Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dikatakan sebagai makhluk yang paling tinggi dari makhluk


ciptaan Tuhan Yang Maha Esa lainnya karena memiliki Tri Pramana.
Kebijaksanaan diperoleh dari tiga kemampuan kodrati manusia yaitu Sabda
(kemampuan berbicara), Bayu (kemampuan bergerak) dan Idep (kemampuan
berpikir). “Idep” yang dituntun oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan akan
menjadikan manusia itu lebih bijaksana sehingga disebut sebagai manusia yang
sempurna. Sebagai seorang manusia, tentu harus benar-benar mengerti apa arti
menjadi seorang Hindu. Menjadi manusia Hindu berarti menjalankan peran Anda
sebagai manusia berdasarkan prinsip-prinsip moralitas dari agama Hindu itu
sendiri.

Manusia cenderung lupa terhadap tujuannya karena pengaruh kenikmatan


duniawi telah merubah perilaku manusia untuk menyimpang dari ajaran dharma
(kebenaran) karena dapat mempengaruhi perilaku manusia sehingga ia kerap
menghalalkan segala cara. Sesuai dengan tujuan yang harus dicapai manusia yaitu
suatu penyatuan kepada yang tertinggi, maka hal ini haruslah diiringi dengan
tindakan yang searah dengan tujuan tersebut. Hal pertama yang menjadi tugas
manusia menurut agama Hindu adalah menjalankan Dharma untuk menjaga
keseimbangan dunia ini. Dengan pikiran yang dimiliki, manusia mampu membuat
kebaikan maupun keburukan bagi dunia ini. Maka dari itu, tugas dan kewajiban
utama manusia Hindu adalah mengamalkan dan melaksanakan ajaran Dharma
(kebajikan yang utama), dengan melaksanakan berbagai yadnya (keikhlasan) demi
terjaganya keseimbangan alam semesta.

Sebagai manusia yang beragama, diperlukan keyakinan dan kesungguhan


untuk dapat keluar dari masalah yang dihadapi. Sebagaimana fungsi agama
sebagai pengontrol mental dan spiritual manusia, diharapkan agar manusia Hindu
senantiasa menjalankan peran dan fungsinya dengan berlandaskan pada etika dan
moral agama sesuai yang diajarkan oleh Veda agar dapat memperbaiki dirinya
menuju manusia ideal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian dari etika (moralitas) ?
1.2.2 Apa sajakah misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal ?
1.2.3 Bagaimanakah penjelasan dari implementasi kebenaran,
kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam
kehidupan bersama sehari – hari?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian dari etika (moralitas).
1.3.2 Dapat memaparkan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia
ideal.
1.3.3 Dapat menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari –
hari.
1.4 Manfaat
Dapat memaparkan rumusan masalah diatas dengan baik, sehingga dapat
berguna bagi para pembaca dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari –
hari.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika (Moralitas)

2.1.1 Pengertian Etika (Moralitas)

Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), yang


memiliki arti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang
baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika
berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup
yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu
orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa
Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-
istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral
diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila.

Etika memiliki makna yang sama dengan moral yaitu suatu adat
kebiasaan. Moral mengandung makna yang berkenaan dengan
perbuatan yang baik dan buruk. Adapun konsep moralitas, yaitu sistem
nilai yang terkandung dalam nasihat, petuah, aturan yang diwariskan
secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan serta tentang
bagaimana cara manusia untuk menjalankan hidup yang lebih baik.
Moralitas memberikan manusia petunjuk dan aturan tentang bagaimana
harus hidup, bertindak yang baik dan menghindari perilaku yang tidak
baik. Moralitas juga dapat diartikan sebagai kualitas perbuatan manusia,
sehingga perbuatan manusia dapat dikatakan baik atau buruk, salah atau
benar.

Dalam hal ini moralitas bersumber dari hati nurani seseorang untuk
melakukan sesuatu. Hati nuranilah yang memerintahkan seseorang
untuk melakukan sesuatu. Perbedaaan etika dan moral yaitu jika moral
bersumber dari diri seseorang yaitu hati nuraninya, sedangkan etika
berdasarkan kepada hal atau di luar dirinya seperti kebiasaan atau
norma yang berlaku di masyarakat.

Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan bahwa etika merupakan


tatanan pergaulan yang melandasi tingkah laku manusia seperti
bagaimana seseorang harus bersikap, berperilaku, serta bertanggung
jawab untuk dapat mencapai hubungan yang harmonis antar umat
beragama.

3
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku
kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Menurut Parisada Hindu Dharma Pusat
(dalam Upadeca tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu, 1968:51) “Susila
adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan2
Dharma dan Yadnya.”. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu
dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan
buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan
dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta
kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada
dasarnya etika merupakan rasa cinta, kasih sayang, dimana seseorang yang
menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencinyai dirinya sendiri
dan menghargai orang lain.

Etika dalam agama Hindu bertujuan sebagai berikut.


1. Untuk membina agar umat Hindu dapat memelihara hubungan
baik, hidup rukun dan harmonis di dalam keluarga maupun
masyarakat.
2. Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah
laku yang baik, yang baik, kepada setiap orang tanpa pandang
bulu.
3. Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang
baik dan berbudi luhur.
4. Untuk menghindarkan adanya hukum rimba di masyarakat, di
mana yang kuat selalu menindas yang lemah.

Dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan seluruh umat Hindu


menjadi manusia yang berbudi luhur, cinta kedamaian, serta hidup rukun
dalam hidup berbangsa dan bernegara.

2.2 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava Madhava)

Dalam Agama Hindu, ia yang lahir kedunia telah dibekali dengan


sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat keduniawian tersebut diperlukan untuk

4
mempertahankan kehidupannya di dunia, namun dalam menjalankan hal-hal
keduniawian tersebut, setiap manusia harus bertindak sesuai dengan
batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Perlu disadari
bahwa dalam menjalankan hal-hal keduniawian tersebut, setiap umat Hindu
tentunya takkan bisa terlepas dari faktor-faktor yang dapat membuat
seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah pada perbuatan
dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),
keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan
egoisme (ahankara). Untuk menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan
tersebut, maka kita perlu untuk meningkatkan iman dan takwa serta perlu
untuk menata diri menuju manusia ideal “Dharmika” (Manava Madhava).
Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah
satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta
masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang
berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-perbuatan adharma. Untuk
dapat memperbaiki diri menuju manusia ideal maka diperlukan pemahaman
dan pengimplementasian dari ajaran Etika (Tata Susila). Ajaran etika di
dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain :
kebenaran, kebajikan, kasih sayang, tanpa kekerasan, ketekunan, kemurahan
hati, percaya diri, membangun hubungan yang serasi, mementingkan
persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran, moralitas, wiweka,
persahabatan, dan lain sebagainya.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, manusia
Dharmika berdasarkan ajaran Agama Hindu termuat dalam kitab Weda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sarasamuccaya, Slokantara, dan kitab suci
lainnya.
Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 2-3-4, dijelaskan mengenai
keagungan menjadi seorang manusia. Pada sloka 4 disebutkan bahwa :
“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya
demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan

5
mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya
dapat menjelma sebagai manusia”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:9).
Pada Bhagavad Gita Bab XVI tentang Daiva Asura Sampad Vibhaga
Yoga juga membahas tentang hakikat tingkah laku manusia yang dikenal
sebagai perbuatan baik dan buruk. Dalam Bab XVI ini Sri Bhagavan Krsna
menggambarkan sifat-sifat kedewaan yang disebut Daiwi Sampat dan sifat-
sifat keraksasaan yang disebut Asuri Sampat. Salah satu slokanya yaitu pada
sloka 11 : “Mereka berlindung pada hawa nafsu, yang sampai hari kematian
pun tidak mungkin dapat dipuaskan, maka mereka akan menjadi sibuk dalam
mengumpulkan benda-benda duniawi, menikmati kepuasan-kepuasan duiawi
dan dengan penuh keyakinan mereka akan berpendapat “Apa yang ada, itulah
hidup.”.”. (Darmayasa, 2018:311). Sifat Daiwi Sampat dan Asuri Sampat itu
ada pada diri manusia dalam porsi yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri
seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma).
Seperti yang disebutkan menurut I Nyoman Kajeng, DKK (dalam
Sarasamuccaya, 1997:8) Sloka 2, mengatakan bahwa Di antara semua
makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat
melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk; leburlah ke dalam perbuatan
baik, segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya (pahalanya)
menjadi manusia.
Selain itu, terdapat pula garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari
Bhagavad Gita. Tuntunan tersebut merupakan amanat dari Sri Krsna, agar
kita dapat menjadi manusia Manava Madhava (Dharmika). Salah satu
tuntunan yang kita dapat dari amanat Sri Krisna yaitu “Gerbang menuju
neraka ini yang menghantar pada kemanusiaan sang rokh ada tiga jenis
yaitu : nafsu, kemarahan, dan ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus
melepaskan ketiganya ini”. Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang
dapat kita petik dari amanat Sri Krsna dalam Bahagavad Gita.
Banyak lagi kitab-kitab ajaran Hindu yang mengajarkan etika
(moralitas) serta pengendalian diri bagi manusia, diantaranya Sarasamuccaya
S. 57, Sara Samuccaya S. 63 yang memuat Catur Prawerti yang terdiri atas
Arjawa (kejujuran), Ancangsya (tidak mementingkan diri sendiri), Dama

6
(dapat menasehati dirinya sendiri, dan Indriyanigraha (mengekang hawa
nafsu), Sarasamuccaya sloka 259, dan Sarasamuccaya sloka 260.
Selain itu, terdapat pula pedoman etika dalam Agama Hindu untuk
menjadi manusia yang ideal (Manava Madhava). Diantaranya, Tri Kaya
Parisudha, Catur Paramita, Dasa Dharma, Dasa Niyama Brata, Panca Niyama
Brata, Dasa Yama Brata, dan Panca Yama Brata. Tri Kaya Parisudha yaitu
tiga perbuatan yang disucikan. Menurut Parisada Hindu Dharma Pusat
(dalam Upadeca tentang Ajaran-Ajaram Agama Hindu, 1968:58), Tri Kaya
Parisudha terdiri dari Manacika (berpikir yang baik dan suci), Wacika
(berkata yang baik dan benar), dan Kayika (berbuat yang baik dan jujur).
Ketiga hal tersebut perlu untuk disucikan agar kita menjadi manusia yang
beretika dan berbudi pekerti luhur, agar tercipta kehidupan beragama yang
harmonis.

2.3 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan


Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-Hari

Setelah mempelajari ajaran etika (moralitas) dalam Agama Hindu, kita


sebagai umat Hindu mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan
ajaran-ajaran serta pedoman-pedoman etika yang ada dalam Kitab Suci Hindu
tersebut. Berikut ini akan diungkapkan petikan inti sari ajaran yang penting
kita jadikan perilaku kita sehari-hari dimasyarakat diantara sesama manusia
dan contoh pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.1 Implementasi Kebenaran


Sabda suci weda menyatakan bahwa kebenaran atau kejujuran
(Satyam), merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan.
Menjalankan setiap perbuatan dengan berlandaskan dharma
(kebenaran). Sebelum berbuat kita harus berfikir terlebih dahulu
apakah perbuatan itu benar atau salah (wiweka). Ini berkaitan dengan
konsep Tri Kaya Parisudha, dimana pikiran, perkataan, dan perbuatan
harus disucikan (harus berlandaskan dharma). Jika seseorang

7
senantiasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat,
sejahtera dan terhindar dari berbagai macam masalah, memperoleh
kebijaksanaan dan kemuliaan. Kebenaran atau kejujuran dapat
dilaksanakan dengan mudah, jika melakukannya dengan memiliki
keyakinan (Sraddha).

Sarasamusccaya Sloka 128 :


“Tak berjauhan bisa (racun) itu dengan amrta; disinilah, di badan
sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang
hatinya kepada adharma, bisa atau racun didapat olehnya, sebaliknya
kokoh berpegangan kepada kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar
kepada Dharma, maka amatlah diperolehnya”. (I Nyoman Kajeng,
DKK, 1997:109).

Sarasamuccaya Sloka 41 :
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh
perbuatan, perkataan dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu
sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati;
perbuatan itu jangan hendaknya anda lakukan kepada orang lain;
jangan tidak mengukur baju di badan sendiri, perilaku anda yang
demikian itulah dharma namanya; penyelewengan ajaran dharma,
jangan hendaknya dilakukan”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:37)

Sarasamuccaya Sloka 42 :
“Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang
satyam wacana, pun orang yang dapat mengalahkan bahwa nafsunya
dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala laksana
beliau, laksana beliau itulah yang patut dituruti, jika telah dapat
menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma”. (I Nyoman
Kajeng, DKK, 1997:38)

8
Adapun contoh pengimplementasian (penerapan) kebenaran dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Jujur kepada orang tua

Sebagai seorang anak kita harus jujur kepada orang tua


dalam segala hal, jangan pernah berbohong kepada orang tua,
karena itu akan membawa kita pada kesengsaraan atau duka yang
merugikan diri kita sendiri. Contoh kasusnya dalam kehidupan
sehari-hari yaitu, misalkan Petruk adalah anak dari keluarga yang
tidak mampu. Ia meminta uang kepada orang tuanya dan
mengatakan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membayar
les (bimbingan belajar). Walaupun orang tuanya tidak mampu,
namun mereka berusaha keras untuk mendapatkan uang agar
anaknya bisa membayar les, orang tuanya tersebut merasa sangat
senang karena anaknya rajin belajar. Tetapi kenyataannya uang
tersebut digunakannya untuk hal yang tidak-tidak. Ia menggunakan
uang tersebut untuk membeli narkoba. Ia telah membohongi orang
tuanya yang telah berusaha keras demi pendidikannya. Seringkali
ia sampai memarahi orang tuanya karena ia tidak diberikan uang.
Buah dari ketidakjujuran ini akan menghasilkan kesengsaraan
untuk dirinya sendiri. Ia akan kecanduan narkoba sehingga ia sakit
dan tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti orang-orang yang
lainnya. Ia juga telah membuat kecewa orang tuanya karena
perbuatannya tersebut. Pastilah timbul penyesalan dan kedukaan
yang mendalam, mulai dari kedukaan karena sakit yang dideritanya
dan penyesalan karena telah mengecewakan orang tuanya. Inilah

9
buah dari perbuatan yang menyeleweng dari dharma (kebenaran),
kedukaan akan menghampirinya.
2. Seorang pejabat negara haruslah memiliki kejujuran dan kebenaran
dalam menjalankan setiap tugas kenegaraan yang telah dibebankan
kepadanya. Ia yang tidak memiliki kejujuran dan tidak berpegang
teguh pada prinsip kebenaran (Dharma), imannya akan cepat sekali
tergoyahkan oleh uang maupun kekuasaan. Dari ketamakannya
tersebut awalnya memang yang ia rasakan adalah kebahagiaan dan
kepuasan, namun dibelakang kesedihan dan kesengsaraan telah
menunggunya. Ketika waktu itu telah tiba, maka ia akan ditangkap
oleh KPK dan merasakan hukuman di balik jeruji besi. Ia tak bisa
lagi menghirup udara luar yang bebas dan kebahagiaan bersama
keluarga maupun orang-orang terdekat. Inilah hasil dari perbuatan
yang menyeleweng dari dharma, pastilah kesengsaraan akan
menantinya.
3. Sebagai seorang hakim dalam menentukan keputusan haruslah
berpegang teguh pada prinsip kejujuran atau kebenaran serta tidak
boleh memihak.

