Npm : 0117103051
Kasus
Bardi Sitinjak adalah manajer pada proses audit PT Citra Pesona. ritel yang tokonya
tersebar di wilayah barat lndonesia PT Citra Pesona menyediakan produk eksklusif untuk
wanita bekeja dan menawarkan kartu kreditnya sendiri. Pembukaan PT Citra Pesonan
dilakukansecara terpusat . Transaksi dilakukan secara online dan berkas penjualan dari
piutang dagang disimpan dalam suata basis data.
Eni mengembangakn sebuah program untuk mendesain prosedur audit konfirmasi sebagai
bagian dari pengukian perincian saldo untuk piutang dagang. Pekerjaan ini juga mencakup
penentuan jumlah sampel. Ia meminta Bardi melanjutkan dan bersedia membantu
mengevaluasi hasil pengujian tersebut .
Pada tahun berikutnya, pendapatan PT Citra Pesona menurun drastis, sebagian karena
adanya penghapusan piutan tak tertagih secara besar-besaran. Harga saham menurun drasrtis
dan perusahaan pun menghadapi tuntutan pengadilan. Seorang pakar diminta menelaah
dokumen audit. Ia kemudian mengulangi semua pekerjaan Bardi dan menemukan kesalahan
dalam perhitungan statistik. Ia memperkirakan bahwa salah saji piutang dagang, berdasarkan
sampel auditor, melebihi jumlah material yang diputuskan. Firma Bardi harus membayar
tutuntan sebesar Rp 3,5 miliar.
Seperti yang diilustrasikan pada kasus PT Citra Pesona, auditor harus menggunakan sampel
secara benar untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan dari suatu populasi.
Metode pengambilan sampel audit secara statistik dan nonstatistik telah dipakai secara luas
untuk pengujian perincian saldo. Auditor harus memutuskan metode yang digunakan,
bergantung pada preferensi, pengalaman, dan pengetahuan tentang statistik yang mereka
miliki. Auditor tidak dapat melakukan prosedur audit untukmenguji perincian salah saldo
senbelum menentukan jumlah dan jenis sampel yang dipilih dari populasi.
Perbedaan paling penting antara pengujian atas transaksi dan pengujian terinci atas
saldo terletak pada hal yang akan diukur oleh auditor. Dalam pengujian atas transaksi,
perhatian utama diberikan terhadap pengujian efektifitas pengendalian intern dengan
menggunakan pengujian atas pengendalian. Kalau auditor melakukan pengujian atas
pengendalian, tujuannya adalah untuk menentukan apakah tingkat deviasi cukup rendah
untuk mendasari pengurangan risiko pengendalian yang ditetapkan untuk mengurangi
pengu)ian subtantif. Kalau sampling statistik , digunakan untuk pengujian atas transaksi,
penggunaan sampling atribut adalah ideal karena sampling atribut mengukur frekuensi
keterjadian (tingkat deviasi). Dalam pengujian terinci atas saldo perhatian utama adalah baik
mengenai efektifitas pengendalian dan ketepatan moneter dalam sistem akuntansi. Kalau
sampling statistik digunakan untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi, sampling atribut adalah ideal karena ia mengukur tingkat.
keterjadian (tingkat pengecualian atau tingkat transaksi berisi kesalahan moneter atau
penyimpangan). Oleh karena itu auditor menggunakan dua jenis metode statistik yang dapat
memberikan hasil yang dinyatakan dalam rupiah. Metode-metode ini adalah sampling unit
mata uang dan sampling variabel. Sampling unit mata uang, yang secara luas digunakan
dalam audit, akan di jelaskan pada bagian utama bab ini.
Kalau auditor mengambil sampel untuk pengujian terinci atas saldo, tujuannya adalah
untuk menentukan apakah saldo akun yang diaudit disajikan secara wajar. Terdapat tiga
keputusan utama yang harus dibuat oleh auditor dalam proses sampling: menentukan ukuran
sampel, seleksi unsurunsur dalam populasi untuk diaudit dan mengevaluasi hasil sampel.
