Anda di halaman 1dari 8

KAITAN PSIKOLOGI PADA REMAJA YANG MENIKAH MUDA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Satu


Mata Kuliah Pengantar Psikologi

DISUSUN OLEH :
Salsabila Rachma
190910301109
D2 Pengantar Psikologi

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Hadi Prayitno, M.Kes.
19610608198821001

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019.1

1
Pendahuluan
Pernikahan dini dewasa ini sangat gencar dilakukan. Bukan hanya remaja yang
memiliki umur minimal menurut undang-undang saja yang melakukannya, tetapi
banyak remaja di bawah umur juga melakukan hal tersebut dikarenakan rasa cinta
yang timbul dari keduanya. Rasa yang timbul dari para remaja tersebut merupakan
salah satu akibat dari masa pubertas yang sedang dialami. Pada saat pubertas, emosi
remaja terbilang labil akibat pengaruh hormon.

Seperti berita yang saya jadikan bahan kajian untuk menulis esai ini bahwa ada
remaja yang rela mengorbankan masa mudanya untuk segera menikah, bahkan hingga
putus sekolah. Tentunya hal ini sangat meresahkan karena ditakutkan ada banyak
remaja yang mencontoh kejadian tersebut padahal mereka belum siap secara mental
maupun materi. Orangtua mengizinkan dengan beralasan untuk memghindari zina.
Alasan tersebut sangat rasional, tetapi jika pernikahan dilakukan oleh anak di bawah
umur ada baiknya dicegah dan anak-anak tersebut seharusnya lebih dulu diberikan
edukasi sebelum melakukan pernikahan walaupun perikahan tersebut belum
didaftarkan ke KUA.

Pembahasan
Remaja yang menikah saat usia 14 tahun bernama Arifin dan Ira, mereka mengaku
sama-sama jatuh cinta setelah dua bulan kenal. Arifin meminta kepada neneknya
untuk dinikahkan dengan Ira. Lalu neneknya menyetujui hal tersebut untuk
menghindari zina karena saat mereka bertemu keduanya menjadi dekat secara fisik.
Arifin mengaku ia tidak ingin melanjutkan sekolahnya walaupun sudah dibujuk oleh
neneknya, ia ingin membuka toko kelontong di depan rumah neneknya untuk
memenuhi kebutuhan hidup.

Menurut Piaget (1954) dalam Santrock (2007:53) ada empat tahap untuk memahami
dunia yang salah satunya ialah tahap operasional formalterjadi antara usia 11 dan 15
tahun yang pada tahap ini individu melampaui pengalaman-pengalaman konkret dan
berpikir secara abstrak dan lebih logis. Para remaja mulai mengembankan keadaan
yang ideal dan dapat berpikir mengenai bagaimanakah menjadi orangtua ideal.

2
Perilaku Arifin yang memutuskan untuk menikah artinya sama yang dikatakan oleh
Piaget, ia memikirkan pernikahan sebagai suatu hal yang logis karena didasari cinta
dan ia berpikir untuk menjadi suami yang baik itu harus bekerja, sehingga ia
memtuskan untuk berhenti sekolah serta membuka toko kelontong sebagai sumber
penghasilan.

Emosi yang dirasakan antara Arifin dan Ira terbilang wajar karena mereka sedang
berada pada masa pubertas, yaitu masa dimana seseorang merasakan peralihan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Freud dalam Dariyo (2004:105)
mengatakan bahwa ketika masih berada pada masa laten, individu mengembangkan
pergaulan sosial yang berciri pada ketertarikan terhadap teman sejenis. Namun kini
ketika menginjak masa remaja, mereka mulai memperhatikan lawan jenis, bahkan
sebagian dari mereka berpacaran. Pacaran merupakan sebuah wujud pendekatan yang
dilajukan oleh sesorang sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Seperti
yang dilakukan oleh Arifin dan Ira mereka melakukan pendekatan dengan bertukar
pesan sebelum akhirnya yakin untuk minta dinikahkan. Namun, seharusnya hal
tersebut bisa dijadikan motivasi untuk meraih prestasi bukan seperti keputusan Arifin
yang berhenti sekolah karena telah menikah.

Menurut Sarwono (1994) dalam Murcahya (2010), pernikahan dini banyak terjadi
pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku
seksual. Keputusan yang diambil Arifin dan Ira untuk segera menikah juga ada
baiknya karena keputusan tersebut dapat menghindari diri mereka dari seks bebas
yang marak terjadi pada remaja. Sikap orangtua (nenek) yang mendukung keputusan
tersebut juga berkaitan dengan apa yang dikatakan Sarwono tersebut. Sang nenek
menghindari adanya perilaku seksual yang menyimpang dan jika dikaitkan dengan
agama juga menghindari zina.

Usia 14 tahun seharusnya dimanfaatkan untuk menjelajahi dunia, mengetahui banyak


hal, bersosialisasi dengan lingkungan, proses mengenali diri sendiri, bukan membuat
diri terbelenggu dalam sebuah ikatan yang serius. Dikutip dari
universitaspsikologi.com menurut Kuhn (Santrock, 2011), kognitif terpenting yang
berlangsung pada remaja adalah peningkatan di dalam fungsi eksekutif, yang
melibatkan aktivitas kognitif dalam tingkat yang lebih tinggi. Peningkatan di dalam

3
fungsi eksekutif membuat remaja dapat belajar secara lebih efektif dan lebih mampu
menentukan bagaimana memberikan perhatian, mengambil keputusan, dan berpikir
kritis. Hal tersebut mengaskan bahwa pada saat usia remaja perlu banyak belajar,
bergaul, mencari pengalaman agar mereka para remaja dapat lebih mandiri, percaya
diri, dapat berpikir kritis, memiliki pengetahuan yang luas, dan dapat menggunakan
logikanya untuk membedakan mana yang baik atau buruk untuk dirinya.

Kesimpulan
Pada dasarnya seseorang yang ingin menikah perlu adanya edukasi terlebih dahulu
mengenai kehidupan pernikahan, baik kesehatan ,seksual, material, dan lain hal.
Peluang terjadinya perceraian pada pernikahan dini sangat besar dikarenakan kedua
belah pihak belum memiliki pemikiran yang cukup dewasa dan emosi yang stabil
untuk menghadapi segala permasalahan yang ada dalam rumah tangga. Jika kita lihat
dari sisi Arifin dan Ira, mereka sangat membutuhkan edukasi mengenai kehidupan
pernikahan agar dapat bisa mengontrol diri karena mereka masih tergolong remaja
yang emosinya masih belum stabil.

4
Lampiran Berita

HEBOH, Baru 2 Bulan Ketemu Kedua Remaja Ini Langsung Menikah


dan Tak Mau Sekolah Lagi

Editor: Dian Anditya Mutiara

Banyak kisah remaja menikah muda dengan alasan sudah cinta.


Salah satunya yang
ddialami Ira Budiarti dan Zainal Arifin menikah di usia 14 tahun di Desa
Tungkap, Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Seperti dikutip Wartakotalive.com dari instagram @makassar_iinfo yang melakukan
wawancara eksklusif dengan pasangan muda itu.

Pernikahan remaja itu hebohkan media sosial dan minta kepada orang tua Ira dan
nenek Arifin untuk segera dinikahkan agar tinggal bersama.

Berikut petikan wawancaranya:


Waktu pertama ketemu Ira gimana ceritanya?
di pasar malam lagi jalan-jalan bersama kawan, ada Ira dengan temannya juga yang
menegur. Setelah itu langsung lah berdua chating lama.
Setelah langsung nyatakan cinta "baru ditembak duss.. hehe. Jadi cuma lewat hape
saja nembaknya. "Bilang aku suka kau lah"

5
Kalau Ira bagaimana ceritanya pertama kali ketemu Arifin ?
Awalnya ketemu di pasar malam terus kawanku negur Arifinnya, saya negur juga.

Habis itu gaya-gayaan (bercanda), pas dlihat di hape kawan ada Whatsappnya Arifin
ini. Chattingan bercanda sama dia. lama-lama dia bilang 'kau mau sama saya? saya
terima. Baru ketemuan lagi di sirkuit.

Apa waktu itu sudah kepikiran jadi suaminya Ira?


Belum sih. Tapi yakinnya pas Ira sering bermalam di rumah ini

Apa yang membuat Arifin yakin untuk menjadikan Ira istri?


Karena Ira itu ada bawelnya sedikit, perhatian tapi sayang

Lalu yang bikin Arifin cinta sama Ira, apa sih?


ya sama kelakuannya lah

Apa yang bikin Ira senang dengan Arifin?


Dia lucu orangnya, dewasa dan perhatian
Saat itu juga Arifin langsung minta dinikahkan dengan sang nenek.

"Nek saya hendak berbini dengan Ira," tuturnya.


Setelah menikahi Ira, Arifin mengaku bahagia dan ceria. Begitupun dengan Ira
"Ya gugup begitu nggak sangka mau diajak nikah, jadi bahagia dan senang," imbuh
Ira.

Kalau dihitung, menurut Ira, perkenalannya dengan Arifin hanya dua bulan saja.
Karena keduanya tidak mau lagi melanjutkan sekolah maka Arifin pun membuka
warung kelontong di depan rumah sang nenek.

Lalu apa alasan Janariah nenek Arifin menikahkan kedua remaja tersebut?
Menurut Janariah kedua remaja itu sudah sangat lengket sulit dipisahkan.
"Mudah saja supaya menghindari perzinahan, soalnya kedua anak ini kalau sudah
kumpul lengket, yang satu nggak mau pulang," kata Janariah.

6
"Mereka berdua ngakunya sudah sama suka, keduanya udah saling cinta. Nah kita
sebagai orang tua cuma tinggal mengarahkan saja," ujarnya.
Selain ingin menikah, Arifin dan Ira sudah tidak mau melanjutkan sekolah. Padahal
sudah dinasihati sebelumnya untuk menyelesaikan sekolah dulu.

"Setelah menikah keduanya nggakj lagi jalan-jalan keluar, diam saja di rumah. Yang
perempuannya bisa nyuci, yang lakinya bisa kerja. Sebagai orang tua selama 3 tahun
kita yang merangkul dulu. Nah setelah 3 tahun baru dinikahkan lagi ke KUA," tukas
Janariah.

7
Daftar Pustaka

Buku
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia

Santrock , John W. 2007. Adolescene. Eleventh Edition. Dallas: The McGraw-Hill.


Terjemahan oleh B. Widyasinta. 2007. Remaja. Edisi Kesebelas Jilid Satu.
Jakarta: Erlangga

Situs Web
Universitas Psikologi. 2018. Teori Perkembangan Fisik dan Kognitif pada Masa
Remaja. (Diakses pada 11 Desember 2019).
https://www.universitaspsikologi.com/2018/06/teori-perkembangan-
fisik-dan-kognitif-masa-remaja.html

Skripsi
Ardhianto M. 2010. Dinamika Psikologis Pengambilan Keputusan Untuk Menikah
Dini. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi. Universitas
Muhammadiyah: Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/9983/1/F100030085.pdf

Lampiran Berita
Mutiara, Dian Anditya. 2019. Heboh, Baru 2 Bulan Ketemu Kedua Remaja Ini
Langsung Menikah dan Tak Mau Sekolah Lagi. (Diakses pada 10 Desember
2019).
https://wartakota.tribunnews.com/2019/06/28/heboh-baru-2-bulan-k
etemu-kedua-remaja-ini-langsung-menikah-dan-tak-mau-sekolah-lagi

Anda mungkin juga menyukai