Anda di halaman 1dari 32

BLOK URIN DAN SALURAN KEMIH

WRAP UP

KELOMPOK B-11

Ketua : M. Iqbal Ramadhan 1102010182

Sekretaris : Medya Septina T. 1102010160

Anggota :

1. Novia Rizky Zyanthi A. 1102010211

2. Ririk Riyanti 1102010246

3. Ristianti Affandi 1102010248

4. Rosa Ismasari Hosni P. 1102010258

5. Wiryawan Nuryusuf 1102010291

6. Malen Saga Imartha 1102009164

7. Sofia Putri Nirmala 1102009271

FK – Universitas YARSI

2011-2012
Skenario 3

PERUT KEMBUNG

Tn. M, 42 tahun, datang berobat ke poliklinik Bedah RS YARSI dengan keluhan


perut kembung sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan muntah, nyeri perut,
tidak bisa buang angin dan tidak bisa buang air besar.

Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan tonus spincter ani baik, ampula
kolaps, serta ditemukan feses, lendir dan darah.
Dokter memutuskan untuk merawat Tn. M untuk dilakukan pemeriksaan
radiologi abdomen dan direncanakan untuk melakukan tindakan operasi.
Setelah didiskusikan dengan keluarganya Tn. M tidak menolak tindakan operasi
karena tindakan bertentangan dengan ajaran islam.
SASARAN BELAJAR

LO.1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pencernaan bawah


LO.2. Memahami dan menjelaskan fisiologi saluran pencernaan bawah
LO.3. Memahami dan menjelaskan tentang Ileus Obstruktif
LO.4. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan ileus obstruktif
LO.5. Memahami dan menjelaskan hukum tindakan operasi menurut islam
LO.1. Anatomi saluran pencernaan bawah
1.1. Makroskopis

Intestinum Tenue (usus halus)


Asal kata : intestinum = usus; Tenue = halus
Terdiri dari
Doudenum (usus duabelas jari; doudenos = doabelas kali)
Panjang duodenum 12 jari atau 25cm, melengkung seperti huruf C sehingga dapat
dibedakan

 Pars superior duodeni


 Pars descendens duodeni
 Pars inferior duodeni, dapat dibedakan :
 Pars horizontalis
 Pars ascendens
Pada Duodenum bermuara

 Ductus pacreaticus accessories / minor (Sartorini, tidak selalu ada)


 Ductus pancreaticus major (Wirsungi), serta ductus choledochus.

Didalam dinding papilla doudeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla
yang dindingnya terdapat suatu otot yaitu m.spinchter Oddi, yang melingkar. Bila
berkonstraksi dapat menutup muara bersama ductus tersebut

Intestinum jejunum & Intestinum ileum

 Intestinum jejunum : usus kosong; jejunus = kosong


 Intestinum ileum : usus berkelok-kelok; ilien = memutar
 Panjangnya sekitar 6 meter
 Selain duodenum, 2/5 proximal usus intestinum tenue merupakan bagian
jejunum, 3/5 distal sisanya merupakan ileum
 Dalam intestinum ileum terdapat kumpulan noduli solitarii sehingga
terbentuk laminae disebut noduli agregat atau plaques peyeri, disini tidak
ada villi dan letaknya berhadapan dengan alat penggantung ileum.
 Kadang-kadang satu meter dari akhir ileum terdapat suatu tonjolan sisa
ductus omphaloenterius disebut diverticulum ilie, yaitu saluran yang
menghubungkan umbilicus dengan ileum. Bila setelah lahir masih ada
disebut fistula umbilicalis.
 Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
 Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal dari pada ileum
 Arteriae : berasal dari A.mesentrica superior, cabang –cabangnya
membentuk anyaman yaitu arcade jejunalis da ilei A.ileocolica menuju
bagian bawah ileum
 Vena : senama dengan arteri
 Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus
mesentricus superior.