Ketiga keputusan ini timbul dari kebutuhan untuk menjaga agar biaya akibat melakukan
sampling tetap rendah, ketimbang melakukan audit terhadap keseluruhan populasi.
Keputusan ini mengharuskan auditor memperoleh sampel yang representatif.
a. Jumlah perbedaan antara estimasi titik dan jumlah salah saji yang ditolerir
b. Luas dari unsur-unsur dalam populasi telah di audit 100 persen
c. Apakah salah saji cenderung di offset atau hanya dalam satu arah
d. Jumlah masing-masing salah saji secara individual.
Sampling unit mata uang merupakan suatu inovasi baru dalam metodologi sampling
yang secara khusus dikembangkan untuk digunakan oleh auditor. Pada saat ini, sampling unit
mata .uang merupakan metode sampling statistik yang paling lazim digunakan untuk
pengujian terlncI atas saldo. Hal ini disebabkan metode ini memiliki kesederhanaan statistik
sebagaimana sampling atribut, akan tetapi memungkinkan hasil statistik dinyatakan dalam
nilai mata uang. Sampling unit mata uang juga disebut sampling unit moneter (monetary unit
sampling), sampling jumlah moneter kumulatif (cumulative monetary amount sampling) dan
sampling dengan probabilitas yang proporsional dengan ukuran (sampling with probability
proportional to size). Metode sampling statistik ini digunakan untuk menjelaskan penentuan
ukuran sampel, seleksi sampel dan evaluasi hasil untuk pengujian terinci atas saldo.
Pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan sampling unit mata uang juga telah
digunakan untuk sampling atribut.
Evaluasi Hasil
11. Generalisasikan dari sampel ke populasi.
12. Analisa kekeliruan.
13. Putuskan akseptabilitas populasi.
Ciri yang paling penting dari sampling unit mata uang adalah definisi dari unit
sampling sebagai rupiah individual dalam suatu saldo akun. Nama dari metode statistik ini,
sampling unit mata uang, timbul dari ciri istimewa ini.
Ciri penting lainnya dari sampling unit mata uang adalah penekanan otomatis atas
unit-unit fisik dengan nilai saldo rupiah tercatat yang terbesar. Karena sampel acak dipilih
dengan dasar rupiah individual, suatu akun dengan saldo besar memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk terpilih daripada akun dengan saldo kecil.
Risiko salah penerimaan yang dapat diterima (ARIA = Acceptable Risk of Incorrect
Acceptance), merupakan risiko yang bersedia diambil oleh auditor untuk menerima suatu
saldo adalah benar kalau kekeliruan sesungguhnya dalam saldo tersebut sama atau lebih besar
dari salah saji yang dapat ditoleransi. ARIA merupakan istilah yang hampir sama dengan
risiko pengandalan lebih pada pengendalian intern yang dapat diterima dalam sampling
atribut.
Terdapat hubungan terbalik antara ARIA dan ukuran sampel yang diperlukan. Kalau,
misalnya, auditor memutuskan untuk mengurangi ARIA dari 10 % menjadi 5 %, ukuran
sampel yang dibutuhkan meningkat.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi keputusan auditor mengenai ARIA adaiah
risiko pengendalian dalam model risiko audit, yang merupakan tingkat dimana auditor
mengandalkan pengendalian intern. Kalau pengendalian intern efektif, risiko pengendalian
dapat dikurangi, yang memungkinkan auditor untuk meningkatkan ARIA, yang pada
gilirannya mengurangi ukuran sampel.
Para mahasisiwa sering mengalami kesulitasn dalam memahami bagaimana resiko
pengendalian lebih pada pengendalian intern yang dapat diterima (ARO = Accepted Risk of
Overreliance on internal control) dan resiko salah penerimaan yang dapat diterima
mempengaruhi bahan bukti
(Precent of error bound). Persentase tertinggi batas kekeliruan (upper percent error bound)
dan persentase terendah batas kekeliruan (lower percent error bound) oleh karena itu adalah
3%. Didasarkan atas hasil sampel dan batas kekeliruan dari tabel atribut, auditor dapat
mengambil kesimpulan bahwa tidak lebih dari 3 % dari unit rupiah disalah sajikan. Akan
tetapi, terdapat perbedaan antara hasil sampling atribut dan sampling unit mata uang. Untuk
pengujian atas pengendalian, suatu deviasi mungkin ada dan mungkin pula tidak. Untuk
pengujian nilai moneter, kekeliruan unit rupiah dapat berbeda-beda antara satu sen dan
keseluruhan jumlah unit rupiah (untuk kurang saji, kekeliruan dapat lebih dari satu rupiah). .
Auditor harus membuat asumsi mengenai persentase rata-rata kekeliruan untuk unsur-unsur
populasi yang berisikan suatu kekeliruan. Asumsi ini secara signifikan mempengaruhi batas
kekeliruan. Untuk mengilustrasikan konsep persentase rata-rata kekeliruan, tiga kasus akan
diuraikan:
a. lebih saji dan kurang saji masing-masing sebesar 100 % kekeliruan
b. lebih saji dan kurang saji masing-masing sebesar 10 % kekeliruan
c. lebih saji sebesar 20 % kekeliruan dan kurang saji sebesar 200 % kekeliruan.
Asumsi 1
Kekeliruan lebih saji sebesar 100 %; kekeliruan kurang saji sebesar 100 %; batas kekeliruan
pada 5 % risiko salah penerimaan adalah :
Batas atas kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x 5 % x 1 = Rp 72.000.000
Batas bawah kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x 3 % x 1 = Rp 72.000.000
Asumsi adalah bahwa, secara rata-rata, unsur-unsur populasi yang keliru akan disalah sajikan
sebesar jumlah rupiah penuh dari nilai-nilai tercatat. Karena batas kekeliruan adalah 3 %,
nilai rupiah kekeliruan tidak mungkin melebihi Rp 72.000.000. Kalau seluruh kekeliruan
adalah lebih saji, akan terdapat kekeliruan lebih saji sebesar Rp 72.000.000. Kalau kekeliruan
tersebut berupa kurang saji, akan terdapat kekeliruan kurang saji sebesar Rp 72.000.000.
Asumsi 100 % kekeliruan merupakan asumsi yang sangat konservatif, khususnya
untuk lebih saji. Anggaplah bahwa tingkat kekeliruan aktual dari populasi adalah 3 %. Dua
kondisi berikut ini harus ada sebelum nilai Rp 72 juta secara memadai mencerminkan batas
atas kekeliruan :
1. Seluruh kekeliruar berupa lebih saji. Kekeliruan yang saling menutupi mengurangi
jumlah lebih saji.
2. Seluruh unsur-unsur populasi yang keliru harus 100 % salah saji. Sebagai contn 1, tidak
akan terdapat kekeliruan seperti cek sebesar Rp 262.000 dicatat Rp 226.000.
Dalam perhitungan batas kekeliruan sebesar Rp 72 juta lebih saji dan kurang saji,
auditor tidak menghitung estimasi titik dan kekeliruan sampling dengan cara yang telah
dibahas dalam bab ini.Hal ini disebabkan tabel yang digunakan telah mencakup baik estimasi
titik dan kekeliruan sam_)ling untuk menentukan tingkat kekeliruan tertinggi ditetapkan.
Oleh karena itu, walaupun estimasi titik dan unit sampling tidak dihitung untuk
sampling unit mata uang, keduanya secara implisit dipertimbangkan dalam penentuan batas
kekeliruan.
Asumsi 2
Kekeliruan lebih saji sama dengan 10 %; kekeliruan kurang saji sebesar 10 %; batas
kekeliruan pada tingkat risiko 5% adalah :
Batas atas kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x 3% x 0,1 = Rp 7.200.000
Batas bawah kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x 3% x 0,1 = Rp 7.200.000
Asumsi, secara rata-rata, unsur-unsur dalam kekeliruan akan disalah sajikan tidak lebih dari
10 %. Kalau seluruh unsur disalah sajikan dalam satu arah, batas kekeliruan akan + Rp
7.200.000 dan Rp 7.200.000. Perubahan dalam asumsi dari 100% menjadi 10% kekeliruan
secara signifikan mempengaruhi batas kekeliruan.
Asumsi 3
Kekeliruan lebih saji sebesar 20%; kekeliruan kurang saji sebesar 200 % batas kekeliruan
pada risiko 5 % adalah :
Batas atas kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x3% x 0,2 = Rp 14.400.000
Batas bawah kekeliruan = Rp 2.400.000.000 x3% x 0,2 = Rp 14.400.000
Dasar pembenaran akan persentase yang lebih besar untuk lebih saji adalah persentase
kekeliruan potensial yang lebih besarr Sebagai contoh, suatu piutang usaha yang dicatat
sebesar Rp 40.000 seharusnya dicatat sebesar Rp 400.000 dikurang sajikan sebesar 900%
[(400.000 40.000)/40.000], sedangkan piutang yang dicatat sebesar Rp 400.000 yang
seharusnya sebesar Rp 40.000 dilebih sajikan sebesar 900% [(400.000 40.000)/400.000].
Unsur-unsur yang berisikan kekeliruan kurang saji yang besar mungkin memiliki nilai
tercatat yang rendah, akibat dari kekeliruan ini. Konsekuensinya, karena proses mekanis dari
sampling unit mata uang, hanya sebagian kecil dari unsur tersebut akan memiliki kesempatan
terpilih sebagai sampel. Karena hal ini, beberapa auditor memilih sampel tambahan dari
unsur-unsur dengan nilai kecil untuk menambah sampel unit mata uang kapan saja kekeliruan
kurang saji merupakan perhatian utama audit.
8. METODE VARIABEL
1. Estimasi Perbedaan
Auditor menggunakan estimasi perbedaan untuk mengukur total jumlah salah saji
dalam populasi ketika nilai tercatat dan nilai yang diaudit muncul disetiap bagian
dalam sampel. Sebagai contoh auditor dapat mengorfimasikan sampel atas piutang
dagang dan menentukan perbedaan (salah saji) antara jumlah yang dicatat klien
dengan jumlah ang dianggap benar oleh auditor untuk setiap akun yang dipilih.
2. Estimasi Risio
Estimasi rasio sama dengan estimasi perbedaan kecuali bahwa estimasi titik dari
kekeliruan popuiasi ditentukan dengan mengalikan bagian sampel yang salah yang
dinyatakan satuan mata uang dengan total nilai buku populasi yang tercatat. Estimasi
rasio menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil daripada estimasi perbedaan kalau
ukuran kekeliruan dalam populasi proporsional dengan nilai Imami akari umur-unsur
populasi. Kalau ukuran kekeliruan secara individu independen dari nilai tercatat,
estimasi perbedaan menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil.
4. Stratiakasi
Seperti yang telah didiskusikan pada awal bab ini, sampling yang terstratifikasi
merupakan suatu metode sampling dimana seluruh elemen dari total populasi dibagi
kedalam dua atau lebih subpopulasi. Kemudian, setiap populasi secara independen
diuji dan diukur secara statistik. Setelah hasil dari masing-masing bagian dihitung,
bagian-bagian tersebut digabungkan kedalam satu estimasi populasi secara
keseluruhan dalam bentuk interval keyakinan. Stratifikasi dapat ditetapkan terhadap
estimasi perbedaan, rasio dan rata-rata per-unit, tetapi paling umum digunakan
terhadap estimasi rata-rata per-unit.
DAFTAR PUSTAKA
- Arens, Alvin A; Loebbecke,James K dan Jusuf, Amir Abadi.AUDITING pendekatan
terpadu. Buku 2. Jakarta:Salemba Empat,1999.
- Elder, Randal J; Beasley, Mark S; Arens Alvin A; dan Jusuf, Amir Abadi.”Jasa Audit
dan Assurance”. Jakarta:Salemba Empat,2011.