Anda di halaman 1dari 9

1.

Perspektif gawat darurat


Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan
yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk
memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. 
Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu
apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa,
sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut
sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.

2. Konsep dan prinsip gawat darurat


Menurut (Handali sukmawan, 2014)
A. Konsep Gawat Darurat
Indonesia meruapakan suatu Negara yang terletak dalam pertemuan 5 lempeng dunia,
selain itu Indonesia juga terletak direntetan gunung berapi mulai dari aceh hingga Maluku.
Akhir – akhir ini berbagai bencana sepertinya belum bisa lepas dari Negara kita mulai
dari kebakaran pabrik petrokimia, banjir, tanah longsor, gempa bumi dan tsunami, letusan
gunung berapi, bahkan lebih up to date adalah terbakarnya kilang minyak di Plumpang
Jakarta Utara, hal menggambarkan masih rentannya masyarakat menjadi korban bencana.
Bencana yang kita kenal ada dua macam yaitu bencana yang bersifat umum (menyangkut
orang banyak) dan bencana yang hanya terjadi pada satu atau beberapa orang saja atau
sering kita sebut sebgai tenaga kesehatan tidak cukup siap menolong korban walaupun
berpuluh – puluh teori sudah kita pelajari. Kita tentu masih ingat tentang gawat darurat,
bahkan kata ata itu sudah menjadi kata – kata setiap hari yang sering kita ucapkan walaupun
belum tentu benar da;am mengartikannya.
Konsep dasar Gawat Darurat merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipahami
oleh semua profesi kesehatan termasuk orang awam ataupun awam khusus. Kondisi gawat
darurat dapat terjadi akibat dari traumaatau non trauma yang mengakibatkan henti nafas,
henti jantung, kerusakan organ atau pendarahan. Dalam kondisi gawat darurat, tiga hal yang
paling kritis adalah pertama kecepatan waktu kali pertama korban ditemukan, kedua
ketetapan dan akurasi pertolongan pertama yang diberikan, ketiga pertolongan oleh
petugas kesehatan yang kompeten, statistic membuktikan bahwa hamper 90% korban
meninggal ataupun cacat disebabkan karena korban terlalu lama dibirkan atau waktu
ditemukan telah dilewati dan ketidaktepatan serta akurasi pertolongan pertama saat kal
pertama korban ditemukan.
Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan Darurat adalah perlu mendapatkan
penanganan atau tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban.
Sebenarnya dalam tubuh kita terdapat berbagai organ dan semua itu berbentuk sel – sel, sel
tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak berhenti, dan kematian tubuh itu akan
timbul jika sel tidak bisa mendapatkan pasokan oksigen. Kematian ada dua macam yaitu
mati klinis dan mati biologis, mati klinis adalah apabila seseorang henti nafas dan henti
jantung, waktunya 6-8 menit setelah terhentinya pernafasan dan system sirkulasi tubuh
sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya kerusakan sel – sel otak waktunya dimulai
6-8 menit setelah berhentinya system pernafasan dan sirkulasi (Modul penanggulangan
gawat darurat, 2008)

B. Prinsip Gawat Darurat


 Prinsip Triage :
1. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
2. Kemampuan untuk menilai dan merespon dengan cepat kemungkinan yang
dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cidera yang mengancam
nyawa dalam departemen gawat darurat.
3. Pengkajian harus dilakukan secra adekuat dan akurat
4. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian.
5. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
6. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncakan jika terdapat
data dan informasi yang akurat dan adekuat.
7. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi kekuatan pasien.
8. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perawat
adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai
dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi terapeutik dan prosedur
diagnostic.
9. Tercapainya kepuasan pasien.
a. Perawat triage haru menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
b. Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis.
c. Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
10. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar
dengan penyedia pelayanan yang benar.
 Prinsip Evakuasi
Korban diangkat oleh tiga orang atau three men lift, hal ini ganya boleh dilakukan
orang yang terlatih. Artinya jika memungkinkan, lakukan pengangkutan korban
dengan 3 orang yang terlatih untuk melakukan pengangkatan pada bagian :
1. Kepala dan bahu
2. Pinggang
3. Ektermitas bawah
 Prinsip selama transportasi
Selama evakuasi maka perlu diperhatikan implementasi prinsip – prinsip dibawah ini
yaitu :
1. Monitoring A-B-C
2. Monitor tanda – tanda vital
3. Monitor kesadaran
4. Monitor sekitar luka
5. Harus disertai personal dan peralatan yang memadai
6. Pencatatan selama transportasi
7. Pemberian O2 tetap berlangsung
8. Pemberian cairan tetap berlangsung

3. Sistem pelayanan gawat darurat


Menurut (Hutabarat Ruly Yanti dan Candra Syah Putra. 2016) System pelayanan
kedaruratan medic (PKM) merupakan suatu program respon kedaruratan masyarakat untuk
warga yang cedera atau sakit dan memerlukan perawatan yang mendesak. System ini meliputi
perawatan pra- dan intra- rumah sakit. Fase pra rumah sakit dimulai ketika warga memberikan
pertolongan pertama atau memanggil tim medis gawat darurat. Ia dilanjutkan dengan
penyelamatan dan perawatan medi gawat darurat ditempat kejadian dan selama transportasi ke
rumah sakit. Fase intra rumah sakit terbagi dalam perawatan dibagian gawat darurat dan
perawatan definitive, system PKM seharusnya mencakup yang berikut ini :
 Badan pelayanan kedaruratan medic local dan regional
 Penerangan dan pendidikan masyarakat
 Mengetahui system apa, serta cara dan kapan ia digunakan (informasi)
 Latihan pertolongan pertama.
1. Penerangan dan pendidikan masyarakat
Masyrakat harus mengetahui apa system PKM itu dan cara melakukannya.
Mereka perlu mengetahui macam – macam cara mendapatkan pertolongan medic.
Salah satu cara memberikan penerangan masyarakat adalah stiker dengan nomor
telepon yang tepat untuk kegawat daruratan.
Pendidikan masyarakat melibatkan latihan masyarakat sebagai penolong
pertama. Dengan mwajibkan semua pelajar mendapatkan pendidikan pertolongan
pertma sebelum lulus dari SLTP dan pertolongan pertama lanjutan sebelum lulus dari
SLTA atau sebelum mendapatkan SIM, maka kita dapat memastikan bahwa dalam dua
generasi yang akan datang, tiap orang ditepat kecelakaan atau ada penyakit akut akan
lebih sanggup menyelamatkan nyawa dan ekstrimitas sampai tiba bantuan professional.
2. Ambulan
Ambulan merupakan alat transportasi gawat darurat yang telah dikembangkan untuk
memberikan ruang kerja dan peralatan yang disertakan untuk menyelamatkan nyawa
pasien. Standar rancangannya telah dikembangkan oleh “National Academy of Science” dan
diberi mandate untuk membeli mobil ini dengan dana federal.
Semua ambulans harus dilengkapi denga radio, untuk komunikasi antara EMT-A dengan
dokter dibagian gawat darurat. Ambulans yang dilengkapi dengan paramedic EMT harus
mempunyai kemampuan telemetri (hantaran tanda vital) untuk memungkinkan dokter
mengawasi dan memantau EKG.
Ambulans udara tersedia di sejumlah daerah untuk transport jarak jauh atau dilapangan
yang sulit. Bagi pelayanan gawat daryrat dasar, harus dibawa peralatan penting yang
digunakan dalam ambulans darat. Ambulans udara yang hanya dipakai untuk pemindahan
anatar rumah sakit harud dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk memberikan
perawatan bagi pasien yag diangkut (tidak harus semua peralata dari daftar peralatan).

4. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat (SPGDT)


Menurut (Nugroho Taufan dkk 2016).
A. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat (SPGDT) mempunyai beberapa komponen/fase :
1. Komponen / fase deteksi :
Pada Fase ini dideteksi :
1. Dimana sering terjadi kecelakaan lalulintas.
2. Buruknya kualitas helm, sepeda motor yang dipakai
3. Jarangnya orang memakai “safety belt”.
4. Daerah bekerja pabrik yang berbahaya.
5. Tempat berolahraga / tempat main anak yang tidak memenuhi syarat.
6. Didaerah mana sering terjadi tindak criminal.
7. Gedung umum mana yang rawan untuk tubuh/konstruksi tidak sesuai dengan
kondisi tanah.
8. Daerah mana yang mana teradi gempa.
2. Komponen / fase supresi
Kalau kita dapat mendeteksi apa yang dapat menyebabkan kecelakaan atau dimana
terjadi bencana / korban maka daoat melakukan supresi :
1. Perbaikan konstrksi jalan (engineering)
2. Pengetatan peraturan lalu lintas (enforcement)
3. Perbaikan kualitas helm.
4. Pengetatan undang – ndang lalu lintas.
5. Pengetahuan peraturan keselamatan kerja.
6. Peningkatan patrol keamanan.
7. Membuat disaster mapping.
3. Komponen / fase pra rumah sakit
Keberhasilan PPGD pada fase ini tergantung pada beberapa komponen.
1. Akses
Akses dari masyarakat kedalam system adalah yang paling penting karena kalau
masyarakat tidak minta tolong maka SPGDT yang paling baik pun tdak ada
gunanya bagi penderita yang memerlukan pertolongan. Dari menparpostel telah
dikeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa akses masyarakat kedalam
SPGDT adalah :
POLISI (110), pemadaman kebakaran rescue (113), AGD (118), untuk darah rural
dapat berupa : bedug, kentongan, asap, radio komunikasi (orari/RAPI).
2. Komunikasi
a. Pusat komunikasi (118)
b. Pusat komunikasi ke RS
c. Pusat komunikasi kepusat instalasi lain.
d. Ambulan ke ambulan
e. Ambulan ke RS

