleluasaan
bukan hanya untuk lintas program studi, tetapi juga lintas perguruan tinggi. Dalam
hal ini perguruan tinggi dan semua lembaga terkait perlu bekerja keras untuk dapat
melaksanakan kebijakan sebagaimana ditetapkan Mendikbud. Karena, meskipun
belum dilaksanakan, ternyata muncul beberapa permasalahan yang dikhawatirkan
akan terjadi pada pelaksanaan Kampus Merdeka.
Sebagai contoh, di Indonesia ada 3 jenis perguruan tinggi sebagaimana
dijelaskan dalam peraturan menteri, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PT-
BH), Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Perlu
diketahui, bahwa besaran UKT yang ditetapkan dalam setiap jenis PTN itu berbeda,
PTS dan PTN-BH berhak menentukan besaran UKT yang diwajibkan bagi para
mahasiswa. Bahkan, dalam satu perguruan tinggi terkadang memiliki perbedaan
UKT didasarkan pada program studi. Sedangkan konsep Kampus Merdeka bukan
hanya memberikan akses lintas program studi, tetapi lintas kampus.
Kondisi tersebut, akan membenturkan konsep Kampus Merdeka dengan
kapasitas perguruan tinggi dalam menyelenggarakan kebijakan tersebut. Karena
dapat dibayangkan betapa rumitnya proses administrasi yang terjadi, khususnya
berkaitan dengan UKT jika mahasiswa PTN mengajukan untuk melakukan
pembelajaran lintas kampus, sedangkan kampus yang dipilih adalah kampus PTS
atau PTN-BH.
Permasalahan selanjutnya diprediksi akan muncul dalam proses pelaksanaan
Merdeka Belajar adalah kapasitas yang dapat ditampung setiap bidang pilihan. Misal
mahasiswa dalam program studi A mengajukan untuk mengambil program studi B
sebagai bidang pilihan. Namun, ternyata program studi B adalah program studi yang
paling banyak diminati oleh mahasiswa dalam kampus tersebut. Pada akhirnya,
program studi B memutuskan untuk memberikan batasan berupa kuota kepada
mahasiswa yang akan memilih. Adanya batasan kuota, menimbulkan banyak
mahasiswa yang berminat untuk mengambil bidang program studi B tidak memiliki
akses untuk belajar di program studi tersebut. Sehingga, mahasiswa yang tidak
mendapat akses terpaksa memilih program studi lain yang sebenarnya tidak terlalu
ia minati, namun ia harus menentukan pilihan atas dasar menggunakan hak
melakukan pembelajaran lintas prodi.
Contoh kejadian kedua sebagaimana dijelaskan diatas, pada dasarnya juga
telah menghilangkan esensi dari Merdeka Belajar itu sendiri. Kasus tersebut
menghilangkan esensi ‘merdeka’, karena mahasiswa dibatasi oleh kapasitas
program studi yang diminati. Konsepnya adalah mahasiswa diberikan hak berupa
‘kebebasan untuk memilih’ dalam melakukan pembelajaran di luar program studi
selama 3 semester. Adanya pembatasan karena kapasitas sebagaimana
dicontohkan, berarti ‘membatasi’ kebebasan. Padahal, kebebasan, pada dasarnya
adalah tanpa pembatasan.

KESIMPULAN
Menurut penulis, kebijakan Kampus Merdeka sebagaimana ditetapkan oleh
Mendikbud Nadiem Makarim masih perlu banyak persiapan, baik itu teknis maupun
non-teknis. Dengan kapasitas yang ada, perguruan tinggi di Indonesia masih perlu
ditingkatkan kualitas dan kuantitas untuk mampu melaksanakan kebijakan Kampus
Merdeka. Kapasitas perguruan tinggi dalam hal ini sangat menentukan keberhasilan
dari Kampus Merdeka.
Kampus Merdeka dijadikan Nadiem Makarim sebagai alat terobosan
pendidikan tinggi. Arah dan tujuan pendidikan tinggi menjadi taruhannya jika
kebijakan yang dinilai akan meningkatkan kualitas ini tidak sesuai ekspetasi. Tanpa
standar yang pasti, pendidikan tinggi akan terombang-ambing kesana kesini.
Kebijakan Kampus Merdeka akan memberikan dampak positif bagi
pendidikan jika teknis, non-teknis, kapasitas dan segala yang berkaitan sudah
benar-benar siap. Namun, pendidikan tinggi justru akan mengalami crowded jika
pada prosesnya, hal yang berkaitan tidak siap baik secara kualitas dan kuantitas.
Maka dari itu, proses pra-pelaksanaan harus dilakukan secara intens dan detail
serta berkoordinasi dengan berbagai pihak.

Daftar Pustaka
Ali, M. (2009). Pendidikan Untuk Pendidikan Nasional : Menuju Bangsa Indonesia
yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Jakarta : PT Grasindo Widiasarana
Indonesia.
Hanushek, E dan Wobmann, L. (2007). The Role of Education Quality in Economic
Growth. Working Paper Series, 4122.
Kemendikbud RI. (2020). Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Diakses dari
https://doi.org/10.31219/osf.io/sv8wq pada 20 Maret 2020.
Kemendikbud RI. (2020). Permendikbud No 3,4,5,6,7 Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai