Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Rumah Sakit dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Rumah sakit merupakan instalasi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai tugas

memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan

kesehatan paripurna meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif (Depkes RI, 2009).

Instalasi merupakan fasilitas penyelenggaraan pelayanan medik,

pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan,

pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit merupa-

kan seluruh aspek kefarmasian yang dilaksanan di suatu rumah sakit. Jadi,

instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) merupakan suatu bagian / unit / divisi atau

fasilitas yang ada di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua pekerjaan

kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar,

2003).

Menurut PERMENKES RI Nomor 72 tahun 2016, Instalasi Farmasi

Rumah Sakit merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang ada di Rumah Sakit. Instalasi

farmasi dikelola oleh Apoteker yang dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.

Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, sedangkan Tenaga Teknis

Kefarmasian (TTK) merupakan tenaga yang membantu apoteker dalam

menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

Madya Farmasi, dan Analis Farmasi (Depkes RI, 2016).

B. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

1. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Tugas utama IFRS meliputi pengelolaan mulai dari perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung

kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan

kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk

penderita rawat inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk

poliklinik rumah sakit. IFRS merupakan satu-satunya unit di rumah sakit

yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan

semua aspek yang berkaitan dengan obat atau perbekalan kesehatan yang

beredar dan digunakan di rumah sakit (Siregar, 2003).

IFRS dalam menjalankan tugasnya berdasarkan Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yang diatur dalam KEPMENKES RI

Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004. Tugas IFRS antara lain (Depkes RI,

2004) :

a. Melakukan pelayanan farmasi yang optimal

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional

berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturam-aturan yang berlaku

f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi

g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standard pengobatan dan

formularium rumah sakit

2. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Fungsi IFRS antara lain (Depkes RI, 2004) :

a. Pengelolaan perbekalan farmasi

1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah

sakit

2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal

3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan

yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku

4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit

5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian

6) Mendistribusikan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi

dan persyaratan kefarmasian

7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di

rumah sakit
b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan

1) Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien

2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan

obat dan alat kesehatan

3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan

penggunaan obat dan alat kesehatan

4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat

kesehatan

5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau

keluarga pasien

6) Member konseling kepada pasien atau keluarga pasien

7) Melakukan pencampuran obat suntik

8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

9) Melakukan penanganan obat kanker

10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah

11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan

12) Melaporkan setiap kegiatan

C. Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, tujuan IFRS antara lain (Satibi, 2017) :

1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa

maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien

maupun fasilitas yang tersedia


2. Menyelenggarakan kegiaan pelayanan professional berdasarkan prosedur

kefarmasian dan etik profesi

3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat

4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku

5. Melakukan, mengawasi, dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,

telaah dan evaluasi pelayanan

6. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

D. Persyaratan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

E. Pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan sesuai dengan pedoman

yang terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72

Tahun 2016. Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu proses yang

merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan

kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pemusnahan dan penarikan, pengendalian, serta administrasi (Depkes RI,

2016).

1. Pemilihan

Pemilihan merupakan kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan

kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai ini berdasarkan (Depkes RI, 2016):

a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi,


b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai yang telah ditetapkan,

c. pola penyakit,

d. efektifitas dan keamanan,

e. pengobatan berbasis bukti,

f. mutu,

g. harga, dan

h. ketersediaan di pasaran.

2. Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan

jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk

menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan

efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat

dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan

dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,

epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes RI, 2016).

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus

menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang

terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang


berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang

dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode

pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran (Depkes RI, 2016).

4. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian

jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik

(Depkes RI, 2016).

5. Penyimpanan

Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan

penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus

dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.

Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan

keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (Depkes

RI, 2016).

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,

bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan

prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan

yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan

berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya

kesalahan pengambilan Obat (Depkes RI, 2016).

6. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit

pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,

dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan

dengan cara (Depkes RI, 2016) :

a. sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock),

b. sistem resep perorangan,

c. sistem unit dosis,

d. sistem kombinasi.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan

untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan

pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan

dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18% (Depkes

RI, 2016).
7. Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan

dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi

standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik

izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall)

atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)

dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM (Depkes RI,

2016).

8. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai. Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagai berikut (Depkes RI,

2016):

a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving),

b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu

tiga bulan berturut-turut (death stock),

c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.


9. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan

untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan

administrasi terdiri dari (Depkes RI, 2016) :

a. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi

dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau

pertahun) (Depkes RI, 2016).

b. Administrasi keuangan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,

pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,

penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua

kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam

periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan (Depkes RI,

2016).

c. Administrasi penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian

terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak

memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak

terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku (Depkes RI, 2016).

F. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pelayanan kefarmasian merupakan pendekatan profesional yang

bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan

sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan

pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama

sengan pasien dan profesi kesehatan lainnya (Depkes RI, 2004). Pelayanan

farmasi di rumah sakit digolongkan menjadi pelayanan non klinik dan

pelayanan klinik (Siregar, 2003).

Pelayanan farmasi non klinik merupakan pelayanan yang tidak

langsung sebagai bagian terpadu dari pelayanan penderita dan pada umumnya

apoteker merupakan penanggung jawab tunggal. Pelayanan non klinik biasanya

tidak memerlukan interaksi langsung dengan penderita dan professional

kesehatan lainnya, tetapi semua pelayanan farmasi di rumah sakit disetujui oleh

staf medis melalui panitia farmasi dan terapi (Siregar, 2003).

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi

dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, yang

dimaksudkan untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga

kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang

dilakukan meliputi: pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling,


visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO),

evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril, serta pemantauan

kadar obat dalam darah (PKOD) (PERMENKES, 2016).

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah

terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan

kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep

sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan

klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan(PERMENKES,

2016).

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan

ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan

disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep

dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat

(medication error) (PERMENKES, 2016).

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang

pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari

wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien

(PERMENKES, 2016).

3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi

pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan

untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat

tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan

obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu

rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien

yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya

(PERMENKES, 2016).

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyedia-

an dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada

dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan

pihak lain di luar rumah sakit. PIO bertujuan untuk menyediakan informasi

mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah

sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, menyediakan informasi untuk

membuat kebijakan yang berhubungan dengan perbekalan farmasi, serta

menunjang penggunaan obat yang rasional (PERMENKES, 2016).

5. Konseling

Konseling Obat merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau

saran terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau

keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di

semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan


dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling obat

bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi

obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-

effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan

Obat bagi pasien (patient safety) (PERMENKES, 2016).

6. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang

dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan

untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung. Sebelum

melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan

mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi

obat dari rekam medik atau sumber lain (PERMENKES, 2016).

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang

mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan

rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi

dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

(PERMENKES, 2016).

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan

pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang

terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat merupakan reaksi


obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi

(PERMENKES, 2016).

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi

penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif

dan kuantitatif (PERMENKES, 2016).

10. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi

dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan

melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari

terjadinya kesalahan pemberian obat (PERMENKES, 2016).

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan

interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari

dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan

dari Apoteker kepada dokter (PERMENKES, 2016).

G. Peraturan dan Perundang-undangan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai