Essay Jadi PDF
Essay Jadi PDF
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
“Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak
bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya.”
Ir. H. Soekarno
Sebelum kita memulai pembahasan, mari kita ketehui dahulu beberapa pengertian dasar
tentang pemuda dan kempemimpinan
Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin adalah individu yang memimpin, dan kepemimpinan merupakan sifat yang
harus dimiliki seorang pemimpin. Oleh sebab itu kepemimpinan dapat diartikan sebagai sebuah
kemampuan untuk dapat mempengaruhi manusia dalam melakukan dan tidak melakukan
sesuatu.
Jadi kesimpulanya, kepemimpinan dapat diartikan sebagai sebauh seni untuk mempengaruhi
emosi, pikiran, perasaan dan tingkah laku baik individu atapun kelompok untuk dapat sama-sama
mencapai tujuan yang ditetapkan bersama
Pemuda ( Youth)
Pemuda dalam pengertian awal merujuk pada kelompok usia demografi. Dalam sudut
pandang demografi ini pemuda sebagaimana didefinisikan dalam undang-undang no 40 tahun
2009 tentang kependudukan adalah manusia yang berusia 16-30 tahun.
Tentu saja “muda” tidak hanya dapat dilihat dalam makna batas usia demografis. Diluar
itu, “muda” mencakup ruang yang amat sangat luas yang dapat dipahami dari perspektif
maturitas organ tubuh dan emosi, identitas, adolescene, new entries pada dunia kerja,
entrepreneurial start up, young voter, hingga keruang-ruang perspektif lain.
Dalam kamus Webster, Princeton bahkan mengartikan pemuda dengan definisi, young
person, the time of life between child and maturity, early maturity.
Bonus Demografi
Bonus demografi adalah fenomena disaat porsi penduduk yang produkti lebih besar dari
pada penduduk yang tidak produktif. Sehingga pada momen bonus demografi ini seharusnya
menjadi masa, dimana pemua dengan potensinya yang besar mampu membawa seluruh bangsa
menikmati peluang tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa Indonesia harus mampu menyiapkan
penduduk usia produktif menjadi pemeran utam dalam pemanfaatan bonus demografi.
Dari definisi diatas, lantas bagaimana kah kondisi pemuda pada saat ini, apa saja masalah
yang dihadapi kaum muda Indonesia pada saat ini? Dan bagaimanakah solusi untuk
mengembangkan indeks pembangunan pemuda dalam ranah kepemimpinan ? mari sama-sama
kita lanjutkan pembahasan ini.
Pemuda telah mencatatkan tinta emas dalam Sejarah bangsa Indonesia. Peran pemuda
dalam sejarah bangsa telah melahirkan pergerakan nasional dan mengantarkan bangsa Indonesia
menuju kemerdekaanya. Pada tahun 1908 lewat kejelian Dr. Soetomo berhasil menggerakan
kaum muda dan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme, dan pada tahun 1928 lewat teks yang
dituliskan oleh Muhammad Yamin berhasil menggelorakan semangat perjuangan kaum muda
dengan munculnya sumpah pemuda, lalu pada tahun 1945, lewat perkumpulan menteng31
mereka menculik soekarno dan dibawa ke Rengasdengklok untuk segera menyatakan
kemerdekaan Indonesia dari jajahan Jepang dan berhasil mewujudkan mimpi kemerdekaan
bangsa Indonesia, dan pada tahun 1998 lewat aliansi seluruh Indonesia, para pemuda
mengelorakan semangat reformasi setelah berhasil menumbangkan kekuasaan yang dictator dan
berhasil membuka babak baru perubahan bangsa Indonesia yang lebih demokratis. Hal ini
menunjukan bahwa pemuda tidak hanya berpangku tangan saja, tetapi senantiasa berperan
sebagai pemikir, menganlisa masalah bangsa, dan menjawabnya dengan solusi dan aksi sehingga
dapat mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat seperti saat ini.
Lalu, apa factor utama yang menjadikan para pemuda memiliki jiwa kepemimpinan yang amat
kuat dalam rentetan sejarah bangsa Indonesia ?
Wajib Bagi seorang pemimpin memiliki impian / visi jika tidak maka ia tak pantas menjadi
seorang pemimpin
Kita semua tahu dan familiar dengan adagium bahwa pemuda adalah pemimpin masa
depan bangsa. Hal ini selintas memberikan gambaran kepada kita bahwa makhluq muda ini
memiliki sebuah kekuatan yang amat besar untuk menentukan kemajuan bangsa dimana kaki
mereka berpijak. Kekuatanya itu berasal dari mimpinya dan kekuatanya membaca masalah yang
ada disekelilingnya. Kita tetra lagi sejarah bangsa Indonesia, dimana dengan bermodal bambu
runcing mereka berhasil mengusir penjajah, itulah kekuatan mimpi para pemuda. Maka pantaslah
kita sebut pemuda yang memiliki mimpi/ visi mereka inilah yang layak memimpin bangsa
Indonesia kedepanya.
Dari pandangan peran pemuda dan visinya diataslah pendidikan memiliki peran penting.
Sejarah heroisme kepemimpinan pemuda juga menjadi sejarah dari ketersadaran pendidikan
dikaum muda sehingga menumbuhkan sikap kepemimpinan dalam dirinya. Pada awal-awal
perjuangan kaum muda diera pra kemerdekaan, para pemuda bangsa kesulitan untuk mengakses
informasi dan pendidikan. Diskriminasi social karena adanya kelas-kelas social saat itu
memperparah keadaan, mereka sulit untuk memiliki akses buku-buku dan informasi dikarenakan
tekanan dan kebijakan pemerintahan colonial. Tapi dari keadaan minimnya pendidikan saat itu
berhasil memunculkan sosok-sosok muda yang menjadi sejarah bangsa ini. Diera selanjutnya
ketika pendidikan sudah menjadi kebutuhan bangsa, kaum muda menjadi sadar akan pendidikan
dan mulai bisa merasakan manisnya buah pendidikan. Tapi kondisi ini pemuda saat itu masih
harus di uji dengan kungkungan bersuara dari pemerintah. Akses mereka mensuarakan
kegelisahan dari kebijakan pemerintahan dibatasi. Suara mereka dibungkam. Tapi dalam keadaan
seperti itu, peran pendidikan mengantarkan pemuda pada sikap kritis dan membawa bangsa ini
kepada babak baru bangsa Indonesia, yakni babak semangar reformasi.
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualita SDM bangsa
Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di
Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia
harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam
berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak
semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.
Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan
kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Saat ini
pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena dengan
mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus global dan dapat mengejar ketertinggalan kita
dari bangsa lain.
Suatu waktu penulis sempat berpikir, apa pendidikan kita mampu membawa bangsa ini
menjadi Negara maju ? apa pendidikan kita ini dapat mencetak kepemimpinan muda agar siap
menghadapi era bonus demografi ? apa generasi kedepan mampu bersaing dengan Negara lain ?
lantas penulis meyakinkan diri, ya bangsa kita mampu tapi dengan catatan. Catatanya adalah
dengan cara merubah budaya pendidikannya. Jika tidak dirubah maka selamanya bangsa kita
tidak akan mampu bersaing dengan Negara-negara lain, jika tidak dirubah maka selamanya kita
tidak akan mampu menyiapkan para pemuda yang memimiliki jiwa memimpin bangsa ini.
Coba mari kita dengarkan perkataan Bambang Brodjonegoro kepala BAPENNAS yang
menjelaskan tentang human capital index. Indeks Modal Manusia Negara Indonesia masih
sekita 0.53 atau berada diperingkat 87 dari 157 negara. Berdasarkan capaian pendidikan dan
status kesehatan saat ini , anak Indonesia pada 18 tahun kemudian diperkirakan hanya dapat
mencapai 53% dari produktivitas maksimumnya.
Adapaun berdasarkan bank dunia, indeks modal manusia Vietnam berada pada angka
0.67 dan berada pada peringkat 48. Secara perinci singapura dengan skor 0.88 berada di
peringkat pertama, Malaysia dengan skor 0.67 berada di peringkat 55 dan Thailand dengan skor
0.60 pada diperingkat 65 dan Filipina dengn nilai 0.55 pada peringkat 84. Bahkan di ASEAN
saja bangsa kita masih kalah dengan Vietnam.
Data bappenas diatas penulis rasa masih belum cukup menggambarkan ketidakberesan
pendidikan dinegara Indonesia, dalam laman websitenya Kominfo menuliskan data yang
mengejutkan tentang minat baca bangsa Indonesia. Mengutip hasil penelitian UNESCO,
menuliskan sebuah data mencengangkan bahwa Indonesia berada pada urutan kedua paling
bawah soal dunia literasi, ya bahasa mudahnya adalah terendah dalam minat baca nomor 60 dari
61 negara. Menurut UNESCO minat baca Indonesia amat sangat memprihatinkan, hanya 0.001%
artinya dalam 1000 orang Indonesia Cuma 1 saja yang rajin membaca. Lalu dalam penelitian
PISA menunjukan bangsa Indonesia hanya mampu berada diperingkat 62 dari 70 negara.
Bahkan dalam minat baca saja kita tidak mampu menembus 50 besar walau sebagai Negara
sampling penelitian.
Dan pada akhir tahun 2018 Badan Pusat Statistika menuliskan, terlihat persantase PSP
(partisipasi sekolah pemuda ) pemuda 19-24 tahun yang masih bersekolah sebesar 24, 41% jauh
dibawah pemuda 16-18 tahun (71,99). Hal ini mengindikasikan partisipasi pemuda diperguruan
tinggi masih relative rendah.
Jika faktanya sudah begitu, apakah kita mampu berubah dan memanfaat bonus era
demografi dimana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan usia non-produktif ? apakah
dengan fakta itu kita mampu berharap menjadi negara maju dengan memanfaatkan momentum
langka bonus demografi ? kita harus berani merubah mindset pendidikan. Pendidikan bukanlah
sekedar mengisi gelas kosong sehingga para pemuda tidak diberikan kesempatan ingin diisi apa
gelas itu.
Itulafah fakta hasil pendidikan kita. Pendidikan kita masih berorientasi pada nilai, siswa
masih dibebankan materi-materi pelajaran hanya untuk diukur dengan nilai dan rangking dalam
kelas. Undang-undang kita memang menyebutkan agar pendidikan dapat mengoptimalkan
potensi siswa. Lalu apakah undang-undang menjelaskan bagaimana caranya, adakah system yang
mengatur untuk mengembangkan potensi dan minat para siswa. Para siswa hanya dituntut untuk
mengerti dan paham sebagaimana mengerti dan pahamnya guru-guru mereka dikelas. Belajar
mereka masih berorinteasi untuk kesuksesan UJIAN NASIONAL yang menjadi standar
ketuntaasan belajar mereka. Diperparah dengan jam belajar disekolah yang amat sangat lama, 8
jam disekolah sehingga mereka sudah lelah dengan dunia sekolahnya, dan tak memiliki waktu
yang cukup untuk kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dan ditambah lagi, beban guru dalam
administrasi yang menjadi hambatan mereka untuk mengembangkan literasi dari yang mereka
ajarkan. Lantas jika sudah demikian posisi siswa, apa bedanya mereka dengan gajah sirkus yang
dituntut untuk beraksi sebagaiaman maunya sang pelatih. lantas karena pola pendidikan yang
seperti inilah Indeks Pembangunan Pemuda pada ranah kepemimpinan terhambat.
“Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak
bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya”.
Usaha mencetak jiwa kepemimpian pemuda memang tidak semudah mengedipkan mata. Tapi
memang perlu proses yang panjang dan usaha yang maksimal. Pendidikan haruslah mampu
menyesuaikan dirinya dengan realita kondisi zaman yang dihadapinya. Bukan malah
menyalahkan kondisi tapi pendidikan lah yang harus beradpatasi tanpa harus menyampingkan
aspek kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik.
Maka perlu lah kita meredefinisi pendidikan kita, pendidikan yang mampu mencetak
kepemimpinan pemuda Indonesia adalah dengan cara menumbuhkan karakter kemerdekaan pada
diri mereka. Maka pendidikan yang membebaskanlah yang dapat menjadi solusi untuk masalah
kepemimpian pemuda saat ini.
Pendidikan yang membebaskan adalah sebuah model pendidikan yang dimana siswa berperan
aktif dalam proses belajar. Model pendidikan dimana guru menjadi pemain utama dalam kelas
ibarat sebuah bank. Gurulah yang menabung sedangkan si murid adalah banknya yang harus
menampung apa yang ditabung oleh gurunya. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan
dimana peran Pemuda dalam artian murid menjadi pemain ia bebas menentukan ingin seperti apa
model pelajaran hari itu. Izinkan mereka memimpin kelas, memberikan space untuk mereka
berbicara. Tugas guru didalam kelas hanya menyaksikan, memberikan klarifikasi jika keliru dan
memberikan saran yang kurang. Maka didalam kelas itulah mereka terdidika jiwa-jiwa yang
demokratis yang senantiasa mau dikritik dan menerima masukan. Bekal yang diperlukan untuk
pemimpin diera yang akan datang
Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang mengajarkan murid sesuai dengan
zamanya. Jika saat ini mereka amat sangat dekat dengan dunia digital, jadikan dunia digital itu
media pembelajaran. Biarkan siswa membawa Smartphonenya didalam kelas dan janganlah
dilarang. Pendidikan macam apa yang takut dengan smartphone dan menganggapnya itu adalah
gangguan ? seharusnya pendidikan itulah yang mengajarkan bagaimana manusia dapat kembali
menjadi tuan dari gadgetnya dan memanfaatkanya untuk sesuatu yang bermanfaat. Jika
pendidikan masih beranggapan smartphone dan dunia digital anggapan mengganggu dalam dunia
pendidikan tidak aneh jika para siswa sekarang begitu tidak terkontrol ketika dimedia social. Hal
ini dikarenakan lepas kontrolnya pendidikan dalam dunia digital. Para pemuda hanya mampu
mengkomentari suatu peristiwa yang ia temukan didunia maya. Tapi mana peran pendidikan
yang seharusnya mampu menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan kritis untuk mengatasi masalah
itu.
Dari definisi pendidikan diataslah penulis berkeyakinan kita akan mampu beradaptasi dalam laju
era bonus demografi. Pendidikan yang membebasan seperti itu akan menciptakan pemuda yang
memiliki kekuatan pengetahuan untuk bekerja ( Knowledge work) sebuah kekuatan untuk
membaca masalah dan menghadapinya dengan terampil dalam dunia kerja sehingga dapat
meninggkat SDM yang ada diindonesia. Kekuatan kedua adalah menciptakan pemuda yang
memiliki kemampuan berpikir (Thinking tools) kemampuan yang digunakan untuk dapat
memikirkan solusi dari masalah yang dihadapinya lalu kekuatan yang ketiga adalah pemuda
yang memiliki kemampuan menggunakan media digital dengan baik dan bermanfaat dan
kemampuan yang keempat adalah kemamapuan meneliti masalah yang dihadapinya
dimasyarakat, pendidikan kebebasan adalah pendidikan yang mampu memunculkan kepekaan
terhadap sosial para pemuda, tidak hanya peka tapi mampu memberikan jawaban dan solusi dari
masalah yang dihadapinya.
Penutup
Demikian refleksi terhadap kepemimpinan pemuda di Indonesia untuk menyiapkan era bonus
demografi dengan menyorot terhadap masalah pemuda yang disebabkan belum maksimalnya
pengaplikasian system pendidikan diindonesia. Penulis berharap tulisan ini tidak hanya
bermanfaat secara teoritik tetapi juga aplikatif demi terciptanya percepatan kualitas pendidikan
yang lebih baik dan berasing dinegara kita Indonesia.
Daftar Pustaka
Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan Yang Membebaskan, Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2011.
Yunus Abidin, Pembelajaran Multiliterassi Sebuah Jawaban, Bandung : PT. Rafika Aditama,
2015.
https://www.kompasiana.com/kupretist/55005689a33311c56f510aae/kritik-budaya-pragmatis-di-
dunia-pendidikan?page=all#
https://katadata.co.id/berita/2019/08/14/bappenas-kualitas-sdm-indonesia-masih-ketinggalan-
jauh-dari-vietnam