Anda di halaman 1dari 6

Nama: Doni Septian

NPM: 175009048

Kelas C, Kelompok 4

Kebijakan Pertanian dalam Pengembangan SDM Pertanian

Dalam pembangunan pertanian, sedikitnya ada tiga poin penting yang


menjadi tujuan utama, diantaranya: (1) Mampu dengan mandiri menyediakan
kebutuhan pangan bagi 267 juta jiwa rakyat Indonesia; (2) Meningkatkan
kesejahteraan para petani; (3) Meningkatkan nilai ekspor sektor pertanian. Dalam
mewujudkan hal ini tentu sangat tergantung pada sumberdaya manusia sektor
pertanian itu sendiri. Namun mayoritas pendidikan SDM pertanian Indonesia masih
rendah, usia yang sudah lanjut serta menurunnya minat generasi muda untuk terjun
di bidang pertanian. Dalam menyikapi hal ini tentu harus ada tindakan dari pihak
pemerintah selaku pemangku kebijakan untuk bisa membuat kebijakan yang
mampu mendongkrak peningkatan pengembangan SDM pertanian.

Pada tahun 2019, sektor pertanian kembali menjadi sektor dengan penyerap
tenaga kerja paling banyak dibandingkan sektor lainna yaitu dengan jumlah tenaga
kerja pertanian (pelaku utama/petani) pada tahun 2019 berjumlah 36,50 juta orang
(27,33%) dari seluruh angkatan kerja nasional 133,56 juta orang (BPS 2019).
Namun jumlah tenaga kerja ini tidak sebanding dengan mutu kualitas dari SDM nya
sendiri dimana kondisi SDM sektor pertanian masihlah terbilang rendah juga
memiliki permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi. Berikut adalah
beberapa diantaranya yang menjadi urgensi saat ini:

1. Mutu Pendidikan SDM Pertanian Sangat Rendah


Jika dilihat dari data BPS tahun 2019 diperoleh bahwa pendidikan
tenaga kerja sektor pertanian masih sangat rendah dimana kalau kita lihat
dari tingkat pendidikan formal maka dari 36,50 juta tenaga kerja pertanian,
84% berpendidikan dasar, 14% berpendidikan menengah dan yang
berpendidikan tinggi hanya 2%.

1
Pendidikan, Tenaga Kerja Sektor Pertanian
2%

14%

Pendidikan Dasar: Tidak sekolah,


Tidak lulus SD, SD dan SLTP
Pendidikan Menengah: SMA dan
SMK
Pendidikan Tinggi: Diploma dan
Perguruan Tinggi

84%

Sumber: Sakernas Agustus 2019, BPS

Dapat kita lihat saat ini bahwa pekerja terampil cenderung


memperoleh penghasilan lebih banyak daripada mereka yang hanya
memiliki pendidikan dasar. Sebagai contoh, bagi mereka yang memiliki
pendidikan menengah pertama menikmati pendapatan lebih tinggi 20%,
mereka dengan tingkat pendidikan menengah atas memiliki pendapatan
lebih tinggi 40%, dan mereka yang memiliki pendidikan tinggi
memperoleh dua kali lipat dari mereka yang hanya memiliki pendidikan
dasar.

Menurut data BPS tahun 2017 tingkat pendidikan kepala rumah


tangga miskin di Indonesia 90% berpendidikan dasar. Sehingga dapat kita
asumsikan bahwa tingkat pendapatan SDM pertanian yang mayoritas hanya
berpendidikan dasar memiliki pendapatan yang rendah yang mana juga
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani yang rendah.

2
2. Jumlah Petani Semakin Menurun
Berdasarkan data BPS pada tahun 2015 – 2019 terus terjadi
penurunan jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian dimana bisa dilihat
pada data berikut:

32,88% 31,90%
29,68% 28,79%
27,33%

Jumlah Petani

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: BPS

Dapat dilihiat jumlah petani dari tahun ke tahun semakin menurun


dimana dari 2015 sebesar 32,88%, 2016 menjadi 31,90%, 2017 turun lagi
menjadi 29,68%, 2018 kembali menurun menjadi 28,79% dan pada 2019
turun kembali ke angka 27,33. Jadi dalam kurun waktu 5 tahun terjadi
penurunan sebesar 5,55% dan jika tidak ada tindakan yang segera maka
diperkirakan dalam 10 samapi 15 tahun kedepan Indonesia akan krisis
jumlah petani yang mana tentu akan mengganggu kedaulatan pangan kita
nantinya.

Laju urbanisasi yang tinggi menjadi salah satu aspek terjadinya


penurunan jumlah petani, orang desa yang bekerja di desa nya sebagai
petani ber bondong bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan lain
yang menurutnya lebih menguntungkan dibandingkan harus menjadi petani
di desanya. Kita lihat dari 2007 jumlah penduduk desa sebesar 52,46%
dibandingkan sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 2017 jumlah
penduduk desa menurun ke angka 45,37%.

Selain itu juga, SDM pada sektor pertanian juga ternyata


masih didominasi oleh generasi tua. Berdasarkan data dari Kementan, dari
jumlah tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2019, 91% diantaranya

3
adalah para generasi kolonial dan hanya 9% yang berasal dari generasi
milenial. Kurangnya minat para generasi muda untuk terjun ke sektor
pertanian tentu menjadi suatu permasalahan yang serius karena jika tidak
ada regenerasi sedangkan populasi penduduk terus meningkat, maka tentu
akan mengganggu terhadap ketahanan pangan Indonesia.

3. Kemampuan Petani Dalam Memanfaatkan Teknologi Maju


Pada masa sekarang teknologi merupakan suatu faktor kunci dalam
mendongkrak prodiktivitas suatu pekerjaan pun termasuk pada sektor
peranian. Banyak teknologi pertanian modern yang sudah dikembangkan
dan sudah teruji mampu meningkatkan produktivitas. Namun dibalik itu
ternyata salah satu masalah terhadap SDM pertanian adalah dimana
kurangnya kemampuan petani dalam memanfaatkan teknologi maju.
Banyak petani yang akhirnya menyerah karena dimana
produktivitas yang dihasilkan tetap rendah yang disebabkan oleh kurangnya
akses dan pemanfaatan teknologi dan informasi pertanian modern, sehingga
memaksa banyak petani untuk beralih ke pekerjaan yang lebih cepat
menghasilkan uang. Sudah kita ketahui bahwa 91% petani kita berasal dari
generasi kolonial atau 45 tahun keatas, tentunya hal ini juga berpengaruh
terhadap tingkat adopsi teknologi petani yang mayoritas sudah lanjut usia
sehingga tidak ada peningkatan produktivitas disana.

Setelah kita ketahui kondisi dan permasalahan SDM pertanian yang ada di
Indonesia, kita tentu harus bisa mengatasinya dengan melakukan pembinaan
sumber daya manusia pertanian agar SDM pertanian bisa berkembang. Dalam
rangka pengembangan SDM pertanian tentu harus ada campur tangan pemerintah
lewat dikeluarkannya kebijakan kebijakan. Berikut adalah kebijakan yang sudah
dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah guna memicu pengembangan SDM
pertanian, diantaranya yaitu:

1. KONSTRATANI
Komando strategi pembangunan pertanian (Konstratani) merupakan
pusat kegiatan tingkat kecamatan yang merupakan optimalisasi tugas dan
fungsi balai penyuluhan pertanian (BPP) dalam mewujudkan kedaulatan

4
pangan Nasional. Konstratani ini merupakan terobosan untuk bisa
menggerakkan semua level elemen mulai dari gubernur di provinsi sampai
ke tingkat kecamatan. Diharapkan dengan adanya ini pemerintah
mengetahui setiap detail baik dari areal lahan, tingkat produksi, harga
komoditas sampai ke SDM pertanian di setiap daerah diseluruh penjuru
Indonesia. Juga mampu meningkatkan kualitas data dan informasi pertanian
berbasis IT, peningkatan kualitas penyuluhan pertanian serta standarisasi
sarana dan prasarana yang ada.
Penyuluhan merupakan kunci utama pengembangan SDM pertanian
dalam meningkatkan mutu dan juga pengenalan teknologi pertanian guna
peningkatan produktivitas pertanian. maka dengan adanya Konstratani yang
menghimpun data dan informasi sehingga bisa membuat penyuluhan
adaptasi teknologi yang spesifik dengan lokasi Konstratani suatu wilayah
sehingga sesuai dengan apa yang dibutuhkan yang hasilnya pemberdayaan
SDM pertanian ini mampu meningkatkan produktivitas, meningkatkan
kualitas dan efisiensi.
Selain itu juga ada pemanfaatan cyber extension (cybex) di
Konstratani yang merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian
melalui media internet untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan
dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses
pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Diharapkan
mampu menjadi alat bantu penyuluh pertanian dalam pelaksanaan program
penyuluhan.

2. Penumbuhan Pengusaha Pertanian Milenial


Salah satu upaya dari ancaman krisis jumlah petani adalah bagaimana
sektor pertanian ini bisa diminati oleh kalangan muda sehingga anak anak
muda mau terjun dalam sektor pertanian. Berbagai program diluncurkan
guna mengasah pendidikan dan kemampuan anak muda pertanian
diantaranya yaitu:
1) Melakukan pengembangan institusi Poltektan agar bisa bertaraf
internasional,

5
2) Pelatihan vokasi dan sertifikasi dalam penumbuhan pengusaha
pertanian milenial oleh LSP dan TUK,
3) Dengan Konstratani mengidentifikasi potensi petani milenial
dengan pelatihan dan diharapkan 1 Konstratani = 10 Petani milenial,
4) Inkubator agribisnis sebagai tempat pengenalan, pengembangan dan
penumbuhan pengusaha pertanian milenial,
5) Program magang Jepang guna melahirkan pengusaha pertanian
milenial.

Diharapkan dengan adanya program diatas mampu menarik dan


mengembangkan kualitas SDM pertanian milenial sehingga timbul adanya
regenerasi dan juga bisa mendongkrak produktivitas pertanian Indonesia
yang berorientasi ekspor.

Setelah melihat permasalahan dan tantangan SDM sektor pertanian dan


kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut dapat dilihat bahwa
pemanfaatan teknologi informasi dan regenerasi petani menjadi fokus utama
kebijakan yang dirasa mampu mengembangkan SDM pertanian di Indonesia.
Namun saya kira jangan hanya itu saja, pemerintah juga juga harus mampu
meningkatkan kualitas dari penyuluh karena penyuluhan merupakan kunci
peningkatan kualitas SDM pertanian maka harus ada peningkatan kapasitas dan
kualitas ketenagaan penyuluhan pertanian.

Anda mungkin juga menyukai