Agama Hindu Etika
Agama Hindu Etika
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian dari etika (moralitas).
1.3.2 Dapat memaparkan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia
ideal.
1.3.3 Dapat menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari –
hari.
1.4 Manfaat
Dapat memaparkan rumusan masalah diatas dengan baik, sehingga dapat
berguna bagi para pembaca dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari –
hari.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa
Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-
istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral
diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.
Etika memiliki makna yang sama dengan moral yaitu suatu adat
kebiasaan. Moral mengandung makna yang berkenaan dengan
perbuatan yang baik dan buruk. Adapun konsep moralitas, yaitu sistem
nilai yang terkandung dalam nasihat, petuah, aturan yang diwariskan
secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan serta tentang
bagaimana cara manusia untuk menjalankan hidup yang lebih baik.
Moralitas memberikan manusia petunjuk dan aturan tentang bagaimana
harus hidup, bertindak yang baik dan menghindari perilaku yang tidak
baik. Moralitas juga dapat diartikan sebagai kualitas perbuatan manusia,
sehingga perbuatan manusia dapat dikatakan baik atau buruk, salah atau
benar.
Dalam hal ini moralitas bersumber dari hati nurani seseorang untuk
melakukan sesuatu. Hati nuranilah yang memerintahkan seseorang
untuk melakukan sesuatu. Perbedaaan etika dan moral yaitu jika moral
bersumber dari diri seseorang yaitu hati nuraninya, sedangkan etika
berdasarkan kepada hal atau di luar dirinya seperti kebiasaan atau
norma yang berlaku di masyarakat.
3
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku
kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Menurut Parisada Hindu Dharma Pusat
(dalam Upadeca tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu, 1968:51) “Susila
adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan2
Dharma dan Yadnya.”. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu
dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan
buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan
dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta
kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada
dasarnya etika merupakan rasa cinta, kasih sayang, dimana seseorang yang
menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencinyai dirinya sendiri
dan menghargai orang lain.
2.2 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava Madhava)
4
mempertahankan kehidupannya di dunia, namun dalam menjalankan hal-hal
keduniawian tersebut, setiap manusia harus bertindak sesuai dengan
batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Perlu disadari
bahwa dalam menjalankan hal-hal keduniawian tersebut, setiap umat Hindu
tentunya takkan bisa terlepas dari faktor-faktor yang dapat membuat
seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah pada perbuatan
dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),
keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan
egoisme (ahankara). Untuk menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan
tersebut, maka kita perlu untuk meningkatkan iman dan takwa serta perlu
untuk menata diri menuju manusia ideal “Dharmika” (Manava Madhava).
Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah
satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta
masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang
berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-perbuatan adharma. Untuk
dapat memperbaiki diri menuju manusia ideal maka diperlukan pemahaman
dan pengimplementasian dari ajaran Etika (Tata Susila). Ajaran etika di
dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain :
kebenaran, kebajikan, kasih sayang, tanpa kekerasan, ketekunan, kemurahan
hati, percaya diri, membangun hubungan yang serasi, mementingkan
persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran, moralitas, wiweka,
persahabatan, dan lain sebagainya.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, manusia
Dharmika berdasarkan ajaran Agama Hindu termuat dalam kitab Weda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sarasamuccaya, Slokantara, dan kitab suci
lainnya.
Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 2-3-4, dijelaskan mengenai
keagungan menjadi seorang manusia. Pada sloka 4 disebutkan bahwa :
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya
demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan
5
mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya
dapat menjelma sebagai manusia”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:9).
Pada Bhagavad Gita Bab XVI tentang Daiva Asura Sampad Vibhaga
Yoga juga membahas tentang hakikat tingkah laku manusia yang dikenal
sebagai perbuatan baik dan buruk. Dalam Bab XVI ini Sri Bhagavan Krsna
menggambarkan sifat-sifat kedewaan yang disebut Daiwi Sampat dan sifat-
sifat keraksasaan yang disebut Asuri Sampat. Salah satu slokanya yaitu pada
sloka 11 : “Mereka berlindung pada hawa nafsu, yang sampai hari kematian
pun tidak mungkin dapat dipuaskan, maka mereka akan menjadi sibuk dalam
mengumpulkan benda-benda duniawi, menikmati kepuasan-kepuasan duiawi
dan dengan penuh keyakinan mereka akan berpendapat “Apa yang ada, itulah
hidup.”.”. (Darmayasa, 2018:311). Sifat Daiwi Sampat dan Asuri Sampat itu
ada pada diri manusia dalam porsi yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri
seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma).
Seperti yang disebutkan menurut I Nyoman Kajeng, DKK (dalam
Sarasamuccaya, 1997:8) Sloka 2, mengatakan bahwa Di antara semua
makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan
baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya)
menjadi manusia.
Selain itu, terdapat pula garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari
Bhagavad Gita. Tuntunan tersebut merupakan amanat dari Sri Krsna, agar
kita dapat menjadi manusia Manava Madhava (Dharmika). Salah satu
tuntunan yang kita dapat dari amanat Sri Krisna yaitu “Gerbang menuju
neraka ini yang menghantar pada kemanusiaan sang rokh ada tiga jenis
yaitu : nafsu, kemarahan, dan ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus
melepaskan ketiganya ini”. Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang
dapat kita petik dari amanat Sri Krsna dalam Bahagavad Gita.
Banyak lagi kitab-kitab ajaran Hindu yang mengajarkan etika
(moralitas) serta pengendalian diri bagi manusia, diantaranya Sarasamuccaya
S. 57, Sara Samuccaya S. 63 yang memuat Catur Prawerti yang terdiri atas
Arjawa (kejujuran), Ancangsya (tidak mementingkan diri sendiri), Dama
6
(dapat menasehati dirinya sendiri, dan Indriyanigraha (mengekang hawa
nafsu), Sarasamuccaya sloka 259, dan Sarasamuccaya sloka 260.
Selain itu, terdapat pula pedoman etika dalam Agama Hindu untuk
menjadi manusia yang ideal (Manava Madhava). Diantaranya, Tri Kaya
Parisudha, Catur Paramita, Dasa Dharma, Dasa Niyama Brata, Panca Niyama
Brata, Dasa Yama Brata, dan Panca Yama Brata. Tri Kaya Parisudha yaitu
tiga perbuatan yang disucikan. Menurut Parisada Hindu Dharma Pusat
(dalam Upadeca tentang Ajaran-Ajaram Agama Hindu, 1968:58), Tri Kaya
Parisudha terdiri dari Manacika (berpikir yang baik dan suci), Wacika
(berkata yang baik dan benar), dan Kayika (berbuat yang baik dan jujur).
Ketiga hal tersebut perlu untuk disucikan agar kita menjadi manusia yang
beretika dan berbudi pekerti luhur, agar tercipta kehidupan beragama yang
harmonis.
7
senantiasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat,
sejahtera dan terhindar dari berbagai macam masalah, memperoleh
kebijaksanaan dan kemuliaan. Kebenaran atau kejujuran dapat
dilaksanakan dengan mudah, jika melakukannya dengan memiliki
keyakinan (Sraddha).
Sarasamuccaya Sloka 41 :
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh
perbuatan, perkataan dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu
sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati;
perbuatan itu jangan hendaknya anda lakukan kepada orang lain;
jangan tidak mengukur baju di badan sendiri, perilaku anda yang
demikian itulah dharma namanya; penyelewengan ajaran dharma,
jangan hendaknya dilakukan”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:37)
Sarasamuccaya Sloka 42 :
“Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang
satyam wacana, pun orang yang dapat mengalahkan bahwa nafsunya
dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala laksana
beliau, laksana beliau itulah yang patut dituruti, jika telah dapat
menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma”. (I Nyoman
Kajeng, DKK, 1997:38)
8
Adapun contoh pengimplementasian (penerapan) kebenaran dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Jujur kepada orang tua
9
buah dari perbuatan yang menyeleweng dari dharma (kebenaran),
kedukaan akan menghampirinya.
2. Seorang pejabat negara haruslah memiliki kejujuran dan kebenaran
dalam menjalankan setiap tugas kenegaraan yang telah dibebankan
kepadanya. Ia yang tidak memiliki kejujuran dan tidak berpegang
teguh pada prinsip kebenaran (Dharma), imannya akan cepat sekali
tergoyahkan oleh uang maupun kekuasaan. Dari ketamakannya
tersebut awalnya memang yang ia rasakan adalah kebahagiaan dan
kepuasan, namun dibelakang kesedihan dan kesengsaraan telah
menunggunya. Ketika waktu itu telah tiba, maka ia akan ditangkap
oleh KPK dan merasakan hukuman di balik jeruji besi. Ia tak bisa
lagi menghirup udara luar yang bebas dan kebahagiaan bersama
keluarga maupun orang-orang terdekat. Inilah hasil dari perbuatan
yang menyeleweng dari dharma, pastilah kesengsaraan akan
menantinya.
3. Sebagai seorang hakim dalam menentukan keputusan haruslah
berpegang teguh pada prinsip kejujuran atau kebenaran serta tidak
boleh memihak.
10
sudah mendapatkan hukuman namun mereka masih bisa
menghirup udara luar bahkan sampai berlibur. Kasus ini sangat
bertolak belakang dengan kasus seorang nenek yang hanya
mencuri sandal bisa mendapatkan hukuman yang yang lebih berat
dari koruptor tersebut. Dari kasus ini kita lihat bahwa hakim
terkesan tidak adil dalam memberikan hukuman, mereka yang
berduit terkesan dapat membeli hukum itu sendiri. Padahal
seharusnya dalam menjalankan tugas menentukan hukuman
tersebut ia harus berpegang teguh pada prinsip kejujuran dan
kebenaran, ia tidak boleh menerima suap atau hal apapun itu yang
dapat membuat ketidakadilan tersebut.
11
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya
dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersanksikan lagi, pasti
akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka ada artinya, jika
artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma”. (I Nyoman
Kajeng, DKK, 1997:16).
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang
yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji dan disanjung olehnya,
karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak
menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta
wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya
pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa
nafsu”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:17).
Adapun pengimplementasian (penerapan) kebajikan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Sebagai mahasiswa, apabila mengikuti kepanitiaan dalam suatu
kegiatan, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,
keikhlasan dan berlandaskan dharma. Janganlah mengikuti
kepanitiaan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat semata,
yang nantinya berguna untuk kehidupan duniawi saja. Ketika kita
melakukan sesuatu dan hanya memikirkan hasilnya terlebih dahulu,
maka apapun yang kita dapatkan tidak akan berguna bagi
kehidupan kita, karena ketika kita melakukan suatu hal yang paling
penting yaitu proses ketika kita melakukannya, ketika proses sudah
terlaksana dengan baik maka hasilnya pun akan baik dan akan
berguna.
2. Sebagai anggota DPR, ia seharusnya mendahulukan tugas dan
kewajibannya sebagai orang yang telah dipercaya oleh rakyat untuk
duduk di kursi pemerintahan agar suara-suara ataupun aspirasi
mereka dapat terealisasikan. Dalam menjalankan kewajiban
tersebut, ia harus mendasarinya dengan dharma, bukan karena
keinginannya untuk memperoleh artha (kekayaan) yang melimpah.
Jika ia telah menjalankan tugasnya dengan berlandaskan dharma,
12
tentunya hidupnya akan diliputi dengan ketenangan dan
kebahagiaan. Masyarakat akan senang dengan kerjanya, sehingga
untuk periode selanjutnya kemungkinan besar ia akan terpilih
kembali. Sehingga artha akan diperolehnya dengan sendirinya.
Namun jika ia melaksanakan kewajiban tersebut dengan tidak
berlandaskan dharma, ia hanya akan mengejar artha dan kama
tersebut. Jika hal ini sudah terjadi, maka praktik korupsi akan
dijalankan olehnya untuk mendapatkan artha (kekayaan) tersebut.
Di awal ia memang merasakan kepuasan dari artha (kekayaan)
yang diperolehnya , namun ketika ia tertangkap KPK, hidupnya
tidak akan bahagia dan tenang. Inilah hasil dari perbuatan yang
tidak berlandaskan dharma namun berlandaskan pengejaran akan
artha dan kama.
13
Catatan: Abutahita: Abhu + hita, berarti tidak ada (mempunyai)
kebaikan, kebijaksanaan, tidak menghiraukan kesejahteraan makhluk,
kebalikannya, bhutahita-kesejahteraan makhluk.
“Bila orang itu sayang akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin
memusnahkan hidup makhluk orang lain, hal itu sekali- kali tidak
memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat
menyenangkan kepada dirinya.” (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:116).
1. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih
dan diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan
(tidak memandang agama, suku, dan ras). Menurut Drs.
A.A. Gede Raka Mas (dalam Runtuhnya Kemuliaan
Manusia Menurut Perspektif Hindu, 2012:46), Kasih
sayang itu ada dalam lubuk hati manusia yang paling dalam.
Karena itu, ia memerlukan sentuhan kemanusiaan untuk
mewujudkannya.
14
c. Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan
panca indera secara benar. Emosi menggambarkan
penggunaan panca indera secara benar. Emosi hendaknya
dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang
beguna bagi kesejahteraan hidup individu dan
masyarakat.
15
motivasi agar anaknya dapat menjalani masa keterpurukan
tersebut.
2. Kasih sayang seorang lelaki kepada pacarnya.
16
Ini menandakan rasa cinta kasih kepada lingkungan.
Lingkungan yang telah rusak karena banyaknya pohon yang
hilang karena pembangunan gedung-gedung membawa dampak
yang buruk baik bagi lingkungan itu sendiri maupun manusia
itu sendiri. Menjaga lingkungan agar tetap lestari dengan
melakukan gerakan sejuta pohon merupakan salah satu wujud
cinta kasih kepada lingkungan.
4. Membersihkan lingkungan pura ataupun sanggah
17
2.3.4 Implementasi Kedamaian dan Tanpa Kekerasan
18
1. Pada peristiwa yang terjadi diperbatasan antara Israel dan
Palestina tepatnya di jalur Gaza merupakan peristiwa yang
seharusnya bisa diselesaikan secara damai dan tanpa
kekerasan. Kedua belah pihak sama-sama tidak mau
mengalah. Kita sebagai umat beragama seharusnya mampu
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan dengan
pikiran terbuka, agar menemukan solusi dari masalah
tersebut. Jika menyelesaikan masalah tersebut dengan
kekerasan, maka solusi yang baik tidak akan pernah didapat.
Kita sebagai makhluk hidup yang memiliki akal budi yang
paling baik diantara makhluk hidup lainnya, seharusnya
mampu betindak baik untuk melakukan suatu perbuatan.
Pada peristiwa Gaza ini begitu banyak korban yang
berjatuhan, mulai dari anak kecil sampai orang tua. Mereka
mati dengan begitu saja, tanpa dapat melawan sedikitpun.
Seharusnya kita sebagai umat beragama harus memiliki
sikap yang beretika sesuai ajaran agama. Semua agama
mengajarkan etika dalam melakukan sesuatu dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi jika kita dapat melaksanakan
ajaran etika yang telah diajarkan pada setiap agama yaitu
menyelesaikan suatu masalah dengan sikap damai dan tanpa
kekerasan, maka kejadian yang terjadi di jalur Gaza dapat
dihindari.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.polsri.ac.id/belmawa/Buku_Pedoman_Mata_Kuliah_Wajib_20
16/4.%20PENDIDIKAN%20AGAMA%20HINDU.pdf (diakses pada 5
Oktober 2018)
21