3.panduan - Docx Nyeri
3.panduan - Docx Nyeri
DEFINISI
A. Latar Belakang
1. Definisi
a. NYERI adalah perasaan yang tidak menyenangkan pada tubh
yang menandakan ada sesuatu yang “salah” di dalam tubuh.
Rasa Nyeri memang cenderung subyektif, sangat individual,
“Pain Is Whatever the experiencing person says it is existing
whenever he says it does” .
b. Statement nyeri yang sama, bisa dirasakan berbeda untuk orangng
yang bebeda. Sensasi nyeri umumnya bagian dari gejala
merupakan mekanisme peralihan tubuh yang paling banyak
mengantarkan seseorang berkonsultasi ke dokter, untuk
perawatan dan penanganannya sehingga dapat dikatan bahwa
nyeri menimbulkan masalah bagi individu , karena dapat
mengganggu keseimbangan dalam menjalankan kehidupan.
Nyeri yang tidak segera diatasi menimbulkan efek yang sangat
tidak baik bagi individu secara fisik maupun psikologis.Perasaan
akan memperlihatkan masalahnya secara kompleks tidak hanya
pada masalah kesehatan saja tetapi masalah emosional, so
sial,
ekonomi, kebiasaan, pekerjaan dll, akibat tingkat komplik
asi
yang tinggi dan beragam rasa nyeri. Maka perlu upaya
mengatasi nyeri sehingga dapat membantu pasien merasa l
ebih
baik dan menolong mereka sembuh lebih cepat.
c. SKRINING ( SCREENING )
Suatu kegiatan pemerikasaan awal terhadap nyeri pasien p
ada
saat pasien baru masuk, dilakukan sebelum tindakan asses
men
nyeri.untuk memilah apakah assesmen nyeri dilanjutkan at
au
tidak. Assesmen nyeri dilanjutkan bila score skala nyeri
(patologis) bernilai sama dengan 2 (dua) atau lebih.
d. PERINGKAT SKALA NYERI ( PAIN RATING SCALE
)
Adalah salah satu alat pengukuran nyeri, yang umum di
gunakan melalui pengukuran komponen sensorik (intensi
tas
nyeri). Terdapat 3 metode yang di gunakan Verbal Rat
ing Scale
(VRS),
Visual Analogue Scale (VAS) dan Numeric Rating Sc
ale (NRS).
ASSESMEN NYERI
Adalah Sebuah perilaku penilaian / pengukuran dengan
skala untuk mendiskripsikan intensitas nyeri, yang dilaku
kan
terhadap pasien agar mampu memberikan informasi nyer
i yang di alami secara objective.
Kedalaman dan tingkat kompleksitas assesmen nyeri san
gat
bervariasi
e. KLASIFIKASI NYERI (PATOLOGIS)
1. Nyeri Akut
a. Nyeri somatic : akibat aktivasi nociceptor pada jaringan
kulit dan dalam. Di gambarkan sebagai nyeri
konstan.Sensasi nyeri berupa luka terpotong, luka gores,
luka bakar superficial.
b. Nyeri visceral : akibat mediasi nociceptor, pada kulit,
jaringan sub cutan, mukosa .di gambarkan sebagai nyeri
dalam. Nyeri ini disebabkan adanya distensi abdomen,
iskhemi otot skelet, iritasi mukosa, adanya nekrosis
jaringan dll. Nyeri yang sangat extrim biasanya terasa
sebagai nyeri proximal (kolik), contoh MCI, Pankrestitits
akut, cancer dll
c. Nyeri kronik
1. Nyeri Neuropatik : Melibatkan system syaraf perifer
atau system syaraf central, tidak berespon terhadap
analgetik konvensional, tetapi berespon terhadap
obat analgesic adjuvnan (adjuvnan analgesic drugs).
Sensasi nyeri dapat berupa : Rasa ditekan, dipecah,
terbakar, kesemutan, seperti tersengat listrik, dll.
Pasien dengan nyeri neuropati dapat juga
memungkinkan hilangnya sensasi nyeri. Contoh:
Neurolgia pasca herpes.
2. Nyeri Mixed : Mekanisme nyeri campuran atau
tidak diketahui sebabnya, pengobatannya tidak dapat
diprediksi, mencoba dengan berbagai pendekatan,
Contoh : Nyeri kronis pada maligna. Sindrome nyeri
berdasarkan psikologis. Pengobatan tradisional tidak
diindikasikan.
