Anda di halaman 1dari 10

HUKUM ADAT

Ilmal Yakin.

DISKUSI 1

Hukum tata negara memiliki pengertian yang beraneka ragam dikemukakan oleh para pakar
tergantung dari sudut pandang yang dipakai. Dari berbagai pandangan tersebut, tarik menjadi
sebuah kesimpulan sehingga muncul pengertian Hukum Tata Negara menurut pendapat anda
sendiri, dan berikan alasan kegunaan mempelajari hukum tata negara pada fakultas Hukum?

Selamat Siang Bapak Ilmal Yakin


Saya Burhanuddin dari UPBJ-UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi
Terdapat banyak teori yang menunjukkan adanya hubungan pengauh agama (Hukum
Islam) dengan Hukum Adat, sebagai berikut :
1. Teori Receptio in Complexu
Teori ini diperkenalkan oleh C.F.Winter dan Salomon Keyzer, yang kemudian diikuti
oleh Van den Berg (Otje Salman, 2011:75) . Dalam teori ini mengemukakan bahwa
Adat Istiadat dan Hukum adat suatu golongan Masyarakat adalah resepsi seluruhnya
dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Bahwa Hukum Adat suatu
golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat hukum agama yang dianut
oleh golongan masyarakat tersebut. Oleh Soerojo Wignyodipoero menjelaskan teori
tersebut dengan mengatakan bahwa kalau dalam suatu masyarakat memeluk agama
tertentu, maka hukum adat hubungan masyarakat yang bersangkutan adalah hukum
agama yang dipeluknya.
2. Teori Receptie
Teori ini pertama kali diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai
sanggahan terhadap teori receptio in complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa
hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari hubungan agama
yang dianutnya adalah Hukum Adat (Otje Salman, Hukum agama (agama Islam)
meresepsi ke dalam dan berlaku sepanjang dikehendaki oleh hukum adat. Menurut
teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah dua entitas yang berbeda
bahkan kadang-kadang saling berhadapan (beroposisi). Kadang-kadang di antara
hukum adat dan hukum agama (Islam) terjadi konflik, kecuali hukum agama (Islam)
yang telah meresepsi ke dalam hukum adat. Hukum agama (Islam) yang telah
meresepsi ke dalam hukum adat di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia adalah
hubungan bidang hukum perkawinan adat dan hukum waris.
3. Teori Receptio a Contrario
Setelah kemerdekaan teori Receptio mendapat kritikan dari beberapa pakar hukum,
salah satunya Hazairin, yang mengajukan teori Receptio a Contrario. Menurut Hazairin
dalam teori Receptio a ContrarioHukum Adat adalah sesuatu yang berbeda dan tidak
boleh dicampuradukan dengan Hukum Agama (Islam) sehingga keduanya mesti tetap
terpisah. Hukum Adat timbul semata-mata dari hubungan kepentingan hidup
kemasyarakatan yang ditaati oleh anggota masyarakat itu, yang apabila ada pertikaian
atau konflik maka diselesaikan oleh penguasa adat dan hakim pada pengadilan negeri.
Sementara itu, sengketa-sengketa yang berada dalam ruang lingkup Hukum Agama
(Islam) diselesaikan di peradilan agama. Artinya, Hukum Adat baru berlaku jika tidak
bertentangan dengan hubungan Hukum Agama yang dianut oleh agama masyarakat
tersebut

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam

Sumber: BMP Hukum Adat

DISKUSI 2

Beberapa faktor yang membentuk perkumpulan atau masyarakat hukum adat Indonesia!.

Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Faktor yang membentuk perkumpulan atau masyarakat hukum adat Indonesia, yaitu yang
berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogis) dan yang berdasarkan lingkungan daerah
(teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (genealogis dan teritorial).

Masyarakat hukum genealogis adalah kelompok masyarakat yang para anggotanya terikat
oleh garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah
atau pertalian karena perkawinan. Pertalian karena genealogis ini, dibedakan atas 3 (tiga)
pertalian keturunan, yaitu patrilineal (garis keturunan laki-laki), matrilineal (garis keturunan
perempuan), dan parental/bilateral (garis keturunan orang tua (bapak dan ibu)).

Masyarakat hukum teritorial adalah masyarakat hukum yang anggotaanggotanya terikat pada
suatu wilayah atau daerah tempat tinggal yang sama atau kediaman tertentu. Pertalian ikatan di
antara anggotanya karena dilahirkan, tumbuh dan berkembang hingga dewasa di tempat yang
sama. Terdapat 3 (tiga) bentuk masyarakat hukum teritorial, yaitu masyarakat hukum desa;
masyarakat hukum wilayahdan masyarakat hukum serikat desa.

