TROMBOEMBOLI VENA
Disusun oleh:
Henry (406181006)
Dessy (406182044)
Pembimbing:
Dessy (406182044)
2
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................................................1
Lembar Pengesahan................................................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
BAB II Analisa Kasus...............................................................................................................................
BAB III Tinjauan Pustaka.......................................................................................................................6
3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura......................................................................................................6
3.2 Definisi Efusi Pleura....................................................................................................................7
3.3 Etiologi.........................................................................................................................................9
3.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................................10
3.5 Patogenesis.................................................................................................................................11
3.6 Diagnostik...................................................................................................................................11
3.7 Tata Laksana...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Trombosis adalah penyumbang utama beban penyakit global dan penyebab utama
kematian yang bertanggung jawab atas sekitar satu dari empat kematian di seluruh dunia
1, 2. Seiring berkembangnya negara, penyakit kronis menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas yang lebih umum daripada gangguan infeksi. Sebagai contoh, sejak 1990
jumlah kematian akibat penyakit jantung iskemik dan stroke di seluruh dunia telah
meningkat masing-masing 35% dan 25%1, 3.
Tromboemboli vena (VTE) juga merupakan kontributor utama beban penyakit global 1,
dan VTE yang terkait dengan rumah sakit merupakan penyebab utama kematian dan
kecacatan di negara-negara berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi 4. Meskipun
VTE terkait dengan kematian dan kecacatan, sebagian besar dapat dicegah.
Tromboemboli vena (VTE) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya gumpalan darah
dengan manifestasi paling sering pada vena di tungkai, lipat paha atau lengan (dikenal
sebagai deep vein thrombosis, DVT) dan bergerak melalui sirkulasi dan dapat menetap di
paru (dikenal sebagai pulmonary embolism, PE). Secara bersamaan, DVT dan PE dikenal
sebagai VTE, kondisi medis yang berbahaya dan berpotensi mematikan.5
Jenis trombosis dapat berupa DVT, yaitu gumpalan darah yang terbentuk di vena dalam,
biasanya di kaki, lipat paha dan lengan, dan PE yaitu gumpalan darah yang terjadi ketika
gumpalan darah DVT terlepas dari dinding vena dan bergerak ke paru - paru melalui
sirkulasi dan menghalangi sebagian atau seluruh suplai darah. PE seringkali berakibat
fatal.5
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tromboemboli
2.1.1 Definisi
Tromboemboli vena (VTE) adalah suatu kondisi dimana terbentuknya gumpalan darah
dengan manifestasi paling sering pada vena di tungkai, lipat paha atau lengan (dikenal
sebagai deep vein thrombosis, DVT) dan bergerak melalui sirkulasi dan dapat menetap di
paru (dikenal sebagai pulmonary embolism, PE)
2.1.2 Klasifikasi
Emboli Paru
Deep Vein Thrombosis
2.2 Emboli Paru
2.2.1 Definisi
Emboli paru adalah kondisi ketika arteri pulmonalis (pembuluh darah yang membawa
darah dari jantung menuju paru-paru) mengalami penyumbatan, biasanya akibat
gumpalan darah yang berasal dari kaki atau bagian tubuh lainnya.
2.2.2 Patogenesis
Emboli paru terjadi karena terlepasnya bagian dari trombus yanng terbentuk di vena
dalam ekstrimitas bawah atau pelvis. Trombus tersebut akan mengikuti aliran darah
menuju arteri pulmonalis dan terjadi sumbatan. Hal ini akan meningkatkan resistensi
vaskuler paru yang berakibat peningkatan tekanan Ventrikel kanan. Ventrikel kanan akan
mengalami dilatasi.13
5
paru tanpa disertai faktor risiko, sehingga disebut Emboli paru idiopatik atau tanpa
pemicu. 1 Sekitar 80-90% penderita dengan Emboli paru memiliki TVD baik ekstrimitas
atas atau bawah 3 Untuk efisiensi dalam mendiagnosa emboli paru, pilihan uji awal harus
didasarkan pada penilaian klinis kecurigaan emboli dan karakteristik pasien. Diagnosa
emboli paru sangat tidak akurat bila didasarkan pada tanda klinis saja tanpa melihat
faktor risiko.
