Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS IDIOSYNCRATIC PRESIDEN B.J.

HABIBIE TERHADAP KEBIJAKAN


LUAR NEGERI DALAM PELEPASAN PROVINSI TIMOR-TIMUR PADA TAHUN
1999

MUHAMMAD MAALIK FEBRIANTO ABDULLAH, ACHMAD BADARUDDIN,


SHAVIRA MELANIE PUTRI, ANGEL OKTARIA Br PURBA.

ABSTRAK:

Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie yang dimulai pada tanggal 21 Mei
1998 sampai 20 Oktober 1999, ada banyak sekali kebijakan luar negeri yang dibuat. Salah-
satunya adalah kebijakan yang dibentuk pada saat penyelesaian konflik Timor-Timur pada
tahun 1999. Alasan paling sederhana mengapa kebijakan itu di bentuk adalah karena
Timor-Timur memang tidak pernah merasa ingin bergabung dengan Indonesia sejak awal
kemerdakaan. Pada Awalnya Timor-Timur adalah bekas jajahan dari Portugis yang pada
akhirnya bergabung dengan Indonesia pada 27 Juli 1976, sehingga pada pemerintahan
Presiden Suharto, Timor-Timur menjadi Provinsi ke-27 dan menjadi Provinsi termuda di
Indonesia. Selama 22 tahun, dibawah rezim pemerintahan Presiden Soeharto sebagai awal
keinginan terbesar dari rakyat Timor-Timor dari NKRI. pada akhirnya dengan
pertimbangan dan banyaknya dukungan dari luar, sehingga pada tanggal 30 Oktober 1999
adalah awal dari NKRI melepaskan Provinsi Timor-Timur, sehingga pada tanggal 22 Mei
2002 Timor-Timur secara resmi menjadi Negara yang merdeka dan berganti nama menjadi
Negara Demokratik Republik Timor Leste.

ABSTRACT:

During the reign of President B.J. Habibie, which began on May 21st 1998 until
October 20th 1999, many foreign policies had been made. One of them is the policy which
made at the time of resolving the East Timor conflict in 1999. The simplest reason was
because The East Timor never wanted to join Indonesia from the beginning of its
independence. Initially East Timor was a former of Portuguese colony which finally united
with Indonesia on July 27th 1976, finally in the reign of President Suharto, East Timor
became the 27th Province and became the youngest Province in Indonesia at that time. For
22 years, under President Soeharto's administration as the biggest initial request from the
people of Timor-Leste from the Republic of Indonesia. at the end with consideration and a
lot of external support, so that on 30 October 1999 Republic of Indonesia releasing the
Province of East Timor, thus on 22 May 2002 Timor Timur officially became an
independent country and changed its name to the Democratic Republic of Timor Leste .

A. PENDAHULUAN

Timor-Timur merupakan provinsi ke 27 yang resmi bergabung dengan Republik


Indonesia pada tanggal 27 Juli 1976 dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Timor-
Timur pada awalnya yang merupakan bekas jajahan kolonial Portugis sehingga saat tahun
1975, setelah terjadinya penjajahan yang telah dilakukan Portugis yang telah terjadi lama
yaitu pada sekitar 450 tahun. Setelah terbentuk pemerintahan transisi, masyarakat Timor-
Timur mulai membentuk partai politik dari berbagai macam ideologi dan pandangan yang
berbeda. Beberapa partai politik seperti partai APOTEDI (Associacao Popular Democratica
Timorense), FRETELIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente), UDT
(Uniao Democratica Timorense), d.s.b. Partai UDT menginginkan agar Timor-Timur tetap
berada dibawah pemerintahan Portugal, sedangkan APOTEDI menginginkan Timor-Timur
bergabung dengan pemerintahan Indonesia, dan FRETILIN menginginkan Timor-Timur
merdeka dan menjadi negara yang berdaulat. Dan ketiga partai politik ini merupakan partai
terbesar di Timor Timur pada saat itu.

Setelah partai-partai politik ini bermunculan, keadaan Timor Timur semakin


bergejolak yang diakibatkan oleh adanya pertentangan dari masing- masing pihak partai
politik atas dasar kepentingan- kepentingan mereka, yang mengakibatkan kerusuhan dan
pertumpahan darah tidak terelakkan lagi. Partai FRETILIN yang merupakan kelompok
terkuat karena mendapatkan dukungan dari militer Timor Portugis kemudian menyerang
kelompok UDT, sehingga kelompok- kelompok partai politik lainnya seperti APOTEDI
dan UDT berkerjasama untuk melawan dan menghadapi kelompok FRETELIN yang telah
membantai ribuan rakyat yang setuju agar Timor Timur bergabung dengan Republik
Indonesia [ CITATION MOH14 \l 14345 ] . Pada 28 November 1975, Kelompok FRETELIN
menyatakan kemerdekaan Timor Timur menjadi Negara berdaulat dan menurunkan
bendera Portugal. Lalu pada tanggal 30 November 1975 di Kota Balibo, kelompok
APOTEDI, UDT, d.s.b. mengadakan proklamasi yang menyatakan bahwa Timor Timur
bergabung dibawah pemerintahan Republik Indonesia. Naskah proklamasi tersebut
ditandatangi oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes
da Cruz (ketua UDT). Setelah kedua partai besar di Timor Timur tersebut menyatakan
untuk bergabung dengan Indonesia, kemudian pada tanggal 7 Desember 1975, ABRI mulai
memasuki dan berusaha untuk membebaskan Timor Timur dari kekangan FRETELIN.

Selama 22 tahun berintegrasi dengan Indonesia, kekerasan dan kerusuhan yang


terjadi tak kunjung mereda. Salah satu kebijakan yang diambil oleh Presiden Habibie
dibawah Kabinet Reformasi Pembangunan adalah menindaklanjuti penyelesaian masalah
Timor Timur secara komprehensif dengan hal- hal yang dapat diterima oleh masyarakat
internasional. Sejak tahun 1975 hingga 1982, permasalahan di Timor Timur terus
dibicarakan didalam forum PBB tanpa adanya hasil yang berarti. Lalu sejak tahun 1983,
pembahasan mengenai konflik di Timor Timur pun dialihkan pada forum Tripartit, antara
pemerintah Indonesia, Portugal, dan Sekretaris Jendral PBB. Pertemuan ini juga tidak
membuahkan hasil karena Pemerintah Portugal bersikeras mengagalkan rencana kunjungan
ke Timor Timur pada 1986 dan 1991 untuk membahas penyelesaian konflik Timor Timur.
Timor Leste sejak invasi tahun 1975 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konflik di
Timor Leste pasca kemerdekaan salah satunya adalah kondisi ekonomi yang memburuk.

Dengan adanya permintaan mengenai tuntutan pemberian hak otonomi luas kepada
provinsi Timor Timur, akhirnya Presiden Habibie pun menyetujui permintaan itu dan
memberikan hak otonomi luas tersebut. Pemberian hak ini dinilai oleh Presiden Habibie
sebagai bentuk penyelesaian konflik akhir yang adil, inklusif, dan dapat diterima oleh
masyarakat internasional. Otonomi luas ini memberikan kesempatan bagi rakyat Timor
Timur untuk dapat memilih Kepala daerahnya sendiri, menentukan kebijakan daerahnya,
dan dapat mengurus daerahnya sendiri. Pemberian hak otonomi luas ini disambut secara
positif oleh PBB, Pemerintah Portugal, dan para petinggi di Provinsi Timor Timur.
Presiden Habibie kemudian mengutus Menteri Luar Negeri pada saat itu yaitu, Ali Alatas
untuk dapat memberikan tawaran dari Indonesia tentang pemberian Hak Otonomi Khusus
ini kepada Sekretaris Jendral PBB pada tanggal 18 Juli 1998 di New York, Amerika
Serikat.

Timor Leste sejak invasi tahun 1975 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
konflik di Timor Leste pasca kemerdekaan salah satunya adalah kondisi ekonomi yang
memburuk.

Namun, pada tanggal 27 Januari 1999, Presiden B.J Habibie mengeluarkan sebuah
keputusan yang terlihat seperti melangkahi proses yang sedang berjalan, karena ketika
Menteri Luar Negeri sedang melakukan berdiplomasi dan memperjuangkan hak otonomi
khusus yang akan diberikan kepada Timor Timur, Presiden B.J Habibie malah
mengeluarkan keputusan tanpa membicarakannya dengan perwakilan Indonesia yang
sedang berada pada perundingan tersebut. opsi ke-2 yang diberikan oleh Presiden Habibie
tersebut ialah, pemberian status merdeka atau freedom kepada Timor Timur. Kemudian
pada tanggal 27 Januari 1999, Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengumumkan hasil rapat
kabinet paripurna yang menawarkan dua pilihan kepada rakyat Timor Timur yakni
pemberian otonomi seluas-luasnya dan tawaran untuk merdeka kepada Timor Timur setelah
diusulkan pemerintah kepada sidang MPR yang baru terpilih agar Timor Timur dapat
berpisah dengan Indonesia secara baik-baik, damai, terhormat, tertib dan konstitusional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab dan faktor Pendorong Timor-Timur ingin melepaskan diri dari
indonesia?
2. Apa yang melatarbelakangi Presiden B.J.Habibie melepaskan Provinsi Timor-
Timur?
C. KERANGKA TEORI

Dalam pembuatan Kebijakan luar negeri perlu adanya tindakan yang dibuat oleh para
pembuat keputusan dan dalam hal ini dilakukan oleh Presiden untuk menghadapi Negara
atau permasalahan internasional dengan mengutamakan kepentingan nasional negaranya.
Pada 30 Oktober 1999, Presiden B.J.Habibie membuat sebuah kebijakan luar negeri yaitu
dengan melapaskan Provinsi Timor-Timur dari Indonesia [ CITATION Sya19 \l 14345 ].
Sebelumnya menjabat menjadi presiden, B.J.Habibie adalah seorang wakil presiden dari
Soeharto dimana pada saat itu Soeharto sangat mempertahankan wilayah Provinsi Timor-
Timor sebagai wilayah kedaulatan Republik Indonesia walaupun dengan cara membatasi
hak diplomasi dimana dalam hal ini hak diplomasi yang dimaksud adalah pembatasan
terhadap suara rakyat, pembatasan adanya pers, dan adanya pengekangan khusus terhadap
rakyat Provinsi Timor-Timur.

Konsep yang kami gunakan untuk penyelesaian masalah tersebut adalah dengan
menggunakan konsep Idiosyncratic atau pendekatan individu yang dikemukakan oleh
James Rosenau. Dalam pendekatan individu ini sendiri ada beberapa indikator yaitu Ego,
Ambisi, Memori masa lalu. Dimana teori idiosyncratic suatu model analisis mempengaruhi
suatu individu dalam mengambil keputusan kebijakan luar negeri [ CITATION Ane17 \l
14345 ]. Hal tersebut dikenal dengan pemikiran orang elit sehingga di definisikan sebagai
hal yang sangat melekat kepada seorang leader atau pemimpin. Teori idiosyncratic
disebutkan sebagai level analisis yang mendasar namun sangat penting bagi system
internasional, Negara, maupun masyarakat dibentuk dari level individu yang menyusunnya
sehingga pada umumnya teori idiosyncratic adalah sebuah aspek yang dimiliki oleh
pembuat keputusan seperti nilai, bakat, dan pengalaman yang akan mempengaruhi
pengambilan keputusan maupun kebijkan yang akan diambil kedepannya. Indikator yang
digunakan untuk mengetahui latar belakang Presiden B.J. Habibie melepaskan Provinsi
Timor-Timor adalah Memori masa lalu. Dimana Idiosyncratic dalam pengambilan
kebijakan pembebasan Timor-Timur sebagai suatu Negara yang bebas adalah pengambilan
kebijakan yang baik sehingga dapat mempengaruhi proses pengambilan kebijakan
kedepannya, Idiosyncratic adalah suatu pembuatan keputusan atau pengambilan kebijakan
yang akan mempengaruhi hubungan antara dua Negara kedepannya.

