Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA II

EKSTRAKSI PADAT CAIR

Disusun oleh :

KELOMPOK 3
Fanesa (1607112211)
M. Isnaini Al Rusdy (1607111867)
Supriyanti (1607112084)
Ulfa Dwi Artha (1607111903)

Dosen Pengampu :
Drs. Irdoni, HS. MS.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019

i
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II

Ekstraksi Padat Cair

Dosen pengampu praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II dengan


ini menyatakan bahwa:

Kelompok III:

Fanesa (1607112211)
M. Isnaini Al Rusdy (1607111867)
Supriyanti (1607112084)
Ulfa Dwi Artha (1607111903)

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh dosen


pengampu/asisten praktikum.
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Ekstraksi Padat Cair dari
praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia II yang disetujui oleh
dosen pengampu/asisten praktikum.

Catatan Tambahan:

Dosen Pengampu
Pekanbaru,

Drs. Irdoni, HS. MS

ii
ABSTRAK

Ekstraksi padat-cair yang biasa disebut leaching adalah suatu proses pemisahan
zat yang dapat larut dari suatu padatan yang tidak dapat larut menggunakan
pelarut cair. Tujuan percobaan ini adalah menentukan efisiensi untuk tahap
pemisahan beberapa konfirgurasi operasi seperti cocurent, counter current, cross
current dan membuat data kesetimbangan sistem 3 komponen untuk ekstraksi
padat-cair. Metode ekstraksi padat-cair yang digunakan pada percobaan ini adalah
metode dengan sistem bertahap 4 yang berlawanan arah. Pada percobaan ini rasio
mol yang digunakan adalah 0,05 : 0,05 dan variasinya adalah waktu pengadukan
dan pengendapan. Waktu pengadukkan dan pengendapan pada run 1 selama 4
menit dan 1 menit sedangkan, pada run 2 waktu selama 1 menit dan 4 menit. Hasil
densitas NaOH yang didapat pada run 1 dari tahap ke-5 sampai ke-8 secara
berturut-turut 1,046 gr/cm3; 1,041 gr/cm3; 1,045 gr/cm3; dan 1,042 gr/cm3,
sedangkan pada run 2 dari tahap ke-5 sampai ke-8 secara berturut-turut 1,040
gr/cm3; 1,041 gr/cm3,; 1,046 gr/cm3; dan 1,042 gr/cm3. Hasil konsentrasi NaOH
yang didapat pada run 1 dari tahap ke-5 sampai ke-8 secara berturut-turut 0,34 N;
0,37 N; 0,32 N; dan 0,31 N, sedangkan pada run 2 dari tahap ke-5 sampai ke-8
secara berturut-turut 0,33 N; 0,34 N; 0,34 N; dan 0,31 N. Hasil berat CaCO 3 yang
didapat pada run 1 dari tahap ke-5 sampai ke-8 secara berturut-turut 3,890 gr;
3,190 gr; 4020 gr; dan 3,880 gr sedangkan pada run 2 dari tahap ke-5 sampai ke-8
secara berturut-turut 3,620 gr; 3,470 gr; 3,560 gr; dan 3,20 gr. Dari hasil yang
didapat, dapat disimpulkan bahwa waktu pengadukan dan pengendapan tidak
berpengaruh besar terhadap densitas dan konsentrasi NaOH serta berat CaCO3.

Kata kunci: efisiensi, ekstraksi padat-cair, pelarut, konsentrasi

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................ii
ABSTRAK........................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................v
DAFTAR TABEL............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUASTAKA.................................................................... 2
2.1 Ekstraksi .....................................................................................2
2.2 Jenis-jenis Ekstraksi ...................................................................4
2.3 Neraca Massa ..............................................................................7
2.4 Kalsium Hidroksida....................................................................10
2.5 Natrium Karbonat ......................................................................11
2.6 Natrium Hidroksida ...................................................................13
2.7 Kalsium Karbonat ......................................................................14
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN....................................................... 15
3.1 Alat yang Digunakan..................................................................15
3.2 Bahan yang Digunakan...............................................................15
3.3 Prosedur Percobaan....................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 17
4.1 Hasil............................................................................................17
4.2 Pembahasan ...............................................................................17
BAB V PENUTUP..............................................................................................20
5.1 Kesimpulan.................................................................................20
5.2 Saran...........................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21
LAMPIRAN A : LAPORAN SINGKAT
LAMPIRAN B : PERHITUNGAN
LAMPIRAN C : DOKUMENTASI

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Leaching (Ramadhan, 2010)........................................ 6


Gambar 2.2 Skema dan Perhitungan Grafik untuk Sistem Ekstraksi Tahap
Tunggal (Tim Penyusun, 2018)........................................................8
Gambar 2.3 Perhitungan Secara Grafik untuk Sistem Bertahap Banyak dengan
Aliran Berlawanan (Tim Penyusun, 2018).....................................10
Gambar 2.4 Struktur Kristal Na2CO3 (Anggriawan, 2014) ...............................12
Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi NaOH..............................................................18
Gambar 4.2 Grafik Berat CaCO3....................................................................... 18
Gambar 4.3 Grafik Persentasi Efisiensi Reaktor ...............................................19

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisika dan Kimia pada Kalium Hidroksida [Ca(OH)2]...... 11
Tabel 2.2 Sifat-sifat Fisika dan Kimia pada Natrium Karbonat [NaCO3]...........13
Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisika dan Kimia pada Natrium Hidroksida [NaOH].........13
Tabel 2.4 Sifat-sifat Fisika dan Kimia pada Kalsium Karbonat [CaCO3]...........14
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan..........................................................................17

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi padat cair atau leaching yaitu peristiwa
pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawa dari suatu campuran padatan
dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair dimana pelarut akan melarutkan
sebagian bahan padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh.
Proses ini dimaksudkan untuk mengeluarkan zat terlarut dari suatu padatan atau
untuk memurnikan padatan dari cairan yang membuat padatan terkontaminasi
(Lucas, 1949).
Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan ditentukan oleh banyaknya
zat yang larut, penyebarannya dalam padatan, sifat padatan dan besarnya partikel.
Jika zat terlarut menyebar merata di dalam padatan, material yang dekat
permukaan akan pertama kali larut terlebih dahulu. Biasanya proses leaching
berlangsung dalam dua tahap yaitu yang pertama perubahan fase dari zat terlarut
yang diambil pada saat zat pelarut masuk. Kedua terjadi proses difusi pada cairan
dari dalam partikel padat menuju keluar (Lucas, 1949).
Praktikum ekstraksi padat cair ini bertujuan untuk memisahkan NaOH dari
hasil reaksi antara Na2CO3 dan Ca(OH)2, dari padatan inert CaCO3 dengan
menggunakan air sebagai pelarutnya, lalu menentukan kadar NaOH untuk tiap
kali titrasi dengan HCl menggunakan operasi pencucian (washing) sampai kadar
NaOH tersisa dalam slurry sekecil mungkin.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan efisiensi untuk tahap pemisahan beberapa konfigurasi operasi
seperti co-current, counter current, dan cross current dan
2. Membuat data kesetimbangan sistem tiga komponen untuk ekstraksi padat
cair.
1.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Menurut Retnosari (2013),
secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah
dasar yaitu :
a. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,
biasanya melalui proses difusi.
b. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk
fase ekstrak.
c. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel.
Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur
antara lain menggunakan alat corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya
dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain,
misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut
organik, dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor soklet. Metode soklet
merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan pelarut cair secara kontinyu.
Alatnya dinamakan soklet yang digunakan untuk ekstraksi kontinyu dari
sejumlah kecil bahan. Menurut Retnosari (2013), istilah-istilah berikut ini
umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi :
a. Bahan ekstraksi : Campuran bahan yang akan diekstraksi.
b. Ekstraktan (cairan penarik):Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi.
c. Pelarut (media ekstraksi) : Cairan yang digunakan untuk melangsungkan
ekstraksi.
d. Ekstrak : Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi.
e. Larutan ekstrak : Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak.
f. Raffinat (residu ekstraksi) : Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya.
g. Ekstraktor : Alat ekstraksi.