2.2.4 Gejala
Gejala klinis Emboli paru bervariasi dan tidak spesifik, sehingga diagnosis yang akurat
sulit ditegakkan. Gejala dapat asimptomatik sampai dengan yang berat dan mengancam
nyawa terutama pada kasus Emboli paru akut dan masif. Gejala Emboli paru yang paling
sering adalah sesak napas, nyeri dada, takipnea, sinkop, dan batuk. Laporan dari
PISAPED (The Prospective Investigative Study of Acute Pulmonary Embolism
Diagnosis) menyebutkan bahwa penderita 96% penderita dengan Emboli paru
mengeluhkan sesak napas mendadak, nyeri dada atau pingsan (salah satu satu atau
kombinasi).2 Gejala yang lebih jarang adalah demam, batuk darah, sianosis, hipotensi
dan syok.5 Ringan beratnya gejala dipengaruhi oleh lokasi emboli di segmen atau
subsegmen cabang arteri pulmonalis. Gejala yang berat akan dialami bila Emboli Parunya
masif.2 Penderita Emboli paru dapat disertai keluhan TVD bila terjadi bersamaan,
diantaranya ekstrimitas bengkak, nyeri, teraba hangat dan kemerahan. 5 Penderita yang
sesak terkait komorbid penyakit jantung, paru atau lainnya maka gejala sesak yang makin
6
memberat dapat merupakan indikasi adanya Emboli paru.5 Adanya faktor komorbid
seperti penyakit jantung atau paru menambah sulitnya diagnosis Emboli paru
2.2.4 Diagnosa
Penilaian obyektif untuk mendiagnosis emboli paru diperlukan karena penilaian klinis
saja tidak dapat diandalkan. Tidak ada tes tunggal yang memiliki sifat ideal (sensitivitas
dan spesifisitas 100 %, tanpa risiko, biaya murah).1, 5 Penegakan diagnosis Emboli paru
sulit dan memerlukan beberapa pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan
menegakkan diagnosisnya. Beberapa kolegium seperti American College of Physicians,
American Academy of Family Physicians, British Thoracic Society, dan European
Society of Cardiology telah membuat panduan berupa algoritma untuk mempermudah
diagnosis Emboli paru.4, 5 Penderita dengan kecurigaan Emboli paru setelah dilakukan
penilaian faktor risiko dan tes probabilitas harus dilakukan pemeriksaan fisik. Temuan
7
pemeriksaan fisik dapat bervariasi, seperti takipnea, takikardi, hipoksia, demam, sianosis,
dan peningkatan JVP.2 Pemeriksaan penunjang berupa Analisa Gas Darah, foto Rontgen
dada dan EKG (Elektrokardiografi) diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
Emboli paru namun hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik.2 Biomarker jantung
(Troponin T dan I) dan Ekhokardiografi dapat digunakan untuk menilai severitas Emboli
paru terkait prognosis
8
B. Pemeriksaan D-dimer
D-dimer plasma merupakan degradasi fibrin yang dihasilkan dari degradasi klot
oleh fibrinolysis.7 Pemeriksaan ini merupakan tes dengan NPV (Negative
Predictive Value) yang tinggi dan PPV (Positive Predictive Value) yang rendah.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pertama pada penderita dengan pretest
probability / penilaian klinis rendah sampai sedang. Konsentrasi D-Dimer >0,5
mg/L memiliki Sensitivitas 95% dan Spesifisitas 55% untuk mendiagnosa VTE
(Venous Tromboemboli)
9
E. Pencitraan
Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada posisi PA dan lateral penting dalam mengevaluasi
penderita Emboli paru. Penderita dengan nyeri dada namun ditemukan
infiltrat Pneumonia, Efusi pleura masif, Pneumotoraks, Edema paru14
sehingga dapat menyingkirkan pemeriksaan radiologis tambahan. Foto
rontgen dada normal tidak menyingkirkan diagnosis Emboli paru. Tidak
ada gambaran yang khas untuk Emboli paru.3 Pada pemeriksaan Foto
Rongsen Dada bisa ditemukan hasil yang normal (14%) atau abnormal.
Hasil yang normal pada penderita hipoksia tanpa bronkospasme
mendukung adanya Emboli paru. Abnormalitas yang ditemukan antara
lain atelectasis lempeng (68%), Efusi pleura (48%), Hampton hum (35% -
opasitas menyerupai efusi menunjukkan adanya infark parenkim distal
dari trombus), peningkatan hemidiafragma (24%), Fleischner’s sign (15%
- arteri pulmonalis sentral yang menonjol), Westermark’s sign (7% -
oligemia perifer), kardiomegali (7%) dan edema paru (5%). Abnormalitas
foto rongsen yang lain jarang ditemukan pada Emboli paru
10
Echokardiografi
Echokardiograi transtorakal atau transesofagus tidak diindikasikan untuk
mendiagnosis Emboli paru akut. 3 Ekhokardiografi penting untuk menilai
disfungsi Ventrikel kanan pada penderita Emboli paru, karena terkait
prognosis dan mortalitas pada Emboli paru serta terjadinya tromboemboli
dikemudian hari. Temuan yang mendukung disfungsi Ventrikel kanan
diantaranya dilatasi ventrikel kanan, dinding hipokinetik, gerakan dinding
septum yang berlawanan, dilatasi arteri pulmonalis, gradient tekanan
sistolik ventrikel kanan – kiri >30mmHg dan waktu akselerasi laju arteri
pulmonalis <80 milidetik.13 Diagnosis disfungsi Ventrikel kanan bila
didapati dua dari temuan berikut, yaitu rasio diameter RV/LV end-distolic
> 0,9 (tampak apikal four chamber) atau RV/LV end-diastolic >0,7
(tampak parasternal long axis atau substernal fourchamber) atau geraka
septum interventrikel yang berlawanan atau tekanan arteri pulmonalis
sistemik >30mmHg.9 Adanya dilatasi Ventrikel kanan lebih tampak pada
emboli di arteri pulmonalis utama dibandingkan pada segmen atau
subsegmen
11
kecurigaan klinis rendah maka diagnosis Emboli paru dapat disingkirkan.3
CTPA memiliki lebih sedikit temuan "nondiagnostic" dibandingkan V/Q
scan. Tingkat negatif palsu CTPA sangat rendah. Hasil studi menunjukkan
tidak ada efek yang merugikan pada pasien dengan CTPA negatif yang
kemudian tidak diobati. Kombinasi multidetector CTPA dan tes D-dimer
memiliki nilai prediksi positif dan negatif yang sangat tinggi Selain itu,
CTPA kadang menunjukkan patologi selain Emboli paru yang terkait
dengan gejala pasien. Selain berguna untuk melihat secara langsung
adanya thrombus di arteri pulmonalis, CT scan dapat pula dipakai untuk
menstratifikasi risiko Emboli paru dengan mengukur diameter Ventrikel
Kanan/Kiri (RV/LV). Hal ini berguna untuk prognosis dan implikasi
pengobatan. Disebutkan bahwa MDCT (Multi Detector CT) lebih akurat
dalam menilai disfungsi Ventrikel kanan dibandingkan Ekhokardografi,
dengan mengukur rasio RV/LV. Prosedur pemeriksaan MDCT sebagai
berikut: voltase 140Kv, tegangan 250300mA, waktu rotasi 0,5 detik,
kolimasi 32x0,65mm, pitch 0,66. Scaning dilakukan dari kranial ke
kaudal, dari apeks paru ke basal.11 CT scan dengan pemberian kontras
standar kemudian foto diambil setelah menunggu 15-20 detik. Kontras
yang dipakai adalah kontras nonionic iv (100ml iohexol, Omnipaque330)
320mg I/ml dengan dosis 2ml/kg (maksimal 125mg). Kontras disuntikkan
dengan power injektor kecepatan 4 ml/detik dengan jarum 20G melalui
vena antecubiti diikuti bolus 20ml Salin. Gambar direkonstruksi dengan
potongan tipis ketebalan 1 mm dengan matrik 512x512.11 CT scan
tampak aksial dengan rasio RV/LV 0,9-1,5 menunjukkan adanya disfungsi
Ventrikel Kanan serta prognosis yang kurang baik. Rasio ini memiliki
PPV (Positive Predictive Value) yang rendah (10%), namun bila rasionya
<1 maka akan memiliki NPV (Negative Predictive Value) yang tinggi.13
Beberapa peneliti menyatakan terdapat hubungan mortalitas Emboli paru
dengan diameter Vena Azigos, namun korelasinya negatif pada dilatasi
Vena Cava Superior maupun Inferior. Disebutkan juga tidak terdapatnya
korelasi antara diameter Aorta Ascending dengan mortalitas Emboli paru.
12
Diagnosis Emboli paru bila didapatkan adanya filling defect arteri
pulmonalis (sebagian atau total) minimal pada dua gambar berurutan dan
terletak di tengah pembuluh darah atau memiliki sudut yang tajam
terhadap dinding pembuluh darah. Lokasi Emboli dievaluasi pada tingkat
arteri pulmonalis yang terlibat dan lokasi lobar yang terkait. Lokasi
Emboli dikategorikan sebagai sentral (misalnya, arteri utama paru, arteri
paru-paru sentral, dan kedua arteri interlobar paru), lobar, segmen, dan
subsegmen.10, 11 Lokasi lobar Emboli paru dievaluasi sesuai dengan
nomenklatur standar: lobus kanan atas, lobus tengah kanan, lobus kanan
bawah, lobus kiri atas, Lingula, dan lobus bawah kiri. Lokasi dan tingkat
PE ditentukan berdasarkan per-emboli, bukan per-pasien, karena beberapa
pasien dapat memiliki lebih dari satu Emboli paru
13
14
Pemeriksaan MDCT dipandu EKG akan memberikan akurasi yang lebih
baik dalam menilai jantung. Namun pemeriksaan ini memerlukan waktu
yang lebih lama sehingga paparan radiasi juga yang lebih banyak, sehinga
tidak dipakai sebagai pemeriksaan rutin pada kondisi gawat darurat.
Namun MDCT tidak dapat digunakan untuk menilai fungsi ventrikel
kanan (misalnya hipokinesia atau menilai tekanan arteri pulmonalis)9
Kemajuan teknologi terbaru seperti CT ECG-gated dan dual-source CT
memungkinkan evaluasi akurat dari pembuluh darah paru, aorta toraks,
dan arteri koroner pada studi CT tunggal. Secara umum, multidetector
CTPA lebih akurat dibandingkan single-slice CT atau V/Q scan
15
Diperkenalkan juga Perfusion Blood Volume (PBV) yang merupakan CT
dualenergy. Pencitraan ini menilai perfusi paru, bila terdapat obstruksi
karena trombus maka perfusi akan terganggu sesuai dengan derajat
obstruksi klot
16
yang tidak terdiagnosis dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu manfaat
dan risiko radiasi harus tetap dipertimbangkan. Dosis efektif radiasi
MDCT sekitar 9mSv dan untuk wanita bisa lebih rendah (7,5mSv).16
Beberapa hal yang mempengaruhi hasil MDCT diantaranya adalah
kurangnya tajamnya kontras, penderita yang banyak bergerak, faktor
teknis (pemilihan media kontras, waktu bolus yang lambat
Kateter Angiografi
Selektif Paru Angiografi paru dengan kateter jantung kanan dapat
mengukur tekanan arteri pulmonalis dan jantung kanan. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang aman namun invasive serta memerlukan
operator yang berpengalaman dan monitor pasien yang adekuat.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila diagnosis Emboli paru dengan cara
non-invasif tidak dapat dilakukan.3 Kateter Angiografi paru ini dianggap
lebih inferior disbanding Multidetector CTPA terkait teknis seperti
penderita yang bergerak, overlap pembuluh darah serta variasi interpretasi
pengamat. Kontras yang diberikan terbatas pada arteri pulmonalis yang
dicurigai melalui pemeriksaan non-invasif V/Q scan.3 Karena Multi
Detector CTPA merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis
Emboli paru, maka pemeriksaan kateter Angiografi paru ini jarang
dilakukan kecuali bila ada indikasi trombektomi atau trombolisis melalui
kateter
V/Q scintigrafi
Pemeriksaan Ventilasi Perfusi (V/D scan) diperkenalkan pertama pada
pertengahan 1960 dan menjadi pemeriksaan untuk penderita yang
dicurigai Emboli paru. Penggunaan V/D scan dan CTPA masih
kontroversi. Keduanya memiliki akurasi diagnosis yang bagus.3
Pemeriksaan Ventilasi Perfusi (V/D scan) digantikan oleh CTPA sekitar
tahun 2000 untuk mendiagnosis Emboli paru. Bila dibandingkan dengan
V/Q scintigrafi, pencitraan CTPA memiliki kekurangan diantaranya
17
radiasi yang lebih besar (7 kali lipat) sedangkan V/Q scan radiasinya lebih
rendah.16 CTPA cenderung terjadi overdiagnosis karena ditemukannya
tromboemboli. 17 Pada Emboli paru terjadi obstruksi arterial dan
gangguan perfusi karena thrombus. Hal ini akan menyebabkan rilis
vasoaktif dan bronkoaktif dari platelet
yang menyebabkan gangguan ventilasi dan perfusi.14 Gambaran beberapa
proyeksi dengan perfusi regional dan ventilasi normal menunjukkan tidak
adanya Emboli paru sehingga tidak perlunya adanya pemeriksaan yang
lain. Gambaran abnormal perfusi regional (Q) mencurigakan sebagai
Emboli paru namun tidak spesifik. Hal ini memerlukan pemeriksaan
anatomi ditempat terjadinya defek perfusi (misalnya segmental) berupa
pemeriksaan ventilasi dan foto rongsen dada.3 Secara umum temuan V/Q
scan dibagi menjadi lima yaitu, probabilitas tinggi, sedang, rendah, sangat
rendah dan normal.3 Scan paru kadang diindikasikan pada beberapa ibu
hamil, tentunya dengan mengurangan dosis kontras. Pilihan penggunaan
CTPA dan V/Q scan pada wanita hamil masih menjadi perdebatan.
Sebuah studi menduga bahwa bila hasil rongsen dada normal maka scan
perfusi saja cukup memuaskan hasilnya
18
Keuntungan MRI yaitu bebas radiasi (non-ionizing)16, bisa tanpa media
kontras sehingga aman untuk penderita gangguan ginjal dan ibu hamil
memperkuat penggunaannya. Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan
MRI sekitar 10 menit. Temuan Emboli paru pada MRI adalah sama
dengan CT scan, namun dibagi menjadi tanda vaskuler dan tanda
parenkim.
Ventilasi Perfusi
Hal.15
19
USG Karena adanya keterkaitan antara TVD dengan Emboli paru, maka
Ultrasonografi vena ekstrimitas bisa diindikasikan bila dicurigai. Yang
dipakai adalah USG Doppler dupleks dengan kompresi tungkai atau
continous-wave Doppler. Adanya TVD bukan pasti menunjukkan adanya
Emboli paru, namun
Hal.16
2.2.6 Prognosis
Emboli paru dinilai dengan PESI (Pulmonary Embolism Severity Index). Indek ini
dipakai untuk menilai derajat keparahan, tatalaksana dan mortalitas.13 Penderita dengan
severitas tinggi perlu penanganan segera, penderita dengaqn severitas sedang perlu rawat
inap dan tatalaksana sesuai severitasnya. Sedangkan penderita dengan severitas rendah
menjadi pertimbangan segera pulang dan terapi rawat jalan
20
Gambar diatas menunjukkan stratifikasi risiko dibandingkan mortalitas. Penderita dengan
risiko tinggi memiliki mortalitas dalam 30 hari sebesar >15%, risiko sedang
dengan mortalitas 3-15% dan 1% pada risiko rendah. Penyebab kematian pada emboli
paru akut adalah gagal jantung kanan
2.3 DVT
2.3.1 Definisi
Deep vein thrombosis atau DVT, adalah bekuan darah yang terbentuk di dalam
pembuluh darah dalam tubuh. Bekuan darah terjadi ketika darah mengental dan gumpalan
bersama-sama. DVT banyak terjadi pada kaki bagian bawah atau paha, juga dapat terjadi
di bagian lain dari tubuh.
21
Menurut Virchow's triad trombosis vena, terjadi melalui tiga mekanisme:
penurunan laju aliran darah, kerusakan pada dinding pembuluh darah dan meningkatkan
kecenderungan darah untuk membeku ( hiperkoagulabilitas )
Sebuah bekuan darah di vena dalam dapat pecah dan berjalan dalam aliran darah.
bekuan darah tersebut disebut embolus. Ketika embolus tersebut berjalan ke paru-paru
dan aliran darah diblok akan terjadi emboli paru atau Pullmonary Emboli atau PE. PE
dapat merusak paru-paru dan organ lain dalam tubuh dan menyebabkan kematian.
Thrombus di paha sering pecah dan menyebabkan PE dari bekuan darah di
tungkai bawah atau bagian lain dari tubuh. Gumpalan darah juga dapat terbentuk dalam
pembuluh darah dekat permukaan kulit. Namun, pembekuan ini tidak akan pecah dan
menyebabkan PE.
2.3.2 Etiologi
Thrombus dapat terbentuk di dalam vena tubuh,jika:
1. Kerusakan terjadi pada lapisan dalam pembuluh darah itu. Kerusakan ini mungkin
akibat dari luka yang disebabkan oleh fisik, kimia, atau faktor biologi. Faktor-
faktor tersebut termasuk pembedahan, cedera serius, peradangan, dan respon
imun.
2. Aliran darah yang lamban. Kurangnya gerak bisa menyebabkan memperlambat aliran
darah. Hal ini dapat terjadi setelah operasi, jika Anda sakit dan di tempat tidur
untuk waktu yang lama, atau jika Anda sedang bepergian untuk waktu yang lama.
3. Darah lebih tebal atau lebih cepat membeku dari biasanya. Mewarisi kondisi tertentu
(seperti faktor V Leiden) darah yang meningkatkan kecenderungan untuk
membeku. Ini juga berlaku untuk pengobatan dengan terapi hormon atau kontrol
pil KB.
2.3.3 Lokasi
DVT proksimal : Proximal dari vena sentral.
DVT distal : Iliaka, Femoral, Popliteal
22
2.3.4 Faktor resiko
Sejarah DVT.
Gangguan atau faktor yang membuat darah kental
Pengobatan dengan terapi hormon atau kontrol pil KB.
Cedera ke deep vein dari operasi, patah tulang, atau trauma lainnya.
Lambat aliran darah dalam vena
Sakit dan di tempat tidur untuk waktu yang lama.
Kehamilan dan 6 minggu pertama setelah melahirkan.
Pengobatan untuk kanker.
Sebuah kateter vena sentral.
Usia > 60 tahun.
Obesitas
Merokok
Fraktur daerah pelvis dan kaki.
Polisitemia Vera.
23
Paru Embolisme
• Sesak napas
• Nyeri saat bernapas
• Batuk darah
• Bernapas cepat dan detak jantung.
Pemeriksaan Fisik
8. Hofman : dorsifleksi kaki memunculkan rasa sakit di betis posterior.
9. Pratt : menekan betis posterior muncul rasa sakit.
Namun, tanda-tanda medis tidak berkinerja baik dan tidak termasuk dalam aturan
prediksi klinis yang menggabungkan temuan terbaik untuk mendiagnosis DVT.
24
• Pembengkakan kaki seluruh - 1 poin
• Localized sakit sepanjang distribusi titik dalam vena-1 sistem
• Kelumpuhan, kelumpuhan, atau immobilisasi ekstremitas bawah -1 point
• Terbaring di tempat tidur> 3 hari, atau operasi besar yang memerlukan anestesi
regional atau umum di masa lalu 4 minggu-1 point
• Sebelumnya didiagnosa DVT-1 poin.
• Alternatif diagnosis-Kurangi 2 poin
Interpretasi:
Skor 2 atau lebih tinggi – kemungkinan deep vein thrombosis. Pertimbangkan pencitraan
pembuluh darah kaki.
Skor kurang dari 2 – bukan deep vein thrombosis. Pertimbangkan tes darah seperti d-
dimer test untuk lebih mengesampingkan deep vein thrombosis.
2.3.6 Diagnostik
USG. Ini adalah tes yang paling umum untuk mendiagnosis penggumpalan
pembuluh darah dalam. USG menggunakan gelombang suara untuk membuat
gambar darah mengalir melalui arteri dan vena di kaki yang terkena.
Tes D-dimer. Tes ini mengukur zat di dalam darah yang dilepaskan ketika
bekuan darah larut. Jika tes menunjukkan tingkat tinggi substansi, Anda mungkin
memiliki gumpalan darah vena dalam. Jika tes Anda normal dan Anda memiliki
beberapa faktor risiko, DVT tidak mungkin.
Venography Tes ini digunakan jika USG tidak memberikan diagnosis yang jelas.
Dye disuntikkan ke pembuluh darah, dan kemudian sebuah sinar x diambil dari
kaki. Zat warna membuat vena terlihat pada sinar x. sinar x akan menunjukkan
apakah aliran darah lambat dalam vena. Ini mungkin menandakan adanya bekuan
darah
VQ scan. VQ scan menggunakan bahan radioaktif untuk menunjukkan seberapa
baik oksigen dan darah mengalir ke seluruh area paru-paru. Tes ini dilakukan bila
diduga telah terjadi PE.
25
2.3.7 Terapi
Tujuan utama mengobati DVT meliputi:
Menghentikan bekuan darah dari semakin besar
Mencegah bekuan darah dari putus dan pindah ke paru-paru Anda
Mengurangi kesempatan Anda memiliki bekuan darah lain
Obat
Antikoagulan
Obat-obatan ini menurunkan kemampuan darah untuk membeku dan
terbentuk semakin besar, tetapi tidak dapat memecahkan bekuan darah yang telah
terbentuk. Warfarin dan heparin adalah pengencer darah dua digunakan untuk
mengobati DVT. Warfarin diberikan dalam bentuk pil. (Coumadin ® adalah
merek umum untuk warfarin.) Heparin diberikan sebagai suntikan atau IV. Dapat
diberikan keduanya bersamaan, karena Heparin bertindak cepat sedangkan
Warfarin memakan waktu 2 sampai 3 hari sebelum mulai bekerja. Setelah
warfarin mulai bekerja, heparin dihentikan, berlangsung dari 3 sampai 6 bulan.
Wanita hamil biasanya dirawat dengan hanya heparin karena warfarin
berbahaya selama kehamilan.
Orang yang diterapi dengan pengencer darah biasanya dilakukan tes darah
PTT - PT secara rutin, untuk melihat efek dan dosis obat yang telah dan akan
diberikan.
Trombin Inhibitor
Trombolitik diberikan untuk melarutkan gumpalan darah. Mereka
digunakan untuk mengobati bekuan darah besar dan dalam situasi yang
mengancam kehidupan karena dapat tejadi perdarahan tiba-tiba.
Pengobatan lainnya
Vena Cava Filter
Filter dimasukkan di dalam vena cava. Filter menangkap thrombus sebelum masuk ke
dalam paru, sehingga dapat mencegah emboli paru. Tetapi pembentukan thrombus tetap
terjadi.
26
Graduated Compresion Stocking
Stoking ini dapat mengurangi pembengkakan yang mungkin terjadi setelah gumpalan
darah telah berkembang di kaki Anda. Stoking dikenakan pada kaki dari lengkungan kaki
hanya di atas atau di bawah lutut.
Stocking ini ketat di pergelangan kaki dan menjadi longgar sampai di kaki, sehingga
menciptakan tekanan lembut sampai kaki.
Ada tiga jenis stoking kompresi. Satu tipe pantyhose. Ini menawarkan sedikitnya jumlah
tekanannya. Tipe kedua adalah over the-counter compression hose, memberikan lebih
sedikit tekanan. Tipe ketiga adalah Prescription Streght Compresion Hos, dimana
kekuatan tekanannya paling besar.
2.3.8 komplikasi
Pulmonary embolism
Sebuah pulmonary embolism terjadi ketika sepotong bekuan darah dari DVT istirahat off
dan berjalan melalui aliran darah ke paru-paru, di mana blok salah satu pembuluh darah
di paru-paru.
Post trombotik sindrom
Terjadi jika kerusakan DVT katup dalam vena dalam Anda, sehingga bukannya mengalir
ke atas, kolam darah di kaki bawah. Hal ini pada akhirnya dapat mengakibatkan rasa sakit
jangka panjang, pembengkakan dan, dalam kasus yang parah, borok di kaki Anda.
Limb iskemia
Karena bekuan darah, tekanan dalam vena bisa menjadi sangat tinggi, sehingga dapat
memblokir aliran darah melalui arteri, sehingga lebih sedikit oksigen dibawa ke kaki
yang terkena. Hal ini dapat menyakitkan dan menyebabkan bisul kulit, infeksi dan
bahkan gangren
27