Darsono (2008:51) dalam Asriani (2011) mengatakan bahwa Pendidikan merupakan
kebutuhan dasar manusia guna memenuhi kebutuhan rohani dan daya nalarnya yang setara dengan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya guna memenuhi kebutuhan fisik dan mental sosialnya. Kebutuhan rohani dan kebutuhan fisik merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, sehingga sulit dan mahalnya harga pendidikan harus dipenuhi oleh Negara dalam mencukupi kebutuhan dasar warganegaranya. Diperkuat dengan pasal 31 Ayat 1 dan 2. Ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran“ dan Ayat (2) “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dalam undang-undang” Oleh karena itu, bila sekarang ini masih ada masyarakat yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya terutama wajib belajar sembilan tahun, seharusnya negara selaku pemegang otoritas memfasilitasi kemudahan warganegaranya untuk memperoleh pendidikan.
Pendidikan menjadi kunci utama keberhasilan suatu bangsa, untuk menghantarkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya (Dario: 2013). Bangsa yang baik adalah bangsa yang memperhatikan serta membangun sistem pendidikan yang baik pula. Jika suatu Negara belum mampu mengembangkan sistem pendidikan yang baik maka Negara tersebut belum mampu mencapai kesejahteraan yang terjadi pada Negara cerdas, makmur serta sejahtera, seperti; Jepang, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan sebagainya. Menurut Ballantine dalam kibtiyah (2013), menyatakan beberapa fungsi pendidikan dalam masyarakat, yaitu; fungsi sosialisasi, seleksi, latihan dan alokasi, inovasi dan perubahan sosial serta fungsi pengembangan pribadi dan sosial.
Pendidikan sangatlah penting demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Masyarakat yang hidup dipedalaman tentunya berbeda kualitas pendidikannya jika dibandingkan dengan masyarakat yang hidup diperkotaan yang sarat dengan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Masyarakat pedalaman bisa juga disebut masyarakat tradisional karena cenderung hidup jauh dari pusat kota dan sering kali mengalami kendala, apalagi pada bidang pendidikan seperti sarana dan prasarana yang minim serta terbatasnya tenaga pendidik karena susahnya transportasi untuk menjangkau lokasi. Pada beberapa daerah, minat bersekolah sangatlah kurang karena dinilai tidak menghasilkan uang. Tidak mengherankan, pada masyarakat tradisional yang lebih mengedepankan adat serta budaya leluhur seperti yang terjadi pada masyarakat pedalaman, anak usia sekolah lebih diajarkan untuk berburu atau membantu orang tua diladang. Kondisi seperti ini sangatlah menghawatirkan dan harus menjadi perhatian serius sehingga bisa mendapatkan solusi dalam pemecahan masalah diatas. Untuk memahami serta menindak lanjuti permasalahan pendidikan dalam berbagai latar peristiwa, kita haruslah memahami karakteristik serta perbedaan pendidikan masa lalu yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya serta yang kini sedang berlangsung. Maka, untuk lebih jelas kita haruslah membedakan pendidikan dalam berbagai tipe masyarakat, seperti pada masyarakat tradisional, modern dan era global sebagai berikut.
