2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
ABSTRACT
Identification argillic for reddish brown of podzolic soil (Ultisol) was conducted at Arboretum USU
Kwala Bekala, Deli Serdang Regency (50 meters above sea level). The research was conducted In
January - April 2013 by using thin section method to identification clay skin at each horizons layer
by using a microscope petrothin. The results showed that no clay skin at horizons of ultisol from
Arboretum USU Kwala Bekala Pancur Batu District , Deli Serdang Regency . it’s not true that bt
horizon of ultisols is argillic. Land of arboretum USU Kwala Bekala more suitable as inceptisols
order with cambic horizon
Keywords: thin section, ultisol, argillic
ABSTRAK
Identifikasi argilik untuk tanah podsolik coklat kemerahaan (Ultisol) yang belum pernah diteliti di
daerah ini, dilakukan di lahan Arboretum USU Kwala Bekala Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten
Deli Serdang (50 m di atas permukaan laut). Pada Januari – April 2013 menggunakan metode irisan
tipis melihat selaput liat pada Ultisol di setiap lapisan Tanah menggunakan mikroskop petrothin.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat selaput liat pada setiap horison Ultisol jadi tidak
terdapat argilik, lebih sesuai termasuk horison kambic dan klasifikasi tanah termasuk inseptisol.
Kata kunci : irisan tipis, ultisol, argilik
863
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
bumi yang tersusun atas horizon atau lapisan perkembangan awal dan berkembang.
yang berada di atas bahan induk atau batuan Lebih lanjut Kuhon (2009) juga
yang terbentuk sebagai hasil interaksi faktor- mengkaji pola distribusi mineral liat
organism, bahan induk, relief dan waktu. diperoleh bahwa tingkat perkembangan tanah
Proses pembentukan tanah dimulai dari lanjut yang menurut klasifikasi Dudal-
pelapukan batuan menjadi bahan induk atau Supraptohardjo (1961) termasuk Podsolik
disertai perubahan mineral yang lazim disebut tingkat perkembangan tanah tua (lanjut)
berupa taman hutan raya dalam kegiatan Bahkan Saragih dan Sihaloho masing-
akademik Fakultas Pertanian, sebagai masing pada tahun 2012 telah menentukan
kawasan wilayah hijau. Dimana di arboretum struktur formula mineral liat pada daerah
sendiri telah banyak dilakukan penelitian tersebut yang menunjukkan hasil bahwa pada
antara lain adalah penelitian menentukan ultisol mineral yang diperoleh adalah mineral
tingkat perkembangan tanah menurut metode kaolinit tidak murni lagi dengan terjadinya
morfologi tanah, mineral liat dan mineral subtitusi isomorf pada tetrahedral, begitu pula
indeks yang dilakukan oleh Carey (2009) pada entisol. Walaupun 4 orang peneliti
864
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
tersebut telah meneliti mineral liat dan bahkan mikromorfologi tanah. Dari hasil analisis citra
argilik yang merupakan horison penciri pada tipis, telah menunjukkan kemampuan yang
tanah ultisol pada profil podsolik coklat unik dari metode tidak hanya untuk penentuan
kemerahan (nama setara ultisol) akibat sulit kuantitatif bagian konstituen tanah, tetapi juga
ditentukan sehingga digunakan irisan tipis. untuk evaluasi hubungan antara fitur tertentu
anisotropik, terang coklat Fe pelapis sekitar kekuatan hujan pada mikromorfologi dari
butiran mineral terjadi di horison (s) B dari kehilangan permukaan yang terkena 5 dan 60
450-yrold tanah. Pada tanah yang lebih tua, mm hujan dengan lambat dan perlakuan
lapisan yang sama hadir, tetapi ketebalan sebelumnya yang baik adalah pembasahan
lapisan (10-30 pM), jumlah dan derajat cepat yaitu agregat yang stabil. Bahkan
kristalinitas meningkat dengan usia tanah. pembasahan lambat tidak bisa mencegah
Pelapis besi secara dominan hadir di bawah disintegrasi agregat lemah. Intensitas hujan 60
horison B, di mana mereka terjadi dalam pola mm pada atas dan bawah piring menunjukkan
distribusi acak yang mengikuti kation stratifi adanya zona padat di permukaan tanah.
sedimen. vertikal mikroskew plane. Tampaknya ada proporsi materi yang lebih
pelapis, yang absen dalam lapisan tersebut mikroaggregat, ini menunjukkan bahwa
Menurut Taina dan Heck (2010) pembasahan lambat lebih lemah dari itu
analisis berbasis objek gambar menjadi dalam kasus pembasahan cepat karena
stabil, meskipun mikroaggregat, dan, ini sangat mirip. Oleh karena itu, kita
(Fan et al. 2007) posisi lanskap rawa sebagai fitur relik yang
Menurut Stolt dan Rabenhorst (1991) terbentuk sebelum rendaman. Bukti untuk
pada tanah upland/tidal di Maryland Bukti Perubahan Doe untuk perendaman Banyak
untuk relik Horison argilik pada Semua tiga fitur illuvial dan berlempung menunjukkan
profil memiliki peningkatan total dari liat terang, warna interferensi orde pertama
halus di horison B, menunjukkan bahwa (terutama biru terang, merah, merah muda,
horison argilik mungkin ada di masing- dan hijau) di bawah penyatuan terpolarisasi
masing tanah dan memberikan deskripsi cahaya. Fitur-fitur ini terutama diamati dalam
mikromorfologi horison Bt dan horison Btg bagian tipis horison Bt lebih rendah dari
dari tiga profil. Illuvial argillans yang lemah dataran tinggi tersebut, dan semua horison Bt
untuk orientasi moderat yang diamati pada batas dan tanah rawa. Perbedaan warna
horison Bt dan Btg dari ketiga pedon. interferensi dapat berhubungan dengan
Pengamatan argillans itu, bersama-sama ketebalan, orientasi, atau komposisi dari fitur.
dengan peningkatan liat total dalam horison Karena semua ketebalan bagian tipis tanah
Bt dan Btg. Translokasi minimal liat akan sama, dan orientasi sumbu a dan b yang
diharapkan terjadi di bawah peraquik paling mungkin acak dan mirip dengan fitur
kelembaban rezim rawa dan batas pedon. dengan lebih warna interferensi normal, kita
Meskipun beberapa pencampuran ternyata hipotesis bahwa warna ini mungkin karena
terjadi selama pengendapan loess selama perbedaan dalam mineral lempung dari fitur.
sedimen Coastal Plain, tanah liat bebas Dari lokasi penelitian di arboretum
partikel-ukuran distribusi untuk tiga tanah sendiri telah banyak dilakukan penelitian
menunjukkan kecenderungan yang sama, sebelumnya pada profil yang sama dan
menunjukkan bahwa bahan induk untuk tanah menunjukkan hasil dari peningkatan liat pada
866
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
Tabel 2. Sifat fisika tanah Ultisol di arboretum USU kwala bekala, kecamatan pancur batu,
kabupaten deli serdang
Tabel 3. Sifat kimia tanah Ultisol di arboretum USU Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu,
Kabupaten Deli Serdang
867
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
Dari penelitian sebelumnya diperoleh terendah berada pada horison BA hal ini
data bahwa kapasitas tukar kation liat dapat dilihat pada tabel 4.
Horizon Kedalaman (cm) % C-Organik KTK (me/100 g tanah) KTK (me/100 g liat)
Profil
BA 0 - 10/17 2.12*** 13.25*** 9.01
* ***
Bt 10/17 - 89/98 0.20 20.63 20.23
Bw 89/98 - + 98 0.07* 12.75** 12.61
Keterangan : * (sangat rendah, ** (rendah). ***(sedang)
Sumber : Kuhon (2008) (TEKMIRA) Bandung dari bulan Januari
yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui ada tidaknya horison penciri
metode irisan tipis pada Ultisol (pedon ke 3) kemerahaan (Ultisol) di Arboretum USU
Bekala dengan ketinggian tempat 50 meter di terganggu pada setiap horizon pada profil
atas permukaan laut, dan Universitas Gadjah Ultisol sebanyak 3 ulangan, kemudian
Mada, Yogyakarta serta di Laboratorium dilanjutkan dengan pembuatan irisan tipis dan
868
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
untuk dilihat apakah terdapat selaput liat pada hampa udara dan dbiarkan selama 5 hari
dengan persiapan pengumpulan data sekunder untuk dijadikan irisan tipis dengan
pendukung penelitian berupa deskripsi profil menggunakan gergaji tanah dan dihaluskan
98038’11,0” BT, Dilanjutkan dengan menjadi irisan tipis sampel diamati di bawah
berbentuk persegi panjang dimana biasanya Contoh tanah diambil pada horison
dengan koordinat yang sama pada penelitian wilayah Arboretum USU Kwala Bekala
yaitu kubiena dimasukkan ke kotak kayu dan metode irisan tipis untuk dilihat translokasi
dimasukkan kapas di sekeliling kubiena boks, liat dibawah mikroskop petrothin, hasil akan
dipilih sampel yang akan diiris tipis dengan Hasil pengamatan irisan tipis pada
terpilih sampel dikubiena boks dikeraskan terdapat selaput liat, dapat dilihat pada
869
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
(a) (b)
Gambar 1 : Fotomikrograf sayatan tipis contoh BA II nikol silang (b) nikol sejajar
ukuran 0,01-0,52 mm, bentuk
Adapun parameter yang diamati pada
membundar tanggung, tidak ada belahan
irisan tipis dengan menggunakan mikroskop
dan kembar, relief sedang, hadir sebagai
petrothin adalah sebagai berikut :
monokristalin dan mikrokristalin.
a. Matriks (25%), berwarna abu-abu pucat
c.2. Fragmen batuan (25%) : warna
kemerahan, interferensi abu-abu kuning
transparan-kecoklatan, berbutir halus-
terang, relief rendah, berupa mineral
sedang, ukuran 0,04-1,70 mm,
lempung (liat) autigenik, jenis
subrounded-subangular, terdiri dari
monmorilonit.
fragmen batuan batu pasir
b. Semen (8%), berwarna abu-abu terang
kuarsaan/chert, fragmen limestone dan
agak kusam, berbutir sangat
fragmen batuan yang mengalami
haus,teradapat mengikat butiran dan
pelaukan serta teroksidasi
matriks, hadir berupa sisa lumpur
c.3. Mineral opak (6%) : berwarna hitam,
karbonat dan oksida besi
bentuk tidak beraturan, terdapat sebagai
c. Fragmen butiran/kristal (59%) terdiri dari
mineral bijih oksida dan sebagian berupa
:
mineral karbon yang bercampur dengan
c.1. kuarsa (28%) : tidak berwarna
870
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
d. Porositas (±8%) : hadir sebagai rongga Hasil pengamatan irisan tipis pada
kosong di dalam batuan berupa intra/inter horison Bt profil ultisol tidak terdapat selaput
partikel dan saluran (channel) liat, dapat dilihat pada Gambar 2 (a) dan (b)
(a) (b)
contoh BT II (a) nikol silang (b) nikol sejajar haus,teradapat mengikat butiran dan
Adapun parameter yang diamati pada matriks, hadir berupa sisa lumpur
b. Semen (12%), berwarna abu-abu terang dan kembar, relief sedang, hadir sebagai
c.2. Fragmen batuan (3%) : warna c.4. Mineral opak (5%) : berwarna hitam,
