Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya
ditinjau dari satu macam klasifikasi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa
kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara
kimiawi, biologi, dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk usaha
pengendalian. ( Sartono, 2002 )
KARAKTERISTIK TOKSIKAN
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia
yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk
menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain
tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem
biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi toksisitas suatu bahan harus
mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan
mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang berkaitan dengan toksisitas
dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi
paparan. ( Sartono, 2002 )
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya
melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain. Jalur
lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan
masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan
paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit
dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan biasanya melalui proses tertelan.
( Sartono, 2002 )
Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan
dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya
bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral,
maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena,
memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda
maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk
melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan
dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun
sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis
yang tinggi.
Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan dapat diterangkan dengan percobaan
binatang. Pada percobaan binatang ahli toksikologi membagi paparan akibat
bahan polutan menjadi 4 kategori, yaitu akut, sub akut, sub kronis, dan kronis.
Paparan akut apabila suatu paparan terjadi kurang dari 24 jam dan jalan masuknya
dapat melalui intravena dan injeksi subkutan. Paparan sub akut terjadi apabila
paparan terulang untuk waktu satu bulan atau kurang, paparan sub kronis bila
paparan terulang antara 1 sampai 3 bulan, dan paparan kronis apabila terulang
lebih dari 3 bulan.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama
sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh
paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada pertama akan merusak sistem
saraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan
beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separuhnya maka efek yang
terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan
hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang
timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda
saja tetapi mungkin juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat
terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada
kondisi kronis bersifat ireversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak
mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan
terus menerus dari bahan toksik. ( Sartono, 2002 )
d. Industri farmasi
Kelompok industri farmasi meliputi pembuatan bahan baku obat
formulasi dan pengemasan obat. Di Indonesia, industri farmasi
umumnya merupakan kegiatan formulasi dan pengemasan obat,
hanya beberapa pabrik yang melakukan kegiatan proses pembuatan
bahan baku. Limbah industri farmasi berasal dari obat-obat yang
tidak terjual dan/atau kadaluarsa serta pencucian peralatan
produksi. Limbah pabrik farmasi yang memproses obat golongan
antibiotika memiliki toksisitas yang tinggi. ( Mukono, 2002)
i. Rumah sakit
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah padat dan cair, tapi
juga limbah gas, bakteri, dan virus. Limbah padat yang berbahaya
berupa sisa obat-obatan, bekas pembalut, pembungkus obat dan
bahan kimia. Sedangkan limbah cair berasal dari pencucian
peralatan dan perlengkapan, sisa obat-obatan, dan bahan kimia
laboratorium.
Berbagai barang dalam lingkungan rumah tangga, ternyata banyak
yang mengandung bahan yang berbahaya dan potensial dapat
menjadi racun. ( Mukono, 2002)
j. Makanan
Makanan dapat menyebabkan keracunan makanan (food
intoxication) yang disebabkan oleh makanan yang mengandung
toksin, makanan dari tumbuhan dan hewan yang mengandung
racun, makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya, selain juga
infeksi karena makanan yang mengandung mikrorganisme patogen
(food infection). ( Mukono, 2002)
k. Kosmetika
Keracunan yang tidak disengaja juga dapat terjadi karena
penggunaan kosmetika seperti cologne, lipstik, parfum, krim dan
lotion kecantikan, pelembab kulit, after shave lotion, dan
depilatory. Hal ini tidak berhubungan langsung dengan efek
samping yang tidak dikehendaki, tapi dipengaruhi oleh perhitungan
indeks risiko, yaitu jumlah unit kosmetika yang menyebabkan
timbulnya suatu efek samping. Sebagai contoh sediaan kosmetika
perias mata, meskipun mempunyai insidensi efek samping yang
tinggi, tapi tingkat kemungkinan terjadi keracunan sedang.
Sedangkan sediaan kosmetika depilatori, meskipun insidensi efek
sampingnya rendah, tingkat kemungkinan terjadi keracunan tinggi.
( Mukono, 2002)
l. Desinfektan
Desinfektan yang biasa digunakan umumnya mengandung fenol,
kresol atau diklorometoksilenol. Jika terjadi keracunan yang tidak
disengaja, biasanya tidak menimbulkan masalah karena jumlahnya
sedikit. Akan tetapi jika keracunan terjadi karena disengaja atau
suatu usaha untuk bunuh diri, terutama dengan desinfektan yang
mengandung fenol atau kresol, apalagi dengan larutan pembersih
pipa saluran buangan yang biasanya mengandung Na-hidroksida,
dapat berakibat kematian karena efek korosif pada saluran cerna
bagian atas dan juga efek sistemik yang dapat terjadi. ( Mukono,
2002)
m. Bahan pemutih
Bahan pemutih kain atau disebut juga bahan pengelantang,
biasanya mengandung Na-hipoklorit atau hidrogen peroksida.
Meskipun bahan-bahan tersebut bersifat korosif, tapi jika terjadi
keracunan yang tidak disengaja, biasanya tidak menimbulkan
masalah serius karena jumlahnya hanya sedikit. ( Mukono, 2002)