a) Pendidikan Dalam Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional sering diartikan sebagai masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Didalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat tradisional sering melakukan cara-cara atau kebiasaan- kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya sehingga kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Ada beberapa masyarakat yang termasuk kedalam kriteria masyarakat tradisional, yaitu masyarakat pada zaman dahulu, masyarakat pedalaman dan masyarakat kota yang tidak mempunyai orientasi budaya peradaban masa kini. Sejarah pendidikan masyarakat tradisional di Indonesia dimulai pada masa kerajaan. Pada umumnya, pendidikan diselenggarakan untuk mengajar anak-anak keluarga bangsawan, agar mereka siap meneruskan tugas dan tanggung jawab sebagai penerus tahta kerajaan. Pendidikan hanya bersifat terbatas dan elitis, itu berarti pendidikan diperuntukkan untuk kalangan kerajaan serta bangsawan. Sedangkan, pada zaman kolonial belanda, banyak hal yang menjadi penyebab ketertinggalan bidang pendidikan. Bangsa ini hanya dimanfaatkan sumber daya alamnya yang melimpah, sedangkan dalam sumber daya manusianya dibodohkan dengan berbagai cara, sehingga bangsa ini tidak mengalami masa perkembangan yang menakjubkan pada bidang pengetahuan, pendidikan maupun teknologi. Pendidikan hanya terbatas untuk orang-orang yang memiliki golongan ekonomi atas, terutama pegawai pemerintahan Belanda, kaum bangsawan (priyayi) dan diutamakan dari kaum laki-laki. Namun pada zaman Raden Ajeng Kartini muncul, ada dobrakan adat tradisi yang kuno. Ia berkeinginan bahwa pendidikan harus diberikan kepada setiap orang tanpa memandang jenis kelamin, suku bangsa, agama, maupun status sosial ekonomi. Di Indonesia, masyarakat pada zaman dahulu atau masyarakat yang tinggal didaerah terpencil pada saat ini juga sering disebut masyarakat tradisional karena pada zaman itu mereka masih memegang teguh adat istiadat leluhur. Selain itu, masyarakat tradisional biasanya berada di pedalaman sehingga kurang mengalami perubahan atau pengaruh dari kehidupan kota. Pengetahuan yang mereka miliki kurang terspesialisasi dan sedikit keterampilan sehingga membuat anak-anak memperoleh warisan budaya dengan mengamati dan meniru orang dewasa dalam berbagai kegiatan seperti upacara, berburu, pertanian dan panen. Kebudayaan masyarakat tradisional merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial sekitarnya tanpa menerima pengaruh luar. Jadi, kebudayaan masyarakat tradisional tidak mengalami perubahan mendasar. Karena peranan adat-istiadat sangat kuat menguasai kehidupan mereka. Jika membahas mengenai pendidikan pada masyarakat pedalaman, seharusnya kita tidak perlu khawatir karena pada Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 dan 3 mengatakan bahwa (ayat 1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendididkan yang bermutu”. (Ayat 3) “Warga negara daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus”. Maka, pemerintah wajib memenuhi hak tersebut seperti yang dicantumkan dalam pasal 11 ayat 1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negaranya. Jadi, walaupun di Indonesia masih terdapat masyarakat pedalaman yang sulit untuk dijangkau tetapi pemerintah mempunyai kewajiban untuk tetap memberikan pelayanan pendidikan yang sama seperti masyarakat kota terhadap masyarakat pedalaman tanpa pengecualian. Selain masyarakat zaman dahulu dan masyarakat pedalaman, masyarakat kota yang tidak mempunyai orientasi budaya peradaban masa kini juga termasuk kedalam masyarakat tradisional. Dalam hal pendidikan, seluruh masyarakat kota seharusnya sudah mendapatkannya secara merata dan mendapat sarana dan prasarana yang memadai. Namun pada kenyataannya, tidak seluruh masyarakat kota dapat merasakan hal tersebut. Terdapat beberapa sekolah yang menempatkan guru sebagai satu-satunya pelaku pendidikan. Siswa tidaklah terlibat secara aktif dalam pembelajaran. dalam hal sumber belajar, buku merupakan sumber belajar yang paling sering digunakan. Jika dibandingkan dengan kemajuan yang terjadi saat ini, lingkungan sekitar, alat elektronik seperti internet bisa juga digunakan sebagai sumber belajar. Dan yang teakhir dan masih menjadi kontroversi saat ini adalah masiih berlakunya hukuman fisik sebagai tindakan yang diambil guru untuk membuat anak hormat dan untuk menghukum jika ada kesalahan yang diperbuat siswa. Terlepas dari berbagai macam masyarakat yang termasuk kedalam masyarakat tradisional serta ciri pendidikannya. Ciri pendidikan tradisional secara umum menurut Kibtiyah (2013) dapat dilihat sebagai berikut, anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam geografis tertentu kemudian mereka dimasukkan ke dalam kelas yang kemudian dibedakan berdasarkan umur. Prinsip sekolah yang otoritarian menyebabkan anak harus menyesuaikan diri dengan tolak ukur perilaku yang ada. Guru memikul tanggung jawab pengajaran. Pembelajaran berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan. Bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks. Di dalam kelas, guru menjadi satu-satunya pelaku pendidikan. Guru berbicara dan murid hanya menyimak tanpa ikut berperan aktif. Tatanan bangku berurut dan masih diberlakukannya hukuman fisik bagi murid yang tidak taat.
b) Pendidikan Dalam Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang menempatkan mesin dan teknologi pada posisi yang sangat penting dalam kehidupannya sehingga mempengaruhi ritme kehidupan dan norma-norma (kibtiyah: 2013). Masyarakat modern merupakan masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama. Karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Berlawanan dengan masyarakat tradisional, perubahan-perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Parson dalam Pambudi (2011), masyarakat modern bisa dilihat dari ciri-ciri berikut ini; masyarakat modern cenderung bersikap netral bahkan menuju sikap tidak memperhatikan atau tidak peduli dan juga lebih mementingkan diri sendiri. Masyarakat modern pula suka mengejar prestasi, serta cenderung berterus terang dalam mengungkapkan segala sesuatu. Dalam mencapai kemajuan itu masyarakat modern berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi dan berusaha agar mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Bagi negara-negara sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya masyarakat modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat kota. Pengertian kota secara sosiologi terletak pada sifat dan ciri kehidupannya dan bukan ditentukan oleh menetapnya sejumlah penduduk di suatu wilayah perkotaan. Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa tidak semua warga masyarakat kota dapat disebut masyarakat modern, sebab banyak orang kota yang tidak mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan peradaban dunia masa kini, misalnya gelandangan atau orang yang tidak jelas pekerjaan dan tempat tinggal. Dalam masyarakat modern, pendidikan memegang peranan sangat penting dalam hal meningkatkan kecerdasan dan keterampilan. Pendidikan pada masyarakat modern umumnya diarahkan untuk mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan. Pada zaman ini, teknologi informasi sudah mulai memegang peran penting untuk dikembangkan dan dikuasai. Dengan pengetahuan yang cukup, masyarakat akan mempunyai pandangan yang cukup luas untuk mampu mengantisipasi kehidupan masa mendatang dan melakukan perbaikan kehidupan dengan memperkenalkan norma sosial yang baru, yang dapat menjawab tantangan masa mendatang. Jadi pengetahuanlah yang menjadi modal utama bagi masyarakat modern untuk tetap bertahan dalam situasi dan kondisi peradaban modern. Dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka untuk memperoleh pengetahuan, mereka menyediakan fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya. Kelangsungan pendidikan ini diatur oleh pranata sosial baik pendidikan yang diselenggarakan pemerintah maupun oleh swasta. Karena peranan pendidikan ini sangat vital dalam menentukan kehidupan masa mendatang, maka penyelenggaraannya sangat terpelihara dan mendapat dukungan masyarakat. Warga masyarakat modern umumnya menikmati pendidikan sekolah mulai dari tingkat dasar, menengah maupun tinggi. Peranan pendidikan keluarga tetap terpelihara dengan baik khususnya dalam membentuk kepribadian seseorang sedangkan pengembangan pengetahuan dan keterampilannya, peranan pendidikan sekolahlah yang makin berperan. Pendidikan pada masyarakat modern ini bertolak belakang dengan pendidikan tradisional. Pada pendidikan modern, guru bertindak sebagai fasilitator dan peserta didik mengambil dalam proses pembelajaran sehingga sehingga peserta didik dituntun untuk lebih aktif di kelas. Proses pembelajaran tidak hanya menggunakan buku teks, melainkan memanfaatkan media pembelajaran yang sekarang sudah berkembang pesat. Proses pembelajaran pun tidak terbatas di kelas saja melainkan bisa dilakukan di luar kelas sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kebanyakan guru (pendidik) dalam mayarakat modern cenderung mengajarkan sesuatu yang jauh dari realita yang ada kepada peserta didik. Anak- anak dalam masyarakat modern cenderung dibawah tekanan yang besar dari orang tua dan gurunya untuk menguasai pelajaran yang telah ditentukan dan dalam waktu yang telah ditentukkan sehingga berpotensi menimbulkan kelainan mental jika hasil yang akan dicapai terlalu berat dibandingkan dengan kemampuan anak (kibtiyah: 2013).
c) Pendidikan Dalam Masyarakat Era Global
Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia, Era adalah kurun waktu dalam sejarah atau sering juga disebut zaman atau masa. Sedangkan global artinya adalah menyeluruh. Jika digabungkan, menurut terminologi, era globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan elemen-elemen yang terjadi akibat transkulturasi perkembangan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional (maesaroh: 2012). Manusia global adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa (bermoral), mampu bersaing, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki jati diri. Salah satu wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul adalah melalui pendidikan (Sujarwo: 2013). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat pada era global dituntut untuk menguasai dan mempunyai kemampuan yang mumpuni dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Masyarakat pada era global biasa juga disebut dengan masyarakat di abad ke- 21. Pada abad ini, masyarakat menjadi lebih kritis terhadap berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari apalagi yang menyangkut masalah pendidikan. Ada beberapa tuntutan perbaikan dalam bidang pendidikan. Adapun tuntutannya adalah sebagai berikut; merespon kepada masyarakat yang berbasis pengetahuan, merespon terhadap masyarakat multibudaya dan masyarakat bersatu, merespon terhadap masyarakat madani yang matang. Pendidikan pada era global, diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat tanpa kecuali, tanpa membedakan agama, suku bangsa, jenis kelamin, budaya, maupun sosial-ekonomi. Tugas para pendidik dalam hal ini adalah membantu mengkondisikan peserta didik pada sikap, perilaku atau kepribadian yang benar, agar mampu menjadi agents of modernization bagi dirinya sendiri, lingkungannya, masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus membedakan suku, agama, ras dan golongan. Pada era ini pula, pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan manusia yang dimaksutkan untuk membantu peserta didik agar menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggung jawab dan bersosialitas) (Sujarwo: 2006). Jadi dengan kata lain pendidikan budi pekerti sangatlah diperlukan dalam kehidupan peserta didik di era globalisasi ini. Pendidikan pada masyarakat era global ini bukanlah tanpa celah, globalisasi akan dapat berakibat negatif jika digunakan untuk tujuan yang tidak baik. Dengan demikian globalisasi akan bergantung kepada siapa saja yang menggunakannya dan untuk keperluan apa serta tujuan kemana ia dipergunakan. Sebagai contoh, arus budaya Barat yang sudah tidak lagi bisa dibendung, mengakibatkan masyarakat banyak meniru perilaku Barat dan secara langsung maupun tidak langsung membentuk pola pikir serta tingkah laku masyarakat. Selain itu, sistem pendidikan pada era global tersimpan banyak masalah, kita masih terlibat pada kepentingan politik, pendidikan hanya dijadikan sebagai mobilisasi untuk melegalkan serta memperkuat kekuasaan. Masalah tersebut yang dapat mematikan sistem pendidikan yang seharusnya dapat tumbuh dan berkembang cepat dan tepat sehinnga mampu mengejar ketertinggalan dengan mutu pendidikan luar negeri. Syamsul dalam Maesaroh (2013) mengemukakan dua hal yang menjadi tantangan terbesar dalam dunia pendidikan di Indonesia menghadapi era globalisasi dunia sekarang. Pertama adalah teknologi. Minimnya pengetahuan teknologi yang dapat mempengaruhi para pendidik. Seringkali peserta didik lebih menguasai teknologi (technology-aware) seperti internet dibandingkan para pendidik. Kedua adalah masuknya sekolah dan silabus yang diadopsi dari luar negeri. Tetapi, pada tantangan kedua ini tidak semua berdampak negatif, semuanya tergantung dari sisi mana kita memandang. Pada pendidikan masyarakat era global perlu dibekali strategi pengembangan pendidikan yang dapat mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul agar tidak terjadi pergeseran orientasi pendidikan, seperti; mengedepankan model perencanaan pendidikan yang berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat. Pemerintah berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya masyarakat. Fokus pendidikan diarakan pada pemenuhan kebutuhan stakeholders, kenutuhan pasar dan tuntutan teman saing. Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, serta lembaga lain yang sangat peduli pada bidang pendidikan. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dari lembaga didalam maupun luar negeri. Dan strategi yang terakhir adalah memanfatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam rangka mengembangkan potensi diri dan lingkungannya, misalnya penggunaan internet, multimedia pembelajaran, sistem informasi terpadu dan sebagainya.