Hubungan antara indonesia dengan Timor-Timur yang sebelumnya baik baik saja
tetapi semenjak Presiden Soeharto melakukan pengekangan terhadap Timor-Timur.
Presiden Soeharto berfikir bila dia melakukan pengekangan tersebut maka rakyat Timor-
Timur akan aman dari serangan Negara Australia yang ingin mengambil sumber daya alam
yang ada di Timur-Timor namun di salah artikan oleh mereka, sehingga rakyat Timor-
Timur menjadi lebih kuat untuk ingin melepas kan diri dari NKRI, dan mereka mendapat
dukungan dari Australia [ CITATION Isw18 \l 14345 ]). Pada masa itu PBB mengusulkan untuk
indonesia mengadakan jejak pendapat yang di adakan 30 agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET(united nations misson for east timor) dan juga di hadiri oleh
penduduk Timor-Timur. Didalam acara tersebut indonesia memberikan hak otonomi
khusus bagi rakyat Timor-Timur tetapi hasil rapat tersebut yang di umumkan di New York
dan Dili pada tanggal 4 September 1999 yang di ikuti 451.792 rakyat Timor Timur, sebesar
78,5% penduduk Timor Timur menolak otonomi khusus yang di tawarkan indonesia.

Setelah banyak pertimbangan yang di lakukan MPR RI dalam siding Umum MPR
pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan Timor Timur seperti
pada 1975. Sehingga dalam hal ini indonesia melepaskan Timor Timur dari indonesia
sehingga berubah nama menjadi Timor Leste. Sehingga kebijakan yang diambil ini
berakibat pada berhentinya perang antara militer indonesia dengan kelompok pro
kemerdekaan Timor-Timur yaitu Fretilin(Frente Revolucionaria de Timor-Leste
Independente) yang dimana keributan ini di mulai pada 7 desember 1975. Setelah indonesia
melepas kan Timor Timur dari bagian NKRI sebelum merdeka Timor Timur sempat di
kuasai oleh beberapa Negara.

D. PEMBAHASAN

Jika kita melihat dari sudut pandang siapa saja aktor di dalam konflik Timor-Timur,
sebenarnya ada tiga aktor di balik konflik ini, pemerintah indonesia dengan masyarakat
Timor Leste yang menginginkan kemerdekaan, serta peran Australia dari balik layar.
Pemerintah indonesia dan masyarakat di Provinsi Timor Leste dapat dikelompokkan
sebagai aktor utama yang terlibat didalam konflik, sedangkan Australia sebagai aktor
sekunder yang awalnya hanya sebagai aktor mediator, namun dalam perjalanannya, justru
terlibat dalam konflik secara tidak langsung dengan membantu pihak Timor Leste untuk
mendapatkan kemerdekaan[ CITATION Jer13 \l 14345 ].
Untuk memahami konflik perlu juga memahami aktor yang terlibat dalam konflik
tersebut. Aktor pertama adalah Timor Leste secara value, masyarakat Timor Leste memang
memiliki ikatan yang tidak kuat dengan Indonesia, apabila dibandingkan dengan daerah-
daerah lainnya di Indonesia seperti Aceh, Riau, dan Maluku. Timor Leste secara legal dan
historis bahkan sangat bisa diklaim sangat bukan indonesia. Wilayahnya menjadi provinsi
ke-27 Indonesia pasca pendudukan militer Indonesia tahun 1975. Alasan-alasan demikian
menjadi basis yang kuat bagi masyarakat Timor Leste untuk mengajukan kemerdekaan dari
Indonesia

Aktor yang kedua adalah Pemerintah Indonesia sendiri. Kepentingan pemerintah


Indonesia untuk mempertahankan Timor Leste sebagai bagian dari wilayahnya semakin
mempertegas keberadaan Timor Leste melalui kekuatan militer. Bisa dikatakan bahwa
pemerintah Indonesia adalah aktor utama yang terlibat secara langsung dalam konflik ini
dengan menggunakan kekuatan militernya. Yang menjadi alasan mengapa indonesia kukuh
mempertahankan provinsi Timor-Timur adalah karena merupakan bagian dari wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila Provinsi Timor-Timur keluar dari NKRI,
maka tentu saja kedaulatan indonesia sebagai Negara kesatuan akan dipertanyakan dunia
internasional dan tentu saja mencoreng nama baik indonesia

Aktor ketiga adalah Australia yang merupakan aktor sekunder. Australia tidak
seperti aktor utama yang terang-terangan didepan layar, namun lebih seperti aktor di balik
layar yang awalnya hanya memposisikan negaranya sebagai securizing actor yang
memposisikan dirinya ditengah-tengah, namun dengan menandakan hubungan yang sangat
baik dengan salah satu aktor utama yaitu Timor Leste. Australia sendiri mulai melibatkan
dalam konflik di Timor Leste sejak protes referendum pada tahun 1999 [ CITATION Wid15 \l
14345 ]. Hingga kini Australia memberikan pengaruh Timor Leste secara non material
berupa dukungan politik di PBB dan keterlibatan tentara Australia dalam pasukan penjaga
perdamaian PBB.

Ketiga aktor tersebut berkontribusi dalam peningkatan eskalasi konflik di Timor


Leste sejak invasi tahun 1975. Disamping ketiga aktor tersebut, masih terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi konflik di Timor Leste pasca kemerdekaan salah satunya adalah
kondisi ekonomi yang memburuk (kemiskinan) karena pasca invasi militer indonesia pada
tahun 1975, banyak kelompok yang mengungsi ke gunung dan hutan. Dan Smith
menyatakan bahwa dalam suatu Negara atau masyarakat yang miskin, para pemiminnya
biasanya akan bersaing satu sama lain demi mendapatkan keuntungan walaupun
keuntungan tersebut sangat kecil. Keuntungan kecil ini juga di perebutkan didalam internal
masyarakat yang miskin sehingga kompetisi untuk memperebutkannya semakit ketat dan
berujung dengan meningkatnya eskalasi konflik. Ketika para pemimpinnya gagal
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang stabil bagi para masyarakatnya, maka akan
mengarah pada Negara yang gagal, sehingga jika hal tersebut terjadi, maka siklus konflik
yang terjadi di dalam masyarakat akan terulang kembali, bahkan kecendrungan dalam skala
yang lebih besar.

Hal tersebut terjadi di Timor Leste pasca kemerdekaan , Timor Leste belum mampu
mandiri secara ekonomi karena masih bergantung dengan bantuan pihak asing termasuk
indonesia. Pembangunan berjalan labat di Negara baru yang miskin tersebut. karena itu
konflik yang terjadi Timur Leste dikategorikan sebagai suspended conflict karena konflik
yang muncul ke permukaan secara perlahan. Faktor selanjutnya yaitu degradasi sumber
daya dimulai dengan kerusuhan yang melanda kota Dili pada tahun 1998yang
menyebabkan kerusakan infrastruktur fisik,ekonomi dan sosial masyarakat Timor Leste.
Kerusakan di berbagai aspek tersebut menyebabkan peningkatan harga-harga kebutuhan
pokok,perdagangan dan investasi nihil, pendapatan perkapita merosot hingga $330 di akhir
tahun 1999, dan inflasi yang di tandai dengan indeks harga konsumen bagi orang miskin di
Dili meningkatn hingga 200%. Kerusakan tersebut juga menyebabkan kelangkaan sumber
daya pendukung seperti listrik,air,dan bahan makanan di Timor Leste. Dengan kelangkaan
berbagai sumber daya pendukung kehidupan tersebut maka, potensi konflik di Timor Leste
semakin tinggi maka pada akhirnya masyarakat Timur Leste saling berebut untuk
mendapatkan sumber daya pendukung tersebut dengan tidak lagi memperhatikan peraturan
yang ada di Negara tersebut. situasi seperti ini jika tidak di tangani oleh pemerintah Timor
Leste maka berpotensi menjadi Negara tanpa aturan(lawlesstate) dan pada akkhirnya bisa
menjadi Negara yan gagal (failedstate). Ada juga faktor selanutnya adalah system politik
yang represif selama 24 tahun Timor Leste di bawah kekuasaan militer pemerintah
Indonesia segala bentuk tindakan masyarakat Timor Leste yang dianggap membahayakan
rezim soeharto akan langsung di tindak tegas melalui hokum dan di cap sebagai tindakan
makar dan supfersip yang di larang berkembang di NKRI.Segala sesuatu itu di control
secara berlebihan oleh militer sehingga kebebasan menyampaikan pendapat menjadi sangat
langka dan suara mereka tidak memiliki nilai. Pasca kemerdekaan Timor Leste tidak bisa
lepas dari system pemerintahan yang bersifat represif. Keterlibatan Australia baru terlihat
ketika Timor Leste memasuki masa referendum pada tahun 1999, dibalik sikap Australia
yang sangat mendukung lepasnya Timor Timur dari Indonesia terdapat kepentingan dan
keinginan untuk menguasai sumber Minyak yang ada di perbatasan Timor Timur dengan
Australia akses terhadap energy tidak dapat di sangkal menjadi pendorong semangat
Australia. Kandungan minyak yang sangat berlimpah di perbatan Timor Timur dengan
Australia merupakan sebuah aset penting bagi perkembangan ekonomi masa depan
Australia. Selain itu Timor Timur akan di jadikan daerah pemasaran barang dan jasa
Australia di masa depan.

Aktor pemerintah yang berperan dalam pengambilan keputusan tertinggi pada saat
itu ialah Presiden Habibie. Presiden Habibie terlahir dengan nama Bacharuddin Jusuf
Habibie atau yang lebih sering disingkat sebagai B.J. Habibie dilahirkan di Parepare,
Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936, yang merupakan anak keempat dari delapan
bersaudara[ CITATION VIVBa \l 14345 ] . Ia dilahrikan dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie
seorang ahli pertanian asal Gorontalo yang berdarah Bugis dan R.A Tuti Marini
Puspowardojo yang berasal dari Jawa. Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan
minatnya pada bidang Fisika. Pada 1954, Ia sempat berkuliah di Institut Teknologi
Bandung dan mengambil jurusan teknik mesin. Pada 1955 dengan biaya dari Ibunya, ia
melanjutkan pendidikannya di Rhemisch Wesfalische Tehnische Hochscule dan mengambil
studi teknik penerbangan di Aachen, Jerman. Habibie meraih dua gelar sekaligus yaitu,
Diplom Ingenieur dan Doktor Ingenieur dengan meraih predikat Summa Cumlaude. Setelah
menyadari kecerdasan yang dimiliki oleh Habibie, kemudian President Soeharto mengutus
Ibnu Suwoto untuk menemui habibie di Jerman dan membujuk Habibie untuk kembali ke
Indonesia dan Habibie merelakan dan melepaskan jabatan dan karirnya di Jerman. Habibie
pun diangkat menjadi penasehat pemerintah langsung dibawah presiden hingga pada 1978.
Lalu selama 2 dekade, President Soeharto mengangkat Habibie menjadi Menteri Negara
Riset dan teknologi dari 1978 hingga 1998. Kemudian pada 14 Maret 1998, Presiden
Soeharto mengangkat Habibie menjadi Wakil Presiden RI pada Kabinet Pembangunan ke-
empat. Kemudian dikarenakan fenomena Krisis Moneter tahun 1998, mengakibatkan
adanya penggulingan Presiden Soeharto yang telah lama menjabat selama lebih- kurang 32
tahun, lalu sejak 21 Mei 1998, Wakil Presiden Habibie menggantikan posisi Presiden
Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Dikarenakan kehidupan dan
pendidikan Presiden B.J.Habibie yang lama di negeri Barat, mempengaruhi
kepemimpinannya. Cepat bereaksi, spontan, tidak mau memikirkan resiko, dan juga
mengambil keputusan secara cepat demi menurunkan tensinya. Pada masa
pemerintahannya juga, pers diberikan kebebasan sehingga B.J.Habibie bisa disebut
memiliki kepemimpinan yang demokratis dan tidak banyak yang didasari dengan
kepentingan politik. Kepemimpinan yang demokratis memiliki keuntungan seperti
memberikan suatu kebebasan bagi kelompok, serta keputusan dan tindakan yang akan
diambil lebih obyektif, bermoral. Namun kepeminpinan yang demokratis ini juga memiliki
kekurangan yaitu perlu adanya toleransi yang besar antar kedua belah pihak agar tidak
menimbulkan kesalapahaman [ CITATION Raf19 \l 14345 ].Contohnya pada saat presiden
B.J.Habibie memperbolehkan diadakannya Referendum provinsi Timor-Timur pada tahun
1999 setelah meminta persetujuan dari Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan. Pada saat itu,
presiden B.J.Habibie kepada rakyat Timor-Timur mengajukan dua pertanyaan ingin tetap
bergabung dengan indonesia dan menerima otonomi khusus atau memilih merdeka yang
menyebabkan Timor-Timur keluar dari Indonesia. Keputusan Presiden B.J.Habibie dalam
memperbolehkan adanya Referendum ini tidak dapat diterima semua pihak. Pihak oposisi
menentang adanya Referendum ini dan hingga membuat Timor-Timur lepas dari indonesia.
Pada laporan pertanggung jawabannya ke MPR, laporannya pun ditolak dan membuatnya
untuk tidak mencalonkan diri kembali.
Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Habibie juga telah memberikan
pelajaran yang sangat penting bahwa sebuah kebijakan luar negri juga dapet memberikan
dampak yang negative bagi kelangsungan pemerintah transisi. Kebijakan Habibie dalam
persoalan Timor-Timur menunjukan hal ini dengan sangat jelas. Habibie mengeluarkan
pada juni 1998 di mana B.J.Habibie ingin memberikan otonomi kepada provinsi Timor-
Timur. Masyarakat internasional lalu melihat proposal ini sebagai pendekatan baru . di
akhir tahun 1998, Habibie mengeluarkan kebijakan yang lebih radikal bahwasannya
Indonesia akan memberikan opsi kepada Timor-Timur untuk referendum demi mencapai
solusi yang final atau selesai atas masalah Timor-Timur. Keputusan itu di latar belakangi
akibat dari surat yang dikirim perdana Mentri Australia John Howard pada bulan Desember
1998 kepada Habibie yang pada akhirnya Habibie meninggalkan opsi otonomi luas dengan
membri jalan bagi referendum. Akan tetapi, pihak Autralia menegaskan bahwasannya surat
tersebut hanya berisi dorongan agar Indonesia mengakui dan memberikan Timor-Timur
hak untuk menentukan nasib sendiri atau bisa disebut dengan right of self-determination.
Namun, Australia menyarankan bahwa hal ini sendiri dijalankan sebagaimana yang
dilakukan Kaledomia baru dimana referendum baru dijalankan setelah dilakukannya
otonomi yang seluas-luasnya selama beberapa tahun lamanya. Karna itu, keputusan itu
akhirnya berpindah dari otonomi yang seluas-luasnya menjadi referendum yang merupakan
keputusan pemerintah B.J.Habibie sendiri.

Ada banyak aksi Represif yang terjadi sebelum dan setelah referendum yang
akhirnya menyudutkan pemerintahan presiden B.J.Habibie. Legitimasi domestiknya
semakin menurun karena banyak faktor yang Pertama, Presiden B.J.Habibie dianggap tidak
mempunyai hak konstitusional untuk memberikan opsi referendum kepada Provinsi Timor
Timur karena ia dianggap hanya sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan yang
Presiden B.J.Habibie buat dalam isu Timor Timur juga merusak hubungan saling
bergantung antara dirinya dan Jendral Wiranto, panglima TNI pada masa itu. Habibie
kehilangan legitimasi baik di mata masyarakat indonesia maupun masyarakat internasional.
Dimata internasional, ia juga dianggap gagal mengkontrol TNI, yang dalam pernyataan-
pernyataannya mendukung langkah presiden Habibie menawarkan referendum, namun
dilapangan mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada tindakan kekerasan di
Timor Timur setelah referendum . dimata publik domestik, Habibi juga menghadapi
menguatnya sentiment nasionalis, terutama ketika pasukan penjaga perdamaian yang
berasal dari Australia masuk ke Provinsi Timor Timur. Melalui jejak pendapat, rakyat
Timor Timur memilih merdeka (78.5%). Pengumuman hasil pemilihan umum ini juga
berujung pada kekerasan yang meluas. Australia yang pada saat itu diminta langsung oleh
PBB untuk memimpin kekuatan internasional di Timor Timur atau international force in
east timor atau atau disingkat dengan INTERFET. Dapat dilihat dalam Analisis
Ideosyncretic, kita dapat melihat Presiden Habibie sangat berambisi dalam perdamaian dan
tidak menginginkannya lagi adanya pertumpahan darah dan konflik, melainkan melalui
jalan yang baik, dami, tertib, dan sesuai dengan konstitusi yang berlaku.. Akhirnya pada
tanggal 20 oktober, MPR mencabut keputusan penyatuan Provinsi Timor Timur dengan
Indonesia. Pada bualn September tahun 1999, B.J.Habibie kehilangan peluangnya dalam
pemilihan presiden saat itu dan TNI kembali memiliki citra yang baik sebagai penjaga
kedaulatan walaupun TNI sendiri pada saat kepemimpinan Suharto menejadi sasaran kritik
yang pro akan demokrasi pada bulan Mei 1998.

KESIMPULAN

Timor-Timur resmi bergabung dengan Republik Indonesia pada tanggal 27 Juli 1976
dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Setelah runtuhnya kekuasaan Presiden Suharto,
ia kemudian digantikan oleh B.J.Habibie. Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie
yang dimulai pada tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999, ada banyak sekali
kebijakan luar negeri yang dibuat. Salah satu kebijakan luar negeri yang ia buat hingga
menyebabkan ketidaksukaan oposisi adalah dengan mengizinkan adanya Referendum yang
diminta oleh rakyat Timor-Timur pada tahun 1999 setelah meminta persetujuan dari
Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan. Sebelumnya, faktor-faktor yang mempengaruhi
konflik di Timor Leste pasca kemerdekaan salah satunya adalah kondisi ekonomi yang
memburuk (kemiskinan) karena pasca invasi militer indonesia pada tahun 1975 dari
dorongan untuk merdeka dari Australia. Legitimasi domestiknya semakin tergerus karena
beberapa hal salah satunya Presiden B.J.Habibie dianggap tidak mempunyai hak
konstitusional untuk memberikan opsi referendum di Timor Timur karena ia dianggap
sebagai presiden transisional

Jika dilihat dari analisis Idiosyncratic atau analisis individu, keputusan yang
Presiden B.J.Habibie buat ini tidak lepas dari latar belakang kehidupan dan pendidikannya.
Cepat bereaksi, spontan, tidak mau memikirkan resiko, dan juga mengambil keputusan
secara cepat demi menurunkan tensinya. Pers pada masa pemerintahannya, diberikan
kebebasan sehingga B.J.Habibie bisa disebut memiliki kepemimpinan yang demokratis dan
tidak banyak yang didasari dengan kepentingan politik. Kepemimpinan yang demokratis
memiliki keuntungan seperti memberikan suatu kebebasan bagi kelompok, serta keputusan
dan tindakan yang akan diambil lebih obyektif, bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
AIMANUHA, M. E. (2014). PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM
MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI
ERA B.J HABIBIE INDONESIA CONSIDERATION IN GIVING TO THE
REFERENDUM IN EAST TIMOR IN 1999 IN B.J HABIBIE ERA . Skripsi , 3-6.

Ansyari, S. (2019). BJ Habibie dan Sejarah Referendum Timor Timur. VIVAnews.

Chumaira, R. Z. (2019, June -). Biografi Kepemimpinan presiden Bachruddin Jusuf


Habibie pasca orde baru. Retrieved February 24, 2020, from researchgate.net:
https://www.researchgate.net/publication/333783190_BIOGRAFI_KEPEMIMPINAN_PR
ESIDEN_BACHARUDDIN_JUSUF_HABIBIE

Indrawan, J. (2013, Desember 12). Dinamika Konflik Timor Leste: Analisa Aktor
dan Penyebab Konflik . Retrieved february 24, 2020, from LIPI:
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-internasional/901-dinamika-konflik-
timor-leste-analisa-aktor-dan-penyebab-konflik

Raditya, I. N. (2018). Sejarah & Kronologi Timor Timur Lepas dari RI yang
diungkit Prabowo. Tirto.id.

Raveena, A. Z. (2017, september -). Apa yang dimaksud dengan Idiosyncratic


dalam hubungannya dengan hubungan internasional? Retrieved february 21, 2020, from
dictio.id: https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-idiosyncratic-dalam-
hubungannya-dengan-hubungan-internasional/9290

VIVA. (-, - -). Bacharuddin Jusuf Habibie. Retrieved February 26, 2020, from
VIVA: https://www.viva.co.id/siapa/read/11-bacharuddin-jusuf-habibie

Widyatama, G. A. (2015, - -). KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM


REFERENDUM TIMOR TIMUR. Retrieved february 2, 2020, from Academia:
https://www.academia.edu/16936241/Keterlibatan_Australia_Dalam_Referendum_Timor_
Timur

Anda mungkin juga menyukai