Tenun merupakan teknik dalam pembuatan kain yang dibuat dengan prinsip
yang sederhana, yaitu dengan menggabungkan benang secara memanjang dan
melintang. Dengan kata lain bersilangnya antara benang lusi dan pakan secara
bergantian.Kain tenun biasanya terbuat dari serat kayu, kapas, sutra, dan lainnya.
Sumatera termasuk salah satu daerah yang banyak menghasilkan kain tenun.
Sumatera yang terbagi dalam tujuh provinsi dimulai dari Aceh sampai Lampung
lebih dikenal dengan nama pulau emas atau swana dhipa karena kaya akan sumber
alamnya. Salah satu antaranya Samudera Pasai, di kerajaan Aceh terkenal sejak
abad 12-13 telah mengadakan hubungan perdagangan sampai ke Persia dan
negara-negara Timur Tengah lainnya juga dengan negara-negara Asia.
Seperti kita ketahui bahwa pakaian adata Aceh bagi wanitanya, memakai
celana panjang yang menunjukan kelincahan untuk bergerak. Dalam sejarah
dikenal sulthan-sulthan wanita yang sanggup turut dalam peperangan melawan
penjajahan.
Pada jenis-jenis tenun ikat dari Aceh ini khususnya diterapkan pada tenunan
jenis benang sutera dan bukan benang kapas biasa. Rupa-rupanya jenis benang
sutera lebih dikenal di daerah Aceh, Minangkabau, sampai palembang kecuali
daerah Tapanuli atau Batak.
Dalam tenun ikat pakan dari Palembang ada motif yang khas yaitu bentuk
lar atau sayap garuda yang tidak asing lagi motif ini dengan banyak variasinya
terdapat batik. Ada motif ceplok bunga kecil-kecil seperti ragam hias ceplok
bunga dalam tehnik songket. Kedua jenis motif ikat pakan dalam bentuk belah
ketupat dan macam-macam bentuk flora daun-daunan dan salur daun mengisi
bagian jalur-jalur ini seperti antara pada kain dari Pasemah, Palembang. Warna
yang dipergunakan untuk kombinasi ikat dan songket ini berlatar warna merah
anggur atau hijau daun serta ada bagian bagian yang diisi warna kuning selain
pada songketnya semua dari benang emas. Khususnya kombinasi ikat dan songket
ini dibuat pada kain selendang atau sarang, dipakai dalam upacara adat dan
perkawinan.
Pada upacara sunatan kain tenun Palembang dipakai sebagai sarung dan
pada saat itu juga bertepatan dengan upacara khatanan Al Quran. Di dalam
upacara itu si anak membaca ayat-ayat Al Quran sebagai tanda tamat belajar
Quran disamping ia telah memasuki masa akil balik dan dewasa.
Pada upacara perkawinan kain tenun dan songket selalu dipergunakan mulai
dara uparaca mutuskato atau pertunanngan. Pada upacara menjelang hari
perkawinan sampai pada upacara perkawinannya atau munggah.
Kain dengan desain ikat pakan juga tampak dipakai dalam upacara turun
mandi.
Suku bangsa Batang mempunyai empat sub suku yaitu Karo yang mendiami
suatu daerah induk yang meliputi dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu,
Serdang Hulu dan sebagian dari Dairi. Simalungun yang mendiami daerah induk
Simalungun. Pakpak, yang mendiami daerah induk dairi. Toba mendiami daerah
tepi danau Toba, pulau Samosir, Dataran tinggi Toba, daerah Asahan, Silundung,
daerah antara Barus dan Sibolga daerah induk Angkola dan Sipirok. Angkola
mendiami daerah induk Angkola dan Siporok, sebagian dari Sibolga dan Batang
Turo dan bagian Utara dari Padang Lawas. Mandailing yang mendiami daerah
induk Mandailing Ulu. Pakatan dan bagian selatan dari Padang Lawas. Menurut
cerita-cerita orang Batk, terutama dari orang Batk Toba semua sub-sub suku
bangsa Batak itu mempunyai nenek moyang yang sama yaitu Si Raja Batak.
Masyarakat Batak adalah salah satu bangsa Indonesia yang mengenal
prinsip keturunan patrinial dimana hubungan karabat melalui pria saja dan karena
itu mengakibatkan semua kerabat ibunya jatuh diluar batas itu. Sedangkan dalam
adat patrinial ini diperkuat dengan adanya prinsip kekerabatan yang disebut
dalihan na tolu. Dalihan na tolu ini dalam kenyataannya terdiri dari tida marga
yaitu hula-hula yaitu pihak marga pemberi anak perempuan, boru yaitu marga
pihak penerima perempuan dan pihak dongan sabutuha yaitu semua kerabat
semarga. Tiga kelompok marga inilah yang selalu berperan didalam setiap
upacara-upacara sekitar lingkaran hidup, seperti didalam upacara tujuh bulan,
upacara perkawinan, dan lain sebagainya. Di dalam upacara upacara adat maupun
keagamaan peranan hula-hula kedudukannya lebih tinggi dari pihak boru.
Selain ulos dipakai dalam upacara tersebut, juga ulos dipakai di dalam
pesta-pesta adat antara lain untuk menaridan ulos yang digantungkan di bahu atau
leher secara silih bergantian untuk penghormatan.Cara memakai ulos diletakkan
di bahu disebut dihadang atau sampe sampe. Diabithon yaitu ulos yangdipakai
sebagai sarung.
Lampiran
Sumber : Tenun Ikat Inonesia Ikats, Dra. Sumawati Katima M.Sc
DISUSUN OLEH:
Daftar Pustaka