Entah yang bermasalah itu orang besar maupun orang kecil


dalam penentuan keputusannya hakim harus melihat dari jenis
kasusnya, bukan dari kedudukannya. Bukan karena ia orang yang
berkuasa ia bisa mendapat hukuman yang lebih ringan dari
seharusnya, dan baru ia masyarakat biasa yang melakukan kasus
lebih ringan dari korupsi malah mendapatkan hukuman yang lebih
berat. Contohnya para pejabat yang melakukan kasus korupsi bisa
mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari seharusnya, selain
itu kita juga ketahui bersama dari media bahwa walaupun mereka

10
sudah mendapatkan hukuman namun mereka masih bisa
menghirup udara luar bahkan sampai berlibur. Kasus ini sangat
bertolak belakang dengan kasus seorang nenek yang hanya
mencuri sandal bisa mendapatkan hukuman yang yang lebih berat
dari koruptor tersebut. Dari kasus ini kita lihat bahwa hakim
terkesan tidak adil dalam memberikan hukuman, mereka yang
berduit terkesan dapat membeli hukum itu sendiri. Padahal
seharusnya dalam menjalankan tugas menentukan hukuman
tersebut ia harus berpegang teguh pada prinsip kejujuran dan
kebenaran, ia tidak boleh menerima suap atau hal apapun itu yang
dapat membuat ketidakadilan tersebut.

2.3.2 Implementasi Kebajikan

Dalam ajaran Hindu, kata Dharma mempunyai arti yang luas,


antara lain : kebenaran, kebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur,
dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari ini kita harus mendahulukan setiap
kewajiban ataupun perbuatan dengan berlandaskan dharma, tidak
berlandaskan keinginan untuk mengejar hasil berupa artha dan kama.
Kita harus menanamkan dalam diri bahwa dalam hidup ini artha dan
kama tidak perlu dikejar, karena artha dan kama akan datang
sendirinya setelah kita melaksanakan dharma tersebut dengan tulus
ikhlas. Percuma kita memperoleh artha dan kama tetapi dengan jalan
yang tidak berlandaskan dharma. Satu hal yang perlu kita ingat bahwa
“dharma merupakan kewajiban”.
Sarasamuccaya Sloka 12.13.

11
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya
dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersanksikan lagi, pasti
akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka ada artinya, jika
artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma”. (I Nyoman
Kajeng, DKK, 1997:16).
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang
yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji dan disanjung olehnya,
karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak
menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta
wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya
pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa
nafsu”. (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:17).
Adapun pengimplementasian (penerapan) kebajikan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Sebagai mahasiswa, apabila mengikuti kepanitiaan dalam suatu
kegiatan, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,
keikhlasan dan berlandaskan dharma. Janganlah mengikuti
kepanitiaan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat semata,
yang nantinya berguna untuk kehidupan duniawi saja. Ketika kita
melakukan sesuatu dan hanya memikirkan hasilnya terlebih dahulu,
maka apapun yang kita dapatkan tidak akan berguna bagi
kehidupan kita, karena ketika kita melakukan suatu hal yang paling
penting yaitu proses ketika kita melakukannya, ketika proses sudah
terlaksana dengan baik maka hasilnya pun akan baik dan akan
berguna.
2. Sebagai anggota DPR, ia seharusnya mendahulukan tugas dan
kewajibannya sebagai orang yang telah dipercaya oleh rakyat untuk
duduk di kursi pemerintahan agar suara-suara ataupun aspirasi
mereka dapat terealisasikan. Dalam menjalankan kewajiban
tersebut, ia harus mendasarinya dengan dharma, bukan karena
keinginannya untuk memperoleh artha (kekayaan) yang melimpah.
Jika ia telah menjalankan tugasnya dengan berlandaskan dharma,

12
tentunya hidupnya akan diliputi dengan ketenangan dan
kebahagiaan. Masyarakat akan senang dengan kerjanya, sehingga
untuk periode selanjutnya kemungkinan besar ia akan terpilih
kembali. Sehingga artha akan diperolehnya dengan sendirinya.
Namun jika ia melaksanakan kewajiban tersebut dengan tidak
berlandaskan dharma, ia hanya akan mengejar artha dan kama
tersebut. Jika hal ini sudah terjadi, maka praktik korupsi akan
dijalankan olehnya untuk mendapatkan artha (kekayaan) tersebut.
Di awal ia memang merasakan kepuasan dari artha (kekayaan)
yang diperolehnya , namun ketika ia tertangkap KPK, hidupnya
tidak akan bahagia dan tenang. Inilah hasil dari perbuatan yang
tidak berlandaskan dharma namun berlandaskan pengejaran akan
artha dan kama.

2.3.3 Implementasi Kasih Sayang

Kitab Suci Sarasamuccaya : Sloka 135-136-146.


“Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan mutlak, karena
kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjamin tegaknya catur
warga, yaitu: Dharma, Artha, Kama dan Moksa; jika mau mencabut
nyawanya makhluk, betapa itu tidak musnah olehnya; demikianlah
orang yang menjaga kesejahteraan makhluk itu, ia itulah yang disebut
menegakkan catur marga, dinamakan abhutahita, jika sesuatunya itu
tidak terjaga atau terlindungi olehNya. (I Nyoman Kajeng, DKK,
1997:114).

13
Catatan: Abutahita: Abhu + hita, berarti tidak ada (mempunyai)
kebaikan, kebijaksanaan, tidak menghiraukan kesejahteraan makhluk,
kebalikannya, bhutahita-kesejahteraan makhluk.
“Bila orang itu sayang akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin
memusnahkan hidup makhluk orang lain, hal itu sekali- kali tidak
memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat
menyenangkan kepada dirinya.” (I Nyoman Kajeng, DKK, 1997:116).

Dalam ajaran Agama Hindu konsep kasih sayang akan dijelaskan


sebagai berikut:

1. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih
dan diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan
(tidak memandang agama, suku, dan ras). Menurut Drs.
A.A. Gede Raka Mas (dalam Runtuhnya Kemuliaan
Manusia Menurut Perspektif Hindu, 2012:46), Kasih
sayang itu ada dalam lubuk hati manusia yang paling dalam.
Karena itu, ia memerlukan sentuhan kemanusiaan untuk
mewujudkannya.

Ada lima aspek kepribadian manusia yaitu:

a. Intelektual atau kecerdasan, memungkinkan manusia


menganalisa dan menentukan apa yang benar dan apa
yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang palsu dan mana yang sejati.

b. Fisik, semua makhluk terbentuk dari fisik yang sama.


Fisik sebagai aspek kepribadian yang dimaksud disini
adalah pengembangan kebiasaan memimpin dan
mengendalikan hasrat.

14
c. Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan
panca indera secara benar. Emosi menggambarkan
penggunaan panca indera secara benar. Emosi hendaknya
dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang
beguna bagi kesejahteraan hidup individu dan
masyarakat.

d. Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia


yang paling sulit dilukiskan, karena merupakan kualitas
diri kita yang menjadi sumber kasih.

e. Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati


kesatuan yang mendasar dan kemanunggalan segala
ciptaan.

Implementasi kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari,


yaitu :

1. Kasih sayang orang tua terhadap anaknya yang tak pernah


lekang oleh waktu.

Disaat kapanpun dan dalam keadaan apapun orang tua akan


selalu menyayangi anaknya. Contoh kasih sayang orang tua
tersebut, yaitu : Misalkan Made Jeri terjerumus narkoba bahkan
sampai masuk penjara karena tertangkap basah oleh polisi
menggunakan narkoba tersebut. Orang tuanya tidak
meninggalkan Made dalam keterpurukan tersebut, walaupun
perbuatan tersebut membuat mereka kecewa, namun mereka
tetap berada di belakang untuk memberi dukungan dan

15
motivasi agar anaknya dapat menjalani masa keterpurukan
tersebut.
2. Kasih sayang seorang lelaki kepada pacarnya.

Jika seorang lelaki benar-benar tahu tentang konsep kasih


sayang, maka ia akan bersikap dengan menunjukan rasa
bersahabat, simpati, itikad baik, dan tidak mengajak pacarnya
untuk melakukan hal yang diluar dharma. Misalkan Adi
berpacaran dengan Ayu. Mereka sudah pacaran cukup lama,
mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Suatu ketika,
mata kuliah Agama Hindu memberi tugas kelompok, dimana
setiap kelompok terdiri atas dua orang dan harus berlawanan
jenis. Saat itu Adi dan Ayu menjadi satu kelompok. Tugas yang
diberikan mengharuskan mereka lebih menghabiskan waktu
bersama. Seperti yang kita ketahui, bahwa di zaman sekarang
banyak kasus sex bebas yang dilakukan oleh remaja zaman
sekarang. Namun karena mereka tahu betul tentang arti kasih
sayang yang sebenarnya dan karena mereka berpegang teguh
pada etika maka mereka tidak melakukan hal tersebut.
3. Melakukan gerakan sejuta pohon.

16
Ini menandakan rasa cinta kasih kepada lingkungan.
Lingkungan yang telah rusak karena banyaknya pohon yang
hilang karena pembangunan gedung-gedung membawa dampak
yang buruk baik bagi lingkungan itu sendiri maupun manusia
itu sendiri. Menjaga lingkungan agar tetap lestari dengan
melakukan gerakan sejuta pohon merupakan salah satu wujud
cinta kasih kepada lingkungan.
4. Membersihkan lingkungan pura ataupun sanggah

Membersihkan lingkungan pura ataupun sanggah juga


merupakan salah satu implementasi dari cinta kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan membersihkan lingkungan
pura tersebut kita menjaga tempat Beliau agar tetap bersih dan
nyaman, ini merupakan bentuk dari rasa terimakasih kita
kepada Beliau dan sebagai perwujudan cinta kasih kita karena
berkah-Nya.

17
2.3.4 Implementasi Kedamaian dan Tanpa Kekerasan

(Kedamaian juga mengandung pengertian: tenang, tentram)


Jangan menyakiti hati siapapun, jangan mengganggu, jangan
merugikan orang lain, apalagi mereka yang pernah berjasa. Setiap
umat manusia dianjurkan untuk tidak membunuh binatang, terutama
makhluk hidup yang berjasa bagi kehidupan manusia.
(Parisada Hindu Dharma Pusat, 1968:76), doa Puja Tri Sandhya
bait ke-5, mengatakan : “Sarvaprani Hitangkara”, (Penyelamat segala
makhluk) menunjukkan doa kita yang universal , tidak hanya untuk
manusia, tetapi semua makhluk ciptaanNya.
Hal ini banyak diungkapkan oleh pustaka suci: Weda, ltihasa,
Purana, dan lain sebagainya. Setelah membaca ungkapan-ungkapan
dalam pustaka suci Weda, maka sebagai umat Hindu kita wajib
berusaha lahir batin untuk menerapkan, melaksanakan sifat luhur
seperti : kebenaran, kebajikan, kedamaian, dan tanpa kekerasan,
seperti yang dijelaskan dalam Daiwi Sampad (sifat-sifat kedewaan).

Implementasi perdamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan


sehari-hari, yaitu sebagai berikut:

18
1. Pada peristiwa yang terjadi diperbatasan antara Israel dan
Palestina tepatnya di jalur Gaza merupakan peristiwa yang
seharusnya bisa diselesaikan secara damai dan tanpa
kekerasan. Kedua belah pihak sama-sama tidak mau
mengalah. Kita sebagai umat beragama seharusnya mampu
menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan dengan
pikiran terbuka, agar menemukan solusi dari masalah
tersebut. Jika menyelesaikan masalah tersebut dengan
kekerasan, maka solusi yang baik tidak akan pernah didapat.
Kita sebagai makhluk hidup yang memiliki akal budi yang
paling baik diantara makhluk hidup lainnya, seharusnya
mampu betindak baik untuk melakukan suatu perbuatan.
Pada peristiwa Gaza ini begitu banyak korban yang
berjatuhan, mulai dari anak kecil sampai orang tua. Mereka
mati dengan begitu saja, tanpa dapat melawan sedikitpun.
Seharusnya kita sebagai umat beragama harus memiliki
sikap yang beretika sesuai ajaran agama. Semua agama
mengajarkan etika dalam melakukan sesuatu dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi jika kita dapat melaksanakan
ajaran etika yang telah diajarkan pada setiap agama yaitu
menyelesaikan suatu masalah dengan sikap damai dan tanpa
kekerasan, maka kejadian yang terjadi di jalur Gaza dapat
dihindari.

Sejatinya, kekerasan bukan budaya bangsa


Indonesia. Kekerasan juga bukan solusi untuk
menyelesaikan masalah. Tinggalkan budaya kekerasan dan
buang jauh-jauh kekerasan dari pikiran, ucapan dan
tindakan. Dengan begitu, tumbuh rasa toleransi, saling
menghargai, rasa empati kepada sesama dan juga
menumbuhkan rasa percaya diri dan sikap sabar.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa etika


merupakan tatanan pergaulan yang melandasi tingkah laku manusia seperti
bagaimana seseorang harus bersikap, berperilaku, serta bertanggung jawab untuk
dapat mencapai hubungan yang harmonis antar umat beragama. Misi untuk
memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah satu tugas suci bagi
umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta masyarakat dan untuk mengenal
jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang berperikemanusiaan serta terhindar
dari perbuatan-perbuatan adharma. Umat Hindu mempunyai kewajiban untuk
mengimplementasikan kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian, dan tanpa
kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran

Sebagai individu yang beriman, hendaknya dapat mengimplementasikan


ajaran-ajaran kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian, dan tanpa kekerasan
dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya suasana yang damai dan tentram
antar umat beragama.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kadjeng, I Nyoman dkk.1997.Sarasamuccaya Dengan Teks Bahasa


Sansekerta dan Jawa Kuna. Surabaya: Paramita.

2. Parisada Hindu Dharma Pusat.1968.Upadeca tentang Ajaran-Ajaran


Agama Hindu. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.

3. Darmayasa.2018.Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan


Dharma Sthapanam.

4. Mas, Drs. A.A. Gede Raka.2012.Runtuhnya Kemuliaan Manusia Menurut


Perspektif Hindu. Surabaya: Paramita.

5. Ahsani, Juli dan Abdurrohman, “Ajaran Hindu Dharma Tentang Etika”.


http://www.academia.edu/14908667/AJARAN_HINDU_DHARMA_TEN
TANG_ETIKA (diakses pada 5 Oktober 2018)

6. https://dokumen.tips/documents/makalah-agama2doc.html (diakses pada 5


Oktober 2018)

7. Nurwardani, Paristiyanti dkk.2016.Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum


Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

http://www.polsri.ac.id/belmawa/Buku_Pedoman_Mata_Kuliah_Wajib_20
16/4.%20PENDIDIKAN%20AGAMA%20HINDU.pdf (diakses pada 5
Oktober 2018)

21

Anda mungkin juga menyukai