Intestinum Crassum (Usus Besar)


Intestinum Crassum (crasum = tebal) , dibagi dalam colon dan intestinum rextum
Colon dapat dibagi dalam :
 Colon ascendens, dimulai dari caecum. Pada ujujng caecum berbuara
bagunan kecil berupa pipa menyerupai cacing disebut appendix
vermiformis
 Colon transversum
 Colon descendens
 Colon sigmoideuim

Caecum
 Seperti kantong dengan ujung buntu menonjol kebawah
 Terletak pada region ileaca dextra
 Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum
 Panjangnya sekitar 6cm
 Pada sisi media bawah caecum terdapat appendix vermiformis:
 Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13 cm
 Pada orang mati dapat ditemukan beberapa tipe:
 Post caecalis (65%), terletak dibelakang caecum
 Diescending = pelvic type (31%), terletak dibawah ileum
 Subcaecalis (2,6%), terletak dibawah caecum
 Ante ilei (1,0%), terletak didepan ileum
 Post ilei (0,4%) terletak di belakang ileum
 Letak diregio iliaca
 Pada orang hidup dapat ditemukan semua type, karena caecum
selalu berkontraksi sehingga ujung appendix berubah-ubah,
sedangkan pada orang mati tetap
 Pada orang hidup dapat ditemukan 2 type:
 Mobile type, bias berubah-ubah dapat ditemukan pada
semua type
 Fixed type, tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada
peritoneum dan type retrocaecal
 Appendix punya penutp peritoneum yang lengkap pada bagian
bawah usus halus diesbut mesiappendix
 Cara pemeriksaan appendix verniformis dengan sepertiga titick
MC. Burney
 Letak taenia pada colon transversum :
 Perlekatan alat penggantung dibelakang disebut taenia
mesocolica
 Perletakatan omentum majus dimuka disebut taenia
omentalis
 Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia
libera
 Taenia ini, berkas longitudinale, karena lebih pendek dari stratum
circulare, mengakibatkan stratum circulare melipat-lipat. Lipatan
keluar disebut haustra dan lipatan kedalam disebut plica
semilunaris.
 Lekuk diantara haustra disebut incisura
 Pada caecum dilengkapi valvula ileocolica (valvula ileocaecalis)
yang terdiri dari labium superios dan labium inferior. Labium ini
dibentuk oleng lipatan stratum circular eke ventral dan dorsal
membentuk frenulum
1.2. Mikroskopis

USUS HALUS
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
- Terdiri dari 3 segmen :
1. Duodenum
2. Jejunum
3. Ileum
- Usus halus berfungsi:
a. Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar
b. Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan
kelenjar pelengkapnya
c. Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada
dindingnya
d. Mensekresi hormon-hormon tertentu.

- Bangunan – bangunan khusus pada mukosa


 Plika sirkularis kerckring
 Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau melingkar
terdiri atas seluruh tebal mukosa dengan submukosa di bagian
tengahnya.
 Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus, tetapi jarang
melingkari seluruh lumen usus.
 Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan pada bagian
proksimal jejunum, setelah itu berkurang dan menghilang pada
setengah bagian distal ileum.
 Vilus dan Kriptus
 Vilus, merupakan tonjolankecil mirip jari atau daun pada membran
mukosa
 Panjangnya 0,5 – 1,5 mm da hanya terdapat pada usus kecil
 Kontraksi sel-sel otot polos di tengah vili menyebabkan vili dapat
mengkerut dan memendek, jadi membantu aliran limf.
 Pada umumnya vili memendek bila usus mengembang.
 Kriptus Lieberkuhn, bangunan-bangunan berbentuk tabung bermuara di
antara dasar vili.
 Susunan kriptus tidak serapat kelenjar-kelenjar lambung, ruang-ruang di
antaranya terisi oleh jaringan ikat lamina propria.
 Mikrovili
 Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan
luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran
“kabur”.
 Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung-
ujungnya , membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputus-
putus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik
dan mukolitik.

- Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel
permukaan lambung, oleh karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
 Sel silindris ( sel absorptif)
 Terletak di atas lamina basal
 Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
 Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau
berbentuk sikat (“brush border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar
dan berhimpitan.
 Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan
mengandung enzim-enzim, pencernaan seperti disakarida dan
dipeptidase yang memecah gula dan peptida
 Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan
enterokinase yang terdapat pada lapisan permukaan.

 Sel goblet
 Tersebar di antara sel-sel silindris
 Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
 Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
 Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir-
butir sekret mukus.
 Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
 Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk
selnya makin menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.