sedang, ukuran 0,03-1,48 mm, mineral bijih oksida dan sebagian hadir
(a) (b)
Gambar 3 : Fotomikrograf sayatan tipis contoh BW II (a) nikol silang (b) nikol sejajar
872
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
petrothin adalah sebagai berikut : c.3. Mineral opak (8%) : berwarna hitam,
a. Matriks (41%), berwarna abu-abu pucat bentuk tidak beraturan, terdapat sebagai
kemerahan, interferensi abu-abu kuning mineral bijih oksida dan sebagian berupa
terang, relief rendah, berupa mineral mineral karbon yang mengambang dalam
b. Semen (10%), berwarna abu-abu terang kosong di dalam batuan berupa intra/inter
matriks, hadir berupa oksida besi bahwa profil tanah Ultisol di arboretum USU
c. Fragmen butiran/kristal (40%) terdiri dari Kwala Bekala tidak mempunyai horison
c.1. kuarsa (20%) : tidak berwarna sebelumnya hasil penelitian Carey (2009)
ukuran 0,01-0,50 mm, bentuk BA, liat sebesar 57,35 % dan horison Bt kadar
membundar tanggung, tidak ada belahan liat sebesar 42,07 %, penentuan horison
dan kembar, relief sedang, hadir sebagai argilik tidak dapat dilakukan karena tidak
Coklat Kemerahan. Ultisol adalah nama Dari hasil penelitian analisis irisan
Dari hasil penelitian Carey (2009) butiran/kristal didominasi oleh mineral pimer
dapat diketahui bahwa persentase liat yang yang resisten terhadap pelapukan yaitu
berada di lapisan Bw sebesar 78,92 % dan mineral kwarsa dan opak. Namun terdapat
kadar liat ada di horison Bt sebesar 42,07%. mineral liat montmorilonit sebagai pertanda
Liat yang ada di horison B memang termasuk tanahnya lebih muda dari seperti menurut
banyak, diduga persentase liat ini telah ada, hasil penelitian Carey (2009) yang
jadi bukan illuviasi dan dipastikan dengan menyatakan bahwa pedon 3 memiliki tingkat
selaput liat. Sehingga berlaku in situ yaitu liat Pendapat bahwa lahan arboretum usu
yang telah ada di horison tersebut. Dengan termasuk ordo ultisol Dapat dipatahkan
demikian horison tersebut memang benar karena tidak terdapat selaput liat, hal ini
horison Bw, kontradik dengan Birkeland sesuai menurut Darmawijaya (1990) yang
(1974) yang menyatakan bahwa beberapa menyatakan Ultisol adalah tanah yang telah
proses yang diduga dapat menyebabkan mengalami translokasi lempung (clay) dan
terbentuknya penimbunan liat adalah : (1) juga pelindian (leaching), yang dicirikan oleh
tinggi pada bagian atas solum tanah, sehingga Peneliti sebelumnya juga Pada profil
terjadi disintegrasi mineral primer menjadi tersebut menyatakan bahwa profil memiliki
mineral sekunder (liat), yang selanjutnya horizon BA, Bt, dan Bw, dengan tekstur tanah
terangkut ke bawah oleh air perkolasi,dan berliat dan BD < 1.08 g/cm3. Ini
diendapkan di horison B, dan (2) terjadinya menunjukkan bahwa profil 3 telah mengalami
pembentukan liat in situ pada horison B. perkembangan yang lebih lanjut. Ini juga
masam rendahnya, miskinnya bahan organik mineral kaolinit yang tidak murni karena
dan KTK yang rendah. Terdapat mineral terjadi subtitusi isomorf sehingga terjadi
kemasaman potensial. Terbentuknya horison Monmorilonit adalah dalam hal tipe kisi,
Bt yang merupakan petunjuk adanya horison KTK dan luas permukaan yaitu Kaolinit tipe
(1993) tanah dengan perkembangan yang tua monmorilonit 70 me/100 g dengan luas
memiliki ciri-ciri perkembangan lanjut yaitu permukaan 700-800 m2/g, kaolinit 1-10
dengan meningkatnya unsur hara, maka me/100g dan luas permukaan 7-30 m2/g,
proses pembentukan profil tanah berjalan sesuai dengan Sarifuddin, dkk (2011).
lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang Dari hasil perhitungan bulk density
lebih nyata pada horizon A dan B, tanah dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan
menjadi sangat masam, sangat mudah lapuk, tanah meningkat di pedon tersebut yang
dan kandungan bahan organik lebih rendah mengindikasikan bahwa tanah yang terdapat
dari tanah dewasa. Akumulasi liat atau adalah tanah muda dan mulai berkembang,
sesquioksida di horizon B lebih nyata hal ini ditunjukkan BD nilai 1,05 - 1,08 yang
sehingga membentuk horizon argilik (Bt). kecil, sesuai dengan Hardjowigeno (1993)
pada ketiga horison (BA, Bt dan Bw) pada menentukan BD adalah untuk menunjukkan
Ultisol Kwala Bekala memiliki komposisi tingkat pelapukan batuan, Bulk density
mineral dengan kandungan mineral liat berkurang dari 2,65 menjadi < 2,
menunjukkan tanah dengan tingkat pH H2O pada profil berkisar antara 6,14 -
pelapukan tanah yang lanjut, hal ini dilhat 6.49 dimana menurut kriteria BPP Medan
dari nilai KTK 13,25 sampai 12,75 me/100g (1992) tergolong agak masam dengan pola
rendah, sesuai dengan hardjowigeno (1993) kedalaman tanah. Kemasaman tanah ini
yang menyatakan bahwa nilai KTK dapat disebabkan karena lokasi penelitian yang
menunjukkan tingkat perkembangan tanah, memiliki curah hujan yang tinggi sehingga
KTK mula-mula akan meningkat dengan proses pencucian lebih intensif sehingga
meningkatnya pelapukan, tetapi KTK akan kation Al3+ yang merupakan sumber
menjadi rendah pada tanah dengan tingkat kemasaman potensial terjerap dalam
menunjukkan bahwa nilai pH NaF-nya > 9.4 aktif. Tipe kemasaman inilah yang
yaitu pada horizon Bt, pH NaF adalah 9.6 dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tan,
Walaupun demikian kandungan bahan andik bahwa pH KCl pada profil tersebut lebih
belum dominan karena hanya beda 0.2 dari rendah daripada pH H2O (Muklhis, 2007).
batas standar karena pH NaF > 9.4 merupakan Berdasarkan kriteria BPP Medan (1992)
indikator adanya bahan andik (Mukhlis, tergolong masam sampai netral. pH KCl yang
2007). Hal ini menunjukkan adanya peralihan < 5.5 menunjukkan jumlah Al nyata dalam
argilik atau spodik tetapi belum memenuhi Birkeland. P.W. 1974. Pedology. Weathering
And Geomorphological Research.
syarat untuk keduanya, lebih sesuai dengan Oxfoard University. New York.
London. Toronto
horison kambik, sesuai dengan literatur
Buurman, P., Antoine, G.J dan Klaas, G. J.
hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa 2007. Comparison of michigan and
dutch podzolized soils : organic matter
horison kamibik memiliki ciri warna, characterization by micromorphology
and pyrolysis- GC/MS. Soil Sci. Soc.
kandungan bahan organik, struktur tanah, Am. J. 72 : 1344 – 1356
tidak memenuhi syarat epipedon mollik atau Carey, J. S. 2009. Perbandingan Tingkat
Perkembangan Tanah Menurut
umbrik bertekstur pasir sangat halus atau Metode Morfologi Tanah, Mineral
Liat dan Mineral Indeks Van
lebih halus, ada petunjuk – petunjuk lemah Wambeke padaTiga Pedon Pewakil di
Arboretum Kampus USU Kwala
sebagai horison argilik atau spodik tetapi Bekala. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.Medan. Hal 18.
belum memenuhi syarat untuk kedua horison
Darmawijaya, I. 1990. Klasifikasi Tanah.
tersebut. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. Halaman 196, 198, 210.
SIMPULAN
Fan, Y., T. Lei., I. Shainberg dan Q. Cai.
Tanah Ultisol Arboretum USU Kwala 2007. Wetting Rate and Rain Depth
Effect on Crust Strength and
Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Micromorphology. Soil Sci. Soc. Am.
J. 72 : 1604 - 1610
Deli Serdang tidak mempunyai horison
Hardjowigeno ,S. 1993. Klasifikasi tanah dan
Argilik, sehingga tanah pada lahan Arboretum pedogenesis. Penerbit Akademika
Pressindo. Jakarta.
USU Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu,
Kuhon, R.V.G. 2009. Kajian Pola Distribusi
Kabupaten Deli Serdang perlu diklasifikasi Mineral Liat pada Tiga Jenis Tanah
Berdasarkan Tingkat Perkembangan
Tanah di Lahan Kampus Baru
876
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.2, No.2 : 863 - 877, Maret 2014
Sarifuddin, Mukhlis dan Hanum, H. 2011. Taina I, A dan heck, R. J. 2010. Utilization of
Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU Object-Oriented Software in the
Press, Medan Image Analysis of Soil Thin Sections.
Soil Sci. Soc. Am. J. 74 : 1670 - 1681
Sihalohi, N. 2010. Penentuan Struktur
Formula Mineral Liat tanah Entisol
877