Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PERJALAN STUDY 2.

RELIGI MTS SERPONG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Disusun Oleh:
NAMA : LUSI RAHMAWATI
KELAS : VIII.4
NOMOR INDUK : 151618544

MADRASAH TSANAWIYAH (MTs) SERPONG


TAHUN AJARAN 2016
LEMBAR PENGESAHAN 3.

Laporan perjalanan study religi MTs serpong ke Kabupaten Cirebon


Telah diselesaikan dan di sahkan pada tanggal 22 Febuari 2017

Mengetahui

Kepala madrasah Wakil kepala bidang kurikulum

H. Soleh Muhamad S.pd.I Mishabul Anwar

Guru pembimbing

Dian Mustika S.pd.I


Motto dan Persembahan 4.

Motto :
Jadikanlah pengalaman yang baik menjadi sesuatu yang bermanfaat dan kenanglah pengalaman
yang buruk untuk dijadikan pelajaran kedepannya. janganlah takut untuk melangkah. Karena
kesuksesan selalu menantimu di depan sana
Rasulullah Saw. Bersabda :
“siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari sesuatu ilmu pengetahuan di situ, maka Allah
akan memudahkan untuknya suatu jalan untuk menuju syurga”

Akan kupersembahkan kepada :


 Kepala Madrasah Bpk.H.Sholeh Muhammad S.pd.I
 Dewan Guru MTs Serpong
 Teman-Teman dan Pembaca yang baik hatinya
KATA PENGANTAR 5.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. ayang telah


memberikan karunia dan rahmatnya sehingga kami bisa menyelesaikan
laporan ini dengan sebaik-baiknya.
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah berguna untuk memenuhi
salah satu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan TIK kelas VIII semester II
Sekilas tentang isi dari laporan ini yaitu membahas tentang
perkembangan islam dari masa ke masa. Kami berharap apa yang ditulis
dalam laporan ini, bisa menambah pengetahuan pembaca.
Selain itu, kami sadar bahwa dalam menyusun laporan ini masih
banyak yang harus diperbaiki, maka dari itu saran dan kritik yang sangat
kami harapkan, sehingga dalam penulisan laporan selanjutnya bisa lebih
baik lagi.

Serpong, 22 febuari 2017

PENULIS
KERATON KESEPUHAN 7.

Pada abad XV (+1h. 1430) Pangeran Cakrawana putra mahkota


pajajaran membangun keratin yang kemudian diserahkan kepada putrinya
Ratu Ayu Pakungwati. Maka keratonnya dinamai keraton Pakungwati .
Ratu Ayu Pakungwati kemudian menikah dengan sepupunya Syech
Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Kemudian Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai Pimpinan atau Kepala
Negara di Cirebon dan bersemayam di kraton pakungwati; semenjak itu
Cirebon merupakan pusat perkembangan Agama islam di Jawa dengan
adanya Wali Sanga yang di pimpin Suan Gunung Jati dan Peninggalan-
8. Peninggalannya. Diantaranya Masjid
Agung Sang Cipta Rasa.
Pada abad XVI Suan Gunung Jati Wafat. Kemudian Pangeran Emas
Moch Arifin cicit dari Sunan Gunung Jati Bertahta menggantikannya.
Kemudian Pada tahun Candra sangkala Tunggal Tata Gunaning. Beliau
mendirikan Kraton Baru di sebelah Barat daya Dalam Agung Pangkuwati,
Kraton ini Dinami Kraton Pakungwati dan Beliaupun Bergelar panambuha
Pakungwati I.
Pada + th. 1549 Masjid Agung Sang Cipta Kebakaran, Ratu Ayu Yang
sudah tua itu turut memedamkan api, api dapat dipadamkan namun Ratu Ayu
Pakungwati Wafat semenjak saat itu nama Pakungwati di muliakan dan di
abadikan oleh nasab Sunan Gunung Jati.
Pada + th. 1679 didirikan keraton Kanoman oleh Sultan Anom I
(sultan badridin) maka semenjak itu Kraton Pakungwati disebut Kraton
kesepuhan hingga sekarang.
Lokasi bangunan Kraton Kesepuhan membujur dari utara ke selatan
atau menghadap ke utara,karena kraton-kraton di Jawa semuanya
mengghadap ke utara Artinya menghadap magnet dunia. Arti falsafahnya
Sang Raja mengharapkan kekuatan.
MASJID MERAH PANJUNAN 9.

Masjid Panjunan atau Masjid Merah Panjunan ini merupakan


salah satu masjid yang ada di Kota Cirebon, yang tepatnya berada di Desa
Panjunan, Lemahwungkuk, Cirebon. Masjid yang umurnya sudah sangat tua
ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman atau yang biasa disebut Pangeran
Panjunan pada tahun 1480.
 
Pangeran Panjunan adalah keturunan Arab yang memimpin sekelompok
imigran dari Baghdad, yang kemudian menjadi murid dari salah satu Sunan,
yakni Sunan Gunung Jati. Masjid Merah Panjunan terletak disudut jalan di
Kampung Panjunan, kampung dimana para penduduknya banyak yang
menjadi pengrajin keramik, tembikar atau jun.
10.
 Mengapa di Kampung Panjunan para penduduknya banyak yang
menjadi pengrajin keramik ? Dalam catatan sejarah yang mengacu pada
Babad Tjerbon, sang pangeran dan keluarganya ternyata mencari nafkah
dengan membuat keramik. Hingga sekarang, keturunannya masih memelihara
tradisi kerajinan keramik itu, walau kini lebih menjadi tujuan spiritual
ketimbang tujuan komersial.
 
Masjid Panjunan yang semula bernama Mushala Al-Athya namun
dikarenakan bata merah yang dijadikan sebagai pagarnya membuat masjid ini
lebih dikenal dengan sebutan Masjid Merah Panjunan oleh masyarakat
sekitar. Sebenarnya masjid ini hanya tajug atau mushola yang sederhana,
namun karena tempat masjid ini berdiri yang menjadi tempat bertemunya
para pedagang yang berasal dari berbagai suku bangsa, Pangeran Panjunan
akhirnya berinisiatif untuk mendirikan mushola tersebut menjadi masjid yang
didalamnya terdapat perpaduan agama dan budaya sebelum islam, yakni
Hindu – Budha.
 
Masjid Merah Panjunan kini juga telah dicatat sebagai benda cagar budaya .
 

Catatan tersebut juga mengatakan bahwa, selain menjadi tempat untuk


beribadah, masjid ini juga dipakai oleh Wali Songo untuk bermusyawarah
dalam menyiarkan agama Islam di daerah Cirebon dan sekitarnya. Masjid
yang konon dibuat hanya dalam waktu semalam ini bisa dibilang lebih mirip
surau karena ukurannya yang kecil. Biasanya pada bulan Ramadhan sering
menjadi puncak kemeriahan, ketika masyarakat, baik itu dari dalam maupun
luar kota, asik berburu takjil dan hidangan buka puasa, berupa Gahwa atau
kopi jahe khas Arab.
 
masjid ini penuh dengan ornamen yang bernuansa Tionghoa. Seperti, dinding
nya yang dihiasi piring-piring keramik asli Tiongkok.
Goa Sunyaragi 11.

Kota Cirebon yang terkenal dengan sebutan kota wali merupakan kota yang
syarat akan peninggalan sejarah. Salah satu peninggalan yang terdapat di kota
Cirebon adalah Gua Sunyaragi yaitu bangunan yang mirip dengan candi.
Selain disebut dengan nama Gua Sunyaragi, peninggalan tersebut sering
disebut Taman Air Sunyaragi atau Taman Sari Sunyaragi. Nama "Sunyaragi"
sendiri berasal dari kata "sunya" yang artinya sepi, dan kata "ragi" yang
artinya raga, keduanya adalah bahasa sangsekerta. Gua Sunyaragi berlokasi
di Kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon, atau tepatnya di sisi jalan
by pass Brigjen Dharsono.

Gua Sunyaragi di bangun di atas lahan dengan luas sekitar 15 hektar.


Konstruksi dan komposisi bangunan ini merupakan taman air. Oleh karena
itu Gua Sunyaragi disebut juga Taman Air Sunyaragi. Pada zaman dahulu
kompleks Gua tersebut di kelilingi oleh sebuah danau, yaitu danau Jati.
Lokasi dimana dahulu terdapat danau Jati saat ini sudah mengering dan 12.
dilalui oleh jalan by pass Brigjen Dharsono, sungai Situngkul, lokasi
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Sunyaragi milik PLN, persawahan dan
sebagiannya lagi menjadi pemukiman penduduk. Selain itu, di kompleks
Gua tersebut terdapat banyak air terjun buatan sebagai penghias, dan hiasan
taman seperti patung Gajah, patung Wanita Perawan Sunti, serta patung
Garuda dan Ular. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari Keraton
Pakungwati, yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.

Kompleks Gua Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan
dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang
tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman
lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan,
dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar
komplek bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi
bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.

Tujuan utama dibangunnya Gua Sunyaragi adalah sebagai tempat untuk


beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.

Dalam sejarah pembangunannya, terdapat dua buah versi, yang pertama


adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya gua Sunyaragi yang
disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau
keturunan keratin, versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub
Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari, yaitu versi yang di
dasarkan pada buku “Purwaka Caruban Nagari” yang di tulis tangan oleh
Pangeran Kararangen pada tahun 1720 M. Namun sejarah berdirinya gua
Sunyaragi versi Caruban Nagari berdasarkan sumber tertulislah yang
digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi yaitu tahun
1703 M untuk menerangkan tentang sejarah Gua Sunyaragi, karena sumber
tertulis ini lebih memiliki bukti yang kuat daripada sumber-sumber lisan.
Menurut buku Purwaka Carabuna Nagari karya Pangeran Arya Carbon, 13
Tamansari Gua Sunyaragi dibangun pada tahun 1703 M oleh Pangeran
Kararangen (Pangeran Kararangen adalah nama lain dari Pangeran Arya
Carbon). Namun menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari
Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan ”Giri Nur
Sapta Rengga” berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon,
yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Terutama dihubungkan
dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan) yang
terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton,
Siti Inggil dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun
dengan ditandai candra sengkala ”Benteng Tinataan Bata” yang menunjuk
angka tahun 1529 M. Di Tamansari Gua Sunyaragi ada sebuah taman
Candrasengkala yang disebut ”Taman Bujengin Obahing Bumi” yang
menunjuk angka tahun 1529. Di kedua tempat itu juga terdapat persamaan,
yakni terdapat gapura ”Candi Bentar” yang sama besar bentuk dan
penggarapannya. Sedangkan Pangeran Kararangen hanya membangun
kompleks Gua Arga Jumut dan Mande Kemasan saja.

Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif yang muncul serta pola-pola
bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur
Gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik
atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam,
dan gaya Eropa.

Gaya Indonesia klasik atau Hindu dapat terlihat pada beberapa bangunan
berbentuk joglo. Misalnya, pada bangunan Bale Kambang, Mande Beling dan
gedung Pesanggrahan, bentuk gapura dan beberapa buah patung seperti
patung gajah dan patung manusia berkepala garuda yang dililit oleh ular.
Seluruh ornamen bangunan yang ada menunjukkan adanya suatu sinkretisme
budaya yang kuat yang berasal dari berbagai dunia. Namun, umumnya
dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia Klasik atau Hindu.
DAFTAR ISI 6

1 Sampul laporan………………………………………………………….…1
2 Judul laporan……………………………………………………………….2
3 Lembar pengesahan……………………………………….………………..3
4 Motto dan Persembahan……………………………………………………4
5 Kata pengantar……………………………………………………………..5
6 Daftar isi………………………………………………………………...…6
7 Inti laporan - Materi Keraton kesepuhan………………………………7-8
- Materi masjid merah panjunan……………….……...…9-10
- Goa Sunyaragi………………………………………...11-13

Anda mungkin juga menyukai