Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

TROMBOEMBOLI VENA

Disusun oleh:

Henry (406181006)

Medwin Adrian Rumbay (406182032)

Dessy (406182044)

Giano Florian Rumbay (406182049)

Pembimbing:

dr. Shofiatul M., Sp.Rad

dr. Syarifah S., Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 20 MEI 2019 – 23 JUNI 2019


LEMBAR PENGESAHAN

Nama (NIM) : Henry (406181006)

Medwin Adrian Riyanto (406182032)

Dessy (406182044)

Giano Florian Rumbay (406182049)

Universitas : Fakultas Kedokteran Tarumanagara

Judul : Efusi Pleura

Bagian : IlmuRadiologi RSUD Ciawi

Pembimbing : dr. Shofiatul M., Sp.Rad

dr. Syarifah S., Sp.Rad

Ciawi,28 Mei 2019

2
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................................................1
Lembar Pengesahan................................................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
BAB II Analisa Kasus...............................................................................................................................
BAB III Tinjauan Pustaka.......................................................................................................................6
3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura......................................................................................................6
3.2 Definisi Efusi Pleura....................................................................................................................7
3.3 Etiologi.........................................................................................................................................9
3.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................................10
3.5 Patogenesis.................................................................................................................................11
3.6 Diagnostik...................................................................................................................................11
3.7 Tata Laksana...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Trombosis adalah penyumbang utama beban penyakit global dan penyebab utama
kematian yang bertanggung jawab atas sekitar satu dari empat kematian di seluruh dunia
1, 2. Seiring berkembangnya negara, penyakit kronis menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas yang lebih umum daripada gangguan infeksi. Sebagai contoh, sejak 1990
jumlah kematian akibat penyakit jantung iskemik dan stroke di seluruh dunia telah
meningkat masing-masing 35% dan 25%1, 3.
Tromboemboli vena (VTE) juga merupakan kontributor utama beban penyakit global 1,
dan VTE yang terkait dengan rumah sakit merupakan penyebab utama kematian dan
kecacatan di negara-negara berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi 4. Meskipun
VTE terkait dengan kematian dan kecacatan, sebagian besar dapat dicegah.
Tromboemboli vena (VTE) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya gumpalan darah
dengan manifestasi paling sering pada vena di tungkai, lipat paha atau lengan (dikenal
sebagai deep vein thrombosis, DVT) dan bergerak melalui sirkulasi dan dapat menetap di
paru (dikenal sebagai pulmonary embolism, PE). Secara bersamaan, DVT dan PE dikenal
sebagai VTE, kondisi medis yang berbahaya dan berpotensi mematikan.5
Jenis trombosis dapat berupa DVT, yaitu gumpalan darah yang terbentuk di vena dalam,
biasanya di kaki, lipat paha dan lengan, dan PE yaitu gumpalan darah yang terjadi ketika
gumpalan darah DVT terlepas dari dinding vena dan bergerak ke paru - paru melalui
sirkulasi dan menghalangi sebagian atau seluruh suplai darah. PE seringkali berakibat
fatal.5

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tromboemboli
2.1.1 Definisi
Tromboemboli vena (VTE) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya gumpalan darah
dengan manifestasi paling sering pada vena di tungkai, lipat paha atau lengan (dikenal
sebagai deep vein thrombosis, DVT) dan bergerak melalui sirkulasi dan dapat menetap di
paru (dikenal sebagai pulmonary embolism, PE)

2.1.2 Klasifikasi
Emboli Paru
Deep Vein Thrombosis
2.2 Emboli Paru
2.2.1 Definisi
Emboli paru adalah kondisi ketika arteri pulmonalis (pembuluh darah yang membawa
darah dari jantung menuju paru-paru) mengalami penyumbatan, biasanya akibat
gumpalan darah yang berasal dari kaki atau bagian tubuh lainnya.
2.2.2 Patogenesis
Emboli paru terjadi karena terlepasnya bagian dari trombus yanng terbentuk di vena
dalam ekstrimitas bawah atau pelvis. Trombus tersebut akan mengikuti aliran darah
menuju arteri pulmonalis dan terjadi sumbatan. Hal ini akan meningkatkan resistensi
vaskuler paru yang berakibat peningkatan tekanan Ventrikel kanan. Ventrikel kanan akan
mengalami dilatasi.13

2.2.3 Faktor Resiko


Emboli paru sering dialami oleh penderita dengan faktor risiko tertentu diantaranya usia
tua, riwayat tromboemboli vena (Emboli paru atau TVD), kanker aktif, kelainan
neurologis dengan parese ekstrimitas, operasi, tirah baring lama, dan trombofilia
kongenital atau didapat.1 Beberapa studi belum mengaitkan faktor lain seperti terapi
estrogen, Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung, trauma, merokok dan kehamilan
sebagai faktor risiko terjadinya Emboli paru.2 Namun sekitar sepertiga kasus Emboli

