Anda di halaman 1dari 26

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Tuberculosis Paru Pada Anak


Tuberculosis Paru merupakan penyakit infeksi menular pada sistem
pernapasan yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa yang dapat
mengenai bagian paru. Tuberculosis, yang disingkat TBC atau TB adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Umumnya
TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan Pulmonary TB. (Maryunani
Anik 2010).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yaitu suatu tahan asam.Penyakit Tuberculosis Paru
dapat diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai
seluruh organ tubuh kita manapun, walaupun yang terbanyak adalah organ paru.
(Suriadi dan Rita Yuliani 2010).
B. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.Kuman
TB berbentuk batang dan memiliki sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam pada
penaaran, sehingga sering disebut juga sebagai Basil atau Bakteri Tahan Asam
(BTA).Bakteri ini cepat mati bila terkena sinar mathari langsung.Tetapi dalam
tempat lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam.Dlam tubuh, kuma ini dapat tidur lama (dorman) selama beberapa
tahun. (Anik Marunani 2010).
C. Gejala Klinis
Gejala TB anak adalah sebagai berikut:
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
b. Demam lama (≥ 2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik
atau umum lain.
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Diare persisten atau menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare. (KEMENKES 2013).
D. Klasifikasi
a. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena sulitnya
mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat paucibacillary
(kuman sedikit).Sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan
dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak.
TB dengan konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik
dengan pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.TB anak yang sudah
mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat ditemukan hasil BTA
positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan pada dewasa. Hal ini biasa
terjadi pada anak usia remaja awal. Anak dengan BTA positif ini memiliki
potensi untuk menularkan kuman M tuberculosis kepada orang lain di
sekitarnya.
b. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada
Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau meninggalkan
gejala sisa pada anak. Anak biasanya datang dengan keluhan awal demam
lama, sakit kepala, diikuti kejang berulang dan kesadaran menurun
khususnya jika terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB
dewasa BTA positif.Apabila ditemukan gejala-gejala tersebut, harus segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
c. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala
klinis berat dan merupakan 3 –7% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi).TB milier terjadi
oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa ke
seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat mata
pada foto torak. Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
1) Kuman M. tuberculosis(jumlah dan virulensi).
2) Status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
3) HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,
keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama.
4) faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang
padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta
sosioekonomi).
d. Tuberkulosis Tulang atau Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi.Insidens TB sendi berkisar
1 –7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah: tulang belakang
(spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut (gonitis). Gejala
dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, dan nyeri
pada pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa ditemukan
gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses
tetapi tidak .menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama
dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin.
Kelainan neurologis terjadi pada keadaan spondilitis yang berlanjut,
membutuhkan oprasi bedah sebagai tatalaksanya kelainan pada sendi
panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang dan kesulitan
berdiri.Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di daerah lutut, anak sulit
berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha dan
betis.Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi, CT scan
dan MRI.Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada derajat
kerusakan sendi atau tulangnya.Pada kelainan minimal umumnya dapat
kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat menimbulkan
sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.
e. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan
skrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling
sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher.Kebanyakan kasus
timbul 6 –9 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa kasus
dapat timbul bertahun-tahun kemudian.Lokasi pembesaran kelenjar limfe
yang sering adalah di servikal anterior, submandibula, supraklavikula,
kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau daerah aksila.Kelenjar limfe
biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium awal penyakit.Pembesaran
kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras, diskrete, dan tidak nyeri.Pada
perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada jaringan di bawah atau di
atasnya.Limfadenitis ini paling sering terjadi unilateral, tetapi infeksi
bilateral dapat terjadi karena pembuluh limfatik di daerah dada dan leher-
bawah saling bersilangan.
f. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga
pleura.Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus efusi
pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan dalam 2
bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak dijumpai (2)
empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang gagal
mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai
batuknonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral
(95%).Pasien juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang
hebat.Pemeriksaan foto toraks dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi
pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim
parunya.
g. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas dan
paling sering dijumpai pada anak.Skrofuloderma terjadi akibat penjalaran
perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB.Skrofuloderma
biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat yang mempunyai
kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis, submandibula,
supraklavikula, dan daerah lateral leher.Selain itu, skrofuloderma dapat
timbul di ekstremitas atau trunkus tubuh, yang disebabkan oleh TB tulang
dan sendi.Lesi awal skrofuloderma berupa nodul subkutan atau infiltrat
subkutan dalam yang keras (firm), berwarna merah kebiruan, dan tidak
menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian meluas atau
membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy). Selanjutnya
mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan
kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa, dasar yang
bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted), berwarna
kebiruan, disertai fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit lebih
keras. Kemudian terbentuk jaringan parut atau sikatriks berupa pita atau
benang fibrosa padat, yang membentuk jembatan di antara ulkus-ulkus
atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan, didapatkan berbagai
bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat, sinusyang mengeluarkan
cairan, serta massa yang fluktuatif.
Diagnosis definitif adalah biopsi aspirasi jarum halus atau BAJAH atau
fine needle aspiration biopsy=FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka (open
biopsy). Pada pemeriksaan tersebut dicari adanya M. Tuberculosisdengan
cara biakan dan pemeriksaan histopatologis jaringan. Hasil Padapat berupa
granuloma dengan nekrotik di bagian tengahnya, terdapat sel datia langhans,
sel epiteloid, limfosit, serta BTA.
Tatalaksana pasien dengan TB kulit adalah dengan OAT dan
tatalaksana lokal atau topikal dengan kompres atau higiene yang baik.
h. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di
peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar.M
tuberculosissampai keorgan tersebut secara hematogen ataupun penjalaran
langsung.Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai,
yaitu sekitar 1 –5% dari kasus TB anak.Umumnya terjadi pada dewasa
dengan perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1).
i. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan kornea,
sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis (KF).
Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit pada konjungtiva dan
kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi yang
disebut flikten pada daerah limbus, disertai hiperemis di sekitarnya.
Umumnya ditemukan pada anak usia 3 –15 tahun dengan faktor risiko
berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, fotofobia,
dan dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum TB.Untuk
menyingkirkan penyebab stafilokokus, perlu dilakukan usap konjungtiva.
j. Tuberkulosis Ginjal
Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya
bertahun-tahun.TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen.Fokus
perkijuan kecil berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan kuman TB
ke dalam tubulus. Massa yang besar akan terbentuk dekat dengan korteks
ginjal, yang mengeluarkan kuman melalui fistula ke dalam pelvis ginjal.
Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke ureter, prostat, atau epididimis.
Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal,
hanya ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis.Disuria, nyeri
pinggang atau nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat terjadi
sesuai dengan berkembangnya penyakit.
Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian OAT
juga dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang terjadi.Apabila
diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah pemberian OAT selama
4 –6 minggu.
k. Tuberkulosis Jantung
Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah perikarditis
TB, tetapi hanya 0,5–4% dari TB anak. Perikarditis TB biasanya terjadi
akibat invasi kuman secara langsung atau drainase limfatik dari kelenjar
limfe subkarinal.
Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris, lesu, dan BB turun.Nyeri
dada jarang timbul pada anak. Dapat ditemukan friction rub dan suara
jantung melemah dengan pulsus paradoksus. Terdapat cairan perikardium
yang khas, yaitu serofibrinosa atau hemoragik. Basil Tahan Asam jarang
ditemukan pada cairan perikardium, tetapi kulturdapat positif pada 30 –70%
kasus. Hasil kultur positif dari biopsi perikardium yang tinggi dan adanya
granuloma sering menyokong diagnosis TB jantung. Selain OAT diberikan
kortikosteroid,Perikardiotomi parsial atau komplit dapat diperlukan jika
terjadi penyempitan perikard (KESMAS 2013).
E. Patofisiologi
Indvidu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi.Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana
mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri.Basil juga dipindahkan
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulangm
korteks serebri), dan area pari lainnya (lobus atas).Sistem imuntubuh berespons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri;limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jarigan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, menyebabkan bronkopneumonia.Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan.Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi
oleh makrofag yang membentuk dinding protektof. Ganulomas diubah menjadi
massa jaringan fibrisa, bagian sentral dari masa fibrosaini disebut Tuberkel
Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nektrotik, membentuk masa
seperti keju.Masa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar
kolagenosa.Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem
imun.Penyakit aktif juga dapatterjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bekteri
dorman.Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke dalam kronki.Bakteri kemudian menjadi tersebar diudara,
mengakibatkasn penyebaran penyakit lebih jauh.Tuberkel yan memecah
menyembuh, membentuk jaringan parut.Paru yang terinfeksi menjadi
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,
pembengkakakn tuberkel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah hilum paru-paru kemudian melus kelobus yang berdekatan.
Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit
dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui.
Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempat tersebut dan
mempagosit, namun tidak membunuh basil.Hari-hari berikutnya leukosit diganti
oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumoni akut.Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20
hari). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon
berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan
ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel.
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang
terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone )
yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang
yang terinfeksi sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )Penularan
tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin
kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah
yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru.( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang
bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati
getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari
kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang
terdiri dari 1-3 basil.Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini
terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal
ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.Berkembangnya leukosit pada hari
hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah
bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila
terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya
serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui
pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram
rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses
ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat
terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan
perbatasan bronkus rongga.Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan
ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. (Syilvia.A
Price:1995;754).

F. Komplikasi
a. Kerusakan paru
b. Kerusakan tulang
c. Meningitis
d. Spondilitis
e. Pleuritis
f. Bronkopneumoni
g. Atelektasis
G. Pencengahan
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan –tindakan
pencegahan selayaknya untuk menghindarkan droplet infectiondari penderita ke
orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau
hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi
dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan untuk tidak
terlalu dekat dengan lawan bicaranya.Ventilasi yang baik dari ruangan juga
memperkecil bahaya penularan. (Ikn’s 2006)
H. Pemeriksaanpenunjang
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia.Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular
yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman
Mycobacterium tuberculosispada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung
atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman
TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB
dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada
bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi untuk
penegakan diagnosis TB.
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen.Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas
tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi (PA atau Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran
yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan
nekrosis perkijuan ditengahnya dan dapat pula di temukan gambaran sel datia
langhans atau kuman TB (KEMENKES 2013).
Perkembangan Terkini Diagnosis TB
Cara Mendapatkan sampel pada Anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikrokopis, terutama bagi anak yang mampu
mengeluarkan dahak.Kemungkinan mendapatkan hasil positif lebih tinggi
pada anak >5 tahun.
b. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada
anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak.Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama
apabila menggunakan lebih dari 1 sampel.Metode ini bisa dikerjakan secara
rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk
melaksanakan metode ini.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto
toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat
dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.
Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut:
A. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks
lateral)
B. Konsolidasi segmental atau lobar
C. Efusi pleura
D. Milier
E. Atelektasis
F. Kavitas
G. Kalsifikasi dengan infiltrate
H. Tuberkuloma
I. Pengobatan Tuberculosis Pada Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:
a. Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
b. Pemberian gizi yang adekuat.
c. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Paduan OAT Anak
Prinsip pengobatan TB anak:
a. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler
dan ekstraseluler.
b. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan.
c. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
1) Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif,
diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan
bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
2) Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
3) Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiaphari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
4) Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
5) Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid
ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
6) Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1) Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
2) Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

Tabel Menurut KEMENKES (2013) Obat antituberkulosis (OAT)


yang biasa dipakai dan dosisnya.
Dosis harian Dosis
Nama Obat (mg/KgBB/ maksimal Efek Samping
Hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitifitas
Rimfampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal,
reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
orange kemerahan.
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksositas hepar,
artaralgia, gangguan
gastrointestinal.
Etambutol (E) 20 (15-25) - Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik.
3) Paduan OAT Kak
4) kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
atau 3 jenis obat dalam satu tablet.Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
5) OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk di gunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK

1.    Pengkajian
a. Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas orangtua; asal
kota dan daerah, jumlah keluarga)
b. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama
hamil
2) Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom
3) Post Natal : kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi ,
asfiksia ikterus
d. Riwayat Masa Lampau
1) Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk
yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang
lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah
berobat tapi tidak teratur?)
2) Pernah dirawat dirumah sakit
3) Obat-obat yang digunakan/riwayat Pengobatan
4) Riwayat kontak dengan penderita TBC
5) Alergi
6) Daya tahan yang menurun.
7) Imunisasi/Vaksinasi : BCG
e. Riwayat Penyakit Sekarang (Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat
benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan
sub mandibula)
f. Riwayat Keluarga (adakah yang menderita TB atau Penyakit Infeksi lainnya,
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan dan sosial ekonomi
1) Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah),
pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota
keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
2) Kondisi rumah
3) Merasa dikucilkan
4) Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik
diri)
5) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu
6) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lamadan biaya yang banyak
7) Tidak bersemangat dan putus harapan.
h. Riwayat psikososial spiritual (Yang mengasuh, Hubungan dengan anggota
keluarga, Hubungan dengan teman sebayanya, Pembawaan secara umum,
Pelaksanaan spiritual)
i. Pengkajian TUMBANG menggunakan KMS,KKA, dan DDST
1) Pertumbuhan
a) Kaji BBL, BB saat kunjungan
b) BB normal
c) BB normal, mis : ( 6-12 tahun ) umur 
d) Kaji berat badan lahir dan berat badan saat kunjungan TB = 64 x 77R
= usia dalam tahun
e) LL dan luka saat lahir dan saat kunjungan
2) Perkembangan
a) lahir kurang 3 bulan = belajar mengangkat kepala, mengikuti objek
dengan mata, mengoceh.
b) usia 3-6 bulan mengangkat kepala 90 derajat, belajar meraih benda,
tertawa, dan mengais meringis
c) usia 6-9 bulan = duduk tanpa di Bantu, tengkuarap, berbalik sendiri,
merangkak, meraih benda, memindahkan benda dari tangan satu ke
tangan yang lain dan mengeluarkan kata-kata tanpa arti.
d) usia 9-12 bulan = dapat berdiri sendiri menurunkan sesuatu
mengeluarkan kat-kata, mengerti ajakan sederhana, dan larangan
berpartisipasi dalam permainan.
e) usia 12-18 bulan = mengeksplorasi rumah dan sekelilingnya
menyusun 2-3 kata dapat mengatakan 3-10 kata , rasa cemburu,
bersaing
f) usia 18-24 bulan = naik–turun tangga, menyusun 6 kata menunjuk kata
dan hidung, belajar makan sendiri, menggambar garis,
memperlihatkan minat pada anak lain dan bermain dengan mereka.
g) usia 2-3 tahun = belajar melompat, memanjat buat jembatan dengan 3
kotak, menyusun kalimat dan lain-lain.
h) usia 3-4 tahun = belajar sendiri berpakaian, menggambar berbicara
dengan baik, menyebut warna, dan menyayangi saudara.
i) usia 4-5 tahun = melompat, menari, menggambar orang, dan
menghitung.
2.     Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
pembentukan sputum yang berlebih ditandai dengan batuk tidak efektif,
tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan atau ronkhi
kering.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler ditandai dengan fekuensi nafas meningkat, penggunaan
otot bantu nafas, nafas dangkal, nilai gas darah arteri abnormal.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan
Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung, fase
ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea,
hiperventilasi)
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai
dengan suhu tubuh diatas normal
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi menurun ditandai
dengan berat badan menurun 10% dibawah rentang normal, bising usus
hiperaktif
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi dan tekanan darah
meningkat, sulit tidur.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
frekuensi jantung menigkat >20% dari kondisi istirahat
8. Gangguan pola tidur behubungan dengan sesak nafas, batuk, serta stimulus
lingkungan ditandai dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering terjaga,
pola tidur berubah, istirahat tidak cukup
9. Risiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


1. NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi nafas
keperawatan selama …..x…..jam pasien/status oksigen pasien
pasien mampu meningkatkan dan 2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
mempertahankan kefektifan
(head up/ semifowler)
bersihan jalan nafas 3. Ajarkan pasien nafas dalam
dan perlahan saat duduk
Kriteria hasil : setegak mungkin
1. tidak mengeluh sesak 4. Latihan batuk efektif
2. Pernafasan teratur (12-20x/mnt 5. Lakukan chest fisiotheraphy
3. Mampu mengeluarkan sesuai indikasi bila perlu
sputum/batuk efektif atau 6. Berikan pasien air hangat
sputum mudah dikeluarkan untuk diminum
dengan suctioning 7. Auskultasi suara nafas tiap 2-4
4. ETT bebas sumbatan jam dan kalau diperlukan
Suara paru bersih vesikuler 8. Lakukan pengisapan (suction)
tidak ada suara nafas abnormal secara berkala
9. Kaji suara nafas sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
pengisapan
10. Pertahankan suhu humidifier
tetap hangat (>370C)
11. Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk
pemberian tindakan delegatif
nebulizer sesuai indikasi
(Agen mukolitik,
Bronkodilator,
Kortikostreroid)
12. Tindakan trakeostomy pada
pemakaian ventilator dalam
waktu lama
2. NOC : NIC :
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital
keperawatan selama …..x…..jam tingkat kesadaran tiap ….jam
gangguan pertukaran gas teratasi 2. Observasi warna kulit, membrane
mukosa dan kuku
3. Auskultasi suara nafas dan catat
Kriteria hasil : adanya bunyi tambahan (ronchi,
1. AGD normal (pH darah arteri wheezing)
7.35-7.45; pCO2 35-45 mmHg) 4. Tinggikan bagian kepala tempat
2. Tidak ada sianosis tidur dan bantu perubahan posisi
3. Pasien tenang, tidak gelisah berkala
4. Kesadaran komposmentis 5. Bantu latihan nafas dalam
(kecuali pada pasien dengan 6. Cek AGD tiap 6 jam atau 30-60
gangguan SSP) menit setelah perubahan setting
5. Tidak tampak sesak ventilator
6. Frekuensi dan irama nafas 7. Monitor hasil AGD atau
teratur (12-20x/menit) oksimetri selama pemakaian
7. Nadi teratur (60-100 x/menit) ventilator/periode penyapihan
8. Warna kulit tidak pucat 8. Pertahankan jalan nafas bebas
9. Tidak ada keringat dingin sekresi
9. Monitor tanda dan gejala
hipoksia
10. Berikana tambahan oksigen
sesuai indikasi
11. Kaji ulang pemeriksaan AGD
thorak foto
12. Pemberian Nebulizer
13. Koreksi adanya
asidosis/alkalosis, hipoksemia
sesuai program

3. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Posisiskan pasien untuk
keperawatan selama ……x…… memaksimalkan ventilasi
jam dihrapkan pola nafas efektif 2. Ausjkultasi suara nafas dan cata
adanya penggunaan otot nafas
tambahan
Kriteria hasil : 3. Monitor tanda-tanda vital
1. Mendemonstrasikan batuk 4. Kaji skala nyeri
efektif dan suara nafas bersih, 5. Ajarkan dan evaluasi latihan
tidak ada sianosis, dan dyspnea batuk efektif
(mampu mengeluarkan 6. Lakukan pemeriksaan ventilator
sputum, mampu bernagas tiap 1-2 jam, evaluasi selama
dengan mudah) semua alarm dan tentukan
2. Menunjukkan jalan nafas yang penyebabnya.
paten (paien merasa tidak 7. Pertahankan alat resusitasi
tercekik, irama nafas, manual pada posisi yang mudah
frekuensi pernafasan dalam dijangkau
rentang normal, tidak ada 8. Monitor selang dari kemungkinan
suara nafas abnormal, dan terlepas, terlipat, bocor, atau
penggunaan otot bantu nafas tersumbat
tambahan) 9. Evaluasi tekana atau kebocoran
3. Tanda vital dalam rentang balon cuff tiap 3 jam
normal 10. Kolaborasi pembeian oksigen
sesuai indikasi
11. Kolaborasi mengenai perlunya
alat jalan nafas buatan
12. Kolaborasi tambahan analgeti
untuk mengurangi rangsangan
nyeri
4. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Pantau suhu klien (menggigil,
keperawatan selama …..x….jam diaphoresis)
diharapkan tidak terjadi perubahan 2. Pantau suhu lingkungan
3. Pantau intake/output cairan
suhu tubuh
4. Pantau takikardi, takipnea
5. Pertahankan cairan parenteral
Kriteria hasil : sesuai indikasi
1. Suhu tubuh normal (35,80C- 6. Mengurangi kegiatan fisik sesuai
37,50C) toleransi
2. Kulit lembab dan kering 7. Beri kompres sesuai indikasi
3. Bebas dari kedinginan 8. Pantau sisi IV adanyakemerahan,
4. Tanda vital dalam rentang bengkak
normal 9. Ganti IV line tiap 3 hari
5. Bebas takipnea 10. Kolaborasi pemberian antibiotic,
6. Hasil DL (Leukosit normal) antipiretik
11. Kpemantauan DL, elektrolit,
glukosa

5. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Beri makanan sesuai diet
keperawatan selama …..x….jam 2. Sajikan makanan menarik dan
diharapkan pasien dapat hangat
3. Pantau status nutrisi (BB, TB,
mempertajhankan nutrisi yang
LILA, Tinggi lutut) tiap…hari
adekuat 4. Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan
Kriteria hasil : nutrisi/residu (pada anak)
1. Tidak terjadi penurunan BB 5. Berikan informasi yang tepat
2. Menyebutkan kembali manfaat tentang kebutuhan nutrisi dan
nutrisi bagaimana memenuhinya
3. Mengattakan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
keinginan/toleransi untuk dalam menentukan kebutuhan
mengikuti diet nutrisi, diet dan pemberian
4. Nilai laboratorium (albumin, informasi kepada pasien
hemoglobin dalam batas 7. Kolaborasi dengan dokter untuk
normal) pemantauan nilai laboratorium
teransferin, albumin, dan
elektrolit

6. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Istirahatkan pasien pada posisi
keperawatan selama …..x….jam yang nyaman dalam batas yang
diharapkan pasien dapat dapat ditoleransi oleh pasien
2. Berikan informasi tentang nyeri
mempertahankan perilaku adaptasi
meliputi penyebab, lamanya nyeri
terhadap nyeri (nyeri terkontrol) yang berlangsung, faktor yang
dapat memperburuk atau
Kriteria hasil : merdakan nyeri
1. Melaporkan secara verbal 3. Bantu pasien untuk
nyeri berkurang atau hilang mengidentifikasi tindakan
2. Skala nyeri 0-3 memenuhi kebutuhan ras nyaman
3. Wajah tampak rileks/tenang yang telah berhasil dilakukan
4. Tidak gelisah, pucat oleh pasien
berkeringat aibat menahan 4. Observasi tanda-tanda vital
nyeri 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
5. Tidak berhati-hati dan (relaksasi nafas dalam, distraksi,
menghindari daerah yang yyeri kompres hangat/dingin, terapi
6. Tanda-tanda vital (nadi dan music, massage punggung)
pernafasan) dalam batas 6. Kaji kembali keluhan nyeri yang
normal dirasakan pasien meliputi lokasi,
karakteristik, frekuensi, durasi,
kualitas, dan intensitas nyeri
7. Kolaborasi pemberian analgetik
jika diperlukan
8. Ajrkan tentang metode
penggunaan analgetik untuk
mengurangi nyeri

7. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Tentukan penyabab keletihan
keperawatan selama …..x….jam (karena perawatan, pengobatan,
pasien menunjukkan toleransi nyeri)
2. Gunakan teknik relaksasi
terhadap aktivitas yang biasa
distraksi, selama aktivitas
dilakukan dengan daya tahan, 3. Pantau respon kardioterapiratori
penghematan energy dan terhadap aktivitas (takipnea,
perawatan diri takikardia, pucat, berkeringat)
4. Kaji respon emosi, sosial, dan
Kriteria hasil : spiritual terhadap aktivitas
1. Mengidentikasi faktor-faktor 5. Evaluasi motivasi dan keinginan
yang menurunkan intoleransi pasien untuk meningkatkan
aktivitas aktivitas
2. Menunjukkan penghematan 6. Ajarkan kepada pasien dan
enrgy (menyadari keterbatasan keluarga teknik perawatan diri
energy, menyeimbangan yang meminimalkan konsumsi
aktivitas dan istirahat) oksigen selama aktivitas
3. Melaporkan penurunan gejala- 7. Ajarkan pengataran waktu
gejala intoleransi aktivitas aktivtas dan istirahat
4. Memperlihatkan penurunan 8. Monitor tanda-tanda vital dan
tanda-tanda hipoksia pada status nutrisik
peningkatan aktivitas (nadi, 9. Kolaboras pengobatan nyeri
tekanan darah, respirasi dalam sesuai program dokter sebelum
batas normal) aktivitas

8. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Bantu pasien mengidentifikasi
keperawatan selama …..x….jam faktor yang menyebabkan kurang
diharapkan pasien dapat tidur
2. Penggunaan lampu tidur
meningkatkan kualitas tidur
disesuaikan dengan kebiasaan
pasien
Kriteria hasil : 3. Beri lingkungan tenang, damai,
1. Perasaan segar setelah tidur dan meminimalkan gangguan
2. Terjaga dengan waktu yang 4. Batasi pengunjung
sesuai 5. Beri waktu istirahat
3. Tidur siang sesuai usia 6. Jaga kebersihan lingkungan
4. Tidak ada masalah dengan ruang pasien
pola, kualitas, rutinitas tidur 7. Anjurkan pasien untuk
5. Jumlah jam tidur tidak membatasi tidur disiang hari
terganggu 8. Beri posisi tidur yang nyaman
9. Batasi masukan makanan yang
mengandung kafein
10. Kolaborasi pemberian obat tidur

9. NOC : NIC :
Setelah diberikan asuhan 1. Pantau tanda gejala infeksi dan
keperawatan selama …..x….jam tanda vital
tidak ada faktor resiko infeksi 2. Kaji faktor yang menigkatkan
seragan infeksi (misalnya usia
Kriteria hasil :
lanjut, tanggap imun rendah, dan
1. Terbebas dari gejala atau tanda malnutrisi)
infeksi 3. Batasi pengunjung dan ajarkan
2. Menunjukkan hygiene pribadi cara cuci tangan sewaktu masuk
yang adekuat dan meninggalkan ruangan
3. Mengindikasikan status pasien
gastrointestinal, pernafasan, 4. Lakukan teknik isolasi jika
dan imun dalam batas normal memungkinkan
4. Menggambarkan faktor yang 5. Instruksikan untuk menjaga
menunjang penularan infeksi hygiene pribadi
5. Melaporkan tanda gejala 6. Lakukan pembersihan mulut 2-3
infeksi jam dengan cairan antiseptic
7. Pertahankan teknik aseptic pada
saat melakukan pengisapan
(suction)
8. Evaluasi warna , jumlah
konsistensi, dan bau sputum
setiap kali pengisapan
9. Jaga kebersihan ambubag dan
lakukan desinfeksi sesudah
pemakaian
10. Berikan terapi antibiotic jika
diperlukan

4.IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas
kehidupan sehari-hari.Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.
5.EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembentukan
sputum yang berlebih ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, wheezing dan atau ronkhi kering.
1) Pasien tidak mengeluh sesak
2) Pernafasan pasien teratur (12-20x/mnt
3) Pasien mampu mengeluarkan sputum/batuk efektif atau sputum mudah
dikeluarkan dengan suctioning
4) Suara paru pasien bersih vesikuler tidak ada suara nafas abnormal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar
kapiler ditandai dengan fekuensi nafas meningkat, penggunaan otot bantu nafas,
nafas dangkal, nilai gas darah arteri abnormal.
1) AGD pasien dalam rentang normal (pH darah arteri 7.35-7.45; pCO2 35-45
mmHg)
2) Tidak ada sianosis
3) Pasien tenang, tidak gelisah
4) Kesadaran komposmentis (kecuali pada pasien dengan gangguan SSP)
5) Pasien tidak tampak sesak
6) Frekuensi dan irama nafas pasien teratur (12-20x/menit)
7) Nadi teratur (60-100 x/menit)
8) Warna kulit pasien tidak pucat
9) Tidak ada keringat dingin
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi ditandai dengan
Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan cuping hidung, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi)
1) Paien mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih, tidak ada
sianosis, dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernagas dengan
mudah)
2) Pasien mampu menunjukkan jalan nafas yang paten (paien merasa tidak
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal, dan penggunaan otot bantu nafas tambahan)
3) Tanda vital pasien dalam rentang normal
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal
1) Suhu tubuh pasien dalam rentang normal (35,80C-37,50C)
2) Kulit lembab dan kering
3) Pasien Bebas dari kedinginan
4) Tanda vital pasien dalam rentang normal
5) Pasien bebas dari takipnea
6) Hasil DL (Leukosit normal)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi menurun ditandai dengan berat
badan menurun 10% dibawah rentang normal, bising usus hiperaktif
1) Pasien tidak mengalami penurunan BB
2) Paien mampu menyebutkan kembali manfaat nutrisi
3) Pasien mampu untuk mengatakan keinginan/toleransi untuk mengikuti diet
4) Nilai laboratorium pasien (albumin, hemoglobin) dalam batas normal
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan pasien
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi dan tekanan darah meningkat, sulit tidur.
1) Pasien mampu melaporkan secara verbal nyeri berkurang atau hilang
2) Skala nyeri pasien 0-3
3) Wajah pasien tampak rileks/tenang
4) Pasien tidak gelisah, pucat berkeringat aibat menahan nyeri
5) Tidak berhati-hati dan menghindari daerah yang nyeri
6) Tanda-tanda vital (nadi dan pernafasan) dalam batas normal
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
frekuensi jantung menigkat >20% dari kondisi istirahat
1) Pasien mampu mengidentikasi faktor-faktor yang menurunkan intoleransi
aktivitas
2) Paien mampu menunjukkan penghematan enrgy (menyadari keterbatasan
energy, menyeimbangan aktivitas dan istirahat)
3) Pasien dapat melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas
4) Pasien mpenurunan tanda-tanda hipoksia pada peningkatan aktivitas (nadi,
tekanan darah, respirasi dalam batas normal)
8. Gangguan pola tidur behubungan dengan sesak nafas, batuk, serta stimulus
lingkungan ditandai dengan pasien mengeluh sulit tidur, sering terjaga, pola tidur
berubah, istirahat tidak cukup
1) Perasaan segar setelah tidur
2) Terjaga dengan waktu yang sesuai
3) Tidur siang sesuai usia
4) Tidak ada masalah dengan pola, kualitas, rutinitas tidur
5) Jumlah jam tidur tidak terganggu
9. Risiko infeksi berhubungan dengan organisme purulent
1) Pasien terbebas dari gejala atau tanda infeksi
2) Psien mampu menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat
3) Paasien mampu menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
4) Pasien mampu melaporkan tanda gejala infeksi
Daftar Pustaka

Betz, C. L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.


Didapat dari KEMENKES RI Tahun 2019.Senin 02-12-2019 21.45 WIB.

Didapat dari Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2019.Senin
02-12-2019 19.04 WIB.

Buleche, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.C. (Eds.). (2008). Nursing Interventions
Classification (NOC) (5th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier
FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
Herdman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification 2012 -2014.
Jakarta : EGC.

Ik’s. 2006. Tuberculosa Pada Anak. Diunduh Tanggal 30 Oktober 2014.

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Aanak Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (Eds). (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (4th ed.). St. Louis: Mosby/Elsevier

Anda mungkin juga menyukai