Tugas pusat komunikasi adalah :

a.Menerima permintaan tolong


b.Mengirim unit – unit yang diperlukan.
c.Memonitor / membimbing kegiatan pertolongan
d.Memonitor kesiapan RS (UGD dan ICU)
e.Bertindak sebagai “Outside Command” pada penanggulangan bencana yang
bekerjasama dengan posko “Onsite Command”
f. Bekerjasama dengan instalasi terkait lain.
3. Orang awam
Mereka adalah orang permata yang menemukan orang sakit / mendapat
musibah / trauma (Pramuka, PMR, anak sekolah, guru, IRT, hansip,
sekertaris dll).
Untuk dapat menyelamatkan / mempertahankan hidup dan mencegah cacat
penderita mereka harus mampu :
a. Cara minta tolong
b. Cara menghidupkan orang yang telah meninggal (RJP tanpa alat)
c. Cara menghentikan pendarahan.
d. Cara memasang balut / bidai
e. Cara transportasi yang baik.
4. Orang awam kusus (polisi, pemadam kebakaran, satpam, SAR dll)
Orang awam khusus harus mampu seperti orang awam ditambah dengan
pegetahuan / keterampilan sesuai dengan bidangnya seperti pada polisi
biomedik, KLL, persalinan, luka tembak / tusuk.
5. Ambulan gawat darurat 118
a. AGD (URBAN) harus mencapai tempat kejadian 6-8 menit supaya dapat
mencegah kematian sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti jantung
pendarahan massif. Untuk daerah URBAN yang lalu lintasnya padat
diperlukan ambulans sepeda motor gawat darurat 118 hanya tidak
mempunyai tandu “Stretcher” tetapi dapat sampai tujuan lebih cepat dari
AGD 118 roda 4
1. Melakukan PHCL ( Pre hospital cardiac life support) dan PHTLS
(Pre hospital trauma life support) dan maslah gawat darurat
lainnya.
2. Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, RS, dan ambulan
lainya.
3. Melakukan transfortasi penderita dari tempat kejadian RS atau
dari RS ke RS.
4. Menjadi RS lapangan dalam penanggulangan bencana.
b. AGD (RURAL) dapat dikembangkan dengan puskesmas keiling AGD 118
rural. Peralatan cukup dengan perlatan dasar PPGD (orotracheal tube,
suction, bad and mask, balut cepat dan infuse, bidai termasuk neck collar,
long short board, dan untuk disability)

4. Komponen / fase rumah sakit


Pada fase ini semua RS di akreditasi oleh pemerintah dan profesi yang terkait menjadi
“Trauma cebter” level I, II, III, dan IV. Selain pebedaan sarana yang mencolok adalah
perbedaan, kemampuan sesuai dengan kemampuan personilnya.
1. Trauma center level I : spesialis 4 besar dan ditempat 24 jam (pusat gawat
darurat, (PGD I)
2. Trauma center level II : dokter jaga adalah dokter umum (ACLS dan ATLS) (PGD
II), spesialis datang bersama dengan penderita.
3. Trauma center III : dokter jaga adalah dokter umum (ACLS dan ATLS) (PGD III),
sedangkan spesialis datang 30 menit setelah dipanggil.
4. Trauma center IV : tidak ada spesialis yang ada hanya dokter umum (ACLS, ATLS)
(PGD IV).
B. TRIAGE
Sejarah Triage
Triage berasal dari kata prancis yaitu “Trier” yang berarti membagi kedalam tiga
kelompok (Departement of Emergency medicine General Hospital (DEM SGH) 2005). System
ini dikembangkan di medan pertempuran dan digunakan bila terjadi bencana. Di medan
pertempuran dan digunkan untuk menentuan prioritas penanganan pada korban perang
dunia.
Tujuan triage pada musibah massal adalah bahwa dengan sumber daya yang minimal
dapat menyelamatkan koeban sebanyak mungkin. Pada musibah massal dengan korban
puluhan atau mungkin ratusan dimana penolong baik jumlah, kemampuan, sarana dan
prasaran belum mencukupi maka dianjurkan menggunakan teknik Simple Triage and Rapid
Treatment (START).
Triage mulai digunakan di unit gawat darurat pada akhir tahun 1950 dan awal tahun
1960. Penggunaan triage di unit gawat darurat disebabkan oleh peningkatan jumlah
kunjungan ke unit gawat darurat yang dapat mengarah pada lamanya waktu tunggu
penderita dan keterlambatan di dalam penanganan kasus – kasus kegawatan.

