Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDEKATAN DALAM KONSELING


“KONSELING EGO (KONEGO)”

Dosen Pengampu:
Drs. Taufik, M. Pd., Kons
Dr. Hj. Syahniar, M.Pd., Kons

OLEH:

Kelompok 3

Andre Supratman 18006170


Deva Yandrestika 18006177
Robiatul Adawiyah 18006132
Sri Retno Widyaningsih 18006139
Yana Oktavia Putri 18006146

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Pendekatan
dalam Konseling dengan materi “Konseling Ego (KONEGO)”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian,
dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 13 Februari 2020

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2

A. Pengantar Konseling Ego........................................................................................2


B. Asumsi Tentang Manusia........................................................................................2
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian...............................................................3
D. Proses Perkembangan Kepribadian.........................................................................5
E. Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai................................................................6

BAB III PENUTUP................................................................................................................7

A. Kesimpulan..............................................................................................................7
B. Saran........................................................................................................................7

ii
KEPUSTAKAAN...................................................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konselor di sekolah memiliki peranan yang penting untuk membantu menangani masalah
peserta didik yang bermacam-macam. Proses belajar mengajar yang secara terus menerus
yang dilakukan oleh para siswa serta tekanan-tekanan baik dari dalam diri maupun dari
lingkungannya untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Berbagai pendekatan dapat
dilakukan konselor dalam membantu memahami klien. Salah satunya dengan konseling ego.
Konseling ego merupakan psikoanalisis baru dan biasa juga disebut psikologi dalam. Ciri
baru dari kodel konseling ini adalah lebih menjangkau pada fungsi ego. Dalam konseling ini
dikenal dengan istilah yang lebih menonjol yaitu ego strength yang artinya kekuatan ego.
Konseling ini bertujuan untuk memperkuat ego strength dengan demikian orang yang
bermasalah misalnya orang yang memiliki ego yang lemah seperti orang yang penakut,
rendah diri, tidak bisa mengambil keputusan sendiri termasuk orang yang memiliki ego yang
lemah. Permasalahan ini tentu akan dihadapi oleh seorang konselor. Oleh karena itu
kelompok ingin membahas materi tentang konseling ego ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengantar mengenai Konseling Ego?
2. Bagaimana Asumsi Tentang Manusia menurut Konseling Ego?
3. Apa saja Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian berdasarkan Konseling ego?
4. Bagaimana Proses Perkembangan Kepribadian menurut Konseling Ego?
5. Bagaimana perkembangan tingkah laku salah suai menurut Konseling Ego
C. Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahu pengantar mengenai Konseling Ego
2. Untuk mengetahui asumsi tentang manusia menurut Konseling Ego
3. Untuk mengetahui Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian berdasarkan Konseling Ego
4. Untuk mengetahui Proses Perkembangan Kepribadian menurut Konseling Ego
5. Untuk mengetahui tingkah laku salah suai menurut Konseling Ego

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengantar Konseling Ego KONEGO


Menurut Taufik (2017: 47) model konseling Ego, Psikolgi Individual dan Analisis
Transaksional merupakan model Psikoanalisi baru dan biasa juga disebut psikolgi dalam.
Kesemua model ini pada dasarnya mempunyai kesamaan yang besar dengan pandangan
Psikoanalisis Klasik. Kesamaan itu antara lain: pertama, mementingkan masa kehidupan anak
dibawah umur lima tahun atau balita, kedua, sama-sama mempergunakan konsep Ego,
ketiga, mementingkan konsep kesadaran, bawah sadar, dan ketidak sadaran. Adapun ciri
Konseling Ego yaitu lebih menekankan pada fungsi ego. Dalam model konseling ego yang
dikemukan oleh Erikson ini dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego
strength” yang artinya kekuatan ego.
Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan
demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya
orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk
orang yang memiliki ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya
seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya.
Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego
tersebut (Taufik, 2017: 47).
Perbedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru
adalah : menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id,
sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang
merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian
seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif (Taufik, 2017: 47).
B. Asumsi Tentang Manusia
Model konseling ego (psikologi individual dan analisis transaksional) merupakan
psikoanalisis baru dan juga biasa disebut psikologi dalam. Model ini dipopulerkan oleh
Erickson. Kesemua model ini pada dasarnya mempunyai kesamaan yang besar dengan
pandangan Psikoanalisis Klasik. Kesamaan itu antara lain: pertama, mementingkan masa