5
paru tanpa disertai faktor risiko, sehingga disebut Emboli paru idiopatik atau tanpa
pemicu. 1 Sekitar 80-90% penderita dengan Emboli paru memiliki TVD baik ekstrimitas
atas atau bawah 3 Untuk efisiensi dalam mendiagnosa emboli paru, pilihan uji awal harus
didasarkan pada penilaian klinis kecurigaan emboli dan karakteristik pasien. Diagnosa
emboli paru sangat tidak akurat bila didasarkan pada tanda klinis saja tanpa melihat
faktor risiko.

2.2.4 Gejala
Gejala klinis Emboli paru bervariasi dan tidak spesifik, sehingga diagnosis yang akurat
sulit ditegakkan. Gejala dapat asimptomatik sampai dengan yang berat dan mengancam
nyawa terutama pada kasus Emboli paru akut dan masif. Gejala Emboli paru yang paling
sering adalah sesak napas, nyeri dada, takipnea, sinkop, dan batuk. Laporan dari
PISAPED (The Prospective Investigative Study of Acute Pulmonary Embolism
Diagnosis) menyebutkan bahwa penderita 96% penderita dengan Emboli paru
mengeluhkan sesak napas mendadak, nyeri dada atau pingsan (salah satu satu atau
kombinasi).2 Gejala yang lebih jarang adalah demam, batuk darah, sianosis, hipotensi
dan syok.5 Ringan beratnya gejala dipengaruhi oleh lokasi emboli di segmen atau
subsegmen cabang arteri pulmonalis. Gejala yang berat akan dialami bila Emboli Parunya
masif.2 Penderita Emboli paru dapat disertai keluhan TVD bila terjadi bersamaan,
diantaranya ekstrimitas bengkak, nyeri, teraba hangat dan kemerahan. 5 Penderita yang
sesak terkait komorbid penyakit jantung, paru atau lainnya maka gejala sesak yang makin

6
memberat dapat merupakan indikasi adanya Emboli paru.5 Adanya faktor komorbid
seperti penyakit jantung atau paru menambah sulitnya diagnosis Emboli paru

2.2.4 Diagnosa
Penilaian obyektif untuk mendiagnosis emboli paru diperlukan karena penilaian klinis
saja tidak dapat diandalkan. Tidak ada tes tunggal yang memiliki sifat ideal (sensitivitas
dan spesifisitas 100 %, tanpa risiko, biaya murah).1, 5 Penegakan diagnosis Emboli paru
sulit dan memerlukan beberapa pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan
menegakkan diagnosisnya. Beberapa kolegium seperti American College of Physicians,
American Academy of Family Physicians, British Thoracic Society, dan European
Society of Cardiology telah membuat panduan berupa algoritma untuk mempermudah
diagnosis Emboli paru.4, 5 Penderita dengan kecurigaan Emboli paru setelah dilakukan
penilaian faktor risiko dan tes probabilitas harus dilakukan pemeriksaan fisik. Temuan

7
pemeriksaan fisik dapat bervariasi, seperti takipnea, takikardi, hipoksia, demam, sianosis,
dan peningkatan JVP.2 Pemeriksaan penunjang berupa Analisa Gas Darah, foto Rontgen
dada dan EKG (Elektrokardiografi) diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
Emboli paru namun hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik.2 Biomarker jantung
(Troponin T dan I) dan Ekhokardiografi dapat digunakan untuk menilai severitas Emboli
paru terkait prognosis

A. Pemeriksaan Analisa Gas Darah


Dari pemeriksaan Analisa Gas Darah didapatkan hipoksemia, hipokapnea dan
peningkatan AaDO2. Namun pada penderita usia muda, dapat ditemukan hasil
Analisa Gas Darah yang normal.

8
B. Pemeriksaan D-dimer

.Pemeriksaan D-dimer pada Emboli paru.1 Dilakukan pemeriksaan tes D-dimer


pada penderita kecurigaan Emboli paru, ini bersifat wajib menyertai penilaian
klinis. Hasil D-dimer negatif pada penderita dengan probabilitas rendah
menunjukkan tidak perlu pencitraan lebih lanjut. Tes Ddimer tidak diperlukan bila
probabilitasnya tinggi karena tidak mempengaruhi keputusan pemeriksaan
tambahan berupa pencitraan.4

D-dimer plasma merupakan degradasi fibrin yang dihasilkan dari degradasi klot
oleh fibrinolysis.7 Pemeriksaan ini merupakan tes dengan NPV (Negative
Predictive Value) yang tinggi dan PPV (Positive Predictive Value) yang rendah.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pertama pada penderita dengan pretest
probability / penilaian klinis rendah sampai sedang. Konsentrasi D-Dimer >0,5
mg/L memiliki Sensitivitas 95% dan Spesifisitas 55% untuk mendiagnosa VTE
(Venous Tromboemboli)

C. Pemeriksaan Marker Jantung


Pemeriksaan Troponin T dan I dipakai untuk menilai infark miokar, namun dapat
meningkat pada penderita Emboli paru berat. Sehingga Pemeriksaan ini tidak
dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis Emboli paru. Sedangkan
peningkatan BNP terkait disfungsi RV (ventrikel kanan) akibat Emboli paru.4
BNP hanya dapat digunakan sebagai biomarker pada Emboli paru risiko rendah

D. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)


Pemeriksaan EKG bisa didapatkan hasil sinus takikardi, perubahan gelombang T-
non spesifik, p-pulmonale, RV strain, Blok Cabang Bundle Kanan (RBBB), S1,
Q3, T3 (gelombang S dalam di lead I, gelombang Q di lead II dan gelombang T
inversi di lead III). Pemeriksaan EKG ini berguna untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti infark miokard

9
E. Pencitraan
 Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada posisi PA dan lateral penting dalam mengevaluasi
penderita Emboli paru. Penderita dengan nyeri dada namun ditemukan
infiltrat Pneumonia, Efusi pleura masif, Pneumotoraks, Edema paru14
sehingga dapat menyingkirkan pemeriksaan radiologis tambahan. Foto
rontgen dada normal tidak menyingkirkan diagnosis Emboli paru. Tidak
ada gambaran yang khas untuk Emboli paru.3 Pada pemeriksaan Foto
Rongsen Dada bisa ditemukan hasil yang normal (14%) atau abnormal.
Hasil yang normal pada penderita hipoksia tanpa bronkospasme
mendukung adanya Emboli paru. Abnormalitas yang ditemukan antara
lain atelectasis lempeng (68%), Efusi pleura (48%), Hampton hum (35% -
opasitas menyerupai efusi menunjukkan adanya infark parenkim distal
dari trombus), peningkatan hemidiafragma (24%), Fleischner’s sign (15%
- arteri pulmonalis sentral yang menonjol), Westermark’s sign (7% -
oligemia perifer), kardiomegali (7%) dan edema paru (5%). Abnormalitas
foto rongsen yang lain jarang ditemukan pada Emboli paru

10
 Echokardiografi
Echokardiograi transtorakal atau transesofagus tidak diindikasikan untuk
mendiagnosis Emboli paru akut. 3 Ekhokardiografi penting untuk menilai
disfungsi Ventrikel kanan pada penderita Emboli paru, karena terkait
prognosis dan mortalitas pada Emboli paru serta terjadinya tromboemboli
dikemudian hari. Temuan yang mendukung disfungsi Ventrikel kanan
diantaranya dilatasi ventrikel kanan, dinding hipokinetik, gerakan dinding
septum yang berlawanan, dilatasi arteri pulmonalis, gradient tekanan
sistolik ventrikel kanan – kiri >30mmHg dan waktu akselerasi laju arteri
pulmonalis <80 milidetik.13 Diagnosis disfungsi Ventrikel kanan bila
didapati dua dari temuan berikut, yaitu rasio diameter RV/LV end-distolic
> 0,9 (tampak apikal four chamber) atau RV/LV end-diastolic >0,7
(tampak parasternal long axis atau substernal fourchamber) atau geraka
septum interventrikel yang berlawanan atau tekanan arteri pulmonalis
sistemik >30mmHg.9 Adanya dilatasi Ventrikel kanan lebih tampak pada
emboli di arteri pulmonalis utama dibandingkan pada segmen atau
subsegmen

 CT Angiografi Paru (CTPA)


CTPA memiliki peran yang signifikan dalam mendiagnosis Emboli paru
sejak studi klinis besar yang pertama pada tahun 1992. Kemajuan
teknologi di CT - dari heliks ke multidetector menambah peningkatan
resolusi arteri paru, besar dan kecil. CTPA sangat sensitif dan spesifik bila
dibandingkan dengan angiografi konvensional terutama di tingkat
subsegmental. Perbedaan intepretasi CTPA terbukti lebih baik untuk
tingkat segmental dibandingkan V/Q scan.3 MDCT memiliki sensitivitas
83-100% dan spesifisitas 89-98%.11 Angiografi paru merupakan standar
baku emas untuk mendiagnosis Emboli paru. 13 Akurasi CTPA lebi
tinggi bila dikombinasikan dengan penilaian klinis dan pemeriksaan D-
dime. Hasil CTPA positif pada penderita kecurigaan tinggi atau sedang
maka nilai prediksi positifnya juga tinggi. Bila CTPA negatif pada

11
kecurigaan klinis rendah maka diagnosis Emboli paru dapat disingkirkan.3
CTPA memiliki lebih sedikit temuan "nondiagnostic" dibandingkan V/Q
scan. Tingkat negatif palsu CTPA sangat rendah. Hasil studi menunjukkan
tidak ada efek yang merugikan pada pasien dengan CTPA negatif yang
kemudian tidak diobati. Kombinasi multidetector CTPA dan tes D-dimer
memiliki nilai prediksi positif dan negatif yang sangat tinggi Selain itu,
CTPA kadang menunjukkan patologi selain Emboli paru yang terkait
dengan gejala pasien. Selain berguna untuk melihat secara langsung
adanya thrombus di arteri pulmonalis, CT scan dapat pula dipakai untuk
menstratifikasi risiko Emboli paru dengan mengukur diameter Ventrikel
Kanan/Kiri (RV/LV). Hal ini berguna untuk prognosis dan implikasi
pengobatan. Disebutkan bahwa MDCT (Multi Detector CT) lebih akurat
dalam menilai disfungsi Ventrikel kanan dibandingkan Ekhokardografi,
dengan mengukur rasio RV/LV. Prosedur pemeriksaan MDCT sebagai
berikut: voltase 140Kv, tegangan 250300mA, waktu rotasi 0,5 detik,
kolimasi 32x0,65mm, pitch 0,66. Scaning dilakukan dari kranial ke
kaudal, dari apeks paru ke basal.11 CT scan dengan pemberian kontras
standar kemudian foto diambil setelah menunggu 15-20 detik. Kontras
yang dipakai adalah kontras nonionic iv (100ml iohexol, Omnipaque330)
320mg I/ml dengan dosis 2ml/kg (maksimal 125mg). Kontras disuntikkan
dengan power injektor kecepatan 4 ml/detik dengan jarum 20G melalui
vena antecubiti diikuti bolus 20ml Salin. Gambar direkonstruksi dengan
potongan tipis ketebalan 1 mm dengan matrik 512x512.11 CT scan
tampak aksial dengan rasio RV/LV 0,9-1,5 menunjukkan adanya disfungsi
Ventrikel Kanan serta prognosis yang kurang baik. Rasio ini memiliki
PPV (Positive Predictive Value) yang rendah (10%), namun bila rasionya
<1 maka akan memiliki NPV (Negative Predictive Value) yang tinggi.13
Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan mortalitas Emboli paru
dengan diameter Vena Azigos, namun korelasinya negatif pada dilatasi
Vena Cava Superior maupun Inferior. Disebutkan juga tidak terdapatnya
korelasi antara diameter Aorta Ascending dengan mortalitas Emboli paru.

12
Diagnosis Emboli paru bila didapatkan adanya filling defect arteri
pulmonalis (sebagian atau total) minimal pada dua gambar berurutan dan
terletak di tengah pembuluh darah atau memiliki sudut yang tajam
terhadap dinding pembuluh darah. Lokasi Emboli dievaluasi pada tingkat
arteri pulmonalis yang terlibat dan lokasi lobar yang terkait. Lokasi
Emboli dikategorikan sebagai sentral (misalnya, arteri utama paru, arteri
paru-paru sentral, dan kedua arteri interlobar paru), lobar, segmen, dan
subsegmen.10, 11 Lokasi lobar Emboli paru dievaluasi sesuai dengan
nomenklatur standar: lobus kanan atas, lobus tengah kanan, lobus kanan
bawah, lobus kiri atas, Lingula, dan lobus bawah kiri. Lokasi dan tingkat
PE ditentukan berdasarkan per-emboli, bukan per-pasien, karena beberapa
pasien dapat memiliki lebih dari satu Emboli paru

Beberapa peneliti mengaitkan Indek klot dengan mortalitas Emboli paru,


namun hal itu dianggap tidak signifikan. Penelitian terbaru menyatakan
bahwa penilaian klot di sentral arteri pulmonalis dapat menjadi prediktor
mortalitas Emboli paru. Adanya tanda disfungsi Ventrikel kanan (rasio
RV/LV>1) dan indek obstruksi >40% menunjukkan peningkatan
mortalitas dalam 90 hari (PPV 18,8). Penelitian yang lain menyebutkan
rasio RV/LV>1,5 dengan indek obstruksi >50% menunjukkan Emboli
paru yang berat dengan outcome yang jelek. 15 Derajat obstruksi dibagi
menjadi tiga yaitu tanpa obstruksi, obstruksi sebagian dan total obstruksi

13
14
Pemeriksaan MDCT dipandu EKG akan memberikan akurasi yang lebih
baik dalam menilai jantung. Namun pemeriksaan ini memerlukan waktu
yang lebih lama sehingga paparan radiasi juga yang lebih banyak, sehinga
tidak dipakai sebagai pemeriksaan rutin pada kondisi gawat darurat.
Namun MDCT tidak dapat digunakan untuk menilai fungsi ventrikel
kanan (misalnya hipokinesia atau menilai tekanan arteri pulmonalis)9
Kemajuan teknologi terbaru seperti CT ECG-gated dan dual-source CT
memungkinkan evaluasi akurat dari pembuluh darah paru, aorta toraks,
dan arteri koroner pada studi CT tunggal. Secara umum, multidetector
CTPA lebih akurat dibandingkan single-slice CT atau V/Q scan

15
Diperkenalkan juga Perfusion Blood Volume (PBV) yang merupakan CT
dualenergy. Pencitraan ini menilai perfusi paru, bila terdapat obstruksi
karena trombus maka perfusi akan terganggu sesuai dengan derajat
obstruksi klot

Pajanan terhadap radiasi ionizing MDCT yang berlebihan dapat


meningkatkan terjadinya kanker dan meningkatkan mortalitas, namun
pada kasus Emboli paru menjadi dilematis karena dianggap Emboli paru

16
yang tidak terdiagnosis dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu manfaat
dan risiko radiasi harus tetap dipertimbangkan. Dosis efektif radiasi
MDCT sekitar 9mSv dan untuk wanita bisa lebih rendah (7,5mSv).16
Beberapa hal yang mempengaruhi hasil MDCT diantaranya adalah
kurangnya tajamnya kontras, penderita yang banyak bergerak, faktor
teknis (pemilihan media kontras, waktu bolus yang lambat

 Kateter Angiografi
Selektif Paru Angiografi paru dengan kateter jantung kanan dapat
mengukur tekanan arteri pulmonalis dan jantung kanan. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang aman namun invasive serta memerlukan
operator yang berpengalaman dan monitor pasien yang adekuat.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila diagnosis Emboli paru dengan cara
non-invasif tidak dapat dilakukan.3 Kateter Angiografi paru ini dianggap
lebih inferior disbanding Multidetector CTPA terkait teknis seperti
penderita yang bergerak, overlap pembuluh darah serta variasi interpretasi
pengamat. Kontras yang diberikan terbatas pada arteri pulmonalis yang
dicurigai melalui pemeriksaan non-invasif V/Q scan.3 Karena Multi
Detector CTPA merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis
Emboli paru, maka pemeriksaan kateter Angiografi paru ini jarang
dilakukan kecuali bila ada indikasi trombektomi atau trombolisis melalui
kateter

 V/Q scintigrafi
Pemeriksaan Ventilasi Perfusi (V/D scan) diperkenalkan pertama pada
pertengahan 1960 dan menjadi pemeriksaan untuk penderita yang
dicurigai Emboli paru. Penggunaan V/D scan dan CTPA masih
kontroversi. Keduanya memiliki akurasi diagnosis yang bagus.3
Pemeriksaan Ventilasi Perfusi (V/D scan) digantikan oleh CTPA sekitar
tahun 2000 untuk mendiagnosis Emboli paru. Bila dibandingkan dengan
V/Q scintigrafi, pencitraan CTPA memiliki kekurangan diantaranya

17
radiasi yang lebih besar (7 kali lipat) sedangkan V/Q scan radiasinya lebih
rendah.16 CTPA cenderung terjadi overdiagnosis karena ditemukannya
tromboemboli. 17 Pada Emboli paru terjadi obstruksi arterial dan
gangguan perfusi karena thrombus. Hal ini akan menyebabkan rilis
vasoaktif dan bronkoaktif dari platelet
yang menyebabkan gangguan ventilasi dan perfusi.14 Gambaran beberapa
proyeksi dengan perfusi regional dan ventilasi normal menunjukkan tidak
adanya Emboli paru sehingga tidak perlunya adanya pemeriksaan yang
lain. Gambaran abnormal perfusi regional (Q) mencurigakan sebagai
Emboli paru namun tidak spesifik. Hal ini memerlukan pemeriksaan
anatomi ditempat terjadinya defek perfusi (misalnya segmental) berupa
pemeriksaan ventilasi dan foto rongsen dada.3 Secara umum temuan V/Q
scan dibagi menjadi lima yaitu, probabilitas tinggi, sedang, rendah, sangat
rendah dan normal.3 Scan paru kadang diindikasikan pada beberapa ibu
hamil, tentunya dengan mengurangan dosis kontras. Pilihan penggunaan
CTPA dan V/Q scan pada wanita hamil masih menjadi perdebatan.
Sebuah studi menduga bahwa bila hasil rongsen dada normal maka scan
perfusi saja cukup memuaskan hasilnya

MRI (Magnetic Resonance Imaging) Penggunaan MRI meningkatkan


akurasi diagnosis Emboli paru bila dikombinasikan dengan angiografi dan
perfusi paru. Akurasi MRI sebanding dengan MDCT 16-slice.18

18
Keuntungan MRI yaitu bebas radiasi (non-ionizing)16, bisa tanpa media
kontras sehingga aman untuk penderita gangguan ginjal dan ibu hamil
memperkuat penggunaannya. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan
MRI sekitar 10 menit. Temuan Emboli paru pada MRI adalah sama
dengan CT scan, namun dibagi menjadi tanda vaskuler dan tanda
parenkim.
Ventilasi Perfusi
Hal.15

Tanda vaskuler Emboli paru berupa penurunan diameter pembuluh darah,


hilangnya kontras dibawah pembuluh darah yang tersumbat emboli. Tanda
parenkimal yang dapat ditemukan adalah opasitas pleural-based, nodul
perifer, opasitas ireguler linier di perifer, gambaran mosaik.18 Sensitivitas
MRA yaitu 77-100% dan Spesifisitas 95-98%. Bila lokasi emboli di
sentral dan lobar maka sensitivitasnya 100%, sedangkan bila di segmen
sebesar 84% dan 40% bila di subsegmen. PIOPED III menyarankan agar
MRA hanya digunakan bila terdapat kontraindikas dengan pemeriksaan
yang lain.18 MRA (Magnetic Resonance Angiography) dan MR perfusi
imaging dapat mengevaluasi arteri pulmonalis sentral dan segmental
secara cepat. MR perfusi memiliki sensitivitas yang tinggi untuk
mendiagnosis Emboli paru dan pemeriksaan yang paling sering digunakan
bersama kombinasi dengan MRI dan MRA. MRI tanpa MRA tidak
diindikasikan sebagai pemeriksaan rutin kecurigaan Emboli paru.3 MRI
memiliki keterbatasan yaitu bila menggunakan kontras gadolinium harus
hati-hati diberikan pada penderita dengan gangguan ginjal sehingga perlu
penyesuaian dosis atau diganti dengan teknik tanpa kontras. Belum ada
studi yang mengamati pengaruh kontras Gadolinium pada gangguan janin
namun juga belum ada bukti bahwa kontras tersebut aman sehingga
penggunaannya hanya bila terdapat indikasi saja

19
USG Karena adanya keterkaitan antara TVD dengan Emboli paru, maka
Ultrasonografi vena ekstrimitas bisa diindikasikan bila dicurigai. Yang
dipakai adalah USG Doppler dupleks dengan kompresi tungkai atau
continous-wave Doppler. Adanya TVD bukan pasti menunjukkan adanya
Emboli paru, namun
Hal.16

dapat meningkatkan kecurigaan Emboli paru. Hasil USG yang normal


juga tidak menyingkirkan keberadaan Emboli paru, namun menurunkan
kecurigaan Emboli paru

2.2.6 Prognosis
Emboli paru dinilai dengan PESI (Pulmonary Embolism Severity Index). Indek ini
dipakai untuk menilai derajat keparahan, tatalaksana dan mortalitas.13 Penderita dengan
severitas tinggi perlu penanganan segera, penderita dengaqn severitas sedang perlu rawat
inap dan tatalaksana sesuai severitasnya. Sedangkan penderita dengan severitas rendah
menjadi pertimbangan segera pulang dan terapi rawat jalan

20
Gambar diatas menunjukkan stratifikasi risiko dibandingkan mortalitas. Penderita dengan
risiko tinggi memiliki mortalitas dalam 30 hari sebesar >15%, risiko sedang
dengan mortalitas 3-15% dan 1% pada risiko rendah. Penyebab kematian pada emboli
paru akut adalah gagal jantung kanan

2.3 DVT
2.3.1 Definisi
Deep vein thrombosis atau DVT, adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam
pembuluh darah dalam tubuh. Bekuan darah terjadi ketika darah mengental dan gumpalan
bersama-sama. DVT banyak terjadi pada kaki bagian bawah atau paha, juga dapat terjadi
di bagian lain dari tubuh.

21
Menurut Virchow's triad trombosis vena, terjadi melalui tiga mekanisme:
penurunan laju aliran darah, kerusakan pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan
kecenderungan darah untuk membeku ( hiperkoagulabilitas )
Sebuah bekuan darah di vena dalam dapat pecah dan berjalan dalam aliran darah.
bekuan darah tersebut disebut embolus. Ketika embolus tersebut berjalan ke paru-paru
dan aliran darah diblok akan terjadi emboli paru atau Pullmonary Emboli atau PE. PE
dapat merusak paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan menyebabkan kematian.
Thrombus di paha sering pecah dan menyebabkan PE dari bekuan darah di
tungkai bawah atau bagian lain dari tubuh. Gumpalan darah juga dapat terbentuk dalam
pembuluh darah dekat permukaan kulit. Namun, pembekuan ini tidak akan pecah dan
menyebabkan PE.
2.3.2 Etiologi
Thrombus dapat terbentuk di dalam vena tubuh,jika:
1. Kerusakan terjadi pada lapisan dalam pembuluh darah itu. Kerusakan ini mungkin
akibat dari luka yang disebabkan oleh fisik, kimia, atau faktor biologi. Faktor-
faktor tersebut termasuk pembedahan, cedera serius, peradangan, dan respon
imun.
2. Aliran darah yang lamban. Kurangnya gerak bisa menyebabkan memperlambat aliran
darah. Hal ini dapat terjadi setelah operasi, jika Anda sakit dan di tempat tidur
untuk waktu yang lama, atau jika Anda sedang bepergian untuk waktu yang lama.
3. Darah lebih tebal atau lebih cepat membeku dari biasanya. Mewarisi kondisi tertentu
(seperti faktor V Leiden) darah yang meningkatkan kecenderungan untuk
membeku. Ini juga berlaku untuk pengobatan dengan terapi hormon atau kontrol
pil KB.

2.3.3 Lokasi
DVT proksimal : Proximal dari vena sentral.
DVT distal : Iliaka, Femoral, Popliteal

22
2.3.4 Faktor resiko
 Sejarah DVT.
 Gangguan atau faktor yang membuat darah kental
 Pengobatan dengan terapi hormon atau kontrol pil KB.
 Cedera ke deep vein dari operasi, patah tulang, atau trauma lainnya.
 Lambat aliran darah dalam vena
 Sakit dan di tempat tidur untuk waktu yang lama.
 Kehamilan dan 6 minggu pertama setelah melahirkan.
 Pengobatan untuk kanker.
 Sebuah kateter vena sentral.
 Usia > 60 tahun.
 Obesitas
 Merokok
 Fraktur daerah pelvis dan kaki.
 Polisitemia Vera.

2.3.5 Tanda dan gejala


Deep Vein Trombosis
4. Pembengkakan kaki atau sepanjang vena di kaki
5. Sakit atau nyeri di kaki, ketika berdiri atau berjalan
6. Peningkatan kehangatan di daerah kaki yang bengkak atau sakit
7. Merah atau warna kulit pada kaki

23
Paru Embolisme
• Sesak napas
• Nyeri saat bernapas
• Batuk darah
• Bernapas cepat dan detak jantung.

Pemeriksaan Fisik
8. Hofman : dorsifleksi kaki memunculkan rasa sakit di betis posterior.
9. Pratt : menekan betis posterior muncul rasa sakit.
Namun, tanda-tanda medis tidak berkinerja baik dan tidak termasuk dalam aturan
prediksi klinis yang menggabungkan temuan terbaik untuk mendiagnosis DVT.

Wells skor atau criteria (PE):


(Kemungkinan skor -2 untuk 8)
• Aktif kanker (pengobatan dalam terakhir 6 bulan atau paliatif) - 1 poin
• Betis cm> 3 pembengkakan dibandingkan dengan sapi lainnya (diukur 10 cm di bawah
tuberositas tibialis) - 1 poin
• Kolateral Superficial Vena (non-varises) - 1 poin
• Pitting edema (terbatas pada kaki) - 1 poin

24
• Pembengkakan kaki seluruh - 1 poin
• Localized sakit sepanjang distribusi titik dalam vena-1 sistem
• Kelumpuhan, kelumpuhan, atau immobilisasi ekstremitas bawah -1 point
• Terbaring di tempat tidur> 3 hari, atau operasi besar yang memerlukan anestesi
regional atau umum di masa lalu 4 minggu-1 point
• Sebelumnya didiagnosa DVT-1 poin.
• Alternatif diagnosis-Kurangi 2 poin
Interpretasi:
Skor 2 atau lebih tinggi – kemungkinan deep vein thrombosis. Pertimbangkan pencitraan
pembuluh darah kaki.
Skor kurang dari 2 – bukan deep vein thrombosis. Pertimbangkan tes darah seperti d-
dimer test untuk lebih mengesampingkan deep vein thrombosis.

2.3.6 Diagnostik
 USG. Ini adalah tes yang paling umum untuk mendiagnosis penggumpalan
pembuluh darah dalam. USG menggunakan gelombang suara untuk membuat
gambar darah mengalir melalui arteri dan vena di kaki yang terkena.
 Tes D-dimer. Tes ini mengukur zat di dalam darah yang dilepaskan ketika
bekuan darah larut. Jika tes menunjukkan tingkat tinggi substansi, Anda mungkin
memiliki gumpalan darah vena dalam. Jika tes Anda normal dan Anda memiliki
beberapa faktor risiko, DVT tidak mungkin.
 Venography Tes ini digunakan jika USG tidak memberikan diagnosis yang jelas.
Dye disuntikkan ke pembuluh darah, dan kemudian sebuah sinar x diambil dari
kaki. Zat warna membuat vena terlihat pada sinar x. sinar x akan menunjukkan
apakah aliran darah lambat dalam vena. Ini mungkin menandakan adanya bekuan
darah
 VQ scan. VQ scan menggunakan bahan radioaktif untuk menunjukkan seberapa
baik oksigen dan darah mengalir ke seluruh area paru-paru. Tes ini dilakukan bila
diduga telah terjadi PE.

25
2.3.7 Terapi
Tujuan utama mengobati DVT meliputi:
 Menghentikan bekuan darah dari semakin besar
 Mencegah bekuan darah dari putus dan pindah ke paru-paru Anda
 Mengurangi kesempatan Anda memiliki bekuan darah lain
Obat
 Antikoagulan
Obat-obatan ini menurunkan kemampuan darah untuk membeku dan
terbentuk semakin besar, tetapi tidak dapat memecahkan bekuan darah yang telah
terbentuk. Warfarin dan heparin adalah pengencer darah dua digunakan untuk
mengobati DVT. Warfarin diberikan dalam bentuk pil. (Coumadin ® adalah
merek umum untuk warfarin.) Heparin diberikan sebagai suntikan atau IV. Dapat
diberikan keduanya bersamaan, karena Heparin bertindak cepat sedangkan
Warfarin memakan waktu 2 sampai 3 hari sebelum mulai bekerja. Setelah
warfarin mulai bekerja, heparin dihentikan, berlangsung dari 3 sampai 6 bulan.
Wanita hamil biasanya dirawat dengan hanya heparin karena warfarin
berbahaya selama kehamilan.
Orang yang diterapi dengan pengencer darah biasanya dilakukan tes darah
PTT - PT secara rutin, untuk melihat efek dan dosis obat yang telah dan akan
diberikan.
 Trombin Inhibitor
Trombolitik diberikan untuk melarutkan gumpalan darah. Mereka
digunakan untuk mengobati bekuan darah besar dan dalam situasi yang
mengancam kehidupan karena dapat tejadi perdarahan tiba-tiba.

Pengobatan lainnya
Vena Cava Filter
Filter dimasukkan di dalam vena cava. Filter menangkap thrombus sebelum masuk ke
dalam paru, sehingga dapat mencegah emboli paru. Tetapi pembentukan thrombus tetap
terjadi.

26
Graduated Compresion Stocking
Stoking ini dapat mengurangi pembengkakan yang mungkin terjadi setelah gumpalan
darah telah berkembang di kaki Anda. Stoking dikenakan pada kaki dari lengkungan kaki
hanya di atas atau di bawah lutut.
Stocking ini ketat di pergelangan kaki dan menjadi longgar sampai di kaki, sehingga
menciptakan tekanan lembut sampai kaki.
Ada tiga jenis stoking kompresi. Satu tipe pantyhose. Ini menawarkan sedikitnya jumlah
tekanannya. Tipe kedua adalah over the-counter compression hose, memberikan lebih
sedikit tekanan. Tipe ketiga adalah Prescription Streght Compresion Hos, dimana
kekuatan tekanannya paling besar.

2.3.8 komplikasi
Pulmonary embolism
Sebuah pulmonary embolism terjadi ketika sepotong bekuan darah dari DVT istirahat off
dan berjalan melalui aliran darah ke paru-paru, di mana blok salah satu pembuluh darah
di paru-paru.
Post trombotik sindrom
Terjadi jika kerusakan DVT katup dalam vena dalam Anda, sehingga bukannya mengalir
ke atas, kolam darah di kaki bawah. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan rasa sakit
jangka panjang, pembengkakan dan, dalam kasus yang parah, borok di kaki Anda.
Limb iskemia
Karena bekuan darah, tekanan dalam vena bisa menjadi sangat tinggi, sehingga dapat
memblokir aliran darah melalui arteri, sehingga lebih sedikit oksigen dibawa ke kaki
yang terkena. Hal ini dapat menyakitkan dan menyebabkan bisul kulit, infeksi dan
bahkan gangren

27

Anda mungkin juga menyukai