PENGERTIAN
TRIAGE merupakan suatu metode penanganan korban korban bencana masal untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dengan jumlah koeban besar dengan sarana terbatas,
(modul penanggulangan gawt darurat, 2008).
Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya (Zimmermann dan Herr 2006). Triage juga diartikan sebagai suatu
tindakan pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang diprioritaskan
ada tidaknya gangguan pada Airway (A), breathing (B), dan Circulation (C) dengan
mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan probabilitas hidup penderita.

Tujuan Triage
1. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
2. Memprioritaskan pasien menurut kondisi kekuatannya
3. Menempatkan pasien sesuai dengan ketakutannya berdasarkan pada pengkajian
yang tepat dan akurat
4. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.
Prinsip Triage :
1. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
2. Kemampuan untuk menilai dan merespon dengan cepat kemungkinan yang
dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cidera yang mengancam
nyawa dalam departemen gawat darurat.
3. Pengkajian harus dilakukan secra adekuat dan akurat
4. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian.
5. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
6. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncakan jika terdapat
data dan informasi yang akurat dan adekuat.
7. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi kekuatan pasien.
8. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perawat
adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai
dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi terapeutik dan prosedur
diagnostic.
9. Tercapainya kepuasan pasien.
d. Perawat triage haru menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
e. Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis.
f. Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
10. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar
dengan penyedia pelayanan yang benar.

Klasifikasi Triage
System klasifikasi mengidentifikasi tipe pasien yang memerlukan berbagai level peawatan.
Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang tersedia, dan situasi terbaru yang ada.
Huruf atau angka yang sering digunakan antara lain sebagai berikut :

1. Prioritas 1 atau emergency


2. Prioritas 2 atau urgent
3. Prioritas 3 atau nonurgent

Tahap Pengelolaan Penderita

 Tahap pra-Rumah Sakit


Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit denga petugas lapangan akan
menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum
penderita diangkat sebelum dari tepat kejadian. Yang harus diperhatikan disini
adalah menjaga airway, breathing, control pendarahan dan syok, imobilisasi
penderita dan pengiriman rumah sakit terdekat yang cocok, sebaiknya kesuatu
pusat trauma.
Hal pertama yang dapat dilakukan pada saat ditempat kejadian bencana adalah
berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi kejadian.
Pengamatan visual memberikan kesan pertama mengenai jenis musibah, perkiraan
mengenai jumlah dan tipe bantuan yang diperlukan untuk mengatasi situasi yang
terjadi. Laporkan secara singkat pada call center dengan bahasa yang jelas mengenai
hasil dari pengkajian, meliputi hal – hal berikut :
1. Lokasi kejadian
2. Tipe insiden yang terjadi
3. Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi
4. Perkiraan jumlah pasien
5. Tipe bantuan yang harus diberikan
 Tahap Rumah Sakit
Triage adalah cara pemilihan penderitaan berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi berdasarkan pada keadaan ABC (Airway, dengan
servica ispine control, breathing, dan circulation dengan control pendarahan).
Triage berlaku untuk pemilihan penderita baik di lapangan maupun di rumah
sakit. Merupakan tanggung jawab tenaga pra-rumah sakit (dan pimpinan tim
lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit yang sesuai.
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
1. Jumlah penderita dan beratnya perlakan tidak terlampaui kemampuan
petugas. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat – darurat dan
multi trauma akan di layani terlebih dahulu.
2. Jumlah penderita dan beratnya perlakuan tidak melapaui kemampuan
petugas. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah
penderita dengan kemungkinan survical yang terbesar dan membutuhkan
waktu, perlengkapan, dan tenaga paling sedikit.

Pada kasus gawat darurat seperti jika kita bertgas diruang gawat darurat kita
harus dapat mengatur alur pasien yang baik, terutama pada jumlah ruag yang
terbatas, memprioritaskan pasuen terutama untuk menekan jumlah moribiditas dan
mortalitas, yang terakhir adalah pelabelan / pengkategorian.
1. Emergency (Merah / P1)
Penderita yang harus mendapatkan penanganan dengan segera dan
mengancam nyawa misalnya kasus trauma berat, akut miokard infark,
semubatan jalan nafas, tension pneumotorak, luka bakar disertai trauma
inhalasi.
2. Urgen (Kuning / P2)
Penderita tidak gawat tapi darurat atau tidak darurat tapi gawat, misalnya
pada kasus cedera vertebrata, fraktur terbuka, trauma capitis tertutup,
appedisitis akut.
3. Non Urgen (Hijau / P3)
Penderita tidak mengancam nyawa dan tidak perlu mendapatkan
penanganan dengan segera misalnya lecet, luka memar, demam.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho Taufan dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta. Nuha Medika
Hutabarat Ruly Yanti dan Candra Syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor. In Media
Handali sukmawan, 2014. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai