Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR PENGESAHAN

LEVEL KONTROL

DISUSUN OLEH
NAMA / NIM : 1. ALIVDHA FARIDA 17 644 006
2. DOMINIKUS BITH 17 644 007
3. NATALYAS MARAMPA’ 17 644 009
4. FADHILATUL ULYA 17 644 041
5. KARIN MEIDI SAFIRA S. 17 644 051
KELAS : IV A
KELOMPOK : 1 (SATU)
PROGRAM STUDI : S1 TERAPAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal………………………………….2019


Mengesahkan dan Menyetujui
Dosen Pembimbing

Ibnu Eka Rahayu, S.S.T., M.T


NIP.19811103 200604 1 004
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mengetahui prinsip kerja dari alat Propotional Solenoid Valve (PSV)
2. Mengetahui prinsip kerja dari alat Pneumatic Valve (PV)
3. Mengetahui prinsip kerja dari alat Propotional Level Sensor
4. Mengetahui dan mempelajari karakter pengendalian Propotional, Intergal,
dan Derivatif

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pengertian Pengendalian Proses
Pengendalian proses adalah pengendalian automatik yang diterapkan di bidang
teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan.
Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut “sistem
pengendalian atau “sistem control”.

1.2.2 Jenis Variabel


Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang pengendalian
proses adalah variabel proses (process variabel, PV) atau disebut variabel terkendali
(controlled variable). Variabel proses adalah besaran fisik atau kimia yang
menunjukan keadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik, artinya nilai variabel
dapat berubah spontan atau sebab lain baik yang diketahui atau tidak. Diantara
banyak macam variabel proses terdapat empat variabel dasar, yaitu : suhu (T),
tekanan (P), laju alir (F) dan tinggi permukaan cairan (L).
Dalam teknik pengendalian proses, titik berat permasalahan adalah menjaga
agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur (trayektori) tertentu.
Variabel yang digunakan untuk koreksi atau mengendalikan variabel proses disebut
variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) atau variabel terkendali.
Sedangkan nilai yang diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi variabel proses
disebtu nilau acuan (setpoint value, SV). Dan variabel gangguan adalah variabel
masukan yang mampu mempengaruhi nilai variabel proses tetapi tidak digunakan
untuk mengendalikan.

1.2.3 Intrumentasi Proses


a. Unit pengukuran
Yakni bagian yang bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa
besaran fisik atau kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, ph, konsentrasi, dsb, menjadi
sinyal standar.
Terdiri atas :
- Sensor, yaitu elemen perasa yang langsung “bersentuhan” dengan variabel
proses.
- Transmiter, yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor
( gerakan mekanik, perubahan hambatan, perubahan tegangan, atau arus)
menjadi sinyal standar.
b. Unit pengendali
Bertugas membandingkan, mengevaluasi, dan mengirimkan sinyal ke unit
kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi matematika seperti,
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, integrasi, dan diferensiasi. Unit
Kendali Akhir bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan
koreksi melalui variabel termanipulasi.
1.2.4 Diagram Blok
Diagram blok lengkap sistem untuk pengendalian level :
W-
r+ e U M+ C
GC GV GP

y-

Gambar 1.9 Diagram Blok Lengkap Sistem untuk Pengendalian menggunakan


pneumatik valve
Keterangan gambar :
r+ = Nilai acuan atau setpoint value (SV)
e = Sinyal galat (error) dengan e = r –y
y = Sinyal pengukuran
u = Sinyal kendali
M+ = Variabel termanipulasi ( Laju alir masuk)
W- = Variabel gangguan ( Laju alir keluar)
C = Variabel proses ( Level dalam tangki)
GC = Unit pengendali ( Komputer)
GV = Katup pengendali (Pneumatik Valve)
GP = Sistem Proses (Tangki)
H = Transmiter/Proportional sensor

Dalam diagram blok sistem kontrol dapat digambarkan seperti di atas.


Di dalam suatu sistem proses dalam hal ini tangki proses di dalamnya terdapat
sensor yang terkoneksi dengan transmitter. Sensor yang digunakan pada
pengendalian level adalah proportional sensor melakukan pengukuran terhadap
proses variabel. Pengendali atau komputer dari sinyal standar yg dikirim ke
sinyal kendali akhir berupa arus listrik di konversi menjadi tekanan, tekanannya
dari kompresor.Udara di kirimkan masuk kedalam pneumatik valve,udara yang
masuk dan dibuang diatur oleh ip converter berdasarkan perintah komputer.
Tetapi udara yg di kirim dan yg di buang dikirim melalui printah dari komputer
berdasarkan dari evaluasi antara setpoint dengan proses variabel.Berdasarkan
hasil perbandingan ini, nilai error yang terjadi sebagai dasar bagi komputer
untuk melakukan perhitungan ulang.
1.2.5 Metode Pengendalian
Metode pengendalian yang dikenal dan sering digunakan ada 2 yaitu :
a. Direct Action
Direct action adalah kondisi dimana proses manipulated variabel (MV) naik
maka proses variabel (PV) akan naik. Dalam hal ini yang menjadi MV adalah SOL 1
yang merupakan flow air masuk. Dikarenakan saat flow air masuk semakin besar
maka level dalam tangki bertambah juga.
b. Reversed Action
Reverse action adalah kondisi dimana proses manipulated variabel (MV) naik
maka proses variabel (PV) akan turun. Dalam hal ini yang menjadi MV adalah SOL 2
dan SOL 3 yang merupakan flow air keluar. Dikarenakan saat flow air keluar
semakin besar maka level dalam tangki berkurang
1.2.6 Macam-Macam Pengendalian
1. Pengendalian Proportional
Pengendalian proportional memiliki keluaran yang sebanding atau proportional
dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan
harga aktualnya). Pengendali proportional mampu memperbaiki respon transien
khususnya rise time dan settling time. Ciri-ciri pengendalian proporsional :
 Jika nilai proporsional band (Pb) kecil, pengontrol proporsional hanya
mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan
menghasilkan respon sistem yang lambat (menambah rise time).
 Jika nilai Pb dinaikkan, respon 1 tanggapan sistem akan semakin cepat
mencapai keadaan steady state (mengurangi rise time).
 Namun jika nilai Pb diperbesar hingga mencapai harga yang berlebihan,
akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan
berosilasi.
 Nilai Pb dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error,
tetapi tidak menghilangkannya.

2. Pengendalian Integral

Pengendalian integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki


kesalahan dalam keadaan mantap nol (error steady state = 0). Jika sebuah pengontrol
tidak memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional tidak mampu menjamin
keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol.
Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Ciri-
ciri pengendalian integral :
 Keluaran pengendali integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
 Ketika sinyal kesalahan nilainya nol, keluaran pengendali akan bertahan
pada nilai sebelumnya.
 Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai konstanta integral.
 Konstanta integral yang besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta integral akan mengakibatkan peningkatan
osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.
3. Pengendalian Derivatif

Kelambatan akibat aksi integral, dihilangkan dengan menambahkan aksi


derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi
derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot
variabel proses. Namun, penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka
terhadap noise.
Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan
perubahan yang sangat besar dan cepat. Ketika masukannya tidak mengalami
perubahan, keluaran pengontrol juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila
sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran
menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara
perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar
magnitudenya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor
Kd (konstanta derivatif). Ciri-ciri pengendali derivatif :
 Pengendali tidak dapat menghasilkan keluaran, jika tidak ada perubahan
pada masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan).
 Jika sinyal kesalahan berubah terhadap fungsi waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pengendali tergantung pada nilai konstanta derivatif dan laju
perubahan sinyal kesalahan.
 Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului,
sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum
pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial
dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat
korektif dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem.
 Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan
mengurangi overshoot.
1.2.7 Mekanisme Alat
a. Armfield PCT 40

Gambar 1.2 Armfield PCT 40


Armfield PCT 40 merupakan salah satu alat kontrol yang memberikan cara
efektif biaya mengajarkan berbagai teknik kontrol proses dalam sebuah unit dasar
yang sederhana lebih lanjut aspek kontrol proses dapat diatasi dengan menambahkan
opsional untik sistem dasar. Suatu sistem pengendalian proses dengan pengajaran
multifungsi, yang mampu menunjukkan level, aliran, tekanan dan suhu. Untuk jenis
sensor level, dimana tangki sebagai sistem proses dan terdapat katup pengendali yang
bentuknya berupa selenoid (SOL). Pada sensor level ini terdapat 3 buah SOL, yang
berfungsi :
SOL 1 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran masuk
SOL 2 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran keluar
SOL 3 : untuk mengatur/mengendalikan jumlah aliran keluar
Dimana dibagi menjadi 3 yaitu PCT 40 yang digunakan untuk level, PCT 41
yang digunakan untuk temperatur, dan PCT 42 untuk pH dan konduktivitas.
Sedangkan pada praktikum ini digunakan PCT 40 yaitu untuk pengukuran level suatu
proses dimana menggunakan sensor level yaitu diferential level, level (float) switch
dan tekanan.
b. Solenoid Valve
Gambar 1.3 Solenoid Valve
Solenoid valve merupakan katup yang dikendalikan dengan arus listrik baik AC
maupun DC melalui kumparan/solenoida. Solenoid valve ini merupakan elemen
kontrol yang paling sering digunakan dalam sistem fluida.

Gambar 1.4 Prinsip Kerja Solenoid Valve


Solenoid valve akan bekerja bila kumparan/coil mendapatkan tegangan arus
listrik yang sesuai dengan tegangan kerja (kebanyakan tegangan kerja solenoid valve
adalah 100/200VAC dan kebanyakan tegangan kerja pada tegangan DC adalah
12/24VDC). Sebuah pin akan tertarik karena gaya magnet yang dihasilkan dari
kumparan selenoida tersebut. Saat pin tersebut ditarik naik maka fluida akan mengalir
dari ruang C menuju ke bagian D dengan cepat. Sehingga tekanan di ruang C turun
dan tekanan fluida yang masuk mengangkat diafragma. Sehingga katup utama
terbuka dan fluida mengalir langsung dari A ke F.

c. Float Switch Sensor


Gambar 1.5 Float Switch Sensor
Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat dalam tangki. Cara
kerjanya adalah pada saat sistem membuka (SOL 1=1), maka ketinggian (level) air
dalam tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai pelampung yang
menyebabkan pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu maka sistem
dengan sendirinya akan mati dan SOL 1 akan menutup (SOL 1=0) sebagai nilai offset
atas begitupun sebaliknya jika fluida dalam tangki berkurang dan membuat
pelampung tersebut turun hingga batasan tertentu maka sistem akan membuka
kembali (SOL 1=1).
Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana Set Point akan
sama dengan offset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL 1=1). Pada saat
sistem menutup maka sensor ini akan bekerja secara buka-tutup untuk menstabilkan
ketinggian air yang ada dalam tangki.

Tabel 1.1 Kelebihan dan kekurangan float switch sensor

Keunggulan Kekurangan
a. Relatif murah a. Memiliki bagian yang bergerak
b. Sederhana b. Memiliki ukuran yang besar
c. Offset dan respon cepat c. Sejumlah besar cairan harus hadir
sebelum float membuat kontak

d. Differential Level Sensor


Gambar 1.6 Differential Level Switch Sensor
Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah. Cara kerja
dari sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah dari elektroda positif
sehingga jika fluida diisi ke dalam tangki maka elektroda negatif akan tersentuh
fluida tersebut lebih dulu dan membuat larutan memiliki muatan listrik sehingga
ketika fluida menyentuh elektroda positif maka sistem akan mati dengan sendirinya.
Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu seandainya
jika sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun solenoid tidak bekerja
maka selambat-lambatnya pada batas bawah solenoid harus bekerja sebelum
ditinggalkan oleh cairan (air). Sensor jenis ini juga bekerja dengan sistem ON-OFF,
dimana nilai Set Point akan sama dengan ofset bawah (SOL 1=1).