2
kehidupan anak dibawah umur lima tahun atau belita, kedua, sama-sama mempergunakan
konsep ego, ketiga, sama-sama mementingkan konsep kesadaran, bawah sadar dan
ketidaksadaran. Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erickson adalah menurut
Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erickson ego tumbuh sendiri yang menjadi
kepribadian seseorang. Ciri baru dari model konseling ini adalah lebih menjangkau pada
fungsi ego. Dalam konseling ini dikenal dengan istilah yang lebih menonjol yaitu ego strength
yang artinya kekuatan ego (Sukardi dan Nila, 2008).
Mengenai hakikat manusia Erikson (dalam Taufik, 2016) tidak sependapat dengan
Sigmund Freud. Erikson beranggapan bahwa manusia tidaklah dijadikan sesederhana
“binatang” yang hanya bertingkah laku berdasarkan pada instink atau semata-mata untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut Erickon bahwa manusia tidaklah didorong oleh energi dari
dalam, tetapi manusia itu lahir kedunia untuk merespon perangsang-perangsang yang
berbeda-beda. Misalnya individu dalam kehidupannya perlu menyesuasaikan diri dengan
keadaan lingkungannya, perlu melakukan sesuatu untuk keperluan orang lain disekitarnya dan
lain-lain. Konseling ego yang lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan seseorang.
Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya misalnya kemampuan yang dimiliki
individu, keadaan dan potensi dirinya, penyaluran minat yang dimilikinya, hubungan sosial
dengan orang lain dan sebagainya.
Selanjutnya dikemukakan oleh Hansen, dkk (1977) bahwa seorang individu haruslah
mempunyai ego yang sehat dan ego yang kuat. Manusia lahir kedunia dilengkapi dengan
kemampuan untuk menampung berbagai perangsang dari luar. Sedangkan menurut Alwisol
(2009) bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak
dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam
kaitannya dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan
seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan
suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
Menurut Hansen (1977) Erickson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian atas
dua bagian yaitu perkembangan kepribadian yang sehat dan perkembangan kepribadian yang
gagal pada setiap tahap. Keseluruhan tahap perkembangan kepribadian tersebut dibagi

3
Erickson menjadi delapan tahap, empat tahap perkembangan yang pertama sejalan dengan
pengklasifikasian tahap perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud,yaitu yang
berlangsung pada masa kanak-kanak. Tahap perkembangan kelima berlangsung pada masa
remaja, sedangkan tiga tahap terakhir berlangsung pada masa dewasa dan masa tua. Berikut
ini diuraikan ke-8 tahap tersebut.
1. Masa Bayi Awal ( umur 0 sampai 1 tahun )
Pada tahap ini perkembangan yang sukses ditandai dengan sikap percaya. Sikap ini
dianutnya, apabila anak memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tuanya dan
kebutuhanya terpenuhi dengan baik. Pada diri anak akan tertanam rasa percaya pada dunia,
sebaliknya apabila pada masa ini anak sering diterlantarkan dan dikasari, maka pada
dirinya akan berkembang sikap tidak percaya khususnya pada orang lain..
2. Masa Bayi Akhir ( umur 1 sampai 3 tahun)
Menurut Erickson (dalam Taufik, 2016) perkembangan anak yang sukses pada masa ini
ditandai oleh adanya otonomi. Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh adanya
perasaan ragu-ragu dan malu. Sikap orang tua yang cenderung melarang melakukan
sesuatu, apalagi memarahi dan menyesali tentang apa yang dilakukannya itu tidak tepat,
akibatnya akan dapat menumbuhkembangkan perasaan ragu-ragu dan malu baik pada masa
sekarang maupun pada masa tahap pekembangan berikutnya.
3. Masa Kanak-kanak Awal ( umur 3 – 5 tahun)
Pada tahap ini, Perkembangan kepribadian yang sukses ditandai oleh adanya inisiatif.
Sedangkan perkembangan yang gagal ditandai dengan adanya perasaan bersalah. Menurut
Erickson, tugas pokok dari individu pada masa ini adalah membentuk rasa memiliki
kemampuan dan inisiatif. Sikap yang sebaiknya diambil oleh orang tua pendidik lainnya
adalah selalu member kesempatan pada anak untuk beraktualisasi diri dengan berbagai
percobaan yang ingin mereka lakukan. (Natawidjaja, 1987)
4. Masa Kanak-Kanak Pertengahan (6 – 11 tahun)
Menurut Taufik (2016) perkembangan yang sukses pada masa ini ditandai dengan
“menghasilkan”, sedangkan yang gagal akan menjadi merasa rendah diri. Dapat dilihat
bahwa anak SD sedikit demi sedikit sudah dapat diberi kewajiban misalnya menyapu,
mengerjakan PR sekolah, membersihkan sepatu sendiri. Sebaliknya anak yang kurang

