Tekpan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PAKAN
“Pengolahan Pakan Secara Biologis Fermentasi Substrat Padat”

Disusun Oleh :
Kelas : A
Kelompok : 5

Rifa Resti Hanifa 200110130247


Nadia Nurjannah 200110130248
Nur Sholihat 200110130251
Sauma Ramadhani 200110130253
Genta Prima 200110130257
Rahdian Abdi 200110130258
Uus Usman 200110130272
Ridwan Firdaus 200110130279

Tanggal 16 & 23 November 2015

LABORATORIUM NUTRISI TERNAK UNGGAS NON RUMINANSIA


DAN INDUSTRI MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2015
I
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
1.1 Alat
1. Timbangan digital
2. Baskom
3. Centong
4. Gelas ukur
5. Saringan
6. Plastik
7. pH meter
8. Alat kukus
9. Toples

1.2 Bahan
1. Tepung jagung
2. Tepung gaplek
3. Air
4. Inokulum (Rhizopus oligosporus dan Saccharomyces cereviseae)

1.3 Prosedur kerja.


1. Menimbang sebanyak 500 gr tepung jagung dan 500 gr tepung gaplek
2. Menambah 162,50 ml air ke dalam baskom lalu di aduk hingga adonan
tercampur merata
3. Menguji pH awal tepung gaplek dan tepung jagung
4. Menimbang inokulum Rhizopus oligosporus sebanyak 1,2471 gr dan
Saccharomyces cereviseae sebanyak 0,46555 gr.
5. Mencampur rata tepung gaplek dan tepung jagung
6. Mengukus adonan selama 30 menit
7. Dinginkan hingga suhu mencapai ± 30oC
8. Inokulum dibagi menjadi dua bagian lalu dimasukkan ke dalam masing-
masing plastik dan toples
9. Mengambil sebanyak masing-masing 100 gram substrat untuk pengujian
nilai pH
10. Menutup ujung plastik dengan cara dipanaskan pada Bunsen hingga
plastic meleleh dan rapat untuk sampel aerob
11. Mengamati bentuk fisik sampel, pH, dan berat substrat setiap hari selama
3 dan 7 hari
12. Mengamati kadar air substrat awal dan akhir proses fermentasi
13. Mencatat hasil pengamatan
II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil Pengamatan


2.1.1 Sampel Aerob
Bentuk fisik Berat
Tanggal Kadar air pH
sampel substrat
19/11/2015 Warna kuning 19,08% 6,7 400 g
kecoklatan, bau
tengik
23/11/2015 Warna hijau 19% 6,3 368,39 g
agak kehitaman,
bau tengik
1. Perhitungan kadar air hari ke-3
Diketahui:
Berat sampel awal (+cawan) : 3,04 gr
Berat sampel akhir : 2,46 gr

x 100% = 19,08%

2. Perhitungan kadar air hari ke-7


Berat sampel awal (+cawan) : 5 gr
Berat sampel akhir : 4,05 gr

x 100% = 19%
2.1.2 Sampel Anaerob
Bentuk fisik Berat
Tanggal Kadar air pH
sampel substrat
19/11/2015 Warna kuning, 21,59% 6,8 500 g
bau tengik
23/11/2015 Warna kuning 17,6% 6,7 480,42 g
bintik hitam,
bau tape
1. Perhitungan kadar air hari ke-3
Berat sampel awal (+cawan) : 3,01 gr
Berat sampel akhir : 2,33 gr

x100%

x 100% = 21,59%

2. Perhitungan kadar air ke-7


Berat awal : 5 gr
Berat akhir : 4,2 gr

x 100%

x 100% = 17,6%

2.2 Pembahasan
Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana dengan bantuan enzim mikroorganisme. Proses ini dapat
berlangsung dalam lingkungan aerob maupun anaerob tergantung
mikroorganisme.
Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter
xylinum pada pembuatan nata decoco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam
asetat. Contoh khamir dalam fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam
pembuatan alkohol sedang contoh kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan
tempe, Monascus purpureus pada pembuatan angkak dan sebagainya.Fermentasi
dapat dilakukan menggunakan kultur murni ataupun alami serta dengan kultur
tunggal ataupun kultur campuran. Pada praktikum kali ini menggunakan bantuan
kapang Rhizopus oligosporus dan khamir Saccharomyces cerevisiae.
Karakteristik Rhizopus oligosporus yaitu struktur tubuh Rhizopus
oligosporus mempunyai tiga tipe hifa, yaitu stolon (hifa yang membentuk jaringan
pada permukaan substrat), rizoid (hifa yang menembus substrat dan berfungsi
sebagai jangkar untuk menyerap makanan), dan sporangiofor (hifa yang tumbuh
tegak pada permukaan substrat dan memiliki sporangium globuler di ujungnya).
Cara Reproduksi Rhizopus oligosporus bereproduksi secara aseksual dan seksual.
Reproduksi secara aseksual adalah dengan spora nonmotil yang dihasilkan oleh
sporangium, sedangkan reproduksi seksualnya dengan konjugasi. Reproduksi
vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif
dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel atau konjugasi
dengan menghasilkan zigospora. Cirinya hifanya bercabang banyak tidak bersekat
saat masih muda dan bersekat setelah menjadi tua, miseliumnya mempunyai tiga
tipe hifa yaitu stolon (hifa yang membentuk jaringan di permukaan substrat
seperti roti), rhizoid (hifa yang mnembus substrat dan berfungsi untuk menyerap
makanan), sporangiofor (tangkai sporangium) dan berkembangbiak dengan cara
vegetatif yaitu membuat sporangium yang menghasilkan spora. Generatif yaitu
dengan konjugasi dua hifa (-) dan hifa (+) (Pratiwi et al, 2006).
Saccharomyces cereviceae memiliki daya konversi gula menjadi etanol
yang sangat tinggi. Mikroba tersebut menghasilkan enzim zimase dan invertase.
Enzim zimase berfungsi memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim
invertase mengubah glukosa menjadi etanol pada fermentasi anaerob.
2.2.1. Fermentasi Anaerob
Fermentasi anaerob merupakan fermentasi awal dari suatu bahan yang
difermentasikan yang mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh
tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor
elektron lainnya. Fermentasi ini menghasilkan 2 molekul ATP per molekul
glukosa.
Fermentasi anaerob adalah salah satu fermentasi yang pada prosesnya
tidak memerlukan oksigen. Mikroba yang ada dapat mencerna bahan energinya
tanpa oksigen. Adapun reaksi fermentasi anaerob dapat dilihat sebagai berikut :

S. cerevisiae
C6H12O6 2C2H5OH + 2 CO2 + Energi

Dalam proses fermentasi, glukosa dapat diubah secara anaerobik menjadi


alkohol oleh bermacam-macam mikroorganisme. Khamir sering digunakan dalam
proses fermentasi etanol, seperti Saccharomyces cerevisiae, S. uvarum,
Schizosaccharomyces sp dan Kluyveromyces sp. Secara umum khamir dapat
tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5-6,0 dan suhu 28-
35oC. Laju awal produksi etanol dengan menggunakan khamir akan meningkat
pada suhu yang lebih tinggi, namun produktifitas keseluruhan menurun karena
adanya pengaruh peningkatan etanol yang dihasilkan (Ratledge 1991). Khamir
yang sering dipergunakan dalam proses fermentasi etanol adalah Saccharomyces
cereviseae. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik, tumbuh baik pada suhu 30 oC
dan pH 4,0 – 4,5 (Oura 1983).
Dalam praktikum kali ini digunakan khamir jenis Saccharomyces
cerevisiae sebagai mikroorganisme yang akan merombak senyawa kompleks yang
ada dalam tepung gaplek. Sebelum ditambahkan dengan Saccharomyces
cerevisiae, sampel ditambah air sehingga kandungan airnya 40% kemudian
dikukus terlebih dulu selama 15 menit dan didinginkan. Penambahan air ini sesuai
dengan pendapat Gervais (2008) bahwa kadar air mempengaruhi pertumbuhan
bakteri dan dinamika yang terjadi selama proses ensilase karena air dibutuhkan
untuk sintesis protoplasma mikroorganisme dan melarutkan senyawa organik.
Saat penambahan khamir maka sampel harus dalam keadaan dingin
dikarenakan Saccharomyces cerevisiae dapat mati pada suhu di atas 35oC. Setelah
penambahan Saccharomyces cerevisiae, sampel disimpan di dalam toples untuk
waktu 1 minggu. Penyimpanan diatur sedemikian mungkin agar oksigen tidak
masuk ke dalam karena proses yang diinginkan terjadi ialah secara anaerob.
Proses anaerob dilakukan untuk mendukung pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae. Menurut Oura (1983), khamir ini bersifat fakultatif anaerobik, tumbuh
baik pada suhu 30oC dan pH 4,0 – 4,5.
Proses fermentasi selanjutnya terjadi melalui serangkaian reaksi
biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul
air (H2O) dan CO2. Pembentukan molekul air ini dapat dilihat pada saat
pengamatan hari ke 7 terbentuk titik-titik air hasil dari penguapan di dinding
toples dan menandakan bahwa selama proses fermentasi telah terjadi serangkaian
reaksi biokimiawi.
Perubahan bahan kering dapat terjadi karena pertumbuhan
mikroorganisme (bakteri asam laktat), proses dekomposisi substrat dan perubahan
kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau
produksi air metabolik (Gervais, 2008). Hal ini dapat diamati pada sampel
kelompok kami pada awal kadar airnya 3,8%, hari ke-3 21,36%, dan hari ke-7
21,98%. Semakin lama waktu fermentasi maka kadar airnya semakin banyak
seiring dengan meningkatnya biomassa dari Saccharomyces cerevisiae yang
berarti produksi air metabolik pun semakin meningkat.
Selain terjadi perubahan pada kadar air, pada hari ke-3 terjadi perubahan
juga pada warna, aroma, dan pH. Warna gaplek berubah menjadi coklat dengan
bintik-bintik putih, aromanya seperti tape, dan pH nya 6,8. Perubahan yang terjadi
pada warna dan aroma substrat ini dijelaskan oleh Paderson (1971) bahwa selama
fermentasi terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat (media
fermentasi) selain itu juga terjadi perubahan terhadap pH, kelembaban, aroma dan
beberapa gizi lainnya. Adanya bintik putih pada substrat menandakan bahwa
khamir/kapang tumbuh dengan baik.
Pada hari ke-7, warna dan aroma substrat sama seperti hari ke-3 yaitu
warnanya coklat dengan bintik putih dan beraroma tape. Namun, terjadi
perbedaan pada pH. pH hari ke-3 naik dibandingkan pH awal yaitu dari 6,6
menjadi 6,8. Setelah itu pH substrat turun menjadi 6,7 di hari ke-7. Berdasarkan
pendapat dari Oura (1983), khamir Saccharomyces cerevisiae tumbuh pada pH
4,0-4,5. Seharusnya pH semakin turun, sesuai dengan pendapat Vijayagopal dkk.
(1988), adanya perubahan keasaman dan kadar gula reduksi di dalam suspensi pati
merupakan refleksi pertumbuhan S.cerevisiae karena diduga terjadi hidrolisis
glukosida pati oleh amilase khamir menjadi monosakarida-monosakarida yang
selanjutnya digunakan sebagai sumber karbon utama untuk pertumbuhan sel.
Namun pada hari ke-3 pH ternyata naik. Hal tersebut bisa saja terjadi dikarenakan
terdapat kesalahan pada saat pengukuran pH. Baik itu kesalahan pada pH meter
maupun pada praktikan.

2.2.2. Fermentasi Aerob


Perubahan fisik sampel dilihat dari karakteristik substrat yang dapat dilihat
melalui visualisasi meliputi bentuk, warna, bau, dan aroma dari substrat.
Perubahan ini akan berjalan seiring dengan terjadinya fermentasi oleh kapang. Di
awal proses fermentasi bentuk substrat tidak memadat, warna kuning kecoklatan,
bau tengik. Namun seiring berjalannya proses fermentasi bentuk fisik substrat
mengalami perubahan menjadi agak memadat hal ini disebabkan oleh
terbentuknya benang-benang hifa/myselium yang berwarna putih dan nyata
terlihat mulai dari hari ketiga. Di hari terakhir / hari ke 7 terlihat ada beberapa hifa
yang tumbuh berwarna hitam. Warna substrat pun berubah menjadi hijau agak
kehitaman saat akhir fermentasi, serta yang paling menonjol adalah bau dan
aroma yang sangat masam dan menyengat.
Pada pengukuran pH seharusnya dilakukan setiap hari agar terindikasikan
terjadinya perubahan biokimiawi pada substrat. pH awal proses fermentasi
nilainya 6,7. pH awal masih berada pada kondisi netral karena belum ada proses
fermentasi yang dilakukan kapang. Berbeda halnya setelah seminggu setelahnya
dapat diperkirakan bahwa pH substrat sudah turun menjadi agak masam menjadi
6,3, hal ini ditandai dengan baunya yang masam dan semakin hari baunya
semakin masam.
Selama proses fermentasi terjadi penyusutan berat dari awal sampai berat
akhir. Penyusutan berat ini yang pertama dikarenakan pada awal dan akhir
diambil sampel.
Kapang memiliki kelebihan baik dalam penggunaan substrat, pertumbuhan
Kapang cepat. Selain itu, Kapang mampu menghasilkan enzim-enzim
ekstraseluler seperti selulase, amylase, pektinase, amiloglukosidae,
glukosaoksidase dan katalase. Kelebihan ini membuat kapang ini sering
dipergunakan dalam memproduksi asam sitrat, asam glukonat dan beberapa enzim
lainnya. Menurut Enari (1983) kapang telah diketahui dapat menghasilkan enzim
pendegradasi serat. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang
menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan
kandungan protein meningkat. Aktivitas enzim yang tinggi diperoleh pada saat
pasca eksponensial (stasioner) yaitu setelah hari ke-4 fermentasi. Kapang
memiliki sifat baik terhadap peningkatan mutu onggok. Tahnh dan Wu (1976)
menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan
kandungan nutrien dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi,
mineral dan vitamin. Enari (1983) menambahkan unsur utama seperti karbon,
nitrogen, dan sulfur dalam pertumbuhannya serta Fe, Zn, Mn, Co, Li, Na, K dan
Rb. Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh pH, suhu dan kebutuhan oksigen
yang diatur cermat.
III

KESIMPULAN, SARAN DAN KRITIK

3.1 Kesimpulan
1. Bentuk fisik sampel aerob dilihat dari karakteristik substrat yang dapat
dilihat melalui visualisasi meliputi bentuk, warna, bau, dan aroma dari
substrat. Warna substrat pun berubah menjadi hijau agak kehitaman saat
akhir fermentasi, serta yang paling menonjol adalah bau dan aroma yang
sangat masam dan menyengat, pH substrat sudah turun menjadi agak
masam menjadi 6,3 dan selama proses fermentasi terjadi penyusutan berat
dari awal sampai berat akhir.
2. Bentuk fisik sampel anaerob warnanya berubah menjadi warna hijau
kehitaman, serta yang paling menonjol adalah bau dan aroma pada sampel
anaerob ini berbau tape. PH awal proses fermentasi nilainya 6,8. pH awal
masih berada pada kondisi netral karena belum ada proses fermentasi yang
dilakukan kapang dan selama proses fermentasi terjadi penyusutan berat
dari awal sampai berat akhir

3.2 Saran Dan Kritik

Praktikum pembuatan fermentasi substrat padat dirasa akan lebih efektif


jika mahasiswa diberikan modul penunjang yang dipegang oleh masing-masing
mahasiswa untuk mempermudah pemahaman mengenai praktikum yang
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, A.A. dan Hardjo, 1979. Minuman bergizi dan bercampur tepung susu

kedelai dari jagung. Balai penelitian Kimia, Bogor.

Enari, T. M. 1983. Microbial Enzimatic and Biotechnology. W. M. Fogarty (ed).

Applied Science Published London.


Oura, E. 1983. Reaction Product of Yeast Fermentation. Di dalam H. Dellweg
(ed.). Biotechnology Volume III. Academic Press, New York.
Pederson, C. 1971. Microbiology and Food Fermentation. The AVI Publishing.

Co. Inc., Westport, Connecticut.


Ratledge, C. 1991. Yeast Physiology-Micro-Synopsis. J Bioprocess Engineering
6:195-203.
Thanh N.C., and J.S. Wu, 1976. Treatment of Tapioca Starch Weste Walter by

Torulla Yeast. J.Applied Sci. Resesarch of Thailand.

Anda mungkin juga menyukai