Anda di halaman 1dari 30

1

HUBUNGAN HUJAN
DAN LIMPASAN

A. PENDAHULUAN

Air hujan yang jatuh dipermukaan dalam siklus hidrologi terbagi menjadi
dua bagian, pertama sebagai aliran limpasan (overland flow) dan kedua bagian
air yang terinfiltrasi. Jumlah bagian air yang mengalir sebagai aliran limpasan
dan yang terinfiltrasi tergantung dari banyak faktor. Makin besar bagian air
hujan yang mengalir sebagai aliran limpasan, maka bagian air yang
terinfiltrasi akan menjadi makin kecil, demikian pula sebaliknya. Aliran
limpasan selanjutnya akan mengisi tampungan-cekungan (depression storage).
Apabila tampungan ini telah terpenuhi, selebihnya akan menjadi limpasan
permukaan (surface runoff) dalam bentuk aliran sungai dan anak sungai yang
bermuara di laut.
Air yang terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan,
sebagian dapat mengalir lateral pada lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone)
sebagai aliran antara (sub surface flow/interflow), sebagian yang lain mengalir
pada arah vertikal sebagai perkolasi (percolation) yang akan mencapai lapisan
jenuh air (saturated zone/aquifer). Air dalam aquifer ini akan mengalir
sebagai aliran air tanah (ground water flow/base flow), aliran sungai atau ke
tampungan dalam deep storage.
Pada prinsipnya setiap limpasan yang terukur di sungai terdiri dari empat
komponen yaitu hujan yang langsung jatuh di sungai (channel precipitation),
limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow/sub surface
flow) dan aliran dasar (baseflow/groundwater flow). Meskipun demikian,
untuk analisis debit sungai, komponen pertama biasanya diabaikan dan hanya

Hubungan hujan dan limpasan_5156


2

tiga komponen terakhir saja yang diperhitungkan untuk analisis selanjutnya


(Sri Harto, 2000).
Limpasan permukaan (surface runoff) merupakan komponen aliran yang
besarannya adalah besaran hujan yang jatuh di permukaan dikurangi besaran
infiltrasi. Besaran hujan yang jatuh di permukaan tanah, merupakan besaran
hujan yang bervariasi, karena dipengaruhi oleh besar kehilangan air hujan
akibat pepohonan (vegetal cover) dalam bentuk intersepsi.

Hujan
Evaporasi

Intersepsi

Tampungan permukaan Overlandflow (AL)

SUNGAI
Infiltrasi

Tanah (Soil)
Tidak Kenyang Air Interflow (AA)
(Aeration zone)

Perkolasi

Kenyang Air Baseflow (AD)

Limpasan
n
Gambar 1. Skema siklus hidrologi

Hubungan hujan dan limpasan_5156


3

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LIMPASAN

Aliran di sungai tergantung dari banyak faktor yang terjadi secara


bersamaan. Faktor – faktor tersebut diklasifikasikan menjadi 2 yaitu faktor
meteorologi dan daerah pengaliran, (Sasrodarsosono, S., 1977).
1. Faktor meteorologi meliputi :
• Intensitas hujan
Pengaruh intensitas hujan terhadap limpasan permukaan tergantung
dari kapasitas infiltrasi.
• Lama hujan
Limpasan di sungai tergantung dari lama hujan yaitu apabila durasi
hujan panjang, maka limpasan di sungai akan menjadi lebih lama.
• Distribusi hujan dalam DAS
Apabila kondisi topografi, tanah dan lainnya di seluruh DAS itu sama,
dan apabila jumlah curah hujan sama, maka curah hujan yang
distribusinya merata akan mengakibatkan debit minimum.
• Arah pergerakan curah hujan
Curah hujan lebat yang bergerak sepanjang DAS akan sangat
mempengaruhi debit puncak.
2. Faktor daerah pengaliran meliputi :
• Kondisi permukaan tanah
Hidrograf sebuah sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi tata guna
lahan dalam DAS. Daerah hutan yang ditumbuhi oleh tumbuh–
tumbuhan lebat, akan sulit mengadakan limpasan permukaan karena
kapasitas infiltrasinya besar.
• Daerah pengaliran
Faktor ini termasuk luas DAS dan topografi.

Hubungan hujan dan limpasan_5156


4

C. PERKIRAAN LIMPASAN

Besaran limpasan merupakan besaran yang mempunyai arti penting dalam


pemakaian informasi hidrologi pada perencanaan maupun perancangan.
Dengan pengertian tersebut harus dapat dipahami, sehingga penetapan besaran
limpasan harus dilakukan dengan cermat. Berbagai cara perkiraan besarnya
limpasan tergantung dari beberapa hal (Sri Harto, 2000) meliputi :
1. Sifat dan tujuan perancangan secara umum, yang menyangkut tentang
ketelitian, rincian dan informasi yang diperlukan.
2. Kemampuan, ketelitian, struktur dari cara – cara penyelesaian, atau model
yang tersedia.
3. Kualitas dan kuantitas data yang tersedia.
4. Ketersediaan tenaga ahli yang terkait, karena pada umumnya makin
kompleks masalah yang dihadapi konsekuensinya memerlukan keahlian
yang lebih tinggi.

Menurut teori Horton (Hortonian Overland Flow) (Chow dalam Sri Harto,
2000), limpasan permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak terserap
ke dalam tanah oleh infiltrasi. Seperti telah diketahui bahwa limpasan
langsung (direct runoff) hanya dapat terjadi apabila intensitas hujan lebih
tinggi dari laju infiltrasi, sehingga apabila intensitas hujan lebih kecil
dibandingkan dengan laju infiltrasi, maka tidak akan terjadi limpasan
langsung. Meskipun teori Horton ini sangat sederhana, namun dalam proses
alami yang terjadi dapat menjadi sangat kompleks, yang disebabkan oleh
hujan tidak merata di seluruh DAS dan permukaan DAS memiliki tata guna
lahan yang berbeda – beda, sehingga memiliki laju infiltrasi yang berbeda –
beda pula.
Dalam praktek perlakuan terhadap kehilangan air akibat infiltrasi untuk
memperkirakan besaran limpasan permukaan dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain :

Hubungan hujan dan limpasan_5156


5

1. Andaian kehilangan air mengikuti lengkung infiltrasi teoritik. Infiltrasi


teoritik mengikuti persamaan :

f  f0 f0  fc .ekt (1)


2. Andaian bahwa kehilangan air akibat infiltrasi sebagai kehilangan tetap
(constant loss). Cara ini misalnya dilakukan dengan andaian kehilangan
tetap sebagai indeks  ( index). Cara ini hanya dapat dilakukan apabila
tersedia data curah hujan jam – jaman (hyetograph) dan data aliran
(hydrograph). Kehilangan air akibat infiltrasi dapat diperoleh dengan cara
coba ulang untuk dikurangkan dari data hujan jam–jaman yang
menimbulkan hidrograf yang bersangkutan.
3. Andaian bahwa kehilangan air merupakan prosentase (%) tetap dari hujan
yang bersangkutan. Cara ini misalnya digunakan dalam rumus rasional
Q  k.C.I.A, dengan C adalah koefisien limpasan/runoff coefficient, yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara limpasan total dengan hujan
yang jatuh dipermukaan.
4. Andaian adanya sejumlah kehilangan awal (initial loss) sebelum
terjadinya limpasan.

Untuk menentukan besarnya limpasan (debit di sungai) berdasarkan hujan,


perlu meninjau kembali hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya
limpasan sangat ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah
pengaliran sungai, lama waktu hujan dan karakteristik daerah pengaliran itu.
Ada hubungan sebab dan akibat dari curah hujan dan limpasan, akan tetapi
hubungan tersebut tidak bersifat langsung.
Walaupun demikian, dapat dibuat hubungan empiris bagi DAS tertentu
yang didasarkan atas curah hujan (rainfall) dan limpasan (runoff) tahunan.
Pada daerah beriklim sedang dan tropika lembab, pada umumnya ditemukan
hubungan berupa garis lurus, (Wilson, 1993). Apabila R adalah curah hujan
tahunan dan Q adalah limpasan (limpasan permukaan) yang ditimbulkan

Hubungan hujan dan limpasan_5156


6

dalam m3/detik, hubungan tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut


ini.