 Sel enteroendokrin
 Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan
sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi
kandung empedu.
 Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
 Sel gastrinintestinal pada vili dan kriptus
 Sel penghasil somastatin (sel D)  sepanjang usus halus
 Sel penghasil cholecystokinine (sel I)  crypti duodenum dan
jejunum
 Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L)  pada
mucosa jejunum dan ileum
 Sel enterochromaffin sel EC1)  sepanjang mukosa usus
halus , penghasil serotonin dan substan P
 Sel K paling sering terlihat pada crypti duodenum dan
jejunum, mengahsilkan gastric inhibitory peptide.

 Sel paneth
 Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
 Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
 Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding
sel bakteri tertentu , dan agaknya berkemampuan memfagositosis
bakteri tertentu.
 Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin
mengatur flora mikrobial usus.
 Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar
kriptus
 Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
 Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel
silindris atau sel goblet.
- Lamina propria
 terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
 Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
 Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar,
lonjong, dan pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma.
 Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang
menyendiri, jumlahnya semakin banyak pada bagian distal usus.
 Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus
disebut plaque payeri.
 Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel
limfosit dan makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen,
mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di dalam lumen
usus.

- Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti
gelap, gepeng, terletak di basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
- Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
- Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan
sekresi kelenjar submukosa mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
- Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.
- Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat
sekresi asam hidroklorida di dalam lambung.
USUS BESAR
- Panjangnya ±180 cm
- Terdiri dari :
 Sekum  berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal
 Apendiks  suatu divertikulum kecil dari sekum
 Kolon  mulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascenden, transversa
dan descenden
 Rektum  saluran anus
- Fungsi usus besar :
 Absorpsi cairan
 Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan
diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak
mukosa menjai lebih besar.
 Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan.
 Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar.
- Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
- Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
- Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
- Batas ileosekal
 Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn
anterior dan posterior menjadi dua daun katup.
 Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos
melingkar

APENDIKS
- Panjangnya ±25 cm
- Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas
yang tidak teratur.
- Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak
teratur
- Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel
gobletnya sedikit,
- Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
- Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga
sukar mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan
neutrofil dalam lamina propria dan submukosa.
- Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan
adanya infeksi menahun dan infeksi akut.
Sekum, kolon dan rektum
- Kelenjar intestinal lebih dalam pada usus besar dari pada usus kecil dan
letaknya lebih berhimpitan. Di kolon dalamnya 0,5 mm, sedangkan di rektu
mencapai 0,75 mm.
- Sel goblet jumlahnya banyak dan sel enteroendokrinkadangkala terdapat di
bawah di dalam kelenjar.
- Sel paneth tidak ada
- Lamina propria di antara kelenjar sama dengan yang ada di usus halus, dan
mengandung noduli limfatisi yang letaknya tersebar meluas di submukosa.
- Pada sekum dan kolon, lapisan muskularis longitudinal tidak merupakan
lapisan yang utuh tetapi membentuk 3 pta memanjang, sebagai taeniae coli.
- Pada rektum lapisan longitudinal ini kembali menjadi lapisan yang utuh.
- Tunika serosa, pada permukaan yang tidak melekat di dinding abdomen
pagian posterior, membentuk tonjolan-tonjolan kecil terdiri atas jaringan
lemak yaitu apendiks epiploika.
Batas rektum anus
- Disini membran mukosa membentuk lipatan-liptan memanjang disebut
“Kolumna Rektalis Morgagni”.
- Epitel silindris tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas
sedikit ke bawah sebagai daerah peralihan antara epitel usus dan kulit.
- Pada anus, epitelnya mengandung lapisan tanduk dan dibawahnya terdapat
kelenjar tubulosa bercabang disebut “kelenjar sirkumanal”
- Pada bagian bawah rektum, dan pada saluran anus, lapisan dalam muskularis
menebal, sebagai sfingter ani internum
- Mengelilingi saluran anus adalah berkas-berkas otot lurik, yang membentuk
sfingter ani eksternum.
(Leeson,1996; Junqueira,2007)

LO.2. Fisiologi saluran pencernaan bawah


Usus Halus (intestinum minor)
Usus halus mempunyai 2 fungsi utama pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Semua akitivitas lainnya mengatur atau mempermudah
berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan ini dimulai dari mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dan
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pankreas.

Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat deterjen asam-asam empedu yang
dapat melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan
agregat asam empedu dan molekul-molekul. Lemak membentuk inti hidrofobik,
sedangkan asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk
permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke dalam dan ujung
hidrofilik menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga
melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam lemak
bebas, gliserida dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam
larutan sampai mereka dapat di absorbsi oleh permukaan sel epitel.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enteriukus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim-enzim utama pencernaan
adalah kelenjar ludah menghasilkan amylase (ptyalin) ludah; kelenjar ludah
menghasilkan pepsin dan lipase lambung; mukosa duodenum menghasilkan
enterokinase; kelenjar eksokrin pankreas menghasilkan tripsin, kemotripsin,
karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas; amilase pankreas; hati menghasilkan
asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan aminopeptidase,
dipeptidase, maltase, lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.

Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan
mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai
oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencemaan tak lengkap yang bersentuhan
dengan mukosa duodenum, merangsang sekresi getah pankreas yang kaya akan
enzim; hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin.

Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang


sama, yang mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa
buku teks menyebut hormon ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan oleh mukosa
duodenum.
Asam yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkan hormon
lain, sekretin dan jumlah yang keluarkan sebanding dengan asam yang mengalir
melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung
bikarbonat dari pankreas, dan empedu dari hati.
Sekretin memperbesar kerja CCK.

Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakkan peristaltik mendorong
isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk
absorbsi optimal dan suplai kontinue isi lambung.

Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan


protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dindirig usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel- sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian besar
kurang dimengerti.

Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan abscrbsi
kalsium memerlukan vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K)
diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam empedu. Asam folat
dan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum.
Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak sebagian besar diselesaikan
menjelang kimus mencapai jejunum. Absorbsivitamin B12 berlangsung pda ileum
terminal melalui mekanisme transport khusus yang memerlukan faktor intrinsik
lambung. Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung
empedu ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi
pada ileum terminal dan masuk kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi
enterohepatik garam-garam empedu dan sangat penting dalam mempertahankan
cadangan empedu.

Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja


mencenakan leniak berkali-kali sebelum dikeluarkan dalam feses.

Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam


empedu dan mengganggu pencernaan lemak. Masuknya garam- garam empedu
dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan iritasi kolon dan diare.

Usus Besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan
elektrolit, yang sudah nampir lengkap pada kolon. bagian kanan. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung.

Kolon mengabsorbsi sckitar 600 ml air per/ hari, bandingkan dengan usus halus
yang mengabsorbsi sekitar 8 000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar
2000 ml/hari.
Bila jumlah ini dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dan
ileum, maka akan terjadi diare.

Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa
air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel
yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.

Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh


bakteri dan bukan karena kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali
yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan
melindungi mukosa.

Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan


oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih
sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak.

Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu


pembentukan flatus di kolon. Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses,
sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan
diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 , H2 dan CH4
yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar
1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara
berlebihan) dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya
berkaitan dengan jenis makanan yang dimakan. Makanan yang mudah
membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung banyakkarbohidrat yang
tidak dapat dicerna.

Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg
khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang
dan dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk mengosongkannya.
Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik
dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua
jenis peristaltik propulsif;

(1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan
bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, dan

(2) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon.


Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang
defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh
refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan pertama masuk
pada hari itu.
d. Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang
refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna
berada di bawah kontrol volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen
sakraliskedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis
mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
mengalami distensi -berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter intema
dan ekstema berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses.
Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang
terjadi akibat kontraksi volunter otot-otot dada dengan glotis ditutup, dan
kontraksi secara terus- menerus dari otol-otot abdomen (menuver ata'i peregangan
valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingtcr
ekstema dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan
keinginan untuk berdefekasi menghilang. Kelainan dari proses defekasi adalah
konstipasi dan diare. Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum
saal terjadi peristaltik massa.

Bila defekasi tidak sempurna, rektum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang.
Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras,
sehingga defekasi selaniutnya lebih sukar. Diare adalah kondisi dimana terjadi
frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan dalam
isi (lebih dari 200 g/hari) dan konsistensi (feses cair) hal ini biasanya dihubungkan
dengan dorongan, ketidaknyamanan perianal, inkontinensia atau kombinasi dari
faktor-faklor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi
usus, absorbsi mukosa atau motilitas dapat menyebabkan diare. Diare dapat
disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses
dan laksatif, antibiotik kemoterapi dan antasida), pemberian makanan per selang,
gangguan metabolik dan endokrin (diabetes, addisnn, tirotoksikosis) serta proses
infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan). Proses penyakit
lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi
(sindrom usus peka, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka)
defisit sfingter anal, sindrom, zollinger - ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus.

Frekuensi defekasi meningkat bsrsamaan dengan meningkatnya kandungan cairan


dalam feses. Pasien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus),
anoreksia dan haus. Kontraksi spasmodik vang nyeri dan peregangan yang tidak
efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi.

Feses berair adalah karakteristik dari penyakit usus halus, sedarigkan feses semi
padat lebih sering dihubungkan dengan gangguan kolon. Feses yang sangat besar
dan berminyak menunjukkan malabsorbsi usus, dan adanya mukus dan pus dalam
feses menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.
LO.3. Ileus Obstruktif
3.1. Definisi
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik,
partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino
ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin
tetap hidup.

3.2. Etiologi
1. Perlengketan :
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda
jaringan parut setelah pembedahan abdomen

2. Intusepsi :
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya
oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling
sering terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum
kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum
kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.

3. Volvulus :
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat
distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada
mesentriumnya

4. Hernia :
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen
atau defek di dinding rongga peritoneum yang memungkinkan terbentukkan
tonjolan peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa.

5. Tumor :
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.

6. Inkarserasi (terperangkap)  massa visera yang meningkat di dalam hernia


sehingga massa tersebut terperangkap akibat adanya stasis dan edema secara
permanen.

7. Strangulasi  gangguan lebih lanjut dimana pasokan darah dan drainase


menyebabkan infark segmen yang terperangkap.
3.3. Klasifikasi
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.

2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)


Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis
dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok


(Bailey,2002):

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.


b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005;
Sabiston,1995) :

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan


terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.

3.4. Epidemiologi

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif  tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
3.5. Patofisiologi

Merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya


mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus . hal tersebut menyebabkan pasase lumen
usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan
cairan pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran
dinding usus (distensi) akibat peningkatan tekanan intralumen yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Sumbatan yang terjadi
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha
alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan
serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Muntah merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah
penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan
dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik
untuk menyebabkan bakteriemia.

Penyumbatan Penyempitan Pasase lumen usus


Etiologi lumen usus terganggu
Intestinal

Bagian proximal Pengumpulan


tersumbat sis lumen

Distens
i

Tekanan Intralumen Sekresi Kelenjar Pencernaan Aliran air dan Na⁺


Iskemik Akumulasi Cairan dan gas terus
Kehilangan cairan ke bertambah Dehidrasi &
peritoneum Seluruh bagian obstruksi Hipotensi
Nekrosis menyumbat
Permeabilitas Hiperperistaltik
Kolik abdomen
Muntah
Kehilangan cairan dan elektrolit
Perfusi jaringan
Asidosis Metabolit
Syok Hipovolemik
3.6. Manifestasi klinis

Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik. Sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap
4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit
pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian
biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari
ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan
berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang
peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri
abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai.

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang


memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Setelah mereda, maka
muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau
kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika
ileus obstruktif usus besar, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul
distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus
yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di
atas obstruksi. Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi
obsruksi dan makin membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan
peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus
besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah
mesenterikus.

Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses
dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar).
Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas
ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif
usus halus, usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar.
Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga
mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus
obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi
sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi.

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok


hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan
muntah yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit
kering dan lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung
dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran
polisitemia sekunder.

Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum
dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leucopenia.

3.7. Diagnosis & Diagnosis banding

Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007).
Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan
pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama (Anonym, 2007)

Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat
gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup „defance musculair‟ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).

3. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing


logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya
feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika
darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus
(Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung
(Anonym, 2007).

4. Radiologi

Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis


ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama
dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola
tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis.
Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka
distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya gambaran penting (Sabiston,
1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.
Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus
obstruktif, khususnya jenis strangulasi (Harrison‟s, 2001)

6. Pemeriksaan colok dubur


· Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
· Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
· Feses yang mengeras : skibala
· Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
· Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
· Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Diagnosis Banding
Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan
retroperitoneal, termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah
operasi abdomen. Jika terjadi ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan
lebih konstan.

Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar.


Muntah jarang terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan
berdasarkan adanya hasil foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi
dilatasi kolon bagian proksimal.

Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis


akut dan pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip
dengan pankreatitis akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular
mesenterika yang berhubungan dengan trombosis vena.
3.8. Komplikasi
- Peritonitis septikemia
- Syok hipovolemia
- Perforasi usus
- ganguan elektrolit
- pnemonia aspirasi dari proses muntah
- sepsis
- nekrosis usus
- perfusi usus

3.9. Prognosis
Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian sekitar
5%. Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi
yang disertai dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau operasi
dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang
bersangkutan.
LO.4. Penatalaksanaan ileus obtruktif
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan
keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang
suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995; Sabara, 2007) Dekompresi pipa
bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk duaalasan (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007):
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi
isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan,sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.

Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok
(Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.

Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatom (Sabara, 2007).

Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu
mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka
antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston,1995)
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter)

Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori
mencakup (Sabiston, 1995) ;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan
paralitik (Sabara, 2007)
LO.5. Hukum tindakan operasi menurut islam
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin
sembuh dari penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan
tetapi penyakit di mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada
kesembuhannya menurut para dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana
pandangan syariat terhadap operasi medis yang umumnya adalah tindakan
pembedahan?

Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis


dengan syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim
melakukannya untuk meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan
kepadanya dengan izin Allah.

Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,


maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-
Maidah: 32). Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan
dan menyelamatkan jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam
banyak kasus operasi medis menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian
yang hampir dipastikan.

Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada


operasi medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan
membahayakannya, jika tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan
izin Allah berarti mereka telah menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk
perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas. Adapun dari sunnah maka ada beberapa
hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan dibolehkannya operasi
medis, di antaranya:

1. Hadits hijamah (berbekam)

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari
Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan
tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw
bersabda, ”Padanya terdapat kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari). Hadits tersebut
menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah
dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk
menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah
merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau
penyebab penyakit.

2. Hadits Jabir bin Abdullah

Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada
Ubay bin Kaab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan
menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim). Dalam hadits ini Nabi SAW
menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan
apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis
yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu. Kemudian dari sisi pertimbangan
kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu
menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi
tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak
operasi medis.

Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan
secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada
tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya. Jika operasi medis memenuhi
syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena dalam kondisi ini
target yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan,
sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak
mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam
kondisi ini syariat melarangnya.

Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha


Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah
syariat.
1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.
DAFTAR PUSTAKA

http://ilmubedah.info/ileus-obstruksi-definisi-etiologi-gambaran-klinik-
diagnosis-terapi-prognosis

http://www.suara-islam.com/index.php

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649
Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Vol 1. Ed. 6. Jakarta : EGC.

Guyton & Hall, (1996), Textbook of medical physiology. 9th Ed. Pennsylvania.
W.B. Saunders Company.

Sherwood. L, (2004), Human Physiology: From Cells to System. 5th ed.


Singapore. West. International Thomson Publishing

Ganong.W.F, (2001), Review of Medical Physiology. 20th Ed The McGraw-Hill


Companies.

Junquiera L.C., Carneiro J, (2007), Histologi Dasar, Text dan Atlas, edisi 10,
Penerbit buku kedokteran EGC

Siti Boedina Kresno,(2005), Imunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorim ed


FKUI

Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.

Snell, R S. (1997), Clinical Anatomi for Medical Student, 3th edition Indonesia,
EGC, Jakarta.

Ganiswara, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006), Farmakologi Dan Terapi,
Edisi 5, Gaya Baru, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai