HUBUNGAN HUJAN
DAN LIMPASAN
A. PENDAHULUAN
Air hujan yang jatuh dipermukaan dalam siklus hidrologi terbagi menjadi
dua bagian, pertama sebagai aliran limpasan (overland flow) dan kedua bagian
air yang terinfiltrasi. Jumlah bagian air yang mengalir sebagai aliran limpasan
dan yang terinfiltrasi tergantung dari banyak faktor. Makin besar bagian air
hujan yang mengalir sebagai aliran limpasan, maka bagian air yang
terinfiltrasi akan menjadi makin kecil, demikian pula sebaliknya. Aliran
limpasan selanjutnya akan mengisi tampungan-cekungan (depression storage).
Apabila tampungan ini telah terpenuhi, selebihnya akan menjadi limpasan
permukaan (surface runoff) dalam bentuk aliran sungai dan anak sungai yang
bermuara di laut.
Air yang terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan,
sebagian dapat mengalir lateral pada lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone)
sebagai aliran antara (sub surface flow/interflow), sebagian yang lain mengalir
pada arah vertikal sebagai perkolasi (percolation) yang akan mencapai lapisan
jenuh air (saturated zone/aquifer). Air dalam aquifer ini akan mengalir
sebagai aliran air tanah (ground water flow/base flow), aliran sungai atau ke
tampungan dalam deep storage.
Pada prinsipnya setiap limpasan yang terukur di sungai terdiri dari empat
komponen yaitu hujan yang langsung jatuh di sungai (channel precipitation),
limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow/sub surface
flow) dan aliran dasar (baseflow/groundwater flow). Meskipun demikian,
untuk analisis debit sungai, komponen pertama biasanya diabaikan dan hanya
Hujan
Evaporasi
Intersepsi
SUNGAI
Infiltrasi
Tanah (Soil)
Tidak Kenyang Air Interflow (AA)
(Aeration zone)
Perkolasi
Limpasan
n
Gambar 1. Skema siklus hidrologi
C. PERKIRAAN LIMPASAN
Menurut teori Horton (Hortonian Overland Flow) (Chow dalam Sri Harto,
2000), limpasan permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak terserap
ke dalam tanah oleh infiltrasi. Seperti telah diketahui bahwa limpasan
langsung (direct runoff) hanya dapat terjadi apabila intensitas hujan lebih
tinggi dari laju infiltrasi, sehingga apabila intensitas hujan lebih kecil
dibandingkan dengan laju infiltrasi, maka tidak akan terjadi limpasan
langsung. Meskipun teori Horton ini sangat sederhana, namun dalam proses
alami yang terjadi dapat menjadi sangat kompleks, yang disebabkan oleh
hujan tidak merata di seluruh DAS dan permukaan DAS memiliki tata guna
lahan yang berbeda – beda, sehingga memiliki laju infiltrasi yang berbeda –
beda pula.
Dalam praktek perlakuan terhadap kehilangan air akibat infiltrasi untuk
memperkirakan besaran limpasan permukaan dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :
Q
(m3/det)
R (mm)
Debit maksimum suatu DAS dapat dicapai pada saat seluruh DAS
telah memberikan kontribusinya, dalam hal ini air hujan yang jatuh pada
titik terjauh dari titik titik kontrol telah sampai pada titik kontrol. Daerah
pengaliran yang besar dengan pola drainasi yang kompleks menyebabkan
aliran air dari titik terjauh akan terhambat untuk menambah besarnya
banjir. Untuk daerah pengaliran yang kecil dengan pola drainasi yang
sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu
pengaliran dari titik terjauh. Oleh karena itu rumus rasional hanya dapat
digunakan pada daerah pengaliran yang kecil. a. Waktu Konsentrasi
Waktu yang ditempuh untuk mencapai titik kontrol tersebut dinamakan
waktu konsentrasi (time of consentration) disimbolkan sebagai tc. Ada
berbagai macam cara untuk memperkirakan besarnya waktu
konsentrasi. Kirpich mengembangkan rumus empiris sederhana untuk
menentukan tc dengan menggunakan data dari DAS pertanian yang
kecil (Thomson, 1999) dalam bentuk :
Lw1.15
tc 0.38 (3)
7700Hm
dengan :
tc = waktu konsentrasi (jam)
Lw = jarak titik terjauh sampai titik kontrol (ft)
Hm = beda tinggi titik terjauh terhadap titik kontrol (ft) Untuk mendapatkan
angka tc yang lebih teliti akibat adanya variasi kemiringan yang
berbeda – beda pada jarak sejauh Lw maka dianjurkan angka tc
ditentukan dengan cara bertahap, dalam hal ini tc merupakan jumlah
dari waktu tempuh komponen aliran yang bervariasi dan dinyatakan
dengan (Thomson, 1999):
tof adalah waktu tempuh aliran permukaan (overland flow travel time),
merupakan waktu yang ditempuh oleh hujan yang jatuh pada titik
kontrol terjauh hingga mencapai sungai. ti merupakan waktu tempuh
aliran pada segmen sungai.
tof
t2 t1
t3 Sungai/anak sungai
b. Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu. Analisa intensitas curah hujan ini dapat diproses
dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau, baik berupa
data curah hujan harian maupun data curah hujan dengan durasi
pendek. Intensitas curah hujan dinyatakan dengan satuan mm/jam.
Beberapa persamaan yang dapat dipergunakan untuk menghitung
intensitas hujan yaitu rumus Talbot, Sherman, Ishiguro dan Mononobe.
1) Persamaan Talbot
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot pada tahun 1881. Rumus ini
banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana nilai tetapan a dan
b ditentukan dengan harga-harga yang diukur. Bentuk umum rumus
Talbot adalah :
a
I (5)
tb
dengan :
[ I. t ] [I2] - [I2. t ] [ I ]
a = 2
] - [I] [I]
N[I
[ I ] [ I. t ] - N [ I . t ]
b = 2
][ I ] [ I ]
N[I
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
N = banyaknya data
[] = jumlah tiap suku
a,b = konstanta
2) Persamaan Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman pada tahun 1905. Rumus
ini cenderung sesuai untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam. Bentuk umum rumus Sherman adalah : a
I tn (6)
dengan :
a, n = konstanta
I = intensitas curah hujan (mm/jam) t
= lamanya curah hujan (menit) N =
jumlah data
[ ] = jumlah tiap suku
3) Persamaan Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro pada tahun 1953. Bentuk
umum rumus Ishiguro adalah : a
I (7)
tb
dengan :
[I][I. t] - [ I2 t]
b = N [I2 ][I][I]
a,b = konstanta
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
N = jumlah data
[ ] = jumlah tiap suku
4) Persamaan Mononobe
Ketiga rumus terdahulu adalah rumus-rumus intensitas curah hujan
untuk curah hujan jangka pendek. Sedangkan rumus Dr. Mononobe
adalah rumus untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu
berdasarkan data curah hujan harian. Bentuk umum rumus Dr.
Mononobe adalah :
R 24 24
I 2/3 (8) 24 t
dengan :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
c. Koefisien Pengaliran
Angka pengaliran ( c ) didefinisikan sebagai perbandingan antara
tinggi aliran dan tinggi hujan untuk jangka waktu yang cukup panjang.
h aliran
C (9)
h hujan
2. Metode Melchior
Rumus banjir/limpasan metode Melchior diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1944, berlaku untuk luas DAS lebih dari 100 km 2 sampai dengan
1000 km2. Persamaan yang digunakan adalah :
Qmax α . ( β R) . A (m3/dt) (10) dengan :
= koefisien pengaliran
= koefisien reduksi
R = curah hujan terpusat dalam DAS (m3/det/km2)
A = luas daerah pengaliran ( km2)
Melchior menetapkan koefisien pengaliran () sebagai angka
perbandingan antara limpasan dan curah hujan total, yang besarnya
tergantung dari kemiringan, vegetasi, keadaan tanah, temperatur angin,
penguapan dan lama hujan. Pada umumnya koefisien pengaliran ini
bernilai antara 0,42 - 0,62.
Urutan – urutan penyelesaian perhitungan limpasan/debit menurut metode
Melchior adalah :
• Tentukan besarnya curah hujan harian (bisa juga dengan kala ulang
terpilih)
• Tentukan menurut kondisi DAS
• Hitung luas DAS (A), luas ellips yang mengelilingi DAS (F), panjang
pengaliran (L) dan kemiringan pengaliran (I).
• Perkirakan nilai pertama waktu konsentrasi (to) berdasarkan tabel 6.2
• Tentukan harga Ro dengan menggunakan angka to versus F dengan
menggunakan grafik.
• Selanjutnya hitung harga R dengan dengan mengalikan Ro dengan
R/200
• Hitung Q ..R.A
• Hitung tc 0,186.L.Q0,2.I0,4
3. Metode Weduwen
Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada
tahun 1937. Metode ini cocok untuk DAS dengan luas sampai 100 km 2.
Persamaan yang digunakan adalah persamaan 6.10. Weduwen berpendapat
bahwa untuk daerah aliran yang relatif kecil di pulau Jawa, dimana debit
maksimum pada umumnya disebabkan oleh hujan-hujan lebat, koefisien
pengaliran yang disampaikan Melchior terlalu kecil. Oleh karena itu
Weduwen menetapkan koefisien pengaliran berdasarkan persamaan
sebagai berikut :
4,1
1 (11)
.R 7
t
120 t 1.A
t9
(12)
120 A
Rt * 67.65 (13)
R
240 (t 0.45)
t 0,25.L.Q0,123.I0,25 (14)
• Hitung t, R, dan
• Hitung Q = . . R. A
• Apabila Q tidak sama dengan Qo hitungan diulangi lagi.