4
beruntung mengalami suasan rendah diri, dan banyak objek yang ditakuti misalnya takut
bernyanyi, takut pergi sekolah, takut duduk didepan guru, dan sebagainya.
5. Masa Puber dan Remaja ( 12-20 tahun)
Menurut Taufik (2016) perkembangan yang diinginkan pada masa ini adalah anak dapat
mengenal identitas dirinya sendiri, yaitu dia mengetahui siapa dirinya,apa potensinya dan
hendak kemana arah kehidupannya. Sebaliknya bagi anak yang perkembangannya tidak
beruntung pada saat ini akan mengalami kebingungan, bingung akan peran dia sebagai pri
atau wanita, bingung akan keadaan dirinya, dan arah yang akan ditujukan dimana depan.
6. Masa Dewasa Awal (21-30 tahun)
Menurut Taufik (2016) ciri dari perkembangan kepribadian yang sukses pada masa ini
ditandai oleh adanya keintiman, sedangkan perkembangan yang gagal ditandai oleh isolasi.
Intim maksudnya adalah sudah memiliki kemampuan yang baik untuk akrab dengan orang
lain dan tidak suka menyendiri.
7. Masa Dewasa Pertengahan (30 – 55 tahun )
Perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya keaktifan dalam berbagai bidang
secara umum. Misalnya secara umum dia aktif dalam pekerjaan, aktif dalam organisasi,
aktif dalam raga, dan sebagainya. Selanjutnya menurut Natawidjaja (1987) kemampuan
untuk generativity merupakan konsep yang luas yang dimanivestasikan dalam bentuk
kemampuan untuk mengasihi secara baik, bekerja baik, dan bagaimanapun baik.
8. Masa Dewasa Akhir ( 55 tahun keatas)
Menurut Taufik (2016) perkembangan yang sukses ditandai oleh adanya “intergrity”
atau terpadu dan perkembangan yang gagal ditandai dengan “despair” atau keputusasaan.
Artinya yang sukses kegiatannya terpadu dan seimbang.
D. Proses Perkembangan Kepribadian
Proses Perkembangan Kepribadian (dalam Taufik, 2016), Erikson membagi atas empat
tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.
2. Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam
berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah
lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.

5
3. Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu
objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain.
4. Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan
dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang
lain)
Dalam berkomunikasi dengan lingkungannya ada aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Individu belajar membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.
2. Individu harus bisa melibatkan diri dengan lingkungan yang spesial yang makin lama
makin meluas dan makin mendalam.
3. Proses sosialisasi, maksudnya adalah berhubungan dengan orang lain, dengan adanya
hubungan dengan orang lain individu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang
diharapkan oleh lingkungan sosialnya.
Perkembangan kepribadian yang baik apabila kepribadian itu mengarah kepada
pembentukan “coping behavior”.

E. Perkembangan Kepribadian Salah Suai


Erikson (dalam Hansen, dkk 1977 dan C.H Patterson, 1966) merumuskan munculnya
tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
1. Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon
rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah.
Contohnya: seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda,
dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau
kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang
mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada
lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada
diri individu itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
2. Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai
lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Contohnya: Coping Behavior yang
selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka
oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan

6
menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang
tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
3. Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Contohnya: individu tersebut tidak
mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan
pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya
dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.

Jadi dari ketiga ego yang telah dibicarakan diatas salah satu, salah dua, atau ketiganya
tidak berjalan dengan baik sewaktu individu tersebut bertingkah laku.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Model konseling ego (psikologi individual dan analisis transaksional) merupakan
psikoanalisis baru dan juga biasa disebut psikologi dalam. Model ini dipopulerkan oleh
Erickson. Ciri baru dari kodel konseling ini adalah lebih menjangkau pada fungsi ego. Dalam
konseling ini dikenal dengan istilah yang lebih menonjol yaitu ego strength yang artinya
kekuatan ego. Konseling ego yang lebih menekankan peranan ego dalam kehidupan
seseorang. Egolah yang mengembangkan segala sesuatunya misalnya kemampuan yang
dimiliki individu, keadaan dan potensi dirinya, penyaluran minat yang dimilikinya, hubungan
sosial dengan orang lain dan sebagainya. Tujuan konseling berdasarkan pandangan teori
Erikson, ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Dan
atau tujuan konseling ialah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga
terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat
lebih kuat (ego integrity).
Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian menjadi delapan
tahap, yaitu: a) Masa bayi awal (0-1 tahun) b) Masa bayi akhir (1-3 tahun) c) Masa kanak-
kanak awal (3-5 tahun) d) Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun) e) Masa puber dan
remaja (12-20 tahun) f) Masa dewasa awal (21-30 tahun) g) Masa dewasa pertengahan (30-55
tahun) h) Masa dewasa akhir (55 tahun ke atas). Kemudian diikuti 4 tahapan yang terjadi
selama proses perkembangan kepribadian. Dalam Konseling Ego juga terdapat Fungsi ego
dalam diri individu (dalam Taufik, 2016) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :1) fungsi
dorongan ekonomis, 2) fungsi kognitif, dan 3) fungsi pengawasan.
B. Saran
Sebagai calon konselor masa depan, seorang konselor harus mampu memahami kapankah
akan digunakannya setiap teori yang ada dalam konseling. Dan penggunaan teori itupun juga
harus tepat, sesuai dengan hal-hal yang dialami dan dirasakan oleh klien. Semoga dengan
dibahas nya materi ini dapat menambah pemahaman calon konselor dalam berbagai
pendekatan dalam konseling.

8
KEPUSTAKAAN

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UNM Press.

Hansen, D. 1977. Counseling: Theory And Proces. Boston: Allyn Dan Bacon, Inc.

Natawidjaja, R. 1987. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyeluhan Kelompok I. Bandung:


Diponegoro.

Sukardi, Dewa Ketut dan Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Jakarta : Rineka Cipta

Taufik. 2016. Pendekatan dalam Konseling. Padang: BK FIP UNP.

Anda mungkin juga menyukai