Anda di halaman 1dari 8

KLASIFIKASI TOKSIK

Bahan toksik dapat diklasifikasi berdasarkan:


a. organ tujuan/sasaran, misalnya ginjal, hati, dan sistem hematopoetik
b. penggunaan, misalnya pestisida, pelarut, dan food additive
c. sumber, misalnya tumbuhan atau hewan
d. efek yang ditimbulkan, misalnya kanker dan mutasi
e. bentuk fisik, misalnya gas, cair, dan debu
f. label kegunaan, misalnya bahan peledak dan oksidator
g. susunan kimia, misalnya amino aromatis, halogen, dan hidrokarbon
h. potensi racun, misalnya organofosfat lebih toksik dari pada karbamat

Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya
ditinjau dari satu macam klasifikasi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa
kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara
kimiawi, biologi, dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk usaha
pengendalian. ( Sartono, 2002 )

KARAKTERISTIK TOKSIKAN

Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia
yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk
menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain
tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem
biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi toksisitas suatu bahan harus
mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan
mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang berkaitan dengan toksisitas
dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi
paparan. ( Sartono, 2002 )
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya
melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain. Jalur
lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan
masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan
paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit
dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan biasanya melalui proses tertelan.
( Sartono, 2002 )

Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan
dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya
bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral,
maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena,
memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda
maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk
melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan
dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun
sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis
yang tinggi.
Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan dapat diterangkan dengan percobaan
binatang. Pada percobaan binatang ahli toksikologi membagi paparan akibat
bahan polutan menjadi 4 kategori, yaitu akut, sub akut, sub kronis, dan kronis.
Paparan akut apabila suatu paparan terjadi kurang dari 24 jam dan jalan masuknya
dapat melalui intravena dan injeksi subkutan. Paparan sub akut terjadi apabila
paparan terulang untuk waktu satu bulan atau kurang, paparan sub kronis bila
paparan terulang antara 1 sampai 3 bulan, dan paparan kronis apabila terulang
lebih dari 3 bulan.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama
sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh
paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada pertama akan merusak sistem
saraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan
beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separuhnya maka efek yang
terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan
hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang
timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda
saja tetapi mungkin juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat
terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada
kondisi kronis bersifat ireversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak
mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan
terus menerus dari bahan toksik. ( Sartono, 2002 )

SUMBER BAHAN TOKSIK

Dari penelitian yang dilakukan terdapat 9 kelompok besar sumber bahan


toksik dari industri penghasil limbah B3 di Indonesia, yaitu:

a. Industri tekstil dan kulit


Sumber utama bahan toksik pada industri tekstil ialah penggunaan
zat warna, sedangkan pada industri batik penggunaan senyawa
naftol yang sangat berbahaya. Selain itu juga digunakan hidrogen
peroksida yang sangat reaktif dan HClO  yang toksik. Pada proses
penyamakan dan pengolahan kulit digunakan asam sulfat dan zat
warna yang mengandung krom. ( Mukono, 2002)

b. Pabrik kertas dan percetakan


Dalam proses produksi kertas, dihasilkan residu yang toksik.
Setelah dilakukan pengolahan limbah, dari residu tersebut
dihasilkan konsentrat lumpur yang lebih toksik. Sedangkan dari
proses pencetakan, dihasilkan limbah cair sebagai hasil samping
pada pencucian rol film, pemrosesan film, dan pembersihan mesin.
Setelah limbah diolah, akan dihasilkan konsentrat lumpur sebanyak
1-4 % dari volume limbah cair. ( Mukono, 2002)
 
c. Industri kimia dasar
Dalam kelompok ini termasuk pabrik pembuat mesin, pengawet
kayu, cat, tinta, pestisida, pigmen, sabun dan pabrik gas. Setelah
limbah diolah, pabrik mesin akan menghasilkan konsentrat lumpur
yang toksik sebanyak 1-5 % dari volume limbah cairnya.
Pembuatan cat akan menghasilkan lumpur yang toksik, baik dari
bahan yang terlarut dalam air maupun dalam pelarut lainnya.
Demikian juga pabrik tinta, akan menghasilkan limbah cair
maupun lumpur yang pekat. Sedangkan limbah beracun dari pabrik
pestisida akan tergantung pada kegiatannya, yaitu memproduksi
pestisida atau hanya kegiatan proses formulasi. ( Mukono, 2002)

d. Industri farmasi
Kelompok industri farmasi meliputi pembuatan bahan baku obat
formulasi dan pengemasan obat. Di Indonesia, industri farmasi
umumnya merupakan kegiatan formulasi dan pengemasan obat,
hanya beberapa pabrik yang melakukan kegiatan proses pembuatan
bahan baku. Limbah industri farmasi berasal dari obat-obat yang
tidak terjual dan/atau kadaluarsa serta pencucian peralatan
produksi. Limbah pabrik farmasi yang memproses obat golongan
antibiotika memiliki toksisitas yang tinggi. ( Mukono, 2002)

e. Industri logam dasar


Limbah industri logam dasar non-besi, setelah diolah akan
menghasilkan konsentrat lumpur sebanyak 3 % dari limbah abut
dihasilkan konsentrat lumpur yang lebih toksik. Sedangkan dari
proses pencetakan, dihasilkan limbah cair yang merupakan hasil
samping proses pengecoran, pencetakan dan pelapisan. Selain itu
juga menghasilkan limbah cair yang toksik dari proses
pembersihan bahan baku dan peralatan produksi. ( Mukono, 2002)

f. Industri perakitan kendaraan bermotor


Kegiatan industri perakitan kendaraan bermotor menghasilkan
limbah B3 dari kegiatan proses penyiapan logam dan pengecatan
yang mengandung logam berat Zn dan Cr. ( Mukono, 2002)

g. Industri perakitan listrik dan elektronika


Hasil limbah yang paling dominan dalam kelompok industri ini
ialah limbah padat yang dapat didaur ulang. Sedangkan limbah cair
merupakan hasil samping proses pelapisan dan pengecatan
termasuk juga ke dalam golongan limbah B3. Lumpur konsentrat
hasil pengolahan limbah cair sangat toksik. limbah dari proses
elektroplating sangat toksik dan bersifat asam, sering mengandung
Cr, Zn, Cu, Ni, Sn dan Cd. Industri elektronika terbagi atas
kegiatan asembling dengan limbah yang tidak banyak dan kegiatan
produksi dari bahan baku menjadi barang jadi dengan limbah cair
yang sangat toksik, meskipun tidak banyak. ( Mukono, 2002)

h. Industri baterai kering dan Aki


Dari industri baterai kering akan dihasilkan limbah padat
berbahaya dari proses filtrasi dan limbah cair dari proses
penyegelan. Sedangkan dari industri aki akan dihasilkan limbah
cair beracun karena menggunakan asam sulfat sebagai cairan
elektrolit. ( Mukono, 2002)

i. Rumah sakit
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah padat dan cair, tapi
juga limbah gas, bakteri, dan virus. Limbah padat yang berbahaya
berupa sisa obat-obatan, bekas pembalut, pembungkus obat dan
bahan kimia. Sedangkan limbah cair berasal dari pencucian
peralatan dan perlengkapan, sisa obat-obatan, dan bahan kimia
laboratorium.
Berbagai barang dalam lingkungan rumah tangga, ternyata banyak
yang mengandung bahan yang berbahaya dan potensial dapat
menjadi racun. ( Mukono, 2002)
j. Makanan
Makanan dapat menyebabkan keracunan makanan (food
intoxication) yang disebabkan oleh makanan yang mengandung
toksin, makanan dari tumbuhan dan hewan yang mengandung
racun, makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya, selain juga
infeksi karena makanan yang mengandung mikrorganisme patogen
(food infection). ( Mukono, 2002)

k. Kosmetika
Keracunan yang tidak disengaja juga dapat terjadi karena
penggunaan kosmetika seperti cologne, lipstik, parfum, krim dan
lotion kecantikan, pelembab kulit, after shave lotion, dan
depilatory. Hal ini tidak berhubungan langsung dengan efek
samping yang tidak dikehendaki, tapi dipengaruhi oleh perhitungan
indeks risiko, yaitu jumlah unit kosmetika yang menyebabkan
timbulnya suatu efek samping. Sebagai contoh sediaan kosmetika
perias mata, meskipun mempunyai insidensi efek samping yang
tinggi, tapi tingkat kemungkinan terjadi keracunan sedang.
Sedangkan sediaan kosmetika depilatori, meskipun insidensi efek
sampingnya rendah, tingkat kemungkinan terjadi keracunan tinggi.
( Mukono, 2002)

l. Desinfektan
Desinfektan yang biasa digunakan umumnya mengandung fenol,
kresol atau diklorometoksilenol. Jika terjadi keracunan yang tidak
disengaja, biasanya tidak menimbulkan masalah karena jumlahnya
sedikit. Akan tetapi jika keracunan terjadi karena disengaja atau
suatu usaha untuk bunuh diri, terutama dengan desinfektan yang
mengandung fenol atau kresol, apalagi dengan larutan pembersih
pipa saluran buangan yang biasanya mengandung Na-hidroksida,
dapat berakibat kematian karena efek korosif pada saluran cerna
bagian atas dan juga efek sistemik yang dapat terjadi. ( Mukono,
2002)

m. Bahan pemutih
Bahan pemutih kain atau disebut juga bahan pengelantang,
biasanya mengandung Na-hipoklorit atau hidrogen peroksida.
Meskipun bahan-bahan tersebut bersifat korosif, tapi jika terjadi
keracunan yang tidak disengaja, biasanya tidak menimbulkan
masalah serius karena jumlahnya hanya sedikit. ( Mukono, 2002)

n. Hasil destilasi minyak bumi


Bensin, minyak tanah dan parafin, merupakan hasil destilasi
bertingkat minyak bumi yang sering menjadi penyebab keracunan.
Karena keracunan biasanya terjadi melalui mulut dan tidak
disengaja, maka akibat yang timbul ringan dan mungkin hanya
menyebabkan muntah dan diare. ( Mukono, 2002)

o. Bahan yang mengandung senyawa kimia yang mudah menguap


Beberapa barang keperluan rumah tangga mengandung bahan
pelarut atau senyawa kimia lain yang meudah menguap. Jika
menghirup barang atau bahan yang mudah menguap, efeknya
hampir sama dengan gejala keracunan alkohol atau etanol melalui
mulut, tapi timbul dan hilangnya berlangung cepat. Gejala yang
timbul antara lain kepala pusing, ataksia, disartria, perilaku lepas
kendali, mengantuk, dan mungkin juga halusinasi. Jika menghirup
terus menerus akan mengakibatkan depresi pernapasan dan
kesadaran yang dapat berakibat fatal, terutama jika terjadi konvulsi
atau muntahan masuk ke dalam saluran napas.( Mukono, 2002)
Daftar Pustaka

1. Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Jakarta: Penerbit


Widya Medika

2. H.J. Mukono. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya:


Airlangga University 

Anda mungkin juga menyukai