Q
(m3/det)

R (mm)

Gambar 2. Hubungan Curah hujan - limpasan

Beberapa cara untuk perkiraan limpasan yang berdasarkan curah hujan


dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) cara yaitu menggunakan rumus empiris,
cara statistik dan menggunakan unit hidrograf (Sasrodarsono, 1977). Akan
tetapi pada bahasan ini hanya memuat uraian penggunaan rumus empiris.
Metode empiris digunakan pada DAS yang tidak memiliki data limpasan
atau memiliki data limpasan yang sangat terbatas, dalam hal ini data yang
dimiliki hanyalah data curah hujan. Hampir semua metode/rumus jenis ini
adalah metode yang menyatakan korelasi dengan satu atau dua variabel yang
sangat berhubungan dengan limpasan/debit banjir. Karakteristik yang tidak
diketahui dari debit banjir yang diperkirakan dengan rumus jenis ini adalah
frekuensi rata-rata. Mengingat banyak variabel yang mempengaruhi debit
banjir pada suatu frekuensi tertentu, maka perkiraan debit banjir yang hanya
mengkorelasikannya dengan satu atau dua variabel sudah tentu tidak mungkin
diperoleh hasil yang keandalannya 100 %. Tetapi rumus-rumus ini dapat
memberikan nilai perkiraan yang bermanfaat untuk tugas perencanaan dan
manajemen banjir.
Hubungan hujan dan limpasan_5156
7

Berikut diuraikan beberapa cara yang dapat digunakan untuk


memperkirakan besarnya limpasan yang mungkin terjadi.
1. Metode Rasional
Cara ini merupakan metode pendekatan (empiris) yang dianggap paling
tua untuk memperkirakan besarnya limpasan. Walaupun cara ini banyak
keterbatasannya akibat penyederhanaan berbagai proses alami, akan tetapi
metode ini merupakan cara perkiraan yang sangat populer. Metode
Rasional dinyatakan dengan persamaan :
Q  0,278.C.I.A (2) dengan :

Q = debit limpasan (m3/det)


C = koefisien limpasan (runoff coeficient)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = luas DAS (km2)

Debit maksimum suatu DAS dapat dicapai pada saat seluruh DAS
telah memberikan kontribusinya, dalam hal ini air hujan yang jatuh pada
titik terjauh dari titik titik kontrol telah sampai pada titik kontrol. Daerah
pengaliran yang besar dengan pola drainasi yang kompleks menyebabkan
aliran air dari titik terjauh akan terhambat untuk menambah besarnya
banjir. Untuk daerah pengaliran yang kecil dengan pola drainasi yang
sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu
pengaliran dari titik terjauh. Oleh karena itu rumus rasional hanya dapat
digunakan pada daerah pengaliran yang kecil. a. Waktu Konsentrasi
Waktu yang ditempuh untuk mencapai titik kontrol tersebut dinamakan
waktu konsentrasi (time of consentration) disimbolkan sebagai tc. Ada
berbagai macam cara untuk memperkirakan besarnya waktu
konsentrasi. Kirpich mengembangkan rumus empiris sederhana untuk
menentukan tc dengan menggunakan data dari DAS pertanian yang
kecil (Thomson, 1999) dalam bentuk :

Hubungan hujan dan limpasan_5156


8

Lw1.15
tc  0.38 (3)
7700Hm
dengan :
tc = waktu konsentrasi (jam)
Lw = jarak titik terjauh sampai titik kontrol (ft)
Hm = beda tinggi titik terjauh terhadap titik kontrol (ft) Untuk mendapatkan
angka tc yang lebih teliti akibat adanya variasi kemiringan yang
berbeda – beda pada jarak sejauh Lw maka dianjurkan angka tc
ditentukan dengan cara bertahap, dalam hal ini tc merupakan jumlah
dari waktu tempuh komponen aliran yang bervariasi dan dinyatakan
dengan (Thomson, 1999):

tc tof t1  t2 t3  ... tn1  tn (4)

tof adalah waktu tempuh aliran permukaan (overland flow travel time),
merupakan waktu yang ditempuh oleh hujan yang jatuh pada titik
kontrol terjauh hingga mencapai sungai. ti merupakan waktu tempuh
aliran pada segmen sungai.

tof

t2 t1

t3 Sungai/anak sungai

Gambar 3. Komponen waktu tempuh pada aliran air melalui DAS

Besaran tof dapat ditentukan dengan menggunakan diagram yang


dianjurkan oleh Dunne dan Leopold. tof merupakan fungsi dari tiga
Hubungan hujan dan limpasan_5156
9

buah variabel yakni panjang limpasan (Lo), koefisien limpasan (C),


dan kemiringan permukaan (So, %).

b. Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu. Analisa intensitas curah hujan ini dapat diproses
dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau, baik berupa
data curah hujan harian maupun data curah hujan dengan durasi
pendek. Intensitas curah hujan dinyatakan dengan satuan mm/jam.
Beberapa persamaan yang dapat dipergunakan untuk menghitung
intensitas hujan yaitu rumus Talbot, Sherman, Ishiguro dan Mononobe.
1) Persamaan Talbot
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot pada tahun 1881. Rumus ini
banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana nilai tetapan a dan
b ditentukan dengan harga-harga yang diukur. Bentuk umum rumus
Talbot adalah :
a
I  (5)
tb
dengan :
[ I. t ] [I2] - [I2. t ] [ I ]

a = 2
] - [I] [I]
N[I
[ I ] [ I. t ] - N [ I . t ]
b = 2
][ I ] [ I ]
N[I
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
N = banyaknya data
[] = jumlah tiap suku

Hubungan hujan dan limpasan_5156


10

a,b = konstanta
2) Persamaan Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman pada tahun 1905. Rumus
ini cenderung sesuai untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam. Bentuk umum rumus Sherman adalah : a
I  tn (6)

dengan :

[ log I] [(log t)2 ] - [log t. log I] [log t]


log a = N [(log t)2 ] - [log t] [log t]

[log I][(log t)] - N[log t . log


I] n = N
[(log t) 2 ][log t][log t]

a, n = konstanta
I = intensitas curah hujan (mm/jam) t
= lamanya curah hujan (menit) N =
jumlah data
[ ] = jumlah tiap suku

3) Persamaan Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro pada tahun 1953. Bentuk
umum rumus Ishiguro adalah : a
I (7)
tb
dengan :

[ I. t] [I2 ] - [I2. t] [I]


a = N [I2 ] - [I] [I]

[I][I. t] - [ I2 t]

Hubungan hujan dan limpasan_5156


11

b = N [I2 ][I][I]

a,b = konstanta
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
N = jumlah data
[ ] = jumlah tiap suku

4) Persamaan Mononobe
Ketiga rumus terdahulu adalah rumus-rumus intensitas curah hujan
untuk curah hujan jangka pendek. Sedangkan rumus Dr. Mononobe
adalah rumus untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu
berdasarkan data curah hujan harian. Bentuk umum rumus Dr.
Mononobe adalah :

R 24  24
I   2/3 (8) 24  t 
dengan :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

c. Koefisien Pengaliran
Angka pengaliran ( c ) didefinisikan sebagai perbandingan antara
tinggi aliran dan tinggi hujan untuk jangka waktu yang cukup panjang.
h aliran
C  (9)
h hujan

Menurut Dr. Mononobe, koefisien pengaliran sungai-sungai di Jepang


mempunyai harga f (f di sini adalah C) berbeda-beda yang disebabkan
Hubungan hujan dan limpasan_5156
12

oleh topografi daerah pengaliran, perbedaan penggunaan tanah dan


lain-lain. Perubahan pemanfaatan lahan akibat pembangunan harus
ikut dipertimbangkan, maka akibat pembangunan banjir lebih baik
digunakan koefisien yang lebih besar dari 0,70 dan koefisien yang
kurang dari 0,50 harus ditiadakan.

Tabel 1. Koefisien limpasan menurut Dr. Mononobe.


Kondisi daerah pengaliran sungai Harga f

Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,90


Daerah pegunungan tersier 0,70 - 0,80
Tanah bergelombang dan hutan 0,50 - 0,75
Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
Pesawahan yang diairi 0,70 - 0,80
Sungai di daerah pegunungan 0,75 - 0,85
Sungai kecil di dataran 0,45 - 0,75
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
pengalirannya terdiri dari dataran 0,50 - 0,75

Daerah yang tertutup rumput 0,35 - 0,50


Daerah perumahan 0,25 - 0,75
Daerah industri 0,50 - 0,90
Jalan tanah 0,75 - 0,90
Jalan aspal 0,70 - 0,90
Batu 0,75 - 0,85
Sumber : Hidrologi untuk Pengairan, (Suyono Sosrodarsono)

2. Metode Melchior
Rumus banjir/limpasan metode Melchior diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1944, berlaku untuk luas DAS lebih dari 100 km 2 sampai dengan
1000 km2. Persamaan yang digunakan adalah :
Qmax  α . ( β R) . A (m3/dt) (10) dengan :

Qmax = debit maksimum (m3/dt)

 = koefisien pengaliran

Hubungan hujan dan limpasan_5156


13

 = koefisien reduksi
R = curah hujan terpusat dalam DAS (m3/det/km2)
A = luas daerah pengaliran ( km2)
Melchior menetapkan koefisien pengaliran () sebagai angka
perbandingan antara limpasan dan curah hujan total, yang besarnya
tergantung dari kemiringan, vegetasi, keadaan tanah, temperatur angin,
penguapan dan lama hujan. Pada umumnya koefisien pengaliran ini
bernilai antara 0,42 - 0,62.
Urutan – urutan penyelesaian perhitungan limpasan/debit menurut metode
Melchior adalah :
• Tentukan besarnya curah hujan harian (bisa juga dengan kala ulang
terpilih)
• Tentukan  menurut kondisi DAS
• Hitung luas DAS (A), luas ellips yang mengelilingi DAS (F), panjang
pengaliran (L) dan kemiringan pengaliran (I).
• Perkirakan nilai pertama waktu konsentrasi (to) berdasarkan tabel 6.2
• Tentukan harga Ro dengan menggunakan angka to versus F dengan
menggunakan grafik.
• Selanjutnya hitung harga R dengan dengan mengalikan Ro dengan
R/200

• Hitung Q ..R.A

• Hitung tc  0,186.L.Q0,2.I0,4

• Apabila to tidak sama dengan to, hitungan diulangi lagi.

Tabel 2. Perkiraan harga to


A (km2) tc (jam) A (km2) tc (jam)
100 7.00 500 12.00 14.00
150 7.50 700 16.00 18.00
200 8.50 1000 24.00
300 10.00 1500
400 11.00 3000

Hubungan hujan dan limpasan_5156


14

3. Metode Weduwen
Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada
tahun 1937. Metode ini cocok untuk DAS dengan luas sampai 100 km 2.
Persamaan yang digunakan adalah persamaan 6.10. Weduwen berpendapat
bahwa untuk daerah aliran yang relatif kecil di pulau Jawa, dimana debit
maksimum pada umumnya disebabkan oleh hujan-hujan lebat, koefisien
pengaliran  yang disampaikan Melchior terlalu kecil. Oleh karena itu
Weduwen menetapkan koefisien pengaliran  berdasarkan persamaan
sebagai berikut :
4,1
1 (11)
.R  7
t

Koefisien reduksi  ditetapkan dengan persamaan :

120  t 1.A
t9
 (12)
120  A

Rt * 67.65 (13)
R
240 (t  0.45)

t  0,25.L.Q0,123.I0,25 (14)

Prosedur pemakaian metode Weduwen :


• Hitung luas DAS (A), panjang aliran (L) dan kemiringan aliran (S)
• Perkirakan debit awal (Qo)

Hubungan hujan dan limpasan_5156


15

• Hitung t, R,  dan 
• Hitung Q = . . R. A
• Apabila Q tidak sama dengan Qo hitungan diulangi lagi.

4. Metode Haspers
Persamaan yang digunakan untuk limpasan Hasper adalah persamaan 6.10,
sedangkan untuk menentukan koefisien pengaliran (), Hasper
memberikan rumus :
 0,012 . A0,7
1

 1  0,075 . A0,7 (15)

Hasper juga menetapkan koefisien reduksi () dengan persamaan :


1 t 3,7 . 10-0,4t A3/4
1 t 2 15 . 12 (16)

 

Mengenai waktu konsentrasi (tc) Hasper menyatakan bahwa waktu


konsentrasi adalah fungsi dari parameter DAS yaitu panjang sungai dan
kemiringan :

tC  0,1.L0,8.S 0,3 (17) dengan :

tC = waktu konsentarsi (jam)


L = panjang sungai utama (km)
S = kemiringan dasar sungai rerata.

Selain itu juga diberikan hubungan antara hujan (R) dengan lama hujan
tertentu dan hujan harian maksimum (R24) sebagai berikut :  Untuk t < 2
jam

Hubungan hujan dan limpasan_5156


16

t . R24 (18)
R t  - 2

1 0,0008 (260- R24) (2 - t)

• Untuk 2 jam < t <19 jam

t . R 24

(19)
R 
t1

• Untuk 19 jam < t < 30 hari

R  0,707.R24t 1 12

(20)

Selanjutnya R harus dinyatakan dengan m3/det/km2, sehingga harus dibagi


dengan 3.6t.

D. CONTOH HITUNGAN

1. Contoh Hitungan Intensitas Hujan


Dari data pengamatan curah hujan otomatis diperoleh suatu rangkaian data
curah hujan untuk setiap lamanya hujan t (menit) dengan periode ulang
tertentu. Hitunglah intensitas hujan dengan persamaan Talbot, Sherman
dan Ishiguro.
Berikut data curah hujan dengan periode ulang 10 tahun
lamanya curah hujan t Intensitas curah hujan I
(menit) (mm/jam)
5 169,4
10 135,6
15 112,8
20 113,4
45 59,9

Hubungan hujan dan limpasan_5156


17

60 49,8
120 28,3
180 19,8
300 10,5
720 5,7

Penyelesaian :
1) Persamaan Talbot
Dari data tersebut dihitung dahulu harga-harga tiap suku yang terdapat
dalam rumus Talbot yaitu N, [ I ] , [ I.t ] , [ I2 ], dan [ I2.t ]
No T I I.t I2 I2.t
1 5 169,4 847,0 28.696,4 143.481,8
2 10 135,6 1.356,0 18.387,4 183.873,6
3 15 112,8 1.692,0 12.723,8 190.857,6
4 20 113,4 2.268,0 12.859,6 257.191,2
5 45 59,9 2.695,5 3.588,0 161.460,5
6 60 49,8 2.988,0 2.480,0 148.802,4
7 120 28,3 3.396,0 800,9 96.106,8
8 180 19,8 3.564,0 392,0 70.567,2
9 360 10,5 3.780,0 110,3 39.690,0
10 720 5,7 4.104,0 32,5 23.392,8
Jumlah 705,2 26.690,5 80.070,8 1.315.423,9
a
I t
b

[ It ] [ I2 ] [ I2 . t ] [ I ]

a
N [ I2 ][ I ] [ I ]


= 3,986

b
[ IN ] [[ It I2] ]N[[ I I] 2[ .I t ]]

Hubungan hujan dan limpasan_5156


18


= 18,7
3.986
Jadi  I , t sembarang waktu dalam menit.
t  18,7
2) Persamaan Sherman
Menghitung harga tiap suku yang terdapat dalam rumus Sherman,
yaitu N, [ I ] , [ log t ] , [ log I ], [ log t . log I ], dan [ (logt)2 ]
No t I log t log I log t, Log (logt)2
I

1 5 169,4 0,699 2,229 1,558 0,489


2 10 135,6 1,000 2,132 2,132 1,000
3 15 112,8 1,176 2,052 2,414 1,383
4 20 113,4 1,301 2,055 2,673 1,693
5 45 59,9 1,653 1,777 2,938 2,733
6 60 49,0 1,778 1,697 3,018 3,162
7 120 20,3 2,079 1,452 3,019 4,323
8 180 19,8 2,255 1,297 2,924 5,086
9 360 10,5 2,556 1,021 2,610 6,535
10 720 5,7 2,857 0,756 2,160 8,164
Jumlah 705,2 17,356 16,468 25,447 34,568 34,079

a
I  tn

[ log I] [(log t)2 ] - [log t. log I] [log t]


Log a  N [(log t) 2 ] - [log t] [log t]


= 2,87 a = 742
[log I][(log t)] - N[log t . log I]
n N [(log t)2 ][log t][log t]

Hubungan hujan dan limpasan_5156


19


= 0,705

742
Jadi : I = 0,705 , t = sembarang waktu dalam menit
t
3) Persamaan Ishiguro
Menghitung harga tiap suku yang terdapat dalam rumus Ishiguro,

yaitu N, [ I ] , [ t ] , [ I2 ], [ I t ], dan [ I2 . t ]

No t I t I2 I. t I2 . t
1 5 169,4 2,24 28.696,4 378,79 64.167,01
2 10 135,6 3,16 18.387,4 428,80 58.145,94
3 15 112,8 3,87 12.723,8 436,87 49.279,22
4 20 113,4 4,47 12.859,6 507,14 57.509,70
5 45 59,9 6,71 3.588,0 401,82 24.069,10
6 60 49,8 7,75 2.480,0 385,75 19.210,31
7 120 28,83 10,95 800,9 310,01 8.773,31
8 180 19,8 13,42 392,0 265,64 5.259,77
9 360 10,5 18,97 110,3 199,22 2.091,85
10 720 5,7 26,83 32,5 152,95 871,80
Jumlah 705,1 98,37 80.070,8 3.467,00 289.378,00

a
I
tb
[ I. t ] [ I2 ] - [ I2. t ] [ I ]

a 
N [ I2 ] - [ I ] [ I ]


= 242,2

[ I ] [ I. t ] - [ I2 t ]

Hubungan hujan dan limpasan_5156


20

b
 N [ I2 ][I ] [ I ]


= -1,5
242,4
Jadi I, t = sembarang waktu dalam menit. t 1,5

Selanjutnya dari ketiga rumus intensitas hujan yaitu Talbot, Sherman dan
Ishiguro dipilih rumus yang cocok dengan data tersebut dengan cara
membandingkan diviasi rerata antara rumus tersebut dengan data
intensitas. Rumus dengan deviasi rerata yang minimum merupakan rumus
yang paling mendekati.
Dari ketiga hitungan diatas, dihitung intensitasnya sebagai berikut :

No Data Talbot Sherman Ishiguro


t I I  I  I 

1 5 169,4 168,3 -1,06 238,6 69,24 320,3 150,91


2 10 135,6 139,0 3,39 146,4 10,78 144,0 8,42
3 15 112,8 118,4 5,56 110,0 -2,82 101,3 -11,54
4 20 113,4 103,1 -10,34 89,8 -23,61 81,0 -32,41
5 45 59,9 62,6 2,70 50,7 -9,21 46,4 -13,55
6 60 49,8 50,7 0,87 41,4 -8,42 38,7 -11,12
7 120 28,3 28,7 0,45 25,4 -2,92 25,6 -2,72
8 180 19,8 20,1 0,26 19,1 -0,73 20,3 0,50
9 360 10,5 10,5 -0,03 11,7 1,20 13,9 3,35
10 720 5,7 5,4 -0,30 7,2 1,48 9,6 3,86
Jumlah ( 25,00 ( 130,00 ( 238,00
deviasi   
Deviasi rerata   2,50   13,04   23,84

Dari ketiga rumus intensitas tersebut, yang paling mendekati adalah


3.986
Rumus Talbot, yaitu : I =

Hubungan hujan dan limpasan_5156


21

t  18,7
Berikut ini grafik intensitas hujan berdasarkan data di atas dari ketiga
rumus.

Grafik Intensitas Hujan


400

data
Intensitas Hujan (mm/jam)

300 talbot
sherman
ishiguro
200

100

0
0 5 10 15 20 45 60 120 180 360 720
Waktu Hujan (menit)

2. Contoh Hitungan waktu konsentrasi.


Tentukan waktu konsentrasi (tc), apabila suatu daerah pengaliran sungai
mempunyai panjang sungai utama 2 km dan kemiringan sungai rata-rata
adalah 1 %. Penyelesaian :
L = 2 km = 2000 m
S = 1% = 0,01

Menurut Kirpich :
0,77

L

tC  0,019. 0,01 menit

0,77

 2000 
 0,0195.
 0,01

Hubungan hujan dan limpasan_5156


22

= 0,0195 . 20,0000,77
= 39,97 menit
= 2/3 jam

3. Contoh Hitungan intensitas curah hujan untuk menentukan debit


Dengan menggunakan data pada contoh sebelumnya tentukan pula
intensitas hujan untuk menghitung debit maksimum.
Penyelesaian :
Menurut Dr. Mononobe, intensitas curah hujan (I).
2/3

R 24  24
I  
24  tc 
R24 = 240 mm (kala ulang 10 tahun) tc = 2/3
jam

Debit maksimum akan terjadi apabila lamanya curah hujan (t) sama
dengan waktu konsentrasi (tc), hingga t = tc.
240 24 2/3
I  
24  2/3
= 10 . 362/3
= 109 mm/jam

4. Contoh Hitungan intensitas curah hujan untuk menentukan debit


Data untuk menghitung debit banjir rencana adalah luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) Batang Kambang yang diperoleh dari peta tofografi yang
dihitung dengan menggunakan Planimeter Digital. Data-data tersebut
adalah :

Hubungan hujan dan limpasan_5156


23

a) Luas DAS sebesar = 484,912 Km2.


b) Panjang sungai (L) = 63,150 Km
c) Beda tinggi elevasi sungai sebesar = 1945 m
Perhitungan debit banjir rencana dilakukan menggunakan software dan
metode yang digunakan adalah metode Haspers dan metode Melchior
karena luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 484,912 Km2 ≥ 100 Km2.
Hasil perhitungan tersaji berikut ini :
Metode Haspers
a. Kala ulang 2 tahun

b. Kala ulang 5 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


24

c. Kala ulang 10 tahun

d. Kala ulang 20 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


25

e. Kala ulang 50 tahun

f. Kala ulang 100 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


26

Metode Melchior
a. Kala ulang 2 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


27

b. Kala ulang 5 tahun

c. Kala ulang 10 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


28

d. Kala ulang 20 tahun

e. Kala ulang 50 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


29

f. Kala ulang 100 tahun

Hubungan hujan dan limpasan_5156


30

Tabel Analisis debit banjir rencana Metode Hasper dan Melchior


Debit banjir rencana (m3/dtk)
No. Kala ulang
Metode Haspers Metode Melchior
1 2 184,9574 147,8003
2 5 285,9284 234,2551
3 10 359,0443 317,1555
4 20 433,1888 392,5955
5 50 535,4614 501,9065
6 100 616,6021 589,6615

E. DAFTAR PUSTAKA

1. Chow, V.T, 1988, Handbook of Applied Hydrology, McGraw Hill, New


York.
2. Jayadi, R, 2001, Diktat Kuliah Hidrologi Lanjut, Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
3. Philip B Bedient, Wayne C Huber and Baxter E Vieux, 2008, Hydrology
and Floodplain Analiysis, Pearson International Edition Prentice-Hall, Inc,
London.
4. Soemarto, C.D., 1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.
5. Sasrodarsono, S., Takeda, K.,1986, Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya
Paramita, Jakarta
6. Sri Harto Br, 2000, Hidrologi : Teori, Masalah, Penyelesain, Nafiri
Offset, Yogyakarta.
7. Subarkah, I., 1980, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea
Dharma, Bandung.
8. Thomson, S.A., 1999, Hydrology for Water Management, A.A. Balkema,
Rotterdam.
9. Wilson, 1993, Hidrologi Teknik, ITB, Bandung.
10. Sudjarwadi, 1987, Hidrologi Lanjut, Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta

Hubungan hujan dan limpasan_5156

Anda mungkin juga menyukai