Anda di halaman 1dari 2

TES ROMBERG

Koordinasi ialah penggunaan normal dari faktor-faktor motorik, sensorik, dan sinergis dalam
melakukan gerakan. Serebelum merupakan pusat koordinasi, namun gangguan koordinasi tidak
selalu menunjukkan gangguan dari serebelum. Gangguan koordinasi dapat pula disebabkan oleh
disfungsi dari sistem motorik (kelemahan otot), sistem ekstrapiramidal, sistem piramidal, gangguan
tonus, sistem sensoris, sistem vestibular, bahkan gangguan psikomotor seperti histeria dapat
menimbulkan gejala-gejala histeria.
Pemeriksaan koordinasi dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan ekuilibrium (termasuk di
dalamnya adalah tes romberg dan tandem walking) serta non ekuilibrium (finger to nose test, nose
to finger test, finger to finger test, disdiadokokinesia, rebound phenomenon, past-pointing test, heel
to knee test).
Tes romberg dilakukan dengan cara meminta pasien untuk berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan, di sisi dan mata terbuka. Setiap bergoyang signifikan atau kecenderungan untuk jatuh
dicatat. Pasien kemudian diminta untuk menutup matanya., biarkan pada posisi demikian selama 20-
30 detik. Selain melihat munculnya goyangan pada pasien, penting juga untuk memperhatikan berat
ringannya goyangan serta posisinya timbulnya goyangan (bergoyang dari pinggul atau pergelangan
kaki seluruh tubuh). Penting diingat, demi keamanan pasien dokter harus berada di sekitar pasien
(dapat menghadap pasien atau di sisinya) dengan tangan direntangkan di kedua sisi pasien untuk
mendukung (tanpa menyentuh pasien). Tes Romberg ini dianggap positif jika ada ketidakseimbangan
yang signifikan dengan mata tertutup atau ketidakseimbangan secara signifikan memburuk pada
saat menutup mata (jika ketidakseimbangan sudah ada mata terbuka).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tes Romberg adalah salah satu tes yang dilakukan
untuk mengevaluasi fungsi ekuilibrium. Kontrol postural sentral (equilibrium) tergantung pada
masukan dari tiga modalitas perifer, yaitu penglihatan, sistem vestibular, dan propriosepsi.
Gangguan di salah satu dari modalitas dapat dikompensasi oleh masukan dari dua sistem lainnya.
Gangguan propriosepsi dapat diatasi dengan umpan balik visual dan vestibular. Meminta pasien
untuk menutup matanya selama tes Romberg yang membantu mengungkap setiap gangguan
propriosepsi yang mungkin telah disembunyikan oleh fungsi penglihatan. Sehingga pada pasien
dengan ataksia sensorik, romberg akan positif bila pasien menutup mata. Pada pasien histeria, tes
romberg dapat nampak sepperti lesi serebelum, namun pusat gerakan lebih banyak pada pinggul
daripada pergelangan kaki

Daftar Pustaka:
1. Lanska DJ, Goetz CG. Romberg’s sign: Development, adoption and adaptation in the 19th
century. Neurology 2000;55:1201-6. 
2. Juwono, T. : Pemeriksaan Klinik Neurologi Dalam Praktek. EGC. 77-82.
3. DeJong RN. Sensation. In: Vinken PJ, Bruyn GW, eds. Handbook of Clinical Neurology, 1st edn.
New York: John-Wiley & Sons, Inc.; 1969. Vol. 1. pp. 93-5.      

Anda mungkin juga menyukai