B. Maksud dan Tujuan
Diperlukannya pedoman pengelolaan nyeri dapat menjadikan acuan
bagi tenaga profesioanl dalam menangani masalah nyeri pasien, adapun
tujuan pengelolaan nyeri tersebut adalah :
a. Menurunkan frekuensi dan atau derajat nyeri pasien.
b. Menimbulkan perasaan lebih baik dan menyenangkan
c. Meningkatkan kemampuan beraktifitas, dapat bekerja seperti biasanya
d. Mmeningkatkan kualitas hidup pasien
e. Mengurangi ketergantungan berobat pasien (efisien bagi pasien)
f. Mengurangi pengunaan berbagai jenis obat
g. Memberikan pendidikan kepada pasien , keluarga, staff
h. Menyediakan standar praktek untuk membantu staff profesional
efektif dalam menangani dan mengelola pasien.nyeri.
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN
A. Ruang lingkup pengelolaan nyeri meliputi :
1. Skrining pasien dilakukan sesuai dengan kondisi pasien terutam
a pasien penurunan kesadaran
2. Asseesment nyeri, dilakukan sesuai dengan usia pasien
3. Tatalaksana nyeri terhadap sesuai dengan kebijakan
4. Pelatihan bagi petugas dan pasien
5. Manajemen nyeri berfokus pada nyeri pasien pasca bedah,
mengingat luasnya/banyaknya kasus pengelolaan nyeri yang har
us
dilaksanakan
B. Ruang lingkup manajemen nyeri :
1. Assesment di lakukan antara lain : pada pasien dengan keluhan
nyeri saat pasien masuk (screening), perawatan kembali, rencana
pulang, perubahan kondisi pasien atau rencana pengobatan.
2. Assesment nyeri yang di lakukan adalah pengukuran intensitas
nyeri pasien sesuai tingkat usia.
3. Penilaian nyeri lengkap harus dilakukan jika score skala nyeri sa
4. Selama pelayanan perawatan score sama dengan atau lebih dari
2 dilakukan monitoring derajat nyeri dan didokumentasikan pada
format yang ditentukan (kardek).
5. Penilaian nyeri dapat dilakukan secara personal atau secara tim,
sebagai proses pengelolaan nyeri pada kasus tertentu.
6. Evaluasi pengobatan dan evaluasi ulang dilakukan berdasarkan
nyeri dan respon terhadap nyeri.
7. Evaluasi efek pemberian pengobatan dengan assesment ulang (e
assessment) sebelum dan sesudah intervensi pengobatan.
8. Skrining nyeri dilakukan pada semua pasien baik rawat inap
maupun rawat jalan.
4
BAB III
TATA LAKSANA
A. ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
▪ Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam,
rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
▪ Pola penjalaran/penyebaran nyeri.
▪ Durasi dan lokasi nyeri.
▪ Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemut
an,
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan/kontrol motorik.
▪ Faktor yang memperberat dan memperingan.
▪ Kronisitas.
▪ Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk
respons terapi.
▪ Gangguan/kehilangan fungsi akibat nyeri/luka.
▪ Penggunaan alat bantu.
▪ Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas
hidup dasar (activity of daily living).
▪ Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, sepert
adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif ce
pat
yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat pembedahan/Penyakit dahulu
Kapan dilakukan pembedahan, posisi dan di Rumah Sakit mana pa
sien
yang bersangkutan dilakukan pembedahan.
c. Riwayat psiko-sosial
▪ Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika.
▪ Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien.
menimbulkan eksaserbasi nyeri.
▪ Pembatasan/restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial ya
ng
berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas
penggantinya.
▪ Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh di
ri)
dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan
kooperasi pasien dengan program penanganan/manajemen nyeri
ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan
dukungan psikoterapi/psikofarmaka.
▪ Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan
stres bagi pasien/keluarga.
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar; merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.
e. Obat-obatan dan alergi
▪ Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri (suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS
▪ Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi,
efektifitas, dan efek samping.
▪ Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan oba
t-
obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif
gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitourinaria, endokrin,
dan muskuloskeletal)
▪ Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari,
keringat malam, dan sebagainya.
1) Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang
tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunak
an
asesmen
2) Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk/memilih gamba
mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan ju
ga
lokasi dan durasi nyeri
▪ 0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama se
kali
▪ 2 - 3 = sedikit nyeri
▪ 4 - 5 = cukup nyeri
▪ 6 - 7 = lumayan nyeri
▪ 8 - 9 = sangat nyeri
▪ 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Wong Baker FACES Pain Scale
b. COMFORT scale
1) Indikasi:
Pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar
operasi /
ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numer
ic
Rating Scale Wong-Baker FACES Pain Scale.
2) Instruksi:
Terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, d
engan
skor total antara 9 – 45.
▪ Kewaspadaan
▪ Ketenangan
▪ Distress pernapasan
▪ Menangis
Tanggal / waktu
KATEGORI SKOR
Kewaspadaan 1 – tidur pulas / nyenyak
2 – tidur kurang nyenyak
3 – gelisah
4 – sadar sepenuhnya dan waspada
5 – hiper alert
Ketenangan 1 – tenang
2 – agak cemas
3 – cemas
4 – sangat cemas
5 – panik
Distress 1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak
pernapasan da
batuk
2 – respirasi spontan dengan sedikit / tidak
ada respons terhadap ventilasi
3 – kadang-kadang batuk atau terdapat
tahanan terhadap ventilasi
4 – sering batuk, terdapat tahanan
perlawanan terhadap ventilator
5 – melawan secara aktif terhadap ventilato
r,
batuk terus-menerus / tersedak
▪ Pergerakan
▪ Tonus otot
▪ Tegangan wajah
▪ Tekanan darah basal
▪ Denyut jantung basa
Panduan Manajemen Nyeri 8
Menangis 1 – bernapas dengan tenang, tidak menangi
s
2 – terisak-isak
3 – meraung
4 – menangis
5 – berteriak
Pergerakan 1 – tidak ada pergerakan
2 – kedang-kadang bergerak perlahan
3 – sering bergerak perlahan
4 – pergerakan aktif / gelisah
5 – pergerakan aktif termasuk badan dan
kepala
Tonus otot 1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus
otot
2 – penurunan tonus otot
3 – tonus otot normal
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari
tangan dan kaki
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari
tangan dan kaki
Tegangan 1 – otot wajah relaks sepenuhnya
wajah 2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat
tegangan otot wajah yang nyata
3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat
nyata
4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah
5 – seluruh otot wajah tegang, meringis
Tekanan darah 1 – tekanan darah di bawah batas normal
basal 2 – tekanan darah berada di batas normal
secara konsisten
3 – peningkatan tekanan darah sesekali
≥15% di atas batas normal (1-3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan tekanan darah
≥15% di atas batas normal (>3 kali dal
am
observasi selama 2 menit)
5 – peningkatan tekanan darah terus-
menerus
≥15%
Denyut jantung 1 – denyut jantung di bawah batas normal
basal 2 – denyut jantung berada di batas normal
secara konsisten
3 – peningkatan denyut jantung sesekali
≥15% di atas batas normal (1-3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
4 – seringnya peningkatan denyut jantung
≥15% di atas batas normal (>3 kali dal
am
observasi selama 2 menit)
5 – peningkatan denyut jantung teru
s-
menerus ≥15%
SKOR TOTAL
c. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi seda
si
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa n
yeri.
d. Asesmen ulang nyeri : dilakukan pada pasien yang dirawat lebih
dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
▪ Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
▪ Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatal
aksana
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasie
n yang
menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan s
ebelum
pasien pulang dari rumah sakit.
▪ Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan as
esmen
ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intr
avena
▪ Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit
– 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.6
e. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila
sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diag
nosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-
pembedahan,
nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
▪ Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
▪ Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
▪ Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan paru
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum sunt
ik
▪ Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment),
atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
▪ Nilai orientasi pasien
▪ Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera
.
▪ Nilai kemampuan kognitif
▪ Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
▪ Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
▪ Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetri
s.
▪ Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnorm
al /
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatika
adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
▪ Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
DERAJAT DEFINISI
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu
melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan
tetapi tidak mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
REFSEGMEN SPINAL
LE
KS
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring med L5
ial
Achilles S1
▪ Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya ceder
a
ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan krite
ria
di bawah ini.
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin
prick), getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
▪ Evaluasi nervus kranial I–XII, terutama jika pasien mengeluh n
yeri
wajah atau servikal dan sakit kepala.
▪ Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
e. Pemeriksaan sensorik
▪ Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum den
gan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerak
an
tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan
(Romberg dan Romberg modifikasi).
g. Pemeriksaan khusus
1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nye
ri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberap
pasien dengan 5 (lima) tanda ini ditemukan mengalami
hipokondriasis, histeria, dan depresi.
2) Kelima tanda ini adalah:
▪ Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik.
▪ Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik.
▪ Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif).
pemeriksaan nyeri.
▪ Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-
pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi ya
ng
berbeda (distraksi).
h. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
▪ Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran
▪ Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum,
tekanan
▪ Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
▪ Pemeriksaan sensasi persepsi
Panduan Manajemen Nyeri 13
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi yang dilakukan meliputi :
1. Pencatatan hasil assement dan re-assessment pada formulir CPPT dan
di
simpan dalam rekam medis.
2. Catatan monitoring penilaian nyeri dan efek samping pengobatan di
lakukan secara teratur, didokumentasi dalam catatan rekam medis (RM
)
pasien.
3. DPJP bertanggung jawab terhadap pasien, mengevaluasi, jika pasien
menunjukkan rasa nyeri yang signifikan. DPJP memodifikasi pengobata
n
pasien.
4. Strategi pengobatan nyeri pasien harus selalu dibahas oleh DPJP, dapat
secara tim dan dilakukan dokumentasi secara lengkap.
Panduan Manajemen Nyeri 14
BAB V
Lampiran
lampiran
Alur
Tata
Laksa
na Ny
eri
Panduan Manajemen Nyeri 15
Lampiran
Intervensi farmakologi
FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK
1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% (700mg).
b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuron
al.
c. Memberikan efek analgesic yang cukup baik ke jaringan local, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada e
fek
samping sistemik.
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-
punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
f. Dosis dengan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di ar
ea
yang paling nyeri (kulit haruis intak, tidak boleh ada luka terbuka), di
pakai
selama <12 jam dalam periode 24 jam.
2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)
a. Mengandung Lidokain 2,5% dan Prilokain 2,5%
b. Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor superficial d
an
sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia local pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi ka
ssa
oklusif dan menetap selama 1-2 jam selama kassa dilepas.
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau konginital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada ku
lit
dan tutuplah dengan kassa oklusif.
3. Parasetamol
a. Efek analgesic untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk mempeoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk de
wasa
dapat diberikan dosis -4 kali sehari 500 mg perhari.
4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
a. Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angiodem
a,
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketelorak:
i. Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
ii. Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapatkan efek sinergistik dan
meminimalisasi efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi,
stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.
5. Efek analgesic pada Antidepresan
a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,
cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine, despirami
n:
efek antinosiseptif perifer. Dosis : 50 – 300 mg, sekali sehari.
6. Anti-Konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping: somnol
en,
gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali perh
ari).
Mulai dengan dosis kecil (2x100 mg), ditingkatkan perminggu hingga
dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).
7. Antagonis kanal natrium
a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi
b. Lidokain: dosis 2 mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan
1-
3mg/kgBB/jam titrasi.
c. Prokain: 4 – 6,5 mg/kgBB/hari
8. Antagonis kanal kalsium
a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif
sebagai analgesic. Dosis: 1-3mg/hari. Efek samping: pusing, mual,
nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini
bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat dihenti
kan.
b. Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunaka
eskalasi dosis morfin.
a. Merupakan analgesic yang lebih paten dari OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit / ringan . berefek sinergistik dengan
medikasi OAINS.
b. Indikasi Efektif untuk nyeri kut dan kronik intensitas sedang (nyeri
Fibromylagia, neurolagia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping: pusing, mual,muntah,letargi,konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rectal dan oral.
e. Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal
400
mg dalam 24 jam.
f. Titrasi : terbukti meningkatkan tolerani pasien terhadap medikasi,
terutama di gunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat tolera
nsi
yang buruk terhadap atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Hari selama 3 hari
Sensitivitasmedikas
Lanjutkandengan 4 x 50 i
mg
Dapatdinaikansampaiterc
apai
Efek analgesic yang di
inginkan
Hari mg selama 3 hari
Sensitivitasmedikas
19
Naikanmenjadi 4 X 25 i
mg selama 3 hari
Naikanmenjadi 4 X 25
mg dan 2 x 25mg selama
3 hari
Naikanmenjadi 4 X 50
mg
Dapatdinaikansampaiterc
apai
Efek analgesic yang di
inginkan
10. Opioid
a. Merupakan analegesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat di
tiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering di gunakan: morfin, sufentanil, meperidin
c. Dosis opioid di sesuaikan pada setiap individu, fi gunakan titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sanagt jarang terjadi bila di gunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
Depresi pernapasan, dapat terjadi pada :
a. Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infuse, opioid long acting.
b. Pemberian sedai bersamaan ( benzodiazepine, antihistamin,
antiemetic tertentu)
c. Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia,
d. Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermite
n.
1. sedasi : adalah indicator yang baik untuk di pantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu :
a. 0 = sadar penuh
b. 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk mudah di bangunkan
c. 2 = sedasai sedang, sering secara konstran mengantuk,muda
h
dibangunkan
d. 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
e. S = tidur normal
2. Sistem saraf pusat
a. Euforia, halusinasi, misosis,kekakuan otot.
b. Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan ko
ma
multifocal, kejang
3. Toksisitas metabolit
a. Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, tiching, mioklonus
multifocal, kejang
b. Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
c. Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi
ginjal, terutama pada pasien usia > 70 tahun.
4. Efek kardiovaskular :
a. Tergantung jenis dosis, dan cara pemberian , status volume
intravascular: serta level simpatekik
b. Morfin menimbulkan vasodilitasi
c. Patidin menimbulkan takikardi
5. Gasrtointestinal mual muntah. Terapi untuk mual dan
muntah hidrasi dan pantau tekanan darah dengan
bedah, tasi kecemasan pasien, obat antiemetic.
KATEGORI Metoklopramid
Butirofenon on n, fenotiazin
Durasi (jam) 4 4-6 (dosisrendah) 8-24 6
24(dosistinggi)
Efeksamping
Ekstrapiramidal ++ ++ - +
Anti-kolinergik - + - +
Sedasi + + - +
Dosis (mg) 10 0,25-0,5 4 12,5
Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-6 jam Tiap 12 Tiap 6-8 jam
jam
a. Sama efektifnya dengan pemberian parenteral
pada dosis yang sesuai
g. Injeksi intramuscular.
a. Merupakan rute parenteral standar yang sering di guna
kan.
efektifitas penyerapanya tidak dapat diandalkan
c. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena :
a. Pilihan perenteral sebagai bolus atau pemberian major.
b. dapat di gunakan sebagai bolus atau pemberian
terus menerus ( melalui infuse)
pemberian yang tidak sesuai dosis
j. Injeksi supraspinal:
a. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic
periaqueductal gray (PAG)
b. Mekanisme kerja : memblok nosiseptif di otak.
sebagai pereda nyeri pasa pasien kanker.
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):
Secara selektif mengurangi keluar neutrasmitter di neiron
kormu dorsalis spinal.
a. sangat efektif sebagai analgesik.
b. Harus dipantau dengan ketat.
l. Injeksi Perifer
menimbulkan efek anestesi local (pada konsentrasi tinggi).
b. sering digunakan pada : sendi lutut yang mengalami inflama
si
1. Lakukan asesment nyeri:
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. Pemeriksaan penunjang: radiologi
c. Asesmen fungsional :
a. Nilai aktifitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecatatan/ disabili
tas
b. Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
c. Nilai aktifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan
2. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Manajemen bergantung pada jenis/ klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
neuralgia pasca-herpetik.
5. Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri
sesuai dengan persyarafannya, baal, kesemutan, aladonia.
6. Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal
(bahu,ekstremitas), nyeri berlangsung lama > 3 bulan.
Panduan Manajemen Nyeri 24
a. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial
1. Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul, dan
ekstremitas bawah.
2. Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak.
3. Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive.
4. Tatalaksana: mengembalikan factor yang memperberat (postur, gerak
an
repetitive, factor pekerjaan)
Keterangan:
Skor Nyeri: Skor Sedasi:
0 = Tidak nyeri 0 = Sadar penuh
1-3= Nyeri ringan 1 = Sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
4-6= Nyeri sedang Dibangunkan
7-10 = nyeri berat 2 = Sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan.
3= Sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
S= Tidur Normal
*Catatan: jika tekanan darah sistolik < 100 mmhg: haruslah dalam renta
ng
30% tekanan darah sistolik normal pasien (jika diketahui) atau carilah
saran/bantuan.
*Gunakan table obat-obatan antiemetic (jika diperlukan). Teruskan
penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.
b. Nyeri Inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):
a. Contoh: arthritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca-operasi
b. Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Terdapat riwayat cedera/luka.
c. Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan antibiotic/
antirematik, OAINS, kortikosteroid.
c. Nyeri mekanis/ kompresi:
a. Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
b. Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
kompresi, fraktur.
c. Merupakan nyeri nosiseptif
d. Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi
3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten/ berlangsung > 6 minggu
4. Asesment lainnya:
a. Asesment psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah
psikiatri (depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan,
riwayat penganiayaan secara seksual/fisik, verbal,gangguan tidur)
b. Masalah pekerjaan dan stabilitas
c. Factor yang mempengaruhi:
Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang memburuk
Penyakit lain yang memperburuk/ memicu nyeri kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
Hambatan komunikasi/ bahasa
Faktor financial
Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas
kesehatan
Kepatuhan pasien yang buruk
Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman
5. Manajemen nyeri kronik
a. Prinsip level 1:
Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif
(buat tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajeme
stress, kurang nyeri).
Berikut adalah formulir rencana perawatan pasien dengan
nyeri kronik:
Panduan Manajemen Nyeri 27
Lampiran
Pengelolaan Nyeri Pada Pediatric
MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIC
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala
trauma, sakit perut dan fakor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonates lebih sensitive terhadap stimulus nyeri
4. Berikut alogaritma manajemen nyeri mendasar pada pediatric:
5. ‘By the mounth’ : mengacu pada jalur pemberian oral.
a. Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak
invasive, dan efektif, biasanya peroral.
b. Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal
bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan
pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efesie
n.
d. Opioid kurang paten jika diberikan peroral.
e. Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena
nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
f. Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, I
V,
dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah terjadinya
penundaan/keterlambatan pemberian obat, memberikan control nyeri
yang kontinu pada anak.
g. Indikasi: pasien nyeri dimana pemberian per oral dan opioid paren
teral
intermiten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya munta
hebat (tidak dapat memberikan obat per oral).
6. Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal
a. Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut ya
ng
sulit diatasi dengan terapi konservatif.
obatobatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat mengena
tanda vital/ skor nyeri.
7. Manajemen nyeri kronik: Biasanya memiliki penyebab multiple, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik.
a. Lakukan anamneis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
b. Pemeriksaan penunjang yang sesuai
c. Evaluasi factor yang mempengaruhi
d. Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,
fisik, dan perilaku)
e. Lakukan pendekatan multidisiplin.
f. Pemberian analgesic:
a. „By the ladder‟ : pemberian analgesic secara bertahap sesuai
level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
b. Awalnya, berikan analgesic ringan-sedang (level 1)
c. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesic level 1,
naiklah ke level 2 (pemberian analgesic yang lebih poten)
parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesic adjuvant.
8. Analgesic adjuvant
a. Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk
nyeri tetapi berefek analgesic dalam kondisi tertentu.
b. Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan analgesic
adjuvant sebagai level 1.
mengatasi nyeri neuropatik.
Kategori:
a. Analgesic multi-tujuan: antidepressabt, agonis adrenergic alfa-
2, kortikosteroid, anestesi topical.
konvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal
benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka.
d. ‘By the lock’ mengacu pada waktu pemberian analgesic
(disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan
nyeri pasien benar-benar boleh prn (jika perlu) kecuali episo
de
nyeri paseien benar-benar intermiten dan tidak dapat
diprediksi.
f. ‘By the child’ : mengacu pada waktu pemberian analgesic y
ang
sesuai dengan kondisi masing-masing individu.
1. Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
2. Sesuaikan dosis analgesic jika perlu
3.
9. Berikut adalah table obat-obatan non-opioid yang sering digunakan
untuk ank.
Obat-obatan Non-Opioid
Lampiran
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
2. Ukurlah berat badan dan tinggi pasien
3. Periksalah apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan
parut kibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas
jarum suntik
(malaligment), atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status Mental
1. Nilai orientasi pasien
2. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera
3. Nilai kemmpuan kognitif
depresi tidak ada harapan atau cemas.
c. Pemeriksaan Sendi
1. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimentrisan
2. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan
adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis,
atau asimetris.
3. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat
abnormal/ dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan
aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah merinis,
atau asimetris.
4. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
adanya cidera ligament.
d. Pemeriksaan Motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan
kriteria dibawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terbatas keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan ke kanan
tetapi tidak mampu melawan
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin
prick), getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
1. Evaluasi nervus cranial 1 – XII, terutama jika pasien
mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala
2. Periksa reflex otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Refleks Segmen Spinal
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon Patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1
3. Nilai adanya reflex Babinski dan Hoffan (Hasil positif
menunjukan lesi upper motor neuron)
4. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi deficit sebelum
dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-jari ke
hidung, pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan
tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi)
g. Pemeriksaaan Khusus
a. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala
nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada
beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami
hipokondriasis,hysteria, dan depresi.
b. Kelima tanda ini adalah:
1. Distribusi nyeri superficial atau non-anatomi
2. Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
3. Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
pemeriksaan nyeri
Panduan Manajemen Nyeri 34