Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Keperawatan Departemen Keperawatan Anak Sebagai
Persyaratan Mencapai (S.Kep., Ners) Pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
Disusun Oleh:
Disusun oleh :
2. ETIOLOGI
Beberapa penyebab utama SE pada anak adalah infeksi (meningitis dan ensefalitis),
demam, trauma kepala, ketidakpatuhan terhadap obat antiepilepsi, tumor pada
susunan saraf pusat, trauma serebrovaskular, ensefalopati hipoksik-iskemia, gangguan
elektrolit, dan sindrom neurokutaneous. Sekitar 25% penyebab SE diklasifikasikan
sebagai idiopatik. Sebuah penelitian prospektif berbasis populasi di Amerika serikat
telah melakukan stratifikasi penyebab SE pada anak. Urutan penyebab terbanyak
sebagai berikut :
Tabel 1.Etiologi terbanyak status epileptikus pada anak.
Akut
Simptomatis akut (17%-52%)
Influenza
Exantema Subitum
Remote symptomatic/simptomatis berulang (16%-39%)
Cerebral Migrational Disorders (lissencephaly, schizencephaly)
Cerebral Dysgenesis
Penyebab status epilepticus sangat bervariasi berdasarkan usia anak (yaitu anak usia
<6 tahun vs >6 tahun). Beberapa penyebab tersebut antara lain:
Penyebab
Anak usia <6 tahun Anak usia >6 tahun
Kejang demam Cidera saat dilahirkan
Cidera saat dilahirkan Trauma
Infeksi (bacterial meningitis, viral Infeksi
meningitis atau ensepalitis) Epilepsy dengan tingkat
Gangguan metabolik pengobatan/obat yang tidak memadai
Trauma Penyakit degenerative serebral
Sindrom neurocutaneous Tumor
Penyakit degenerative serebral Keracunan
Tumor Idiopatik
Idiopatik
(Ramachandrannair, de-Menezes, & Simon, 2014).
3. FAKTOR RESIKO
Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan,
air panas
Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya
golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikimia, kelelehan fisik
Faktor mental: stress, gangguan emosi
4. PATOFISIOLOGI
Terlampir
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala berupa :
Suhu anak tinggi
Anak pucat / diam saja
Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
Umumnya kejang berlangsung singkat.
Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer, 2010)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesis
Riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat
kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat
kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat
persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit yang sedang diderita.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem motorik yaitu
parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal
dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka
dilakukan kultur darah dan
Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di
otak
EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat
mungkin jika pasien mengalami gangguan mental
Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan
anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan
segera. Mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol
penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus
Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status
epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering
digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA)
oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.
Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang
mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di
bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil
menghentikan kejang sebanyak 65 persen.
Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.
Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan
alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia
rekuren, atau hipokalsemia persisten.
Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat
meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi
dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama. Dalam mengatasi
status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat atau
Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi
dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton.
Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat
ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.
Selanjutnya dilakukan pemasangan infus dengan NaCl 0,9%. Bila direncakanan akan
digunakan 2 macam obat anti epilepsi, dapat dipakai 2 jalur infus. Darah sebanyak 50-
100 cc perlu diambil untuk pemeriksaan laboratorium (AGD, glukosa, fungsi ginjal
dan hati, kalsium, magnesium, pemeriksaan lengkap hematologi, waktu pembekuan
dan kadar AED).
Fenitoin IV 15-20 mg/kg dengan kecepatan <50 mg/menit (tekanan darah dan EKG
perlu dimonitor selama pemberian fenitoin). Jika masih kejang, dapat diberikan
fenitoin tambahan 5-10 mg/kgbb. Bila kejang berlanjut, berikan phenobarbital 20
mg/kgbb dengan kecepatan pemberian 50-75 mg/menit (monitor pernapasan saat
permberian phenobarbital). Pemberian phenobarbital dapat diulang 5-10
mg/kgbb. Pada pemberian phenobarbital, fasilitas intubasi harus tersedia karena
resikonya dalam menimbulkan depresi napas. Selanjutnya, dapat dipertimbangkan
apakah diperlukan pemberian vasopressor (dopamin).
8. PROGNOSIS
Prognosis SE tergantung pada berbagai faktor, termasuk klinis, durasi bangkitan, usia
pasien, dan yang terpenting adalah gangguan yang mendasari terjadinya bangkitan.
Kematian refraktori SE terbanyak pada lanjut usia.
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang mendasari status
epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat penggunaan antikonvulsan atau
akibat alkohol biasanya prognosisnya lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan
dengan cepat dan dilakukan pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis
sebagai etiologi maka prognosis tergantung dari meningitis tersebut.
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan,
ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu
,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
4) Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekwensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
5) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan
tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal
terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresi mucus
b. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang
atau kerusakan perlindungan diri.
c. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan
dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang
perubahan gaya hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan
dengan kurangnya informasi
Rencana Intervensi
No Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
.
1 Pola napas tidak Mempertahanka a. Anjurkan klien a. Menurunkan resiko
efektif n pola untuk mengosongkan aspirasi atau masuknya
berhubungan pernapasan mulut dari benda / zat benda asing ke faring
dengan efektif dengan tertentu / gigi palsu b. Meningkatkan aliran
kerusakan jalan napas paten atau alat lainnya jika (drainase) secret,
neuromuskuler, fase aura terjadi dan mencegah lidah jatuh
peningkatan untuk menghindari sehingga menyumbat
sekresi mucus rahang mengatup jika jalan napas
kejang terjadi tanpa c. Untuk memfasilitasi
ditandai gejala awal. usaha bernapas
b. Letakkan klien pada d. Mencegah
posisi miring, tergigitnya lidah dan
permukaan datar, memfasilitasi saat
miringkan kepala melakukan
selama serangan kejang penghisapan lender.
c. Tanggalkan pakaian Jalan napas buatan
pada daerah leher, mungkin diindikasikan
dada, dan abdomen setelah meredanya
d. Masukkan spatel aktivitas kejang jika
lidah / jalan napas pasien tersebut tidak
buatan atau gulungan sadar dan tidak dapat
benda lunak sesuai mempertahankan posisi
indikasi lidah yang aman
e. Lakukan e. Menurunkan resiko
penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia
indikasi f. Dapat menurunkan
f. Berikan tambahan hipoksia serebral
oksigen / ventilasi sebagai akobat dari
manual sesuai sirkulasi yang menurun
kebutuhan pada fase atau oksigen sekunder
posiktal terhadap spasme
g. Siapkan / bantu vaskuler selama
melakukan intubasi jika serangan kejang
ada indikasi g. Munculnya apneu
yang berkepanjangan
pada fase posiktal
membutuhkan
dukungan ventilator
mekanik
2 Resiko tinggi Mengurangi a. Kaji karakteristik a. Untuk mengetahui
injuri b.d resiko injuri kejang seberapa besar
perubahann pada pasien b. Jauhkan pasien dari tingkatan kejang yang
kesadaran , benda benda tajam / dialami pasien
kerusakan membahayakan bagi sehingga pemberian
kognitif,selama pasien intervensi berjalan
kejang atau c. Masukkan spatel lebih baik
kerusakan lidah / jalan napas b. Benda tajam dapat
perlindungan buatan atau gulungan melukai dan
diri. benda lunak sesuai mencederai fisik pasien
indikasi c. Dengan meletakkan
d. Kolaborasi dalam spatel lidah diantara
pemberian obat anti rahang atas dan rahang
kejang bawah, maka resiko
pasien menggigit
lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien
menjadi lebih lancer
d. Obat anti kejang
dapat mengurangi
derajat kejang yang
dialami pasien,
sehingga resiko untuk
cidera pun berkurang
3 Gangguan harga Mengidentifikasi a. Diskusikan perasaan a. Reaksi yang ada
diri/identitas perasaan dan pasien mengenai bervariasi diantara
pribadi metode untuk diagnostic, persepsi diri individu dan
berhubungan koping dengan terrhadap penanganan pengetahuan /
dengan stigma persepsi negative yang dilakukannya. pengalaman awal
berkenaan pada diri sendiri b. Anjurkan untuk dengan keadaan
dengan kondisi, mengungkapkan / penyakitnya akan
persepsi tentang mengekspresikan mempengaruhi
tidak terkontrol perasaannya penerimaan
ditandai dengan c. Identifikasi/antisipasi b. Adanya keluhan
pengungkapan kemungkinan reaksi merasa takut, marah
tentang orang pada keadaan dan sangat
perubahan gaya penyakitnya. Anjurkan memperhatikan tentang
hidup, takut klien untuk tidak implikasinya di masaa
penolakan; merahasiakan yang akan datang dapat
perasaan masalahnya mempengaruhi pasien
negative tentang d. Gali bersama pasien untuk menerima
tubuh mengenai keberhasilan keadaanya
yang telah diperoleh c. Memberikan
atau yang akan dicapai kesempatan untuk
selanjutnya dan berespon pada proses
kekuatan yang pemecahan masalah
dimilikinya dan memberikan
e. Tentukan sikap / tindakan control
kecakapan orang terhadap situasi yang
terdekat. Bantu dihadapi
menyadari perasaan d. Memfokuskan pada
tersebut adalah normal, aspek yang positif
sedangkan merasa dapat membantu untuk
bersalah dan menghilangkan
menyalahkan diri perasaan dari
sendiri tidak ada kegagalan atau
gunanya kesadaran terhadap diri
f. Tekankan pentingnya sendiri dan membentuk
orang terdekat untuk pasien mulai menerima
tetap dalam keadaan penangan terhadap
tenang selama kejang penyakitnya
e. Pandangan negative
dari orang terdekat
dapat berpengaruh
terhadap perasaan
kemampuan/ harga diri
klien dan mengurangi
dukungan yang
diterima dari orang
terdekat tersebut yang
mempunyai resiko
membatasi penanganan
yang optimal
f. Ansietas dari
pemberi asuhan adalah
menjalar dan bila
sampai pada pasien
dapat meningkatkan
persepsi negative
terhadap keadaan
lingkungan/diri sendiri
4 Kurang pengetahuan a. Kaji tingkat a. pendidikan
pengetahuan keluarga pendidikan keluarga merupakan salah satu
keluarga tentan meningkat, klien. faktor penentu tingkat
proses keluarga b. Kaji tingkat pengetahuan seseorang
perjalanan mengerti dengan pengetahuan keluarga b. untuk mengetahui
penyakit proses penyakit klien. seberapa jauh
berhubungan epilepsy, c. Jelaskan pada informasi yang telah
dengan keluarga klien keluarga klien tentang mereka
kurangnya tidak bertanya penyakit kejang demam ketahui,sehingga
informasi lagi tentang melalui penyuluhan. pengetahuan yang
penyakit, d. Beri kesempatan nantinya akan
perawatan dan pada keluarga untuk diberikan dapat sesuai
kondisi klien. menanyakan hal yang dengan kebutuhan
belum dimengerti. keluarga
e. Libatkan keluarga c. untuk meningkatkan
dalam setiap tindakan pengetahuan
pada klien. d. untuk mengetahui
seberapa jauh
informasi yang sudah
dipahami
e. agar keluarga dapat
memberikan
penanngan yang tepat
jika suatu-waktu klien
mengalami kejang
berikutnnya.
DAFTAR PUSTAKA