Tabel 1.2 kelebihan dan kekurangan differential level sensor

Keunggulan Kekurangan
a. Memiliki offset yang lebih kecil a. Berbahaya untuk cairan yang
dari pressure control mudah terbakar

1.2.7 Proportional Level Sensor


Proportional level sensor mendeteksi tingkat cairan dan cairan lain dan padatan
terfluidasi yang menunjukkan permukaan bebas. Zat yang mengalir menjadi dasarnya
horisontal dalam wadah atau batas fisik lainnya sedangkan sebagian besar tumpukan
padat pada sudut istirahat ke puncak. Substansi yang diukur dapat berada di dalam
wadah atau bisa dalam bentuk alaminya (misalnya sungai atau danau). Pengukuran
level dapat berupa nilai berkelanjutan atau titik. Level sensor kontinyu mengukur
dalam kisaran tertentu dan menentukan jumlah pasti substansi di tempat tertentu,
sementara sensor level titik hanya menunjukkan apakah substansi berada di atas atau
di bawah titik penginderaan. Umumnya yang terakhir mendeteksi level yang terlalu
tinggi atau rendah. Ada banyak variabel fisik dan aplikasi yang mempengaruhi
pemilihan metode pemantauan tingkat optimal untuk proses industri dan komersial.
Sensor level adalah salah satu sensor yang sangat penting dan memainkan peran yang
sangat penting dalam berbagai aplikasi konsumen/industri. Seperti jenis sensor
lainnya, sensor level tersedia atau dapat dirancang menggunakan berbagai prinsip
penginderaan. Pemilihan jenis sensor yang sesuai dengan kebutuhan aplikasi sangat
penting.

1.2.8 Proportional Solenoid Valve (PSV)

Gambar 1.1 Proportional Solenoid Valve


Proportional Solenoid valve adalah katup yang digerakan oleh energi listrik,
mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan
piston yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC, proportional solenoid
valve atau katup (valve) solenoida  mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan
lubang exhaust, lubang masukan, berfungsi sebagai terminal/tempat cairan masuk
atau supply, lalu lubang keluaran, berfungsi sebagai terminal atau tempat cairan
keluar yang dihubungkan ke beban, sedangkan lubang exhaust, berfungsi sebagai
saluran untuk mengeluarkan cairan yang terjebak saat piston bergerak atau pindah
posisi ketika  solenoid valve bekerja. Proportional solenoid valve juga dilengkapi
oleh amplifier yang berfungsi sebagai penguat arus (signal) sehingga hasil keluaran
terbebas dari gangguan.
Prinsip kerja dari proportional solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu
katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil
mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet
sehingga menggerakan piston pada bagian dalamnya ketika piston berpindah posisi
maka pada lubang keluaran dari solenoid valve akan keluar cairan yang berasal
dari supply, pada umumnya solenoid valve mempunyai tegangan kerja 100/200 VAC
namun ada juga yang mempunyai tegangan kerja DC.
Kemudian hubungan antara PSV dan control valve yaitu signal kendali di kirim
ke katup kendali (control valve), pada praktikum kali ini katup kendali yang
digunakan adalah PSV (Proportioning Solenoid Valve), PSV akan menerjemahkan
signal kendali menjadi aksi/koreksi sehingga hasil keluaran sesuai dengan yang di
inginkan (mendekati set point).

1.2.9 Pneumatic Valve

Gambar 1.2 Pneumatic Valve


Pneumatik valve adalah valve atau katup yang bekerja untuk menutup dan
membuka aliran tanpa mengandalkan tenaga manusia. Sebagai penggantinya ada
perangkat lain yang dibutuhkan sebagai penggerak. Tenaga penggeraknya yaitu
pneumatic actuator (menggunakan tenaga angin). Pneumatic valve yang bekerja
dengan tenaga angin adalah jenis valve yang paling banyak digunakan. Pneumatik
adalah sebuah sistem penggerak yang menggunakan tekanan udara sebagai tenaga
penggeraknya.
1. Cara Kerja Pneumatic Valve
Valve jenis ini memanfaatkan sumber angin bertekanan yang dihasilkan oleh air
compressor untuk mendorong valve stem bergerak membuka atau menutup. Ada
istilah sinyal pneumatik pada valve model ini yaitu signal standard yang dipakai
untuk menggerakan katup, signal pneumatic ini besarannya antara 3 Psi dan 15 Psi.
Jadi valve ini untuk bekerjanya membutuhkan udara/angin sebagai energi pengerak.
Dengan tambahan perangkat yang disebut IP converter valve pneumatic bisa
menjadi valve elektrik, untuk valve elektrik ini signal yang digunakan adalah signal
elektrik yang besarannya antara 4 mA sampai dengan 20 mA.

Gambar 1.3 Cara Kerja Pneumatic Valve


Dari penjelasan tentang sinyal pneumatik dan elektrik ini dikenal istilah lain
yang berhubungan dengan posisi katup yaitu Failure Close (FC) dan Failure Open
(FO). FC yaitu valve yang posisi katupnya menutup ketika tidak ada sinyal yang
mengalir ke control valve dan FO yaitu valve yang katupnya membuka ketika tidak
ada sinyal yang mengalir ke control valve. Gambar 1.3 memperlihatkan valve jenis
FC.
2. Bagian-bagian Pneumatic Valve

Gambar 1.4 Bagian-bagian Pneumatic Valve


A. Top Cover
B. Diaphragm
Diaphragm merupakan jenis auctuators single acting, udara bertekanan yang
diberikan pada salah satu sisi diaphragm dapat melakukan pergerakan langsung
atau reverse action.
C. Stem
Stem merupakan bagian valve yang berbentuk batang, di stem ini terdapat ulir
yang memungkinkan valve bisa bergerak naik dan turun untuk mentup.
D. Yoke
E. Bonet
Bonnet adalah bagian dari valve yang terdiri dari packing box, steam seal dan
jalur dari stem. bonnet ini adalah ruang (bagian) yang dapat di lepas nantinya
untuk mengganti disk atau bagian internal lainya. bonnet juga berfungsi sebagai
jalur dari stem agar ia bisa bergerak naik dan turun.
F. Body
Komponen mekanisme yang menentukan besarnya flow yang mengalir ke
proses.
G. Positioner
Berfungsi untuk memposisikan prosentase bukaan valve sesuai dengan
karakteristik pneumatic valve.
1.2.5 Normally Open (NO) = Air to Close (ATC)
Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve terbuka.
Dengan bertambahnya tekanan pada Pneumatic Actuator akan menutup Valve;
dengan berkurangnya tekanan pada Pneumatic Actuator, maka spring akan membuka
Valve. Hilang/berkurangnya air supply pressure berarti akan membuka valve.

1.2.6 Normally Close (NC) = Air to Open (ATO)


Jika actuator kehilangan tekanan, pegas mendorong sehingga valve tertutup.
Dengan bertambahnya tekanan pada Pneumatic Actuator akan membuka Valve;
dengan berkurangnya tekanan pada Pneumatic Actuator, maka spring akan menutup
Valve.

Gambar 1.13 Fall-safe mode pada pneumatic


Hilang/berkurangnya air supply pressure berarti akan menutup valve.
Positioner, I/P Converter dan Controller ada yang mempunyai ‘forward’ action dan
ada yang mempunyai ‘reverse’ action; jadi, tidak bisa dikatakan sebagai ‘current’ to
open/close, melainkan tergantung dari konfigurasinya.Untuk proses dimana safe
condition terjadi pada Valve tertutup, harus menggunakan ATO Actuator; sedangkan
untuk proses dimana safe condition terjadi pada Valve terbuka, harus menggunakan
ATC Actuator. Untuk proses dimana safe condition mengharuskan Valve to ‘hold last
position’, maka gunakan double acting Pneumatic Actuator atau Electric Actuator
(perhatikanadanya force balik dari valve plug karena process pressure).Kondisi fail-
safe mode biasanya ditentukan oleh posisi actuator, meski pada jenis valveball dan
butterfly, juga dapat diatur dari posisi valve.

G
ambar 1.14 Pengaturan posisi valve
Manfaat Level Kontrol Di Industri
Variable yang sangat penting yang harus diukur dan dikontrol adalah
Level air dalam “Steam Drum“,  supaya Boiler ini bekerja secara aman dan
efisien, dan menghasilkan laju uap yang terus menerus, maka kita haris
menjaga supaya Steam drum levelnya tidak terlalu rendah ataupun terlalu
tinggi.  Jika tidak ada air yang cukup dalam steam drum maka “Water Tube”
akan kering dan terbakar karena panas dari api, dan jika terlalu banyak air
maka uap yang dihasilkan tidak akan kering sehingga akan bermasalah pada
hilirnya.

Gambar 1.9 Komponen Dasar Dari Water Level Control Sistem


BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan :
 PCT-40 Level Control
2.1.2 Bahan yang digunakan :
 Air PDAM

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1 Proportional Solenoid Valve
1. Proportional Band
 Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yg terdapat
pada bagian bawah tangki proses
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 1 : Level Control (inflow)”
lalu “load”
 Mengklik “control” dan mengeset
Sampling : Automatic
Setpoint : 100 mm
Proposional band : 20%
Integral time :0s
Derivative time :0s
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik “SOL 3” untuk membuka valve
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu sampai selama 15 menit lalu mengklik ikon “STOP” untuk
menghentikan proses pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file
dengan xls
2. Integral Time
 Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yg terdapat
pada bagian bawah tangki proses
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 1 : Level Control (inflow)”
lalu “load”
 Mengklik “control” dan mengeset
Sampling : Automatic
Setpoint : 100 mm
Proposional band : 20%
Integral time : 100 s
Derivative time :0s
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik “SOL 3” untuk membuka valve
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu selama 15 menit lalu mengklik ikon “STOP” untuk
menghentikan proses pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file
dengan xls
3. Derivatif Time
 Memasang selang penghubung dari output SOL 1 ke konektor yg terdapat
pada bagian bawah tangki proses
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 1 : Level Control (inflow)”
lalu “load”
 Mengklik “control” dan mengeset
Sampling : Automatic
Setpoint : 100 mm
Proposional band : 20%
Integral time : 100 s
Derivative time :5s
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik “SOL 3” untuk membuka valve
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu sampai stabil lalu mengklik ikon “STOP” untuk menghentikan
proses pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file
dengan xls
2.2.2Pneumatic Valve
1. Proportional Band
 Memasang selang penghubung dari output flow meter ke konektor input
pneumatic valve dan output pneumatic valve pada konektor di bagian bawah
tangki
 Memastikan keran air sudah dibuka
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 11 : Project Work” lalu
“load”
 Mengklik ikon “PID A”
 Pada PID Controller mengatur :
Process Variable : F1
Control Variable : Hot Pump Speed/Pneumatic Valve
Control Action : Direct
Set Point : 100 mm
Proportional Band : 20%
Integral Time :0s
Derivative Time :0s
Mode of Operation : Automatic
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu 15 menit lalu mengklik ikon “STOP” untuk menghentikan proses
pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file
dengan xls
2. Integral Time
 Memasang selang penghubung dari output flow meter ke konektor input
pneumatic valve dan output pneumatic valve pada konektor di bagian bawah
tangki
 Memastikan keran air sudah dibuka
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 11 : Project Work” lalu
“load”
 Mengklik ikon “PID A”
 Pada PID Controller mengatur :
Process Variable : F1
Control Variable : Hot Pump
Speed/Pneumatic Valve
Control Action : Direct
Set Point : 100 mm
Proportional Band : 20%
Integral Time : 100 s
Derivative Time :0s
Mode of Operation : Automatic
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu 15 menit lalu mengklik ikon “STOP” untuk menghentikan proses
pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type file
dengan xls
3. Derivatif Time
 Memasang selang penghubung dari output flow meter ke konektor input
pneumatic valve dan output pneumatic valve pada konektor di bagian bawah
tangki
 Memastikan keran air sudah dibuka
 Setelah menghidupkan komputer, mengklik “Start”
 Memilih program PCT 40 dan memilih “Section 11 : Project Work” lalu
“load”
 Mengklik ikon “PID A”
 Pada PID Controller mengatur :
Process Variable : F1
Control Variable : Hot Pump Speed/Pneumatic Valve
Control Action : Direct
Set Point : 100 mm
Proportional Band : 20%
Integral Time : 100 s
Derivative Time :5s
Mode of Operation : Automatic
 Mengklik “apply” lalu mengklik “OK”
 Mengklik ikon “GO” untuk memulai percobaan
 Menunggu 15 menit lalu mengklik ikon “STOP” untuk menghentikan proses
pengambilan data
 Menyimpan data dengan mengklik save as, ganti nama dan ubah type
filedengan xls
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


120

110

100

90
level (mm)

80 P
PI
70 PID
setpoint
60

50

40
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
waktu (detik)

Grafik 3.1 Respon Pneumatik Valve dengan pengendalian P, PI, dan PID

Grafik Respon
120
PSV
110 Proportional
100 Integral

90 PSV
Level (mm)

Proportional
80 Integral
Derivative
70
PSV
60 Proportional
50
Set Point
40
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Waktu (s)

Grafik 3.2 Respon Proportional Solenoid Valve dengan pengendalian P, PI, dan PID
3.2 Pembahasan
Pada praktikum level control 2 ini bertujuan mengetahui prinsip kerja dari alat
proportional solenoid valve (PSV) dan pneumatik valve (PV) serta mempelajari
karakter pengendalian Propotional, Intergal, dan Derivative. Oleh karena itu, kami
menvariasikan beberapa jenis pemgendalian P, PI, dan PID masing-masing pada PV
dan PSV.
Selanjutnya Pengendalian dengan metode P (proportional)
dilaksanakan dengan nilai Pb 20 %, nilai integral time 0, derivative
time 0. Pada pengendalian PI (proportional integral) dilaksanakan
dengan nilai Pb 20 %, nilai integral time 300s, derivative time 0.
Dan Pada pengendalian PID (proportional integral derivativ)
dilaksanakan dengan nilai Pb 20 %, nilai integral time 300s,
derivative time yaitu 5s.
Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui pada grafik
3.1 respon Pneumatik Valve dengan pengendalian P (proportional) yang
tidak menggunakan waktu integral dan waktu derivativ memiliki
error yang besar dan waktu respon yang cepat terlihat pada grafik
3.1 yang tidak mendekati nilai setpoint dan respon lebih cepat
dibandingkan dengan pengendalian PI, lalu pada pengendalian PI
(proportional integral) terlihat pada grafik 3.1 error semakin kecil
mendekati setpoint, dengan demikian penambahan waktu integral
berfungsi untuk mengatasi error dalam pengendalian tetapi waktu
respon menjadi lebih lambat. Lalu jika ditambahkan waktu
derivative menjadi pengendalian PID, terlihat pada grafik 3.1
respon menjadi lebih cepat dibandingkan pengendalian PI tetapi
terjadi osilasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa ciri-ciri
pengendalian P yaitu waktu respon cepat tapi errornya besar,
pengendalian PI yaitu errornya kecil tapi waktu respon lambat, dan
pengendalian PID yaitu errornya kecil dan waktu respon cepat
tetapi ada noise.
Selanjutnya adalah untuk membandingkan sensitivitas, akurasi dan stabilitas
Proportional Solenoid Valve (PSV) dengan Pneumatic Valve (PV) pada masing-
masing metode pengendalian Proportional, Proportional Integral dan Propportional
Integral Derivative.
Karateristik Pengendalian Proportional Pada PV & PSV
Pengendali jenis proportional akan memberikan koreksi yang sebanding
dengan nilai error. Pengendali jenis ini memiliki respon yang cepat namun nilai
errornya besar. Seperti terlihat pada grafik 3.1 nilai PB (Proportional Band) pada PV
20% dan PSV 20% dan terdapat pula nilai set point pada 100 mm. Terlihat bahwa
pada PB PV 20% paling mendekati set point atau memiliki nilai error yang paling
kecil dibandingkan variasi PB PSV 20%. Oleh karena itu, PB PV 20% memiliki nilai
error terkecil sehingga akurasinya tinggi dan waktu respon cepat.
Selanjutnya mengenai stabilitasnya dapat diukur berdasarkan kemampuan
suatu pengukuran untuk tetap sama sepanjang waktu meskipun terdapat kondisi
pengujian yang tidak dapat dikontrol. Stabilitas yang lebih baik yaitu pada PV 20%
hal ini dapat dilihat dari grafik 3.1 yang menunjukkan kecenderungan garis lurus
yang mendekati nilai settling point. Selanjutnya yang menjadi tolak ukur ialah
sensitivitas, dalam tolak ukur sensitivitas PV 20% memiliki sensitivitas yang cukup
baik dari pada PSV 20% hal ini dapat dilihat dari grafik 3.1 yang dihasilkan
bergelombang dan ini dikarenakan PV 20% memiliki respon yang cepat. Sedangkan
pada PSV 20% sensitivitasnya kurang baik atau lambat hal ini dapat dilihat dari
grafik 3.2 respon yang dihasilkan kurang begitu memberi respon cepat.
Karakteristik Pengendalian Proportional Integral Pada PV dan PSV
Karakteristik jenis pengendalian PI (Proportional Integral) memiliki waktu
respon yang lebih lama dibandingkan proporsional namun memiliki nilai offset yang
lebih kecil bahkan sama dengan set point sehingga nilai akurasinya sangat tinggi.
Berdasarkan grafik 3.1 dapat diketahui bahwa jenis PI PV 100 s menunjukan kondisi
yang paling optimum sebab memiliki waktu respon yang cepat dibandingkan PI PSV
50 s. Selain itu, PI PV 100 s memiliki akurasi yang tinggi walaupun sempat memilki
overshoot yang tinggi namun dengan cepat mampu mengoreksi nilai errornya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa PI PV 100 s memiliki sensitivitas dan stabilitas yang
baik sebab memberikan respon yang cepat terhadap nilai error yang terjadi.
Karateristik Pengendalian PID Pada PV dan PSV
Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat respon sekaligus memperkecil
overshoot variabel proses dan menghilangkan offset sehingga memiliki akurasi yang
sangat tinggi. Namun, penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka
terhadap noise (gangguan). Berdasarkan grafik 3.1 dan 3.2 dapat diketahui bahwa
jenis PID PV 5 s menunjukan kondisi yang paling optimum sebab memiliki waktu
respon yang cepat dan overshoot yang paling kecil dibandingkan variasi PID PSV 5 s.
Dalam hal akurasi dan sensitivitas, PV memiliki akurasi yang lebih baik, hal itu dapat
dilihat dari grafik 3.1 yang memiliki nilai offset lebih kecil dan mendekati set point.
Dalam hal stabilitas diukur berdasarkan kemampuan suatu pengukuran untuk tetap
sama sepanjang waktu meskipun terdapat kondisi pengujian yang tidak dapat
dikontrol. Hal ini dapat dilihat bahwa PV menunjukkan kecenderungan yang
mendekati nilai set point dibandingkan PSV.
Oleh karena itu, PV memiliki keunggulan dibandingkan dengan PSV. Sehingga
kami menyarankan menggunakan PV karena respon cepat, error kecil dan sesuai
dengan kinerja pengendalian metode P, PI, dan PID.
BAB IV

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Pneumatic Valve (PV) pada pengendalian metode P, PI, dan PID. Memiliki
respon cepat, error kecil dan sesuai dengan kinerja atau karakteristik
pengendalian metode P, PI, dan PID.
2. Proportional Solenoid Valve (PSV) pada pengendalian metode P, PI, dan
PID. Tidak sesuai dengan kinerja atau karakteristik pengendalian metode P,
PI, dan PID. Karena erornya besar
3. Kinerja PV memiliki keunggulan dibandingkan dengan PSV.

Daftar Pustaka
Dermanto, 2014. Apa itu Pneumatik dan Bagaimana Cara Kerjanya ??. http://trikueni-
desain-sistem.blogspot.co.id/2013/08/apa-itu-pneumatik.html

Murni, 2014. Level Proses. http://serbamurni.blogspot.co.id/2014/06/contoh-laporan-


pengendalian-proses-level.html

Yanti, 2016. Level Kontrol. https://www.scribd.com/document/350473706/Level-


Kontrol-PSV-Dan-Solenoid-Valve

Anda mungkin juga menyukai