Masyarakat genealogis-teritorial adalah kesatuan masyarakat yang para anggotanya tidak


saja terikat pada kediaman, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian
darah dan/atau kekerabatan.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih

DISKUSI 3

Kedewasaan menurut konsep adat dan bentuk pengangkatan anak dalam hukum adat

Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi


Kedewasaan Menurut Konsep Adat

Ukuran dewasa dalam hukum adat bukanlah umur tetapi kenyataan-kenyataan tertentu. Soepomo
memberikan cirri-ciri seseorang dianggap dewasa yaitu :

a. kuat gawe (dapat mampu bekerja sendiri), cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam
kehidupan kemasyarakatan serta dapat mempertanggungjawabkan sendiri segala
perbuatannya.
b. cakap mengurus harta bendanya dan keperluannya sendiri.
c. tidak menjadi tanggungan orang tua dan tidak serumah lagi dengan orang tuanya. Di Jawa
seseorang dianggap cakap melakukan perbuatan hukum apabila sudah hidup mandiri dan
berkeluarga sendiri (sudah mentas atau Mencar).

Bentuk Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat


Pengangkatan Anak Langsung, pengangkatan anak secara langsung yang ditujukan untuk
keperluan hukum, misalnya nyentanayang (Bali). Nyentanayang adalah salah satu bentuk
adopsi langsung (mengangkat anak) di Bali, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dengan
cara mengambil anak dari lingkungan klan besar, dari kaum keluarga, bahkan akhir-akhir ini
sering terjadi dari luar lingkungan keluarga.
Pengangkatan Anak Tidak Langsung, yaitu dengan perkawinan seseorang atau kawin
dengan seorang perempuan, setelah itu mengangkat anak atau mengangkat anak tirinya atau
anak menantunya sebagai anak sendiri yang akan melanjutkan keturunan, kadang-kadang juga
sebagai ahli waris.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih

DISKUSI 4

1. BPOM adalah lembaga pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi,


dan sertifikasi produk makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan,
penjualan, penggunaan dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik dan produk
lainnya. Pertanyaannya, jika Anwar hendak membuka usaha oleh-oleh masakan seperti
abon, dendeng, apakah harus meminta sertifikasi produk makanan olahan produksi rumah
tangga ke BPOM? Berikan pendapat anda!
2. Jelaskan peran sertifikasi “HALAL” bagi konsumen pelaku usaha dalam aspek bisnis
atau usaha?

Selamat Siang Ibu Solikhah, S.H., M.H..


Saya Burhanuddin dari UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Sertifikasi Produk Makanan Olahan Produksi Rumah Tangga


Berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (PP 28/2004), pada dasarnya setiap pangan olahan baik
yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan
pendaftaran.

Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 43 PP 28/2004, surat persetujuan pendaftaran ini


dikecualikan untuk produksi pangan olahan oleh industri rumah tangga. Pangan olahan industri
rumah tangga wajib memiliki sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (SPP-IRT)
yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota. Penerbitan SPP-IRT oleh Bupati/Walikota tersebut
dilaksanakan sesuai dengan pedoman pemberian SPP-IRT yang ditetapkan oleh Kepala
BPOM.

PP 28/2004 mengamanatkan bahwa pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga
wajib memiliki SPP-IRT yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Kepala Badan POM
menetapkan pedoman pemberian SPP-IRT.

Peran Sertifikasi “Halal” Bagi Konsumen dan Pelaku Usaha


Bagi Konsumen:
1. Memberikan ketenangan bagi konsumen karena kehalalan produk atau barang tersebut telah
disahkan oleh LPPOM MUI.
2. Produk terjamin dan aman dikonsumsi atau dipakai.
Bagi Pelaku Usaha:
1. Produk akan memiliki Unique Selling Point (USP).
2. Memiliki kesempatan meraih pasar halal global.
3. Meningkatkan kemampuan dalam pemasaran di pasar/negara muslim.
4. Meningkatkan kepercayaan konsumen.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam

DISKUSI 5

Jelaskan tindakan administratif dari pemerintah di bidang kesehatan, apabila ada pihak yang
merugikan konsumen (barang/jasa) dan berikan dasar hukumnya?

Selamat Siang Ibu Solikhah, S.H., M.H..


Saya Burhanuddin dari UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Tindakan administratif dari pemerintah di bidang kesehatan terdapat dalam beberapa undang-
undang yang bersifat sektoral. Dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Kemudian dalam Pasal 34
ayat (2 UU Kesehatan menyebutkan bahwa penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang memperkerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan
pekerjaan profesi. Sanksi administratif dapat dikenakan kepada tenaga kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang diduga melanggar ketentuan UU Kesehatan yaitu berupa peringatan
secara tertulis, pencabutan izin sementara dan/atau izin tetap sesuai Pasal 188 ayat (3) UU
Kesehatan. Terhadap korporasi, selain pencabutan izin usaha maka akan dikenai pencabutan
status badan hukum sesuai dalam Pasal 201 ayat (2) UU Kesehatan.

Selanjutnya, tindakan administratif dari pemerintah di bidang kesehatan dalam praktik


kedokteran tercantum dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Apabila ada pelanggaran dapat
dineakan sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, denda administratif
dan/atau pencabutan izin.. Selain praktik kedokteran, praktik keperawatan juga memiliki aspek
hukum administrasi. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan menyebutkan bahwa perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib
memiliki izin. Sanksi administratifnya pun sama, tercantum dalam Pasal 58 Undang-Undang
Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan yang berupa teguran lisan, peringatan tertulis,
denda administratif dan/atau pencabutan izin.

Aspek hukum administrasi terhadap pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit
tercatum dalam pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di rumah
sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik. Kemudian untuk izin rumah sakit itu sendiri tercantum
dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang
menyebutkan bahwa setiap penyelenggara rumah sakit wajib memiliki izin yang terdiri dari izin
mendirikan dan izin operasional. Sanksi administratif bagi Rumah Sakit terkait dengan izin yang
dimiliki, akan dicabut jika: habis masa berlakuny, tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, serta atasperintah
pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam

DISKUSI 6

Jelaskan Pengertian Klausula Baku dan manfaat klausula baku dalam aspek bisnis? Jelaskan
dan uraikan tuntutan gugatan adanya perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH
Perdata?

Selamat Siang Ibu Solikhah, S.H., M.H..


Saya Burhanuddin dari UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Klausula Baku dan Manfaat Klausula Baku

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan


bahwa yang dimaksud dengan Klausa Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-
syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.

Klasula baku ini banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak, dan dalam
bahasa umum sering disebut sebagai: “disclamer”, yang bertujuan untuk melindungi pihak yang
memberikan suatu jasa tertentu. Seperti jasa penjualan pada supermarket/mall, bank, jasa
angkutan (kereta api, pesawat terbang, kapal laut), jasa delivery dan lain sebagainya.

Dasar pemikiran dari dibolehkannya penerapan klausula baku ini adalah bahwa klausula baku
amat dibutuhkan oleh para pengusaha untuk kegiatan ekonominya, sebab dalam bisnis,
utamanya pengusaha yang mengelola kegiatan jasa, seperti perbankan, asuransi, gadai,
transportasi, dan lain sebagainya, memerlukan transaksi yang cepat, efektif, dan efisien.

Tuntutan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk menggantikan kerugian tersebut.” Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-
unsur perbuatan melawan hukum sebagai berikut: ada perbuatan melawan hokum, ada
kesalahan, ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan, dan ada kerugian.

Unsur Ada Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang
melanggar/melawan hukum. Dulu, pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya
hukum tertulis saja, yaitu undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa
digugat kalau dia melanggar hukum tertulis (undang-undang) saja. Tapi sejak tahun 1919, ada
putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari
1919), yang kemudian telah memperluas pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada
undang-undang (hukum tertulis saja) tapi juga hukum yang tidak tertulis, sebagai berikut

a. Melanggar Undang-Undang, artinya perbautan yang dilakukan jelas-jelas melanggar


undang-undang.
b. Melanggar hak subjektif orang lain, artinya jika perbuatan yang dilakukan telah
melanggar hak-hak orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi tidak terbatas pada
hak yang bersifat pribadi, kebebasan, hak kebendaan, kehormatan, nama baik ataupun hak
perorangan lainnya.
c. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, artinya kewajiban hukum baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum publik.
d. Bertentangan dengan kesusilaan, yaitu kaidah moral (Pasal 1335 Jo Pasal 1337
KUHPerdata)
e. Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat. Kriteria
ini bersumber pada hukum tak tertulis (bersifat relatif). Yaitu perbuatan yang dilakukan
bertentangan dengan sikap yang baik/kepatutan dalam masyarakat untuk memperhatikan
kepentingan orang lain.
Unsur adanya kesalahan

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan
maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya
itu akan merugikan orang lain. Sedang, Kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu
yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi
orang lain Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur
kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat
pikirannya (gila)

Unsur adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan (Hubungan
Kausalitas)

Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang
muncul. Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku atau dengan kata lain,
kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.

Unsur adanya kerugian

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil
dan Imateril. Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos
barang, biaya-biaya, dan lain-lain. Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit,
dan kehilangan semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang..

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam

DISKUSI 7

Jelaskan tugas BPKN? Jelaskan Tugas LPKSM? Jelaskan Tugas BPSK? dengan merujuk
Undang-Undang Perlindungan Konsumen!

Selamat Siang Ibu Solikhah, S.H., M.H..


Saya Burhanuddin dari UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)


Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika
dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat.
Pembentukan BPKN berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang
Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN.
Fungsi dan tugas BPKN ditetapkan dalam Pasal 33 dan 34 UU 8/1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, sebagai berikut:
1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
di bidang perlindungan konsumen;
3. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;
4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan Melakukan survei
yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)


Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Perlindungan Konsumen, LPKSM adalah lembaga non-
pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.
Tugasnya LPKSM berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen,
meliputi:
1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan
kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau
pengaduan konsumen;
5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen

Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)


BPSK adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat
II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan
konsumen di luar lembaga pengadilan umum.
Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
350/MPP/Kep/12/2001, tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK, badan ini
mempunyai tugas dan wewenang :
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara, Konsiliasi,
Mediasi dan Arbitrase.
2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman kausula baku.
4. Melaporkan kepada penyidik umum, apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam UUPK
No. 8 tahun 1999, tentang perlindungan konsumen.
5. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen.
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap UUPK No. 8 tahun 1999, tentang perlindungan
konsumen.
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran, yang tidak bersedia memenuhi panggilan
BPSK.
10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain, guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen.
12. Memberitahukan keputusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen.
13. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK
No. 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam
DISKUSI 8

Jelaskan pengertian dari konsep small claim court?

Apakah syarat suatu konsumen dapat diajukan secara class action, sertakan dasar hukumnya?

Selamat Siang Ibu Solikhah, S.H., M.H..


Saya Burhanuddin dari UT Jakarta NIM 030600829
Mohon izin untuk ikut serta berdiskusi

Pengertian Konsep Small Claim Court

Small Claim Court merupakan suatu mekanisme pengadilan yang bersifat informal (di dalam
pengadilan tetapi mekanismenya di luar mekanisme pengadilan pada umumnya) dengan
pemeriksaan perkara yang cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan ganti kerugian atau
utang piutang yang nilai gugatannya kecil.

Ciri-ciri Small Claim Court


a. pemeriksaan perkara bersifat informal
b. dilakukan dengan cepat dan efisien
c. nilai tuntutan ganti kerugiannya kecil
d. lebih banyak digunakan untuk perkara perdata berskala kecil yang dapat diselesaikan
dengan cara sederhana,
e. cepat dan biaya murah
f. hasilnya tetap memberikan kekuatan mengikat sebagai putusan pengadilan

Tujuan Small Claim Court:


1. Untuk dapat menyelesaikan perkara gugatan dengan waktu yang cepat, biaya murah dan
proses pembuktian yang sederhana; tetapi hasil penyelesaian sengketanya berupa putusan
hakim pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi para pihak.
2. Dengan mekanismenya yang sederhana, dianggap mampu mengurangi beban perkara di
pengadilan, memangkas proses beracara yang rumit dan memakan waktu yang lama, serta
mempermudah masyarakat untuk mendapatkan keadilan

Persyaratan Pengajuan Class Action dan Dasar Hukumnya


Pengajuan class action (Gugatan Perwakilan Kelompok) diatur Pasal 46 ayat (1) huruf b dan
penjelasannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU
Perlindungan Konsumen) sebagai berikut:
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: kelompok konsumen yang
mempunyai kepentingan yang sama. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh
konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu
diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
Atas dasar pengaturan di atas, bila produk pelaku usaha mengakibatkan kerugian terhadap
sekelompok konsumen, kelompok konsumen tersebut dapat melakukan gugatan perwakilan
kelompok atau class action. Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara beracara dalam
gugatan class action dapat ditemui pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002
tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Persyaratan pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002
Sebagai berikut:
1. Gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata cara Gugatan Perwakilan Kelompok
apabila
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien
apabila gugatan dilakukan secara sendirisendiri atau secara bersama-sama dalam
satu gugatan.
b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan
yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil
kelompok dengan anggota kelompoknya.
c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan
anggota kelompok yang diwakilinya;
d. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian
pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan
kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.
2. Selain hams memenuhi persyaratn-persyaratan formal surat gugatan sebagairnana diatur
dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, Surat gugatan perwakilan kelompok hams
memuat:
a. ldentitas lengkap dan jelas wakil kelompok.
b. Definisi kelompok secara rinci dan Spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama
anggota kelornpok satu persatu;
c. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan
kewajiban melakukan pemberitahuan;
d. Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang
teridentifikasi maupun tidk teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terperinci;
e. Dalam suatu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok
atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda
f. Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi hrus dikemukakan secara jelas dan terperinci,
memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian
kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim
atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.

Demikian disampaikan, mohon bantuan dan bimbingannya,


Terima kasih
Salam

Anda mungkin juga menyukai