2
Menurut Retnosari (2013), faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
ekstraksi antara lain :
a. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut
yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Harus dipilih larutan yang
cukup baik dimana tidak akan merusak kontituen atau solute yang
diharapkan (residu). Disamping itu juga tidak boleh pelarut dengan
viskositas tinggi (kental) agar sirkulasi bebas dapat terjadi. Umumnya
pada awal ekstraksi pelarut dalam keadaan murni tetapi setelah beberapa
lama konsentrasi solute di dalamnya akan bertambah besar akibatnya
rate ekstraksi akan menurun pertama karena gradien konsentrasi akan
berkurang dan kedua kerena larutan bertambah pekat.
b. Suhu
Kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam pelarut.
Umumnya kelarutan suatu solute yang di ekstraksi akan bertambah
dengan bertambah tingginya suhu, demikian juga akan menambah besar
difusi, jadi secara keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi.
Namun demikian dipihak lain harus diperhatikan apakah dengan suhu
tinggi tidak merusak material yang diproses.
c. Rasio pelarut dan bahan baku
Jika rasio pelarut bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah
senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat.
d. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku
semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila
ukuran partikel semakin kecil.
e. Pengadukan
Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara
pelarut dengan zat terlarut. Dengan adanya pengadukan, maka diffusi
eddy akan bertambah, dan perpindahan material dari permukaan pertikel
ke dalam larutan (bulk) bertambah cepat, disamping itu dengan
pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.

3
f. Lama waktu
Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak,
karena kontak antara zat terlarut dengan pelarut lebih lama.

2.2 Jenis-Jenis Ektraksi


2.2.1 Ekstraksi Cair-Cair
Pada ekstraksi cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran
yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut,
banyak dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam tertentu
dalam larutan air. Prinsip metode ini didasarkan pada zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antar dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti eter,
kloroform, karbontetra klorida, dan karbon disulfida. Diantara berbagai jenis
pemisahan, ekstraksi pelarut merupakan metode yang paling baik dan popular,
karena metode ini dapat dilakukan baik tingkat mikro maupun makro.
Pemisahannya tidak memerlukan khusus atau canggih, melainkan hanya berupa
corong pemisah. Seringkali untuk melakukan pemisahan hanya dilakukan
beberapa menit (Yazid, 2005).
Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fase dengan konsentrasi
pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan)
zat terlarut dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan
terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari
kondisi setimbang. Fase residu, berisi cairan pembawa dan sisa zat terlarut. Fase
ekstrak, fase yang berisi zat terlarut dan pelarut. Menurut Retnosari (2013),
terdapat kriteria pelarut untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik antara
lain :
a. Kemampuan melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran
tinggi.
b. Kemampuan untuk diambil kembalitinggi.
c. Perbedaan berat jenis antara ekstrak dan rafinat lebih besar.
d. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah bercampur.
e. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
f. Tidak merusak alat secara korosi.
g. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

4
Prinsip dasar ekstraksi cair-cair mengikuti Hukum Distribusi Nernst atau
disebut juga Hukum Partisi yang menyatakan bahwa “Apabila suatu analit
dilarutkan ke dalam dua pelarut yang tidak saling campur, maka analit akan
terdistribusi dalam proporsi yang sama (merata) diantara dua pelarut yang tidak
saling campur”. Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan
cara bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan
banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama
melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi
kesetimbangan konsentrasi solute pada kedua pelarut.
Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan
yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk
dilakukan analisis selanjutnya. Kelemahan dari ekstraksi ini adalah tidak dapat
digunakan untuk zat termolabil serta dapat menimbulkan emulsi pada saat
pengocokan yang menyebabkan pemisahan yang tidak jelas antara fase organik
dan fase air, serta kurang praktis, dan ada kemungkinan besar hilangnya analit
selama proses ekstraksi. Sedangkan keuntungannya adalah dengan pelarut yang
sedikit akan dapat diperoleh substansi yang relatif banyak (Fanggidae, 2013).

2.2.2 Ekstraksi Padat-Cair


Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah proses pengambilan komponen
terlarut dalam suatu padatan dengan menggunakan pelarut. Interaksi diantara
komponen terlarut dari padatan ini sangat berpengaruh pada proses ekstraksi. Pada
proses ekstraksi ini, komponen terlarut yang terperangkap didalam padatan,
bergerak melalui pori-pori padatan. Zat terlarut berdifusi keluar permukaan
partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan, selanjutnya ke
larutan. Mekanisme leaching dapat dilihat pada Gambar 2.1.

5
Gambar 2.1 Mekanisme Leaching (Ramadhan, 2010)

Keterangan:
1. Pelarut
2. Padatan (mengandung komponen terlarut)
3. Komponen terlarut
4. Pelarut
5. Komponen terlarut dalam pelarut
Menurut Ramadhan (2010), proses leaching memiliki keunggulan dan
beberapa kelemahan. Dimana keunggulan adalah memiliki harga alat proses yang
lebih murah serta peralatannya mudah digunakan, sedangkan kelemahannya
antara lain :
a. Adanya sedikit pelarut yang tertinggal dalam produk. Untuk produk-
produk tertentu, terutama bahan makanan, adanya sedikit pelarut tersisa
tersebut perlu dihindari. Usaha-usaha penghilangan pelarut dalam produk
merupakan masalah pemisahan yang perlu dipelajari lebih lanjut.
b. Memerlukan suhu tinggi karena daya larut akan naik dengan naiknya
suhu. Suhu tinggi ini sering menimbulkan kerusakan bahan, sehingga
kualitas produk turun.
c. Selektivitas pelarut tidak sempurna sehingga ada komponen lain yang
ikut terambil dalam ekstrak. Misalnya pada ekstraksi minyak atsiri dari
bunga-bungaan, diperoleh produk yang disebut concrete, yang masih
perlu dimurnikan lagi.

6
Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam suatu
matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut
tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi
optimum ekstraksi antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu
yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki,
senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi,
serta tersedia metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut
pengekstraksi (Fajriati dkk, 2011).
Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solvent dari larutan ke
permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solvent ke dalam solid dan
pelarutan solute oleh solvent, kemudian difusi ikatan solute-solvent ke permukaan
solid, dan desorpsi campuran solute-solvent dari permukaan solid kedalam badan
pelarut. Pada umumnya perpindahan solvent ke permukaan terjadi sangat cepat di
mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga
kecepatan difusi campuran solute-solvent ke permukaan solid merupakan tahapan
yang mengontrol keseluruhan proses leaching (Fajriati dkk, 2011).
Kecepatan difusi ini tergantung  pada beberapa faktor yaitu: temperatur, luas
permukaan partikel, pelarut,  perbandingan solute dan solvent, kecepatan dan lama
pengadukan. Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa
dalam suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh
suatu  pelarut tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya
kondisi optimum ekstraksi antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut
dengan waktu yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang
dikehendaki, senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan
ekstraksi,   serta tersedia metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut
pengekstraksi (Fajriati dkk, 2011).

2.3 Neraca Massa


2.3.1 Sistem bertahap tunggal
Neraca massa untuk sistem bertahap tunggal adalah sebagai berikut:
a. Neraca massa inert

B = NF.F = E1.N1

7
b. Neraca massa zat terlarut (solute)
F.yF + R0.x0 = E1.y1 + R1.x1

c. Neraca massa pelarut


F.(1 – yF) + R0.(1 – x0) = E1.(1 – y1) + R1.(1 – x1)

d. Neraca massa larutan (A+C)


F + R0 = E1 + R1 = M1

Disini M1 menyatakan jumlah campuran secara keseluruhan (inert +

solute + solvent). Untuk meletakkan titik M1 ini di dalam koordinat segi empat,

terlebih dahulu harus dihitung:


B B
NM1= =
F+R0 M 1
yf . F + R 0. x 0
yM1=
F+R0

Skema perhitungan ekstraksi padat cair tahap tunggal dan perhitungan secara
grafik dapat dilihat pada Gambar 2.2.

8
Gambar 2.2 Skema dan Perhitungan Grafik untuk Sistem Ekstraksi Tahap
Tunggal (Tim Penyusun, 2018)

Keterangan:
A = jumlah pelarut murni
B = jumlah inert
C = jumlah zat terlarut
E = jumlah larutan yang berada bersama padatan
F = jumlah larutan yang berada bersama padatan umpan
M = jumlah total larutan dalam campuran
N = B/(A+C)
R = jumlah larutan dalam aliran atas
x = C/(A+C) dalam aliran atas
y = C/(A+C) dalam aliran bawah

2.3.2 Sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan

Penulisan neraca massa untuk sistem ini sama dengan pada sistem bertahap
tunggal. Neraca massa total untuk larutan:

9
F + Rn+1 = R1 + En = M

Sedangkan untuk solute, neraca massa totalnya adalah:

F.yF + Rn+1.xn+1 = R1.x1 +En.yn = M.ym

Dari persamaan-persamaan di atas dapat diturunkan hubungan yang menyatakan


koordinat-koordinat titik M:

B
NM1=
F + Rn+1
yf . F + Rn+1. xn+1
yM1=
F+ Rn+1

Dengan menyusun kembali persmaan-persamaan akan diperoleh persamaan


berikut:

F – R1 = En – Rn+1 = R

Persamaan ini berlaku pula untuk tahap-tahap yang lain:

F – R1 = E2 – R2 = E3 – R3 = R

R merupakan perbedaan jumlah aliran bawah dan atas pada setiap tahap.

Bila data kesetimbangan suatu sistem 3 komponen yang terlibat dalam operasi ini
diketahui, maka dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, jumlah tahap
yang diperlukan untuk memperoleh solute dalam jumlah tertentu dapat dihitung
secara grafik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3.

10
Gambar 2.3 Perhitungan Secara Grafik untuk Sistem Bertahap Banyak dengan
Aliran Berlawanan (Tim Penyusun, 2018)

2.4 Kalsium hidroksida


Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan zat padat yang berwarna putih dan
amorf. Kalsium hidroksida (quick lime) dihasilkan dari batu gamping yang
dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 600°C–900°C. Apabila kalsium
hidroksida disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quick lime) dengan mengeluarkan panas. Kalsium hidroksida
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Rumus molekul
senyawa ini adalah:

11
CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(l)

Tabel 2.1 Sifat – sifat Fisika dan Kimia pada Kalsium Hidroksida [Ca(OH)2]
Sifat Fisika dan Kimia
Bentuk Bubuk Putih
Konten 95% - 100.5%
Zat Tidak Terlarut < 0.5%
Batas Berat Logam < 20μg/g
Batas Logam Magnesium dan Alkali < 0.4%
(Sumber : Sidharta, 2000)

Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui


pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida
(NaOH). Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi
dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila
dilewatkan karbondioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium
hidroksida mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah
menarik gas asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan
kapur tohor juga merupakan pengikat asam–asam nabati. Fungsi penambahan air
kapur dalam biji jagung antara lain mempercepat pemasakan, meningkatkan
kemampuan pengikatan air serta menghambat terjadinya retrogradasi. Semua hal
tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk olahan dari tepung
jagung yang dihasilkan (Sidharta, 2000).

2.5 Natrium Karbonat


Natrium Karbonat (Na2CO3) atau soda ash berbentuk bubuk kristal
higroskopis dengan kemurnian >99,5% diperhitungkan pada bentuk anhidrat yang
berwarna putih. Ada dua bentuk natrium karbonat yang tersedia, soda ringan dan
soda padat. Ketidakmurnian natrium karbonat dapat mencakup natrium klorida,
natrium sulfat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, natrium bikarbonat dan
besi. Profil pengotor tergantung pada proses produksi dan komposisi bahan baku.
Natrium karbonat memiliki berat molekul 106 gr/mol, memiliki dimensi
unit sel a= 8,905 Å, b=5,237 Å, c= 6,045 Å, space group C 2/m:4 dengan volume
unit selnya 276,4. Dan memiliki struktur kristal Na 2CO3. Struktur kristal dari
Na2CO3 dibentuk oleh ion Na oktohedral, struktur dari Na 2CO3 ini dapat dilihat
pada Gambar 2.2.

12
Gambar 2.4 Struktur Kristal Na2CO3 (Anggriawan, 2014)

Sifat fisika dan kimia Na2CO3 (natrium karbonat) ini memiliki densitas
2,532 kg/m3 pada suhu 20°C dan kelarutan air 71 g/L air pada suhu 0°C, 215 g/L
air pada suhu 20°C dan 455 g/L air pada suhu 100°C. Penentuan koefisien partisi
oktanol air (log Pow) dan tekanan uap tidak berlaku. Rata-rata diameter ukuran
partikel natrium karbonat ringan adalah dalam kisaran 90 sampai 120 μm dan
padatnya sodium karbonat adalah di kisaran 250-400 μm. Natrium karbonat
adalah senyawa alkali yang kuat dengan pH 11.6 untuk larutan 0,1 M encer. pK b
(koefisien basa) dari CO32- adalah 3,75 yang berarti bahwa pada pH 10,25 baik
karbonat dan bikarbonat yang hadir dalam jumlah yang sama.
Sifat termal Na2CO3 (natrium karbonat) memiliki titik leleh 85°C. Natrium
karbonat merupakan senyawa anorganik terionisasi yang memiliki titik lebur di
atas 360°C dan titik didih tidak dapat diukur karena terjadi penguraian oleh sebab
itu titik didih tidak dapat ditentukan (Anggriawan, 2014).

Tabel 2.2 Sifat – sifat Fisika dan Kimia pada Natrium Karbonat [Na2CO3]
Sifat Fisika dan Kimia
Bentuk Padat
Warna Putih
Bau Tidak Berbau
Ph 11.6
Titik Lebur 854oC
Titik Didih / Rentang Didih 160oC (Penguraian)
Densitas 2.53 kg/m3 pada 20oC
(Sumber : Anggriawan, 2014)

13
2.6 Natrium Hidroksida
Natrium Hidroksida anhidrat berbentuk kristal berwarna putih. NaOH
bersifat sangat korosif terhadap kulit. Istilah yang paling sering digunakan dalam
industri yaitu soda kaustik. Soda kaustik apabila dilarutkan dalam air akan
menimbulkan reaksi eksotermis. Natrium hidroksida memiliki berat molekul
39,998 gr/mol, specific gravity 2,130 serta titik leleh 318⁰C dan titik didih
1390⁰C.

Tabel 2.3 Sifat – sifat Fisika dan Kimia pada Natrium Hidroksida [NaOH]
Sifat Fisika dan Kimia
Rumus Kimia NaOH
Massa Molar 39,9971 g/mol
Penampilan Zat Padat Putih
Densitas 2,1 g/cm³, Padat
Titik Lebur 318°C (591 K)
Titik Didih 1390°C (1663 K)
Kelarutan dalam Air 111 g/100 ml (20°C)
Kebasaan (pKb) -2,43
Titik Nyala Tidak Mudah Terbakar
(Sumber : Riama dkk, 2012)
Larutan NaOH sangat basa dan biasanya digunakan untuk reaksi dengan
asam lemah, dimana asam lemah seperti natrium karbonat tidak efektif. NaOH
tidak bisa terbakar meskipun reaksinya dengan metal amfoter seperti
aluminium, timah, seng menghasilkan gas nitrogen yang bisa menimbulkan
ledakan. NaOH biasanya digunakan untuk memproduksi garam natrium. NaOH
juga digunakan untuk mengendapkan logam–logam berat seperti hidroksinya dan
dalam mengontrol keasaman air (Riama dkk, 2012).

2.7 Kalsium Karbonat (CaCO3)


Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak
berasa, terurai pada 825⁰C, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO 2,
mudah terbakar dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin,
marmer, batu gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit
(CaCO3.MgCO3). Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per

14
juta), kristalnya berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat
penawar asam, dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas,
semen, kaca, plastik, dan sebagainya (Arsyad dan Natsir, 2001).

Tabel 2.4 Sifat – sifat Fisika dan Kimia pada Kalsium Karbonat [CaCO3]
Sifat Fisika dan Kimia
Molaritas 100.0869 g/mol
Bau Tidak Berbau
2.711 g/cm3(calcite)
Massa Jenis
2.83 g/cm3 (aragonite)
1339oC (calcite)
Titik Leleh
825oC (aragonite)
Titik Didih Mendekomposisi
Kelarutan di Air 0.0013 g/100 ml
Ksp 4.8 x 10-9
Indeks Bias 1.59
∆Hf -1207 kJ/mol
Wujud Serbuk Putih
(Sumber : Arsyad dan Natsir, 2001)

15
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang Digunakan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Gelas piala 250 ml
2. Pengaduk magnetik
3. Gelas ukur 100 ml
4. Buret 50 ml
5. Pipet tetes
6. Piknometer 10 ml
7. Neraca analitis
8. Klem dan statif
9. Erlenmeyer 250 ml

3.2 Bahan yang Digunakan


Bahan kimia yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Na2CO3
2. CaO
3. Air
4. HCl 1M
5. Indikator phenolphthalein (PP)

3.3 Prosedur Percobaan


1. Langkah 1 sampai dengan 4 merupakan langkah pendahuluan, sedangkan
langkah 5 sampai dengan 8 adalah langkah operasi sesungguhnya. Pada
langkah pertama, dimasukkan campuran larutan jenuh Na2CO3 dan bubur
Ca(OH)2 dengan perbandingan mol 0,05 : 0,05 ke dalam gelas piala 4.
Kemudian campuran ditambahkan 150 ml air.
2. Campuran diaduk selama 4 menit dan didiamkan selama 1 menit, larutan
dipisahkan dari padatan yang ada.
3. Pada langkah kedua, ditambahkan pelarut baru kedalam gelas piala 4
yang masih berisi padatan sisa pada langkah pertama.

16
4. Setelah diaduk dan didiamkan, larutan dipisahkan dari padatannya dan
ditambahkan ke dalam gelas piala 3 yang telah diisi maupun larutan
jenuh soda abu Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2.
5. Demikian seterusnya hingga run ke-2 dengan waktu pengadukkan dan
pengendapan selama 1 menit dan 4 menit.
6. Pada keluaran langkah ke-5 sampai dengan ke-8, NaOH dititrasi dengan
HCl 1M dan dicatat volume HCl yang terpakai. Titrasi dilakukan secara
duplo serta diukur densitas.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
Gelas Densitas Berat
Run C(N) Volume (mL)
Piala (gr/cm3) CaCO2
5 1,046 0,34 145 3,890
1 6 1,041 0,37 145 3,190
t=4:1 7 1,045 0,32 138 4,020
8 1,042 0,31 132 3,880
5 1,040 0,33 149 3,620
2 6 1,041 0,34 145 3,470
t =1 : 4 7 1,046 0,34 141 3,560
8 1,042 0,31 137 3,220

4.2 Pembahasan
4.2.1 Ekstraksi Padat Cair
Ekstraksi padat cair merupakan proses pemisahan zat terlarut dari suatu
campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair (Modul Labtek, 2016). Peristiwa pemisahan ini dapat terjadi karena adanya
perpindahan massa dari padatan yang tidak larut ke larutan yang disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi antara pelarut dengan zat terlarut. Dalam percobaan ini
dihasilkan reaksi sebagai berikut:

Na2CO3(aq) + Ca(OH)2(aq) → CaCO3(s) + 2NaOH (aq) .................................(4.1)

Metode ekstraksi padat cair yang digunakan yaitu metode ekstraksi bertahap

4 dengan aliran berlawanan arah. Metode berlawanan arah digunakan larutan lama

dan padatan lama. Pada percobaan ini, variasi yang digunakan adalah waktu

pengadukan dan pengendapan. Dimana, pada run 1 waktu pengadukan dan

pengendapan dilakukan selama 4 menit dan 1 menit, sedangkan pada run 2 waktu

pengadukan dan pengendapan dilakukan selama 1 menit dan 4 menit.

18
4.2.2 Konsentrasi NaOH
Konsentrasi NaOH yang didapat, dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

0.38 Run 1
Konsentrasi NaOH (M) 0.36 Run 2

0.34

0.32

0.3

0.28
5 6 7 Stage
8 5 6 7 8

Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi NaOH

Dari grafik, konsentrasi NaOH paling tinggi di run 1 pada stage ke-6,
sedangkan di run 2 pada stage ke-6 dan ke-7. Konsentrasi NaOH paling rendah di
run 1 pada stage ke-8, sedangkan di run 2 pada stage ke-8. Rata-rata konsentrasi
NaOH pada run 1 dan run 2 yaitu 0,335 M dan 0,330 M. Dari rata-rata yang
didapat, dapat dilihat bahwa waktu pengadukan dan pengendapan tidak
berpengaruh besar terhadap konsentrasi NaOH. Dimana waktu pengadukan yang
lebih lama akan menghasilkan konsentrasi NaOH yang lebih tinggi.

4.2.3 Endapan CaCO3

4
Endapan CaCO3 (gr)

3
Run 1
2 Run 2
1

0
5 6 7 8
Stage 5 6 7 8

Gambar 4.2 Grafik endapan CaCO3

Dari grafik, endapan CaCO3 paling tinggi di run 1 pada stage ke-5,
sedangkan di run 2 pada stage ke-7. Endapan CaCO3 paling rendah di run 1 pada
stage ke-8, sedangkan di run 2 pada stage ke-5. Rata-rata berat kering CaCO3

19
yang diperoleh pada run 1 lebih besar dibandingkan berat kering CaCO3 pada run
2, yaitu 3,745 gram dan 3,467 gram. Dari rata-rata yang didapat, dapat dilihat
bahwa waktu pengadukan dan pengendapan tidak berpengaruh besar terhadap erat
endapan CaCO3.

4.2.4 Efisiensi Reaktor


Nilai efisiensi reaktor yang didapat, dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

60

50
Efisiensi Reaktor (%)

40

30 Run 1
Run 2
20

10

0
5 6 7 8 5 6 7 8
Stage
Gambar 4.2 Grafik Persentasi Efisiensi Reaktor

Dapat dilihat dari grafik, efisiensi paling tinggi di run 1 pada stage ke-6,
sedangkan di run 2 efisiensi paling besar pada stage ke-7. Efisiensi paling rendah
di run 1 pada stage ke-8, sedangkan di run 2 efisiensi paling besar pada stage ke-8
Hal ini dikarenakan, nilai efisiensi dipengaruh oleh konsentrasi NaOH yang
didapat. Semakin besar nilai konsentrasi NaOH maka semakin tinggi nilai
efisiensinya. Rata-rata nilai efisiensi di run 1 dan 2 yaitu 50,275 % dan 49,5%.

20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Perbandingan densitas cairan NaOH 70 % SNI 2,044 gr/cm3 dan percobaan
dengan konsentrasi 0,34 N dengan %v sebanyak 9,09% desitas cairan 1,046
gr/cm3. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai densitas dengan konsentrasi
berbanding lurus maka semakin tinggi densitas NaOH cairan semakin tinggi
pula konsentrasi cairan dan sebaliknya.
2. Perolehan effisiensi pun mengalami penurunan pada tahap ke 6 dan kembali
meningkat pada tahap ke 7.
5.2 Saran
1. Pada saat proses dekantasi antar padatan dan filtrat harus dilakukan secara
hati-hati.
2. Praktikan harus sabar dan teliti dalam setiap melakukan praktikum agar
hasil yang diperoleh sempurna

21
DAFTAR PUSTAKA

Anggriawan, A. 2014. Pengaruh Konsentrasi Larutan Natrium Bikarbonat dan


Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Kacang Koro Pedang
(Canavalia Ensiformis) Goreng. Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung.
Arsyad dan Natsir., M. 2001.Kamus Kimia Arti dan Penjelasan
Istilah.Gramedia.Jakarta.
Fajriati, I., Rizkiyah, M., dan Muzakky. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair
Menggunakan Pelarut HF dan HNO3  pada Penentuan logam Cr dalam
Sampel Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar. 1(12): 22.
Fanggidae, V. P. A. 2013. Perbandingan Metode ekstraksi cair-cair dan
ultrasonik untuk Pemisahan Pirantel Pamoat dari Sediaan Suspensi Merk
“X”. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta.
Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
Skripsi. Universitas Syarif Hidayatulah Jakarta. Jakarta.
Lucas., Howard, J dan David, P. 1949. Principles and Practice In Organic
Chemistry. John Wiley and Sons, Inc.New York.
Ramadhan, A. E. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage
pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Secara Batch.
Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Retnosari., A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (Sio2) Hasil Ekstraksi
Dari Abu Terbang (Fly Ash) Batubara. Skripsi. Universitas Jember. Jawa
Barat.
Riama, G., Veranika, A. dan Prasetyowati. 2012. Pengaruh H2O2, Konsentrasi
NaoH dan WaktuTerhadap Derajat Putih Pulp dari Mahkota Nanas. Jurnal
Teknik 3(18): 26-27.
Sidharta, W. 2000. Penggunaan Kalsium Hidroksida Dibidang Konservasi Gigi.
Jurnal Kedokteran Gigi UI. 7: 435-443.
Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Laboratorium Tekni Kimia II.
Pekanbaru : Universitas Riau
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani
Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

22
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Andi. Yogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai