Anda di halaman 1dari 25

PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

PENANGGULANGAN DAYA RUSAK AIR LAUT


DESAIN BANGUNAN
PENGENDALI EROSI PANTAI
(Sumber utama: ,Design of Revetments, Seawalls and Bulkheads, USACE, 1995)

Buku Catatan : JOKO CAHYONO


e-book and free download

Muka Cekung

Tiang Panjang

Kombinasi Muka Cekung


dan Bertangga

Tiang Panjang

Muka Bertangga

Tiang Panjang Lapisan Amor

Gelombang

Timbunan Batu Lapisan Filter


Batu Amor Besar Kaki

Setelah besi kanal penutup, Detail dan dimensi


perlu diberi lantai (apron) untuk tergantung kondisi
melindungi urugan dari luapan air lapangan

Besi kanal penutup


tiang pancang
Puncak dinding penahan tanah Urugan pasir

muka tanah asli


Tali Jangkar Balok kayu pengikat

Tunggang Pasang Surut


Tiang Pancang Kayu
Balok kayu pengikat
Tiang Pancang Baja

JANUARI 2009
Published
Buku ini by
dapathttp://jcpoweryogyakarta.blogspot.com/
didownload secara bebas diblog berikut;
http://jcpoweryogyakarta.blogspot.com/2014/11/pra-desain-bangunan-pengendali-erosi.htm
https://app.box.com/s/skkb3dgrw1o2q5ar2tpm
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

KATA PENGANTAR

Buku ini merupakan buku catatan, karena disusun tidak dalam kerangka keperluan
akademi, dan ditulis berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta bahan bacaan
yang terkait. Sumber utama buku catatan ini adalah EM 1110-2-1614, Design of Revetments,
Seawalls and Bulkheads, USACE, 1995. Penulis memuatkan buku ini ke blogspot.com dan
copy format pdf dimuatkan ke box.net, dengan harapan dapat diakses dan diunduh dari mana
saja, kapan saja, dan oleh siapa saja yang berminat membacanya.

Pada umumnya bangunan pengaman pantai, seperti; tembok laut (seawall), talud pantai
(revetment), dinding penahan tanah atau tebing pantai (bulkhead) dan pemecah gelombang
(breakwater) berfungsi untuk mengendalikan erosi akibat gelombang, yang berlangsung
terus-menerus. Kecuali pemecah gelombang yang dibangun di laut, bangunan lainnya berada
di daratan. Salah satu dari bangunan pengaman pantai mungkin cocok di suatu pantai, tetapi
mungkin saja tidak sesuai di pantai lainnya. Reventmen timbunan batu merupakan bangunan
yang kuat dan tahan lama, tetapi menjadi penghalang, dibanding revetmen blok-blok beton
seragam dan teratur serta tidak menyulitkan bagi pejalan kaki untuk masuk-keluar pantai,
meskipun revetment blok-blok beton rentan terhadap penurunan tanah (settlement). Bangunan
pengaman pantai harus kuat untuk melindungi pantai terhadap tenaga gelombang, agar tidak
terjadi kerugian sebagaimana perencanaan. Perkiraan muka air laut maksimum dan tinggi
gelombang pecah sangat diperlukan untuk menentukan stabilitas bangunan dan tinggi
luncuran air (runup) ataupun tinggi luapan air (overtopping) di bangunan. Data catatan tinggi
gelombang dan pengamatan langsung gelombang sering tidak menerus atau jarang-jarang dan
sangat terbatas, sehingga terpaksa digunakan metoda interpolasi. Perkiraan muka air laut
minimum juga penting untuk mendesain pelindung kaki bangunan yang berada di bawah
permukaan air. Sebagian besar, kerusakan bangunan pengaman pantai diawali dari kerusakan
bagian yang sering tidak langsung bisa dilihat ini. Siklus kering-basah di zona percikan air
laut ke bahan metal, komponen ultraviolet sinar matahari, dan vandalisme sering
menyebabkan bangunan pengaman pantai rusak atau hancur sebelum ”waktunya”. Semuanya
diuraikan dalam buku catatan ini, meskipun hanya sekilas.

Buku catatan ini hanya sekedar sumbangan kecil untuk pengetahuan umum mengenai
penanggulangan daya rusak air laut, dengan harapan semoga bermanfaat.

Yogyakarta, Januari 2009

Penulis

Joko Cahyono

___________________________________________________________________________
i
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1 BANGUNAN PENGAMAN PANTAI 1.1


1.1. Difinisi dan Diskripsi 1.1
1.2. Tembok Laut 1.1
1.3. Revetmen 1.2
1.4. Dinding Penahan Tanah 1.3

BAB 2 PERTIMBANGAN DESAIN 2.1


2.1. Manfaat Bangunan 2.1
2.2. Variasi Musiman 2.1
2.3. Keamanan Bangunan 2.1
2.4. Muka Air Laut 2.1
2.5. Stabilitas Bangunan 2.2
2.6. Gelombang Pecah 2.3
2.6. Elevasi Bangunan 2.3
2.6. Luncuran air 2.4
2.6. Luapan Air 2.6
2.10. Amor dan Riprap 2.7
2.11. Kaki bangunan 2.9
2.12. Lapisan Filter 2.12
2.13 Penanggulanan rembesan 2.14
2.14. Stabilitas dan Flesibilitas Bangunan 2.14
2.15. Pengembalian Stabilitas 2.14
2.16. Pelindung Sayap 2.15

BAB 3 PERTIMBANGAN PELAKSANAAN 3.1


3.1. Bentuk dan Komposisi Material Pantai 3.1
3.2 Garis Sepadan Tebing Pantai 3.1
3.3 Potensi Membahayakan Material Bangunan 3.1

___________________________________________________________________________
ii
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Alternatif Tembok Laut 1.2


Gambar 1.2. Bentuk tipikal revetmen 1.2
Gambar 1.2. Bentuk tipikal dinding penahan tanah 1.3
Gambar 2.1. Tipikal tinggi rencana bangunan pengaman pantai 2.4
Gambar 2.2. Kaki revetment yang disarankan 2.9
Gambar 2.3. Pelindung kaki depan tembok laut atau tebing pantai 2.11
Gambar 2.4. Pelindung kaki depan tembok laut atau tebing pantai 2.12

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor koreksi luncuran gelombang di slope permukaan kasar 2.5


PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

BAB 1

BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

1.1. Difinisi dan Diskripsi

Bangunan pengaman pantai, antara lain; tembok laut (seawall), talud pantai
(revetment), dinding penahan tanah atau tebing pantai (bulkhead) dan pemecah gelombang
(breakwater) berfungsi untuk mengendalikan erosi pantai akibat gelombang yang
berlangsung terus-menerus. Kecuali pemecah gelombang yang dibangun di laut, bangunan
lainnya dibangun di daratan. Tembok laut dan revetmen adalah bangunan pelindung tebing
pantai, sedang dinding penahan tanah adalah bangunan yang menahan tanah agar tidak runtuh
atau longsor. Oleh karena berkaitan dengan tanah, maka faktor utama dalam desain tembok
laut, revetmen dan dinding penahan tanah adalah tekanan tanah. Bangunan-bangunan tersebut
dapat dibangun tegak lurus, antara lain; dinding penahan tanah, dan miring, antara lain;
revetmen, tanggul banjir (levee) dan tanggul (dike). Tanggul banjir dibuat di daerah yang
semula tidak pernah banjir, sedang tanggul dibuat di daerah yang sejak awal selalu banjir
(dataran banjir). Tembok laut juga dapat dibangun cekung, miring dan bertangga.

1.2. Tembok Laut

Tembok laut adalah bangunan besar (masisive) untuk menahan gelombang laut dan
biasanya dibangun di pantai-pantai yang menpunyai kekayaan (property) bernilai tinggi.
Tembok laut dapat berupa bangunan tipe gravitasi (gravity) atau bangunan yang ditompang
tiang-tiang pancang, serta dibuat dari beton atau timbunan batu-batu dengan bentuk dan muka
bermacam-macam, seperti Gambar 1.1.
Bentuk muka cekung digunakan untuk mengakomodasi benturan dan luncuran (runup)
gelombang besar serta mengalihkan aliran gelombang kembali ke laut untuk melindungi
daratan. Aliran gelombang yang menghamtam tembok laut akan disalurkan melalui cekungan
ke permukaan tanah dengan tidak menimbulkan kerusakan atau dikembalikan ke laut. Tenaga
gelombang besar akan ditahan dan dipantulkan kembali ke arah laut. Oleh sebab itu, tembok
laut harus merupakan bangunan besar, kokoh dan stabil serta perlindungan kaki bangunan
yang kuat agar tidak mudah tererosi. Bentuk muka bertangga digunakan untuk membatasi
luncuran (runup) dan luapan (overtopping) air akibat hempasan gelombang. Pada umumnya,
tembok laut dengan bentuk muka bertangga tidak sebesar tembok laut dengan bentuk muka
cekung, meskipun demikian kebutuhan stabilitas tembok laut bentuk muka bertangga sama
dengan tembok laut bentuk muka cekung. Kombinasi bentuk muka cekung dan bertangga
adalah bentuk yang menggabungkan kehandalan keduanya. Tembok laut timbunan batu
mempunyai fungsi sama dengan pemecah gelombang. Permukaan timbunan batu yang kasar
cenderung menyerap dan meredam energi gelombang, pantulan gelombangnya minimum
sehingga gerusan lokalnya tidak dalam.

__________________________________________________________________________________
1-1
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Muka Cekung

Tiang Panjang

Kombinasi Muka Cekung


dan Bertangga

Tiang Panjang

Muka Bertangga

Tiang Panjang

Timbunan Batu
Batu Amor Besar
Inti Batu
Lebih
Kecil)

Gambar 1.1 Alternatif Tembok Laut (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

1.3. Revetmen

Permukaan revetmen dapat dibuat dari batu atau beton tahan abrasi. Revetmen berfungsi
melindungi tebing atau urugan dari erosi gelombang. Tiga komponen utama revetmen adalah
lapisan amor, lapisan filter dan kaki bangunan, seperti Gambar 1.2.

Lapisan Amor

Gelombang

Lapisan Filter
Kaki

__________________________________________________________________________________
1-2
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Gambar 1.2 Bentuk tipikal revetmen (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)


Lapisan amor berperan sebagai pelindung terhadap erosi gelombang. Lapisan filter berperan
menompang lapisan amor, memberi jalan keluar air tanah dan menahan partikel tanah di
bawahnya agar tidak keluar melalui lapisan amor. Kaki revetmen berperan menahan ujung
bawah revetmen yang berada dalam air agar tidak bergeser ke bawah atau mlorot.

1.4. Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah berfungsi menahan tebing pantai atau urugan di pantai agar tidak
longsor. Untuk melindungi dinding penahan tanah agar tidak tererosi dan menambah
stabilitasnya, maka dibagian kakinya diberi pelindung dari timbunan batu. Dinding penahan
tanah banyak dipakai dalam reklamasi pantai, dimana urugan tanah maju ke arah laut. Selain
itu, dinding penahan tanah digunakan juga sebagai dermaga dan lain sebagainya, agar dapat
langsung berhubungan denga laut yang dalam.

Setelah besi kanal penutup, Detail dan dimensi


perlu diberi lantai (apron) untuk tergantung kondisi
melindungi urugan dari luapan air lapangan

Besi kanal penutup


tiang pancang
Puncak dinding penahan tanah Urugan pasir

muka tanah asli


Tali Jangkar Balok kayu pengikat

Tunggang Pasang Surut


Tiang Pancang Kayu
Balok kayu pengikat
Tiang Pancang Baja

Gambar 1.3 Bentuk tipikal dinding penahan tanah (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

__________________________________________________________________________________
1-3
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

BAB 2

PERTIMBANGAN DESAIN

2.1. Manfaat Bangunan

Suatu bangunan pengaman pantai mungkin sesuai atau cocok di suatu pantai, tetapi
tidak sesuai atau cocok untuk pantai yang lain. Reventmen timbunan batu mungkin akan
menjadi penghalang bagi pejalan kaki, sedang revetment blok-blok beton yang halus hanya
sedikit menyulitkan bagi pejalan kaki untuk masuk-keluar pantai. Hal yang sama juga terjadi
untuk tembok laut dan dinding penahan tanah, sehingga untuk mengatasi ha-hal tersebut perlu
dibuat tangga agar pejalan kaki mudah masuk-keluar pantai atau dermaga.

2.2. Variasi Musiman

Garis pantai berubah-ubah (maju ke arah laut dan mundur ke arah daratan) secara
musiman. Perkiraan perubahan garis pantai tersebut dapat dihitung berdasarkan pengamatan
langsung secara periodik di lapangan. Data maju-mundurnya garis pantai merupakan faktor
penting untuk menentukan tipe dan dimensi pelindung kaki bangunan atau tebing pantai.

2.3. Keamanan Bangunan

Bangunan harus kuat untuk melindungi pantai agar tidak terjadi kerugian sebagaimana
yang diperkirakan dalam perencanaan. Semua elemen harus tidak mudah rusak atau kuat
menahan energi gelombang agar tidak terjadi kerusakan melebihi biaya pemeliharaan normal.
Pada umumnya, biaya kerusakan tidak boleh lebih besar dari biaya pemeliharaan. Minimal,
bangunan harus direncanakan dengan probabilitas kekuatan 50% lebih besar dari kekuatan
yang kerusakan fatal selama umur ekonomi bangunan. Sebagai tambahan, jika terjadi
kerusakan bangunan harus tidak menyebabkan korban jiwa atau harta benda.

2.4. Muka Air Laut

Perkiraan tinggi muka air maksimum sangat diperlukan untuk menentukan tinggi
gelombang pecah di bangunan. Elevasi puncak bangunan harus mempertimbangkan tinggi
luncuran (runup) dan luapan (overtopping) gelombang. Selain itu, perkiraan tinggi muka air
minimum sangat penting diketahui agar kedalaman gerusan lokal yang mingkin terjadi dan
kedalaman dimana lapisan amor harus diperpanjang dapat diantisipasi.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan muka air laut adalah;
1. Pasang surut astronomi.
2. Angin dan tekanan angin.
3. Gelombang badai.
4. Effek muka air danau akibat pengoperasian bangunan pengontrol.

__________________________________________________________________________________
2-1
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

2.5. Stabilitas Bangunan

Dengan mempertimbangkan umur ekonomi bangunan, intergritas bangunan dan


kemungkinan kerusakan fatal akibat suatu peristiwa ektrem yang lebih besar dari kondisi
perencanaan bangunan, maka kombinasi gaya-gaya paling kritis yang mempengaruhi
kestabilan bangunan harus diestimasi berdasarkan tinggi dan periode beberapa gelombang
(tidak hanya satu gelombang).
Karakteristik gelombang dapat diketahui berdasarkan analisa terhadap catatan gelombang,
pengamatan langsung terhadap effek gelombang, laporan-laporan peristiwa kerusakan akibat
gelombang, peramalan tinggi gelombang atau tinggi maksimum gelombang pecah di lokasi
bangunan. Karakteristik gelombang yang dihitung berdasarkan metode transformasi
gelombang laut dalam ke gelombang laut dangkal di lokasi bangunan dapat diestimasi
menggunakan teknik-teknik refraksi dan defraksi. Metode tersebut diuraikan secaya detail
dalam manual perlindungan pantai (Shore Protection Manual,USACE, 1984).
Tinggi gelombang kritis, harus dianalisa berdasarkan tinggi gelombang ektrem, tinggi
gelombang rendah dan tinggi gelombang diantara kedua tinggi gelombang tersebut.
Pada umumnya, informasi yang tersedia mengenai gelombang berupa energi dari tinggi
gelombang sama dengan nol, Hmo. Energi dari tinggi gelombang di laut dalam, Hs kurang
lebih sama dengan Hmo. Tetapi, jika terjadi penurunan kedalaman air laut (shoaling)
kemungkinan nilai Hs tidak sama dengan Hmo (Thompson and Vincent, 1985).
Hs dapat dihitung berdasarkan parameter-parameter energi gelombang (Hughes and Borgman
1987), sebagai berikut;

Hs   d   c1 
 exp co  s 2   (1)
H mo   gTp  
 
dimana Tp adalah kerapatan puncak energi dalam spektrum gelombang, co dan c1 adalah
koefisien regresi, masing-masing nilainya 0.00089 dan 0.834 (Shore Protection
Manual,USACE, 1984).
Apabila nilai co sama dengan 0.00136 akan diperoleh tinggi gelombang Hs yang konservatif
(berada di batas atas kurva-kurva hasil penelitian Hughes and Borgman). Rumus (1) tidak
berlaku, jika d gTp2  0.0005 , karena lautnya dangkal. Pada umumnya, Hs diestimasi
berdasarkan gelombang laut dalam menggunakan model gelombang beraturan metode Goda
(1975, 1985). Metode ini merupakan salah satu bagian dari paket Automated Coastal
Engineering System, ACES (Leenknecht et al. 1989). Goda (1985) merekomendasi untuk laut
dengan kedalaman lebih kecil satu setengah tinggi gelombang signifikan laut dalam, maka
bangunan timbunan batu harus didesain berdasarkan tinggi gelombang signifikan dengan
kedalaman laut satu setengah tinggi gelombang signifikan laut dalam.
Periode gelombang Tp. adalah kerapatan rata-rata puncak-puncak gelombang. Jarang ditemui
referensi yang menguraikan rumus-rumus desain bangunan tidak mengguna rata-rata periode
gelombang atau rata-rata periode gelombang signifikan.
Tinggi gelombang yang dipakai untuk analisa stabilitas bangunan sangat tergantung sifat
bangunan; kaku, setengah kaku atau fleksibel. Pada umumnya, bangunan kaku dihitung
bedasarkan tinggi gelombang rencana H1, meskipun bangunan tersebut akan hancur total jika
beratnya melebihi daya dukung tanah. Bangunan setengah kaku dihitung berdasarkan tinggi

__________________________________________________________________________________
2-2
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

gelombang rencana antara H1 s/d H10. Bangunan fleksibel biasanya dihitung berdasarkan
tinggi gelombang rencana H5 atau H10. Koefisien stabilitas bangunan dihitung berdasarkan
kombinasi tinggi gelombang-gelombang tersebut, agar tingkatan kerusakan, termasuk tidak
terjadi kerusakan dapat ditentukan.
Data tinggi gelombang dan pengamatan langsung gelombang yang akan digunakan untuk
desain sering tidak kontinyu atau jarang-jarang dan sangat terbatas. Selain itu, data yang ada
kadang-kadang berupa catatan analog yang belum dianalisa dan sukar diproses. Pada
umumnya, biaya dan waktu pelaksanaan suatu proyek tidak memungkinan untuk membuat
program pengadaan data pengamatan gelombang yang dapat diproses secara digital.
Meskipun pengamatan langsung kondisi gelombang di suatu lokasi dapat dilakukan dengan
biaya yang murah, tetapi ketelitiannya dipertanyakan dan kadang-kadang tidak menjangkau
peristiwa-peristiwa ektrem serta sukar diekstrapolasi.
Untuk membantu prakiraan gelombang, para ahli pantai dapat mempelajari metode sederhana
yang ada di ACES (Leenknecht et al. 1989), metode ini dikembangkan oleh U.S. Army
Engineer Waterways Experiment Station (WES) (Resio and Vincent 1976-1978; Corson et al.
1981) menggunakan model numerik. Tinggi dan periode gelombang dinyatakan sebagai
fungsi dari musim, arah gelombang datang, dan periode ulang. Tinggi gelombang dinyatakan
sebagai fungsi dari kombinasi periode ulang dan musim. Periode gelombang dinyatakan
sebagi fungsi tinggi dan sudut gelombang datang, baik untuk laut dangkal maupun laut
dalam.

2.6. Gelombang Pecah

Tinggi gelombang yang diperoleh berdasarkan metode tersebut di atas harus dicek
terhadap tinggi maksimum gelombang pecah yang dihitung berdasarkan desain kedalaman
muka air laut rata-rata dan slope dasar laut dekat tepi pantai. Tinggi gelombang rencana akan
lebih kecil dari tinggi maksium gelombang pecah atau tinggi gelombang yang dihitung
dengan metode tersebut.
Untuk kondisi paling jelek (parah), Hmo dibatasi oleh tinggi gelombang pecah. Tinggi
maksimum Hmo dapat dihitung memakai rumus; (Hmo )mak = 0,10 Lp tanh (kp.h), dimana Lp
dan kp adalah panjang gelombang dan jumlah gelombang dihitung berdasarkan Tp dan
kedalaman laut, h.

2.7. Elevasi Bangunan

Tinggi gelombang yang dipilih sebagai acuan desain bangunan pengaman pantai harus
mempertimbangakan kemungkinan penurunan bangunan (settlement), tinggi luncuran
gelombang (runup) dan luapan gelombang (overtapping). Elevasi bangunan merupakan satu-
satunya faktor yang penting dalam desain bangunan pengaman pantai.
Elevasi tersebut dihitung dari rata-rata muka air rendah terendah, MARR (mean lower low
water, MLLW) seperti Gambar 2.1, sebagai berikut;
he = t + s + w + H + F (2)
dimana s adalah tinggi gelombang badai rencana, t adalah kisaran tinggi pasang surut, w
adalah tinggi gelombang yang ditetapkan, H adalah tinggi gelombang rencana dan F adalah
tinggi jagaan.
__________________________________________________________________________________
2-3
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Tinggi jagaan
Freeboard
F
Reflected
Tinggi wave
pantulan height
gelombang
H
Tinggi gelombang yang ditetapkanWave
(waveset-up
setup)
w
Storm surge
Tinggi gelombang badai he

s

Meantinggi
Kisaran highpasang
springsurut
tide
t
Rata-tata MARR (MLLW)
MLLW
Referensi Chart Datum
tinggi (datum)
D
Dredgegalian
Kedalaman line
S
Kedalaman gerusandepth
Scouring lokal

Gambar 2.1 Tipikal tinggi rencana bangunan pengaman pantai (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

Rata-rata MARR (MLLW) bersifat setempat dan bervariasi dari suatu tempat ke tempat
lainnya, serta dihitung dari suatu datum (titik referensi). Dengan demikian, titik referensi
(datum) yang ada di setiap lokasi atau yang terdekat harus diketahui terlebih dahulu.
Selain kedalaman galian dan kedalaman gerusan lokal, perlu ditambah perkiraan kedalaman
penurunan bangunan (settlement).
Kadang-kadang, jika terlalu tinggi dan berdasarkan alasan praktis, elevasi bangunan didesain
lebih rendah dari elevasi hasil perhitungan. Sehingga kemungkinan akan terjadi luapan
gelombang (overtopping) ketika terjadi gelombang badai. Dalam hal ini, ahli pantai harus
mempertimbangkan resiko kerusakan bangunan dan daerah yang akan diamankan, serta
sudah merencanakan bangunan pangaman tambahan agar tidak terjadinya kerusakan yang
lebih parah. Kerusakan tersebut dapat diartikan kehilangan sebagian atau seluruh bangunan
pengaman tersebut.

2.8. Luncuran Air

Tinggi luncuran (runup) adalah ketinggian vertical muka air di atas rata-rata muka air
(still water level, SWL) yang disebabkan oleh gelombang menabrak bangunan, sehingga
terjadi luncuran air ke atas.

1) Luncuran di permukaan kasar


Tinggi luncuran akibat gelombang tidak beraturan di rirap-perkuatan tebing (revetment) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Ahrens and Heimbaugh 1988) ;
Rmax a
 (3)
H mo 1  b
dimana Rmak adalah tinggi maksimum luncuran gelombang, a dan b adalah koefisien regresi
(1,022 dan 0,24), dan  ada parameter zona selancar (surf) gelombang, dihitung dengan rumus
sebagai berikut;
__________________________________________________________________________________
2-4
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

  tan  2H mo
gTp2 (4)

dimana  adalah slope permukaan riprap-perkuatan tebing.


Jika a dalam Rumus (3) sama dengan 1,286, akan diperoleh nilai Rmak yang konservatif.
Nilai tersebut berada di batas atas dari plot data yang dipakai untuk membuat Rumus (3)
tersebut. Jika permukaan luncuran terbuat dari material bukan riprap, maka harus dikoreksi
berdasarkan faktor kekasaram permukaan, seperti Tabel 1 (Table 2-2 in EM 1110-2-1614).

Tabel 1 Faktor koreksi luncuran gelombang di slope permukaan kasar (Carstea et al. 1975)
Tipe Amor Slope Tinggi Relatif Faktor Koreksi
(Tipe Lapisan Permukaan) ( cot ) H/Kra,b r
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 1.5 3 to 4 0.60
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 2.5 3 to 4 0.63
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 3.5 3 to 4 0.60
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 5 3 0.60
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 5 4 0.68
Timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone) 5 5 0.72
Blok-blok betonc ; Any 6b 0.93
Slope curam dengan bidang luncur tegak lurus (risers) 1.5 1  Ho'/Krd
0.75
Slope curam dengan bidang luncur tegak lurus (risers) 2.0 1  Ho'/Krd
0.75
Slope curam dengan bidang luncur tegak lurus (risers) 3.0 1  Ho'/Krd
0.70
Slope curam dengan bidang luncur tegak lurus (risers) 3.0 1  Ho'/Krd
0.86
Unit amor beton;
Tetrapod acak dua lapis 1.3 to 3.0 - 0.45
Tetrapod seragam dua lapis 1.3 to 3.0 - 0.51
Tibar acak dua lapis 1.3 to 3.0 - 0.45
Tribar seragam dua lapis 1.3 to 3.0 - 0.50
a
Kr adalah karakteristik tinggi tegak lurus permukaan amor. Untuk timbunan batu hasil penambangan
(Quarrystone) dipakai dimeter nominal unit amor.
b
Gunakan Ho' untuk ds/Ho' > 3; dengan tinggi gelombang setempat, dan gunakan Hs untuk ds/ Ho'  3m
dimana Ho' adalah tinggi gelombang laut dalam yang tidak terefraksi.
c
Permukaan blok-blkok beton, Gobi Blocks dan Monoslaps
d
Kr adalah tinggi bidang luncuran (riser)

Tabel 1 dibuat berdasarkan estimasi tinggi luncuran gelombang mocokromatik di permukaan


halus dan miring. Untuk tinggi luncuran gelombang tidak beraturan di permukaan kasar,
maka hasil perhitungan tunggi luncuran gelombang memakai Rumus (3), Rmak harus dikalikan
faktor koreksi Tabel 1, kemudian dibagi dengan faktor koreksi untuk timbunan batu hasil
penambangan.
Sebagai contoh; hitung Rmak terkoreksi di suatu tembok laut dengan slope permukaan 1:15 dan
di ujung bagian terdapat dinding tegak lurus. Hitung Rmak memakai Runus (3), kemudian
dikalikan dengan faktor koreksi untuk slope curam dibagi faktor koreksi untuk timbunan batu
hasil penambangan (0,75/0,60 = 1,25 ). Hasilnya, Rmak untuk permukaan curam lebih besar
25% dari Rmak untuk riprap.

__________________________________________________________________________________
2-5
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

2) Luncuran di permukaan halus


Tinggi luncuran gelombang di kemiringan permukaan halus dapat dijumpai di kurva-kurva
desain dalam manual pengamanan pantai (Shore Protection Manual,USACE, 1984). Tetapi
kurva-kurva tinggi luncuran di kemiringan permukaan halus menurut manual tersebut
dihitung berdasarkan kondisi gelombang monokromatik (teratur) bukan berdasar kondisi
gelombang tidak beraturan, yang sesungguhnya lebih realistik.
Dengan menggunakan data tinggi gelombang, Hs dan menggunakan kurva-kurva desain
dalam manual tersebut di atas akan dihasilkan estimasi tinggi luncuran gelombang. Tinggi
luncuran gelombang tersebut akan menghasilkan tinggi gelombang lebih besar 50 % dari
tinggi gelombang Hs tersebut. Selain itu, tinggi maksimun luncuran gelombang dapat
diestimasi menggunakan rumus yang berlaku untuk luncuran gelombang di permukaan kasar,
kemudian dikonvesikan ke permukaan halus dengan cara membagi faktor koreksinya dengan
faktor koreksi untuk permukaan kasat timbunan batu hasil penambangan (Quarrystone).

3) Luncuran gelombang di dinding tegak lurus


Tinggi luncuran gelombang di dinding tembok laut tegak lurus dan dinding penahan tanah
(tebing) pantai dapat diestimasi berdasarkan petunjuk dalam manual pengamanan pantai
(Shore Protection Manual,USACE, 1984).

2.9. Luapan Air

Sebaiknya bangunan pengaman pantai didesain cukup tinggi untuk menghindari


terjadinya luapan (overtopping) gelombang. Tetapi, dalam beberapa kasus, karena terbatasan
biaya atau pertimbangan lainnya, bangunan tersebut didesai lebih rendah dari tinggi ideal.
Untuk kasus semacam ini, maka volume luapan air per satuan waktu perlu mengestimasi.

1) Luapan gelombang di revetment-riprap


Volume luapan air tanpa diestimasidapat diestimasi memakai rumus (Ward 1992), sebagai
berikut;

 Co expC1 F   C2 m
Q
Q  (5)
2
gH mo
dimana tinggi jagaan tanpa dimensi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut;


F   F H mo
2
Lo 
1/ 3
(6)

dan F adalah tinggi jagaan bangunan, m adalah cotangent (cot ) slope revetment, dan
Co, C1, C2 adalah koefisien regresi, nilai masing-masing sama dengan 0,4578; ‒29,45;
0.8464. Koefisien tersebut dipakai untuk menghitung tinggi jagaan tanpa dimensi sebesar
0.25 < F' < 0.43 dengan slope revetment antara 1:2 s/d 1:3.5.

2) Luapan gelombang di tembok laut dan dinding penahan tanah


Laju luapan gelombang di tembok laut relatif komplek. Hal ini disebabkan bagian muka
tembok laut bentunya sangat bervariasi. Ditambah lagi jika ada berm, revetment dan tangga
di depan tembok laut tersebut.

__________________________________________________________________________________
2-6
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Luapan gelombang di dinding penahan tanah dan tembok laut tegak lurus tanpa revetment di
depannya dan tanpa parapet di puncaknya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut;

Q  F
 Co exp C1 F   C2  (7)
gH 2
mo  ds 

dimana ds adalah kedalaman kaki bangunan, F' adalah tinggi jagaan banguna, dan Co, C1, C2
adalah koeefisien regresi, nilainya masing-masing sama dengan 0,338; -7,385; -2.178.
Untuk tembok laut dengan bentuk lainnya dapat dilihat di laporan Ward and Ahrens (1992)
atau ditemtukan berdasarkan uji model fisik. Rumus-rumus lainnya untuk menghitung tinggi
luapan gelombang tembok laut dapat dilihat di manual pengamanan pantai (Shore Protection
Manual,USACE, 1984).

3) Faktor koreksi angin


Oleh karena angin dari laut lepas mempengaruhi naiknya luapan gelombang, maka laju luapan
gelombang yang dihitung memakai rumus-rumus tersebut di atas harus dikalikan faktor
koreksi angin, sebagai berikut;
 h- 
k  = 1.0 +W f  d s + 0.1 sin  (8)
 R 
dimana Wf adalah koefisie
kemiringan tembok laut bagian muka (90o untuk diding tegak lurus). Untuk angin dengan
kecpatan sama dengan dan lebih besar dari 60 mil/jam, Wf =2.0.

2.10. Amor dan Riprap

1) Berat amor atau riprap


Berat satu unit amor atau riprap menurut rumus Hudson, sebagai berikut;
aH 3
W50  (9)
K D SG  1 cot 
3

Satu unit batu yang dipakai sebagai lapisan penutup harus berkisar antara 0,75 s/d 1,25 W,
asalkan 50% dari batu-batu yang timbunan beratnya paling tidak sama dengan W dan
gradasinya seragam untuk lapisan penutup tersebut.
Rumus tersebut dapat dipakai sebagai desain awal atau desain akhir, jika H < 1,5 m dan tidak
ada luapan gelombang. Untuk gelombang besar, uji model fisik harus dilakukan agar
diperoleh desain yang optimal. Selain itu, rumus tersebut berdasarkan gelombang
monokromatik (teratur), sehingga pehitungan berat amor pada saat dilakukan uji model fisik
garus diverifikasi menggunakan sepektrum gelombang (gelombang tidak beraturan).

2) Tebal lapisan
Tebal lapisan amor dengan n = 2 dapat dihitung sebagai berikut;
1/ 3
W 
r  nk   (10)
 a 

__________________________________________________________________________________
2-7
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

3) Berat amor per luas permukaan


Berat satu unit amor per luas permukaan dapat dihitung sebagai berikut;

P   a 
2/3
Na 
 nk 1    (11)
A  100  W 

4) Gradasi riprap setebal lapisan


Tebal lapisan untuk riprap untuk berbagai ukuran batu (gradasi) harus sebagai berikut;
- Minimun dua kali diameter nominal batu yang beratnya W50. Diameter nominal sama
dengan, D  W  1 / 3 .
- Minimal 25% lebih besar dari diameter nominal batu terbesar.
- Lebih lebih besar dari tebal lapisan minimum, kira-kira 30 cm (Ahrens 1975)
Dengan demikian tebal minimum lapisan riprap, sebagai berikut;
 W 1/ 3 1/ 3

50 min   W100 
rmin  max 2.0  , 1.25  , 1 ft  (12)
   r   r  

dimana rmin adalah tebal minimum lapisan riprap tegak lurus slope.
Semakin tebal lapisan riprap cenderung semakin besar kekuatan bangunan menghadapi
tekanan gelombang lebih besar dari gelombang rencana. Gradasi hanya sedikit pengaruhnya
terhadap stabilitas batu yang beratnya W50 (batu yang dipakai untuk lapisan penutup).
Pedoman untuk menentukan batas gradasi batu (EM 1110-2-1601, lihat juga Ahrens 1981),
sebagai berikut;
(1) Batas bawah dari batu W50 (atau W50min) harus dihitung berdasarkan stabilitas
menggunakan rumus Hudson.
(2) Batas atas dari batu W100 (atau W100max) harus sama dengan ukuran maksimun batu yang
secara ekonomi dapat ditambang, tetapi tidak lebih besar dari 4 kali batu W50min.
(3) Batas bawah dari batu W100 (atau W100min) harus tidak lebih kecil dari 2 kali batu W50min.
(4) Batas atas dari batu W50 (atau W50max) harus 1,5 kali batu W50min.
(5) Batas bawah dari batu W15 ( atau W15min) harus 0.4 kali W50min.
(6) Batas atas dari batu W15 (atau W15max) harus dipilih berdasarkan kebutuhan lapisan filter
mengikuti EM1110-2-1901. Pada umumnya lebih besar dari batu W50min.

2.11. Kaki bangunan

1) Pelindung kaki bangunan

Pelindung kaki bangunan adalah bangunan tambahan di ujung bawah yang menjorok ke dasar
pantai, berfungsi untuk mencegah terjadinya gerusan lokal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gerusan lokal di kaki bangunan, antara lain; gelombang pecah yang terjadi di
sekitar kaki bangunan, luncuran gelombang, arus balik (backwash), pantulan gelombang, dan
distribusi ukuran butiran material di pantai atau di dasar pantai. Stabilitas kaki bangunan
sangat penting, karena kerusakan kaki bangunan akan menyebabkan kerusakan seluruh
bangunan. Pedoman khusus untuk mendesain kaki bangunan berdasarkan proptotipe atau
__________________________________________________________________________________
2-8
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

hasil-hasil pemodelan belum dilakukan. Bebera pendapat berdasarkan pengalaman empiris


mengenai perlindungan kaki bangunan telah dikemukakan oleh Eckert (1983).
Kaki bangunan memerlukan perhatian khusus, karena merupakan bagian yang harus
menghadapi gaya-gaya hidrolika dan perubahan profil pantai.

2) Pelindung Kaki revetmen


(a) Desain pelindung kaki revetmen
Desain kaki revetmen disarankan seperti Gambar 2.2. Desain I, II, IV dan V untuk
kedalaman gerusan sedang dan dibangun dalam keadaan kering. Desain III dan VI untuk
mengurangi galian, ketika ada batu yang hilang (mis; akibat gelombang besar) harus diganti.
Untuk ketebalan kaki yang sama dengan Desain III dapat digunakan untuk bangunan di
bawah permukaan air, kecuali untuk batu-batu untuk bagian kaki dapat diletakan secara
langsung di dasar pantai tanpa harus menggali terlebih dahulu.

I. Batu hasil penambangan atau unit-unit amor beton IV. Blok-blok beton dengan dinding di kaki
Potensi gerusan lokal dangkal. Potensi gerusan lokal dangkal s/d sedang
m
1

a 1 a
a≈H m a ≈ H
Perkiraan
H ; tinggi gelombang H ; tinggi gelombang
kedalaman
r m = 1,5 (minimum) gerusan lokal

II. Batu hasil penambangan atau unit-unit amor beton V. Blok-blok beton dengan kaki menancap
Potensi gerusan lokal dangkal s/d sedang. r Potensi gerusan lokal dangkal s/d sedang
m
2r 1

a a
1
H ≤ a ≤ 1,25 H
H ; tinggi gelombang m
H ≤ a ≤ 1,25 H
H ; tinggi gelombang
III. Batu hasil penambangan atau unit-unit amor beton r VI. Blok-blok beton dengan kaki timbunan batu
Potensi gerusan lokal sedang s/d dalam. Potensi gerusan lokal sedamg s/d dalam m
b = 2a 1
2r
1
m a
a
H ≤ a ≤ 1,5 H
H ≤ a ≤ 1,5 H
H ; tinggi gelombang
H ; tinggi gelombang

Gambar 2.2 Kaki revetment yang disarankan (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

(a) Prosedur desain kaki revetmen


Pada umumnya, pelindung kaki revetmen didesai berdasarkan criteria hidrolika. Gerusan
lokal dapat disebabkan oleh gelombang, arus akibat gelombang, atau arus akibat pasang
surut. Gelombang dan arus akibat gelombang merupakan hal yang sangat penting hampir
untuk semua revetment. Untuk pelindung kaki bagunan yang tenggelan dan terbuat dari
timbunan batu, berat batu yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus;

__________________________________________________________________________________
2-9
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

S H 3
Wmin  (13)
N s3 SG  1
3

dimana Ns adalah desain angka stabilitas untuk timbunan batu pelindung kaki di depan
tembok laut tegak lurus, dan nilai maksimum Ns sebagai berikut;

1 K  h 
N s  1.3 1/ 3  t  1.8 exp  1.5
1  K 2 ht 
 (14)
 K H  K 1/ 3 H 

atau Ns = 1,8 dengan nilai K sebagai berikut (ACES Technical Ref, USACE, ch. 4);
2kht
K sin 2 kBt (15)
sinh 2kht
Untuk bangunan kaki yang langsung menghadapi gelombang, maka berat batu dapat dihitung
memakai rumus Hudson untuk berat batu pemecah gelombang timbunan batu yang berada di
dekat atau di permukaan air, dan memakai rumus tersebut diatas. Sebagai catatan, rumus
diatas menghasilkan berat minimum batu, sedang rumus Hudson menghasilkan berat medium
batu. Jika gerusan lokal disebabkan oleh arus pasang surut atau arus sungai maka harus
mengacu ke EM 1110-2-1601, Hydraulic Design of Flood Control Channels. Hampir tidak
ada data mengenai proses arus terhadap bangunan pelindung kaki, baik disebabkan oleh
gelombang badai, pasang surut maupun aliran sungai. Gerusan lokal di bangunan pelindung
kaki hanya merupakan anggapan dan bersifat tambahan guna antisipasi kemungkinan kondisi
terburuk. Dalam kasus perlindungan kaki revetment, beberapa ahli menggunakan desain
angka stabilitas untuk bangunan pelindung kaki tembok laut vertical sebagaimana tersebut di
atas.

2) Pelindung Kaki tembok laut dan kaki dinding penahan tebing pantai
(a) Pelindung kaki tembok laut
Desain pelindung kaki tembok laut dan kaki dinding penahan tebing pantai harus
mempertimbangkan faktor geoteknik dan hidrolika. Model kantilever, jangkar, atau berat
sendiri (gravitasi), masing-masing tergantung daya dukung tanah di kaki bangunan. Untuk
model kantilever dan jangkar, maka stabilitas bangunan terhadap guling harus
memperhitungkan tekanan tanah pasif. Untuk model berat sendiri, maka stabilitas terhadap
geser harus memperhitungkan kekasaran antara permukaan tanah dan dasar bangunan.
Momen dari gaya berat bangunan itu sendiri dan daya dukung tanah yang ada di bawah kaki
bangunan menahan agar bangunan tidak terguling. Desain kaki tembok laut atau kaki tebing
pantai disarankan seperti Gambar 2.3.

(b) Pelindung kaki dinding penahan tanah (tebing) pantai


Zona tekanan tanah pasif di depan dinding tiang pancang panahan tanah (tebing) pantai harus
dilindungi dengan apron timbunan batu-batu seperti Gambar 2.4. Lebar apron sangat
tergatung faktor geoteknik dan hidrolika.. Lebar minimum B ditinjau dari faktor geoteknik
dapat dihitung memakai teori Rankine sebagaimana dikemukakan oleh Eckert (1983). Dalam
hal ini, lebar apron kaki harus lebih lebar dari kedalaman efektif pemancangan (de) dikalikan
koefisien tekanan tanah pasifr, cot (45 ‒  /2).

__________________________________________________________________________________
2-10
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

I. Tembok tegak lurus dengan II. Tembok tegak lurus dengan III. Tembok tegak lurus dengan
timbunan batu di kaki timbunan batu di kaki bronjong di kaki
Potensi gerusan lokal Potensi gerusan lokal Potensi gerusan lokal
dangkal s/d sedang sedang s/d dalam sedang s/d dalam
a
2D
a L
4D
t

Filter batu atau geotektil Filter batu atau geotektil


Filter batu atau geotektil
Zona tekanan t = 30, 50 atau 100 cm
tanah pasif L = 4 t s/d 12 t
D ; Rata-rata diameter batu
D ; Rata-rata diameter batu
B ; Lebar apron berdasarkan Zona tekanan
faktor geoteknik dan tanah pasif Zona tekanan
hidrolika tanah pasif

IV. Tembok tegak lurus dengan V. Tembok tegak lurus dengan VI. Tembok tegak lurus dengan
karung diisi semen di kaki vegetasi di kaki vegetasi dan sill di kaki
Potensi gerusan lokal Potensi gerusan lokal Potensi gerusan lokal
dangkal s/d sedang dangkal dangkal

Filter geotektil
Semua ukuran Karung pasir atau lainnya untuk
karung dapat dipakai, pelindung sementara selama masa
tetapi lebih baik tumbuh vegetasi.
karung berukuran besar.
Zona tekanan Zona tekanan
tanah pasif tanah pasif Zona tekanan
tanah pasif

Gambar 2.3 Pelindung kaki depan tembok laut atau tebing pantai (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

Ditinjau dari faktor hidrolika, lebar apron kaki untuk dinding terbuat dari tiang pancang harus
dua kali tinggi gelombang penyebab kerusakan, sedang untuk tembok laut yang
mengandalkan berat sendiri (gravitasi) harus sama dengan tinggi gelombang penyebab
kerusakan. Sebagai tambahan, kedalaman permukaan apron minimum 40% dari kedalaman
bangunan, de. Nilai yang paling besar dari perhitungan lebar apron berdasarkan geoteknik dan
hidrolika dipakai untuk desain. Selain itu, untuk menghindari agar ujung apron tidak rusak,
maka beberapa upaya harus dilakukan. Untuk ini, ahli perencana dapat mengambil inisatif
sendiri.

(c) Berat batu pelindung kaki


Berat batu yang dipakai untuk bagian kaki bangunan dapat dihitung menggunakan Rumus
(13), (14) dan (15) tersebut di atas, dengan tinggi gelomabang rencana dua tahunan, H2 dan
sepuluh tahunan, H10.
__________________________________________________________________________________
2-11
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Jangkar Pedoman
Geoteknik
de
B > = d e Kp
hs tan (45 - ϕ/2)
dI
ds Hidrolika

B = 2 Hi atau B = 0,4 ds
(pilih nilai terbesar)

de Hi ; tinggi gelombang penyebabkan


kerusakan
Zona tekanan
tanah pasif
B

Gambar 2.4 Pelindung kaki depan tembok laut atau tebing pantai (EM 1110-2-1614, USACE, 1995)

2.12. Lapisan Filter

Lapisan filter adalah lapisan peralihan antara tanah dan bangunan. Lapisan filter dapat dibuat
dari material kerikil, batu-batu kecil atau buatan pabrik. Lapisan filter menahan lolosnya
partikel tanah halus melalui pori-pori bangunan, menyebarkan gaya berat unit-unit amor
sehingga penurunan bangunan berlangsung bersamaan di seluruh tapak bangunan, serta
manpu menahan tekanan hidrostatik yang ada di lapisan tanah. Lapisan filter juga melindungi
muka air yang berada lapisan tanah di atas permukaan air laut dari akibat erosi yang terjadi di
bawah bangunan (mis. Riprap).

1) Filter batu bergradasi


Kriteria filter batu bergradasi sebagai berikut;
d15 filter d15 filter
 4 to 5  (16)
d 85 soil d15 soil
dimana persamaan sebelan kanan dimaksudkan untuk melindungi lapisan tanah dari erosi
buluh (piping) dan persamaan sebelah kiri untuk membuat permiabilitas agar sesuai dengan
petmiabilitas bangian bangunan yang masuk de dalam lapisan tanah (structural bedding
layer).
Kriteria tersebut juga dapat diterapkan untuk bangunan multi lapisan sebagai lapisan
peralihan, apabila ukuran batu dan rongga-ronnga lapisan yang satu sangat berbeda dengan
ukuran batu dan trongga-rongga lapisan dibawahnya.
2) Lapisan batu di bawah amor dan riprap
Lapisan batu di bawah amor dan riprap harus berukuran sebagai berikut;
d15 armor
4 (17)
d85 filter
dimana diameter batu, d dalam rumus tersebut dapat diganti dengan berat batu, W dan rumus
diubah menjadi sama dengan 1,0. Rumus yang sudah diubah tersebut lebih sesuai, karena
__________________________________________________________________________________
2-12
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

menambah batasan variasi ukuran rongga-rongga yang mungkin terjadi akibat lapisan amor
bergeser ketika terkena gelobang besar. Untuk riprap berukuran besar, setiap lapisan di
bawahnya harus sesuai dengan kondisi tersebut di atas dan ketebalan lapisannya paling tidak
3 kali diameter rata-rata batu. Untuk amor dan lapisan dibawahnya dari timbunan batu
seragam hasil penambangan, maka tebal lapisan pertama yang berada dibawahnya harus
paling tidak 2 kali diameter batu dengan berat satu batu harus sepersepuluh berat batu di
lapisan amor. Jika digunakan unit-unit amor beton dengan KD > 12, maka lapisan
dibawahnya harus lapisan batu-batu hasil penambangan dengan berat satu batu seperlima
berat unit amor beton di atasnya.
3) Kain filter buatan pabrik
Kain filter buatan pabrik mempunyai ukuran lubang rajutan ekuivalen (equivalent opening
size, EOS) mengikuti ukuran standar lubang alat saringan (sievers). Di Amerika Serikat,
lubang rajutan kain filter mempunyai ukuran hampir sama dengan ukuran standar lubang alat
saringan. Material akan berada dibawah kain filter harus diukur terlebih dahulu diameter nya
menggunakan alat saringan dengan ukuran lubangnya sama dengan EOS, sebagai berikut;
(a) Untuk lapisan tanah granular yang mengandung material halus (lumpur dan lempung)
kurang dari 50% berat total ( atau lolos saringan No. 200), maka kain filter harus
memenuhi;
EOS sieve
1 (18)
d 85 soil
(b) Untuk jenis tanah lainnya, EOS harus sama atau lebih kecil dari lubang saringan No. 70.
Sebagai tambahan, kain sintektik dengan EOS lebih besar dari 100 tidak dapat digunakan
sebagai filter. Jika lapisan tanah mengandung material lolos saring No. 200 lebih dari
85% dari total berat, maka kain filter tidak dapat dipakai sendirian, tetapi harus diberi
lapisan pasir dibawahnya.
(c) Rasio kemiringan (gradient ratio) kain filter maksimum 3. Hal ini berdasarkan pengujian
permeabilitas. Kemiringan hidrolik yang melalui kain filter dan lapisan tanah ke 1 yang
berada dibawah kain filter tersebt ( i1 ) dibagi dengan kemiringan hidrolik lapisan tanah
ke 2 yang berada di antara lapisan tanah ke 1 dan 3 yang berada di atas kain filter ( i2 ),
mempunyai rasio kemiringan sebagai berikut;
i1
Gradient Ratio 
Rasio gadien 3 (18)
i2

(d) Pemasangan kain filter buatan pabrik


Berdasarkan pengalaman selama ini, kain filter dapat bertahan dalam waktu yang sangat
lama, meskipun berada di dalam air laut atau air tawar. Agar kain filter terpasang dengan
sempurna, maka pada saat pemasangan harus memperhatian hal-hal berikut;
(a) Unit amor yang sangat berat akan meregangkan kain filter ketika terjadi penurunan
(settlement), bahkan dapat merobek-robek kain filter tersebut apabila batas tegangan kain
filter terlampaui. Pada umumnya, kain filter dapat menompang berat batu lebih dari 1 ton
di atas pemukaan air (1,5 ton di bawah permukaan air). Jika berat batu lebih dari 10 ton,
maka harus digunakan multi lapisan filter.
(b) Kain filter harus dipasang lebih panjang beberapa meter dari ujung kaki bangunan dan
dimasuk ke dalam permukaan tanah.

__________________________________________________________________________________
2-13
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

(c) Tumpang-tindih (overlapping) sambungan harus cukup lebar. Untuk revetmen yang
ringan, lebar tupang-tindih kurang lebih 30 cm, Untuk bangunan yang berat dan besar
serta berada di bawah permukaan air, maka tumpang tindih kurang lebih 125 cm.
(d) Lipatan sambungan harus cukup panjang untuk mengantisipasi regangan dan tekanan
ketika terjadi penurunan. Pin dan washer dengan interval 60 cm sampai dengan 150 cm
perlu dipasang di tengan-tengah bagian tumpang-tindih (overlapping) sambungan.
(e) Peletakan batu-batu harus hati-hati dan dimulai dari unjung kaki terus naik ke atas
mengikuti slope bangunan. Di atas permukaan air, batu yang dijatuhkan, meskipun
jaraknya hanya 30 cm akan merobek kain filter. Batu dapat dijatuhkan hanya untuk
bangunan yang berada di bawah permukaan air.

2.13. Penanggulanan rembesan


Beda tinggi muka air rembesan di belakang bangunan dan depan kaki bangunan
menimbulkan aliran rembesan yang akan memperparah gerusan lokal di kaki bangunan.
Semakin besar beda tinggi muka air rembesan, semakin curam slope aliran rembesan,
sehingga semakin berkurang berat efektif tanah dan semakin mudah sedimen (di kaki
bangunan) bergerak pada saat terkena gelombang dan arus laut. Aliran rembesan dapat
disebabkan oleh air tanah yang memang sudah ada sebelumnya, air akibat luapan
(overtopping) gelombang, atau air hujan. Penanggulangan aliran rembesan secara kuantitatif
telah dikemukakan oleh Richart and Schmertmann (1958).

2.14. Stabilitas dan Flesibilitas Bangunan

Bangunan pengaman pantai dapat dibuat dari massa monolit yang besar agar tahan terhadap
tekanan gelombang, atau dibuat dari unit-unit kecil agregat yang diletakkan secara acak atau
ditata dengan teratur. Contoh; tembok laut yang dibuat dari beton bertulang, batu-batu besar
hasil penambangan atau riprap revetment dan revetment yang dibuat dari blok-blok beton
seragam.
Bangunan massa monolit yang besar atau blok-blok beton saling terkunci sangat kaku dan
kuat menghadapi tekanan gelombang, tetapi tidak lentur (flexible). Sehingga tidak dapat
menyesuaikan diri apabila terjadi penurunan bangunan (settlement) atau gerusan lokal di
bagian kakinya yang merupakan kerusakan awal.
Sebaliknya, unit-unit armor beton atau batu-batu besar yang ditimbun secara acak mudah
menyesuaikan diri, apabila terjadi penurunan bangunan (settlement). Kadang-kadang
bangunan semacam ini kekuatan lebih besar dari apa yang direncanakan dan jika terjadi
kerusakan kecil tidak akan segera menjalar menjadi kerusakan fatal.
Pada umumnya, uji model hidrolik harus dilakukan untuk memverifikasi stabilitas bangunan.
Untuk gelombang tertinggi atau terbesar, uji model fisik harus dilakukan agar diperoleh
desain yang optimal.

2.15. Pengembalian Stabilitas

Kualitas bangunan pengaman pantai yang dibuat dari batu-batu yang ditimbun secara acak
sudah dikenal sejak lama. Bangunan tersebut mampu menyesuaikan dan mengatur kembali
__________________________________________________________________________________
2-14
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

susunan batu-bata dalam kondisi terkena gelombang besar yang menyebabkan kerusakan
ringan. Fenomena ini dikenal sebagai “pengembalian kekutana atau pengembalian stabilitas”.
Bangunan pengaman pantai yang dibuat dari blok-blok beton seragan yang diletakan secara
teratur hanya mempunyai atau tidak sama sekali penguatan kembali atau menstabilkan
kembali. Sehingga bangunan semacam ini mudah rusak jika terkena gelombang yang
melebihi gelombang rencana.
Angka koefisien stabilitas, KD mencapai 5 % kerusakan dalam kondisi gelombang rencana.
Jika berat batu amor yang tersedia di lokasi lebih ringan dari berat batu yang dihitung
berdasarkan tinggi gelombang di lokasi tersebut, maka tinggi gelombang yang menyebabkan
kerusakan nol untuk batu-batu yang tersedia di lokasi tersebut dapat dihitung. Sehingga rasio
tinggi gelombang yang berpotensi menyebabkan kerusakan untuk batu-batu yang tersedia di
lokasi tersebut dapat dihitung.
Dalam Shore Protection Manual (USACE, 1984), nilai-nilai H/HD=0 diterapkan untuk desain
pemecah gelombang dalam kondisi gelombang tidak pecah dengan tingkat kerusakan sampai
30%. Oleh karena bentuk revetment berbeda dengan pemecah gelombang, maka revetmen
akan rusak sebelum mencapai 30% tersebut. Nilai-nilai tersebut harus diterapkan untuk
kondisi, baik gelombang pecah maupun gelombang tidak pecah.
Informasi mengenai pengembalian stabilitas untuk revetment telah dikemukakan oleh Ahrens
(1981). Pengembalian stabilitas revetment sangat tergantung ketebalan lapisan, meskipun
berat rata-rata batu dan slope bangunan juga mempengaruhi pengembalian stabilitas tersebut.

2.16. Pelindung Sayap

Pelindung sayap atau ujung samping (flank) bangunan pengaman pantai sangat penting untuk
menghindari kerusakan akibat erosi yang terjadi di se kitar ujung samping bangunan tersebut.
Diding penahan tanah (tebing) pantai dari tiang-tiang pancang sering diikatkan atau dijangkar
ke tebing-tebing atau daratan yang ada di belakangnya, atau unjung awal dan akhir bangunan
dibengkokan (menutup) ke dalam tebing pantai. Tetapi, hal ini sulit dilakukan untuk
revetment, sehingga ujung revetment cenderung diperpanjang sampai ke bagian pantai yang
tidak mengalami erosi. Perpanjangan revetment, jika memungkinkan harus sampai melewati
bagian pantai yang mengalami erosi, meskipun kadang-kadang tidak layak secara ekonomi.
Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini, maka ujung awal dan akhir revetment diberi
pelindung seperti pelindung untuk kaki revetment, jika erosi di bagian tersebut relatif ringan
atau laju erosinya relatif lambat.

__________________________________________________________________________________
2-15
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

BAB 3

PERTIMBANGAN PELAKSANAAN

3.1. Bentuk dan Komposisi Material Pantai.

1) Pantai Tebing
Pantai berbentuk tebing dengan material kohesif (lempung) atau material granular (pasir,
kerikil dan batu-batu) mudah runtuh atau longsor, jika di bagian kaki tebing terjadi gerusan
lokal, atau kemiringan tebing tidak stabil disebabkan kondisi drainasi yang buruk, infiltrasi,
dan berkurangnya daya dukung efektif tanah akibat tekanan rembesan yang sangat besar.
Dinding penahan tanah, baik sistem kantilever maupun jangkar dapat dipakai untuk
melindungi tebing pantai terhadap gerusan lokal dan longsor. Tinggi tebing merupakan faktor
yang paling dalam menentukan jenis bangunan pengamanan tebing tersebut. Sehingga dalam
mendisain bangunan pengaman tebing harus mempertimbangkan perkiraan kedalaman
gerusan lokal dan beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi ketidak stabilan lereng tebing
tersebut. Dalam kondisi tertentu, tembok laut dan dinding penahan tanah gravitasi dapat
dipakai untuk mengatasi gerusan lokal di kaki tebing.

2) Pantai Pasir
Di pantai pasir, bangunan revetmen, tembok laut dan dinding penahan tanah dapat digunakan
melindungi daratan yang ada disepanjang pantai pasir tersebu. Faktor utama yang harus
diperhatikan adalah; apakah pantulan gelombang dari bangunan tersebut akan mengerosi
pantai pasir yang ada di depannya. Bangunan pengamanan pantai yang dibuat miring mampu
meredam energi gelombang lebih besar dari pada bangunan yang tegak lurus.

3.2. Garis Sepadan Tebing Pantai

Garis sepadan tebing pantai adalah posisi dimana bangunan boleh dibangun. Di Amerika
Serikat, peraturan pemerintah pusat dan negara bagian dan/atau peraturan daerah, kadang-
kadang perlu membatasi lokasi dan posisi bangunan pangaman pantai.
Oleh sebab itu, garis sepadan tebing pantai ditetapkan berdasarkan kombinasi beberapa faktor
sebagai berikut;
(a) Manfaat bangunan
(b) Karateristik lokasi bangunan
(c) Peraturan-peraturan terkait yang berlaku

3.3. Potensi Membahayakan Material Bangunan

Karat merupakan masalah utama dalam penggunaan bahan metal di air payau dan air asin,
terutama di zona percikan air, dimana material metal terus-menerus mengalami sklus basah-
kering. Baja karbon akan cepat berkarat dalam kondisi tersebut. Dalam hal ini, harus
digunakan besi baja anti karat, besi galvanis, dan besi yang dilapisi bahan anti karat. Kadang-
___________________________________________________________________________
3-1
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

kadang, di beberapa tempat harus digunakan tiang-tiang pancang alumuniun sebagai


pengganti tiang-tiang panjang besi.
Beton harus didesain tahan terhadap air laut. Beton untuk lingkungan maritim harus
memenuhi kualitas sebagaimana dianjukan dalam EM 1110-2-2000 and Mather (1957).
Kayu yang digunakan di lingkungan maritime harus dilindungi dari kerusakan akibat
pengeroposan oleh air asin (marine borers). Sehingga, kayu-kayu harus dilapisi atau dicat
dengan bahan creosote coal tar atau bahan pelindung anti air asin. Kadang-kadang, kedua
bahan tersebut digunakan sekaligus. Pedoman khusus mengenai perlindungan kayu di
lingkungan maritime dikemukakan dalam EM 1110-2-2906.
Komponen ultraviolet dari sinar matahari mempercepat kerapuhan bahan fiber sintetik,
seperti yang digunakan untuk membuat karung pasir dan kain filter. Beberapa produk akan
rapuh hanya dalam waktu satu minggu, jika terus-menerus terkena sinar matahari. Bahan
produksi pabrik yang digunakan untuk bangunan pengaman pantai harus menghingdari atau
dilindungi dengan cara sedimikian rupa agar tidak terkena sunar matahari. Karbon hitam
yang biasanya digunakan sebagai aditif untuk kain filter, sehingga sebagian besar produk
kain filter berwarna hitam agar lebih awet dibandingkan kain filter yang berwarn putih atau
abu-abu. Meskipun demikian, robekan-robekan kecil di kain filter akan memberikan peluang
sinar matahari merusak seluruh kain filiter tersebut.
Abrasi oleh angkutan sedimen gelombang laut yang bergerak menuju dan kembali dari
bangunan dapat merusak bangunan tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dipakai
beton atau batu yang keras, terutama untuk zona kritis yang banyak mengandung pasir, seperti
di depan dinding penahan tanan (tebing) pantai yang terbuat dari tiang-tiang pancang.
Di daerah-daerah yang diperkirakan banyak pencuri atau perusak (vandalism), maka material
banguna harus dibuat atau dipilih yang tidak mudah dipotong, dicuri, dikupas selimutnya dan
dirusak. Sebagai contoh; karung yang diisi pasir sangat mudah dipotong, blok-blok beton
ukuran kecil dan ringan sangat mudah dicuri, dan kawat bronjong sangat mudah dibuka atau
dilepas dan dicuri.

Referensi
1. Shore Protection Manual, USACE, 1984
2. EM 1110-2-1614, Design of Revetments, Seawalls and Bulkheads, USACE, 1995
3. Breakwaters, Jetties, Bulkheads and Seawalls, Pile Buck, 1992
4. Coastal, Estuarial and Harbour Engineers' Reference Book, M.B. Abbot and W.A. Price, 1994,
(Chapter 27)

__________________________________________________________________________________
3-2
PRA DESAIN BANGUNAN PENGENDALIAN EROSI PANTAI Joko Cahyono, e book & free download

Additional References
Ahrens, J. P. 1975 (May). “Large wave tank tests of riprap stability,” CERC Technical Memorandum 51, U.S.
Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Ahrens, J. P. 1981 (Dec). “Design of riprap revetments for protection against wave attack,” CERC Technical
Paper 81-5, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Ahrens, J. P. 1981 (Dec). “Design of riprap revetments for protection against wave attack,” CERC Technical
Paper 81-5, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Ahrens, J. P. and Heimbaugh, M. S. 1988 (May). “Approximate upper limit of irregular wave runup on riprap,“
Technical Report CERC-88-5, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Carstea, D., et al. 1975. “Guidelines for the environmental impact assessment of small structures and related
activities in coastal bodies of water,” Technical Report MTR-6916, The Mitre Corp., McLean, VA.
Eckert, J. W. 1983. “Design of toe protection for coastal structures,” Coastal Structures ’83 ASCE Specialty
Conference, 331-41.
Goda, Y. 1985. Random seas and design of maritime structures. University of Tokyo Press.
Herbich, J.B. 1991, Coastal Engineering Handbook
Mather, B. 1957 (Jun). “Factors affecting the durability of concrete in coastal structures,” CERC Technical
Memorandum 96, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Richart, F. E., Jr., and Schmertmann, J. H. 1958. “The effect of seepage on the stability of sea walls.” Sixth
International Conference on Coastal Engineering, 105-28.
Sorensen, R.M. 1997, Basic Coastal Engineering
Ward, D. L. 1992 (Apr). “Prediction of overtopping rates for irregular waves on riprap revetments,” CERC
Miscellaneous Paper 92-4, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Ward, D. L., and Ahrens, J. P. 1992 (Apr). “Overtopping rates for seawalls,” CERC Miscellaneous Paper 92-3,
U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Weggel, J. R. 1972. “Maximum breaker height for design,” Journal, Waterways, Harbors and Coastal
Engineering Division, American Society of Civil Engineers 98 (WW4), Paper 9384.
EM 1110-2-1601, Hydraulic Design of Flood Control Channels, USACE

__________________________________________________________________________________
3-3

Anda mungkin juga menyukai