Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stres menurut Sarafino (Hardjana, 1993) adalah sebagai suatu keadaan yang
dihasilkan ketika individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata,
antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi
biologis, psikologis, atau psikososial. Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan
yang melebihi kemampuan individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak
mampu memenuhituntutan kebutuhan, maka akan merasakan suatu kondisi ketegangan
dalam dirinya. Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan
berkembang menjadi stres.
Perubahan kehidupan tersebut merupakan perubahan yang banyak dialami oleh
seorang narapidana. Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan) sebelumnya merupakan
bagian dari kehidupan bermasyarakat yang tidak mempunyai keinginan untuk menjadi
seorang narapidana. Namun, karena suatu keadaan atau sesuatu hal, mengakibatkan
seseorang menjadi narapidana dan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan
(Prayitno, 2009: 105).
B. TUJUAN
C. RUMUSAN MASALAH

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Manajemen
Istilah manajemen tentu tidak asing lagi di telingan kita, dalam ilmu ekonomi
manajemen diartikan sebagai melakukan suatu tindakan dimana dalam suuatu
tindakan tersebut terdapat beberapa tahapan yang mesti dilalui, melalui tahapan :
planing, organizing, actuating dan controling (POAC).
Manajemen adalah cara kita untuk ‘memanage’/ kemampuan kita untuk
menggunakan sumber daya secara efektif.
2. Stres
Menurut Suliswati (2000:28) Stres adalah respon tubuh yang sifatnya non-
spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Stres adalah gangguan pada tubuh
dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan.
Menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi
yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana
untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
Menurut lazarus (1976), stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang
disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
Menurut Korchin (1976), keadaan stress muncul apabila tuntutan-tuntutan yang
luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integrasi seseorang.
Stres  adalah  reaksi  tubuh  terhadap  situasi  internal dan eksternal yang
menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain yang muncul
apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam
kesejahteraan atau integrasi seseorang.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi,
orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan.
Tidak ada seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari stres. Namun, stres bisa
dikelola sehingga justru mendatangkan nilai positif bagi seseorang. Stres tidak boleh

2
dihilangkan sama sekali karena dia membantu kelangsungan hidup dan memberikan
dinamika hidup (Mudjaddid, Diffy: 2005)
Manajemen Stres adalah cara kita untuk ‘memanage’/ kemampuan kita untuk
menggunakan (mengelola, mengatur dan mengendalikan) sumber daya (manusia)
untuk menghadapi reaksi  tubuh  terhadap  situasi  internal dan eksternal yang
menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain yang muncul
apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam
kesejahteraan atau integrasi seseorang yang dilakukan secara efektif.
Sarafino (Hardjana, 1993) mengatakan bahwa “stres sebagai suatu keadaan yang
dihasilkan ketika individu dan lingkungan (bertransaksi), baik nyata atau tidak nyata,
antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut
kondisi biologis, psikologis, atau psikososial”. Taylor (2003) mendeskripsikan stres
sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimia, fisiologis,
kognitif, dan perilaku yang ditujukan pada arah perubahan peristiwa penuh stres atau
memberikan efek perubahan.
Menurut Taylor (2003), stressor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres.
Sebuah penelitian tentang stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi
yang lebih banyak memproduksi stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya
memfokuskan pada peristiwa penuh stres tidak dapat secara penuh menjelaskan
pengalaman stres. Karena tiaptiap pengalaman penuh stres antara satu orang dengan
orang lain berbeda-beda. Individu juga bervariasi dalam merespon stres.
Menurut Taylor (2003), respon terhadap stress dimanifestasikan dan melibatkan
perubahan fisiologis, reaksi kognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-
respon stres ini menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda terjadinya stres,
yang mana dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung
derajat stres seseorang. Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa stres
merupakan keadaan yang dihasilkan ketika individu dengan lingkungan bertransaksi,
dimana keadaan tersebut dinilai oleh seseorang sebagai beban atau sesuatu yang
melebihi kemampuannya dan membahayakan bagi kesehatannya, sehingga
memberikan dampak pada fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku.

3
B. TUJUAN
Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup
individu itu agar menjadi lebih baik. Menurut saya, tujuan dari adanya manajemen stres
adalah agar kita mampu mengelola, mengatur dan mengendalikan reaksi tubuh agar
berdampak ke hal yang lebih baik bukan malah sebaliknya yang akan menimbulkan
penyimpangan psikologis.
Selain itu ada beberapa tujuan dari Manjaemen Stres yang lainnya, yaitu :
1. Mengatur diri
Tujuan utama dari manajemen stres adalah belajar mengatur diri menjadi lebih
baik dari persoalan yang dihadapi.
2. Berpikir rasional
Terkadang stres yang timbul itu berawal dari perasaan, dan ketika perasaan
memegang peranan penting yang terjadi adalah membutakan logika, dengan
manajemen stres mengajak kita untuk berpikir rasional berdasarkan fakta yang ada
bukan perasaan semata.
3. Menenangkan diri
Setiap kali terjadi masalah kita seringkali merasa tertekan, tidak nyaman, pusing,
dan sebagainya. Karena itu, dengan mengelola stres bisa menenangkan diri sendiri.
Ketika sudah bisa tenang maka emosi pun bisa dikendalikan.
4. Membantu mencari jalan keluar
Manajemen stres bukan solusi, hanya membantu mencari solusi atau jalan keluar.
Sebab bagi mereka yang bisa mengatur dirinya sendiri, bisa berpikir rasional dan
menenangkan dirinya maka ia lebih mudah untuk mendapatkan jalan keluar yang
tepat. Jadi, sekali lagi tujuan manajemen stres bukan mencari jalan keluar tetapi
‘hanya’ memudahkan.
5. Meningkatkan produktivitas
Orang yang manajemen stresnya bagus biasanya ketika ditimpah masalah,
produktivitanya akan naik. Ini terkait dengan pola pikirnya yang menjadi masalah
sebagai picu yang memicu semangatnya. Dari masalah yang ada tidak membuatnya
semakin terpuruk tapi justru sebaliknya jadi tertantang untuk melakukan yang
terbaik.

4
6. Pematangan diri
Semakin sering kita menghadapi dan bisa mengatasi masalah yang terjadi, semakin
matang pula kualitas diri. Sebab masalah yang dihadapi tak lain sebagai ajang
melatih diri untuk lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Karena itu mengelola
stres dengan baik adalah wadah pematangan diri.
C. TEKNIK MANAJEMEN STRES
Dalam melakukan manajemen stres terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
dapat mengelola stres. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengelola stres (dalam Wade dan Tavris, 2007: 302-310).
1. Strategi Fisik Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres
adalah dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui
meditasi atau relaksasi. Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah belajar untuk
secara bergantian menekan dan membuat otot-otot menjadi santai, juga menurunkan
tekanan darah dan hormon stres (Wade dan Tavris, 2007:302).
2. Strategi Emosional Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul
akibat masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita (dalam Wade dan
Tavris, 2007: 303). Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi adalah hal yang
wajar bagi individu yang mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada
tahap ini, orang sering kali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-
menerus agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa
setelah kejadian tersebut selesai (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Emotion
focused coping adalah sebuah strategi koping stres yang lebih menekankan pada
usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah
atau tekanan, mengalihkan perhatian dari masalah (dalam Tanti, 2007).
3. Strategi Kognitif .Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai
kembali suatu masalah dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi
positive reappraisal yaitu merupakan usaha kognitif untuk menganalisa dan
merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang positif sambil terus melakukan
penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun, 2011). Menurut Lazarus dan
Folkman (1984) mengatakan bahwa appraisal merupakan reaksi terhadap stres sangat

5
tergantung pada bagaimana individu itu menafsirkan atau menilai (secara sadar atau
tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya. Masalah
dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan
yang tidak terduga. Selain itu teknik lain yang dapat digunakan untuk mengubah
kognitif adalah dnegan affirmasi positif. Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan
sederhana untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011).
Afirmasi adalah sejumlah kalimat yang positif disusun baik itu hanya sebatas pikiran,
atau dituangkan kedalam tulisan, diucapkan dengan cara berulang-ulang (Nazmy,
2012). Afirmasi ini berupa pernyataan pendek dan sederhana yang disampaikan terus
menerus dan berulang-ulang kepada diri sendiri. Pada saat melakukan afirmasi,
sesungguhnya seseorang sedang mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar.
Afirmasi harus bersifat positif dan diwujudkan dengan kata-kata yang singkat.
4. Strategi Sosial Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat
melakukan hal berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok dukugan
(support group) terutama sangat membantu, karena semua orang dalam kelompok
pernah mengalami hal yang sama dan memahami apa yang dirasakan. Kelompok
dukungan dapat memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang. Mereka dapat
membantu seseorang menilai suatu masalah dan merencanakan hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber kelekatan dan hubungan
yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup. Memiliki teman adalah hal yang
menyenangkan dan hal ini bahkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang.
Teknik-teknik mengelola stres yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik relaksasi dan teknik affirmasi positif, yangmana teknik relaksasi
untuk mengurangi ketegangan fisik yang berdampak pada perilaku dan teknik
affirmasi positif untuk menetralkan pikiran dan emosi-emosi negatif menjadi lebih
netral dan positif.
Ada banyak cara untuk mengelola / mengatasi stres yang dialami untuk mencegstres
agar tidak berkembang menjadi distres. Cara mengelola stres tersebut misalnya dengan :
1. Berpikir positif dan optimis
Selalu berpikir positif karena tindakan atau perasaan negatif pasti berasal dari
pikiran negatif. Sebaliknya tindakan positif pasti berasal dari pikiran positif.

6
Yakinkan diri untuk tetap berpikir positif. Selalu mengambil hikmah dari setiap
kejadian merupakan salah satu caranya. Karena apa yang seseorang pikirkan akan
berhubungan langsung pada perasaan atau suasana hatinya dan pada gilirannya
juga mempengaruhi kinerja dan produktifitasnya.
2. Berpikir hal yang indah dan menarik
Teknik sederhana untuk menurunkan tingkat stres adalah dengan menggunakan
tubuh dan pikiran kita untuk berpikir hal-hal yang indah, menarik serta
menguntungkan.
3. Tersenyum dan tertawalah (Humor)
Murah senyum, tertawa lepas, bersenandung atau bernyanyi dan bersosialisasi
dengan teman atau lingkungan (perlu teman curhat, tidak memendam masalah
sendiri). Kegiatan semacam ini dapat merangsang endorphine dan serotonin
dalam tubuh sehingga otak lebih tenang.
4. Pernafasan dalam
Langkah yang paling mudah untuk menurunkan stres yaitu dengan cara menarik
nafas dalam dan menghembuskannnya secara perlahan-lahan.
5. Autosugesti
Istilah Autosugesti secara sederhana berarti saran-saran dari dan kepada diri
sendiri. Inilah salah satu bentuk mengaktifkan energi internal seseorang. Kita
sendiri yang membangun semangat dan motivasi diri.
6. Ubahlah Cara Pandang
Saat stress, yang kita butuhkan adalah sebuah inspirasi dalam hidup dengan cara
yaitu mengubah pola pikir atau cara pandang dalam pikiran kita. Mengalami stres
atau tidak itu merupakan cara pandang kita untuk menilai suatu peristiwa. Jika
kita menilainya negatif maka otomatis kita akan menjadi stress tetapi bila kita
menilai positif maka kita bisa tenang dan rileks untuk menghadapi sutu peristiwa
tersebut.
7. Bentuklah kebiasaan bertoleransi
Bentuklah dalam diri, aku adalah kamu, kamu adalah aku. Berpikir positif
terhadap orang lain serta belajar untuk menerima orang lain apa adanya bukan ada

7
apanya, serta jangan mengharapkan dan menuntut orang lain menjadi apa yang
kita inginkan.
8. Agama dan Spiritual
Beribadah dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa tidak pada masa sulit saja,
berbuat baik kepada semua orang, bersyukur terhadap setiap hasil usaha kita, baik
yang berhasil maupun yang tidak berhasil.
9. Bicarakan
Berbicara tentang suatu persoalan, mengekspresikan perasaan pada saat merasa
kecewa. ataupun sekedar membicarakan topik yang hangat, dapat membantu
menenangkan hati. Oleh karenanya, anda dapat menurunkan tingkat stress anda
dengan berbicara pada seorang pendengar yang baik yang akan membantu anda
untuk berpikir realistis ataupun mengambil sisi positif dari suatu peristiwa.
Mulailah mencari seseorang yang dapat menjadi pendengar yang baik. Anggota
keluarga, teman dekat, atau siapapun yang membuat anda nyaman untuk berbagi
dan bisa dipercaya
10. Asertif
Sungkan dan perasaan hati yang tidak enak untuk menolak atau mengatakan tidak
kerap terjadi pada seseorang Belajar menjadi orang yang asertif, yang mampu
mengatakan No dan bukan Yes, ketika ia memang ingin mengatakan No, memang
sulit.Kita seringkali merasa tidak dapat menolak permintaan dan akhirnya
terpaksa menerima dan kemudian merasa terperangkap dengan permintaan
tersebut. Hal tersebut membuat kita merasa marah dan tidak berdaya, lalu
berujung pada timbulnya stress. Karena itu, belajar untuk menolak permintaan
(jika kita memang tidak sanggup memenuhinya), menjadi sangat penting jika
anda peduli pada kesehatan lahir batin anda.
11. Pengaturan Makan dan Minum
Jaga selalu kondisi tubuh dan diperkuat dengan mengkonsumsi makanan dan
minuman sehat (4 sehat 5 sempurna) secara disiplin (konstan makan pada jam
yang sama). Tambahkan dengan asupan multivitamin dan mineral yang cukup.

8
Tidak meminum minuman keras (alkohol). Dampak dari minuman keras dapat
mengakibatkan gangguan mental dan perilaku , dan juga penyakit lever yang
berlanjut pada kematian.
12. Olah Raga
Gerak tubuh akan merangsang keluarnya zat ”endorphine” yaitu zat yang dapat
membuat tubuh merasa nyaman selain zat tersebut juga dikenal sebagai anti rasa
sakit pada tubuh. Itulah sebabnya yang berolah raga teratur umumnya tampak
lebih fit dan bahagia.
Berolahraga secara teratur membantu anda menurunkan stres dan meningkatkan
kepercayaan diri, selain yang terpenting dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
mencegah penyakit. Penambahan energi untuk beraktifitas, peningkatan kualitas
tidur, daya konsentrasi, rasa bahagia dan keyakinan diri serta penurunan risiko
serangan jantung adalah manfaat penting olahraga. Olahraga ringan seperti
berjalan-jalan santai sambil menghirup udara segar selama 20-30 menit setiap hari
akan efektif untuk mengurangi stres.
13. Istirahat-Tidur
Tidur merupakan salah satu terapi untuk mengurangi kemarahan dan kesedihan
karena tidur memberikan kesempatan otak untuk rilex.
14. Rekreasi
Cara lain untuk menghilangkan stress misalnya dengan berrekreasi ke tempat
yang kita sukai, entah itu pergi ke obyek wisata, atau mencari hiburan tertentu
yang sehat yang dapat dilakukan bersama keluarga, teman, atau kerabat. Prinsip
rekreasi yaitu melepaskan beban pikiran dan menikmatinya.
15. Berat badan
Mengontrol berat badan ideal. Orang yang obesitas atau sebaliknya akan
menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh.
16. Dukungan
Dukungan dari orang-orang terdekat merupakan salah satu cara untuk mengurangi
stress karena dukungan dari orang sekitar merupakan wujud perhatian.

Respon koping individu sering terjadi secara spontan, yang mana, individu
melakukan apapun secara alami pada diri mereka dan apa yang telah dikerjakan

9
sebelumnya. Tetapi seringkali usaha-usaha itu tidak cukup. Stresor bisa jadi lebih kronis,
atau lebih elusive sehingga menyebabkan usaha individu itu sendiri tidak berhasil untuk
menurunkan stres.

Karena individu dengan jelas kesulitan mengatur stres dengan dirinya sendiri,
sehingga ahli psikologi kesehatan mengembangkan teknik yang disebut manajemen stres
yang dapat diajarkan (Taylor, 2003). Manajemen stress adalah suatu program untuk
melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal
penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik
dalam menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri
(Schafer, 2000: 18). Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar
menanggulanginya secara adaptif dan efektif (Margiati, 1999: 76). Memanajemen stres
berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan
sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati, 1999: 76)

D. TANDA DAN GEJALA


Pendapat Taylor (2003) dan juga disebutkan oleh Davis dan Nelson dapat
disimpulkan bahwa tanda-tanda atau gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut di bawah ini ( Agoes, dkk., 2003:40):
1. Aspek Emosional (Perasaan). Meliputi: merasa cemas (feeling anxious), merasa
ketakutan (feeling scared), merasa mudah marah (feeling irratable), merasa suka
murung (feeling moody), dan merasa tidak mampu menanggulangi (feeling of
inability to cope)
2. Aspek Kognitif (Pikiran) . Meliputi: Penghargaan atas diri rendah (low self esteem),
takut gagal (fear failure), tidak mampu berkonsentrasi (inability to concentrate),
mudah bertindak memalukan (embarrassing easily), khawatir akan masa depannya
(worrying about the future), Mudah lupa (forgetfulness), dan emosi tidak stabil
(emotional instability)
3. Aspek perilaku sosial. Meliputi: Jika berbicara gagap atau gugup dan kesukaran
bicara lainnya (stuttering and other speech difficulties), enggan bekerja sama
(uncooperative activities), tidak mampu rileks (inability to relax), menangis tanpa
alasan yang jelas (crying for no apparent reason), bertindak impulsif atau bertindak

10
sesuka hati (acting impulsively), mudah kaget atau terkejut (startling easily),
menggertakkan gigi (grinding teeth), frekuensi merokok meningkat (increasing
smoking), penggunaan obat-obatan dan alkohol meningkat (increasing use of drugs
and alcohol), mudah celaka (being accident prone), dan kehilangan nafsu makan atau
selera makan berlebihan (losing appetite or overeating)
4. Aspek fisiologis. Meliputi: Berkeringat (perspiration/sweaty), detak jantung
meningkat (increased heart beat), menggigil atau gemetaran (trembling), gelisah atau
gugup (nervous), mulut dan kerongkongan kering (dryness of throat and mouth),
mudah letih (tiring easily), sering buang air kencing (urinating frequently),
mempunyai masalah dengan tidur (sleeping problems), diare/ ketidaksanggupan
mencerna/ muntah (diarrhea/ indigestion/ vomiting), perut melilit atau sembelit (coil
arround in stomach), sakit kepala (headaches), tekanan darah tinggi (high blood
preasure), dan sakit pada leher dan atau punggung bawah (pain in the neck and or
lower back).
E. TAHAPAN
Manajemen stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap , yaitu:
1. Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana
mengidentifikasi stresor dalam kehidupan mereka sendiri.
2. Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi
(koping) stres.
3. Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang
ditargetkan situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

12
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, dkk. 2003. Teori dan Manajemen Stress (Kontemporer dan Islam). Malang:
Taroda.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
Baron, Robert A., dan Gerald Greenberg. 1990. Handbook of Behavior in
Organization: Understanding and Managing the Human Side of Work: Third edition.
Boston: SAGA Publications.
Benson, H dan Proktor, W. 2000. Dasar – Dasar Relaksasi (Nurhasan, Ed). Bandung:
Kaifa.
Benson, H dan Klipper, M. 2000. Respon Relaksasi Teknik Meditasi Sederhana
Untuk Mengatasi Tekanan Hidup (Nurhasan, Ed). Bandung: Kaifa. Chomaria, Nurul.
2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres: Plus Cara mengelola dan
Mengatasi Tekanan Stress Menjadi Energi Positif. Jogjakarta: Diva Press.
Davidson, dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: Rajawali Pers.
Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik. Yogyakarta: ANDI.
Hardjana, A.M. 1993. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius.
Lazarus, R.S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York:
Springer.
Manktelow, James. 2007. Mengendalikan Stres. Jakarta: Erlangga.

13

Anda mungkin juga menyukai