4. Metode Haspers
Persamaan yang digunakan untuk limpasan Hasper adalah persamaan 6.10,
sedangkan untuk menentukan koefisien pengaliran (), Hasper
memberikan rumus :
0,012 . A0,7
1
Selain itu juga diberikan hubungan antara hujan (R) dengan lama hujan
tertentu dan hujan harian maksimum (R24) sebagai berikut : Untuk t < 2
jam
t . R24 (18)
R t - 2
t . R 24
(19)
R
t1
R 0,707.R24t 1 12
(20)
D. CONTOH HITUNGAN
60 49,8
120 28,3
180 19,8
300 10,5
720 5,7
Penyelesaian :
1) Persamaan Talbot
Dari data tersebut dihitung dahulu harga-harga tiap suku yang terdapat
dalam rumus Talbot yaitu N, [ I ] , [ I.t ] , [ I2 ], dan [ I2.t ]
No T I I.t I2 I2.t
1 5 169,4 847,0 28.696,4 143.481,8
2 10 135,6 1.356,0 18.387,4 183.873,6
3 15 112,8 1.692,0 12.723,8 190.857,6
4 20 113,4 2.268,0 12.859,6 257.191,2
5 45 59,9 2.695,5 3.588,0 161.460,5
6 60 49,8 2.988,0 2.480,0 148.802,4
7 120 28,3 3.396,0 800,9 96.106,8
8 180 19,8 3.564,0 392,0 70.567,2
9 360 10,5 3.780,0 110,3 39.690,0
10 720 5,7 4.104,0 32,5 23.392,8
Jumlah 705,2 26.690,5 80.070,8 1.315.423,9
a
I t
b
[ It ] [ I2 ] [ I2 . t ] [ I ]
a
N [ I2 ][ I ] [ I ]
= 3,986
b
[ IN ] [[ It I2] ]N[[ I I] 2[ .I t ]]
= 18,7
3.986
Jadi I , t sembarang waktu dalam menit.
t 18,7
2) Persamaan Sherman
Menghitung harga tiap suku yang terdapat dalam rumus Sherman,
yaitu N, [ I ] , [ log t ] , [ log I ], [ log t . log I ], dan [ (logt)2 ]
No t I log t log I log t, Log (logt)2
I
a
I tn
= 2,87 a = 742
[log I][(log t)] - N[log t . log I]
n N [(log t)2 ][log t][log t]
= 0,705
742
Jadi : I = 0,705 , t = sembarang waktu dalam menit
t
3) Persamaan Ishiguro
Menghitung harga tiap suku yang terdapat dalam rumus Ishiguro,
yaitu N, [ I ] , [ t ] , [ I2 ], [ I t ], dan [ I2 . t ]
No t I t I2 I. t I2 . t
1 5 169,4 2,24 28.696,4 378,79 64.167,01
2 10 135,6 3,16 18.387,4 428,80 58.145,94
3 15 112,8 3,87 12.723,8 436,87 49.279,22
4 20 113,4 4,47 12.859,6 507,14 57.509,70
5 45 59,9 6,71 3.588,0 401,82 24.069,10
6 60 49,8 7,75 2.480,0 385,75 19.210,31
7 120 28,83 10,95 800,9 310,01 8.773,31
8 180 19,8 13,42 392,0 265,64 5.259,77
9 360 10,5 18,97 110,3 199,22 2.091,85
10 720 5,7 26,83 32,5 152,95 871,80
Jumlah 705,1 98,37 80.070,8 3.467,00 289.378,00
a
I
tb
[ I. t ] [ I2 ] - [ I2. t ] [ I ]
a
N [ I2 ] - [ I ] [ I ]
= 242,2
[ I ] [ I. t ] - [ I2 t ]
b
N [ I2 ][I ] [ I ]
= -1,5
242,4
Jadi I, t = sembarang waktu dalam menit. t 1,5
Selanjutnya dari ketiga rumus intensitas hujan yaitu Talbot, Sherman dan
Ishiguro dipilih rumus yang cocok dengan data tersebut dengan cara
membandingkan diviasi rerata antara rumus tersebut dengan data
intensitas. Rumus dengan deviasi rerata yang minimum merupakan rumus
yang paling mendekati.
Dari ketiga hitungan diatas, dihitung intensitasnya sebagai berikut :
t 18,7
Berikut ini grafik intensitas hujan berdasarkan data di atas dari ketiga
rumus.
data
Intensitas Hujan (mm/jam)
300 talbot
sherman
ishiguro
200
100
0
0 5 10 15 20 45 60 120 180 360 720
Waktu Hujan (menit)
Menurut Kirpich :
0,77
L
0,77
2000
0,0195.
0,01
= 0,0195 . 20,0000,77
= 39,97 menit
= 2/3 jam
R 24 24
I
24 tc
R24 = 240 mm (kala ulang 10 tahun) tc = 2/3
jam
Debit maksimum akan terjadi apabila lamanya curah hujan (t) sama
dengan waktu konsentrasi (tc), hingga t = tc.
240 24 2/3
I
24 2/3
= 10 . 362/3
= 109 mm/jam
Metode Melchior
a. Kala ulang 2 tahun
E. DAFTAR PUSTAKA