Anda di halaman 1dari 23

Dental Ceramics – Past, Present, and Future

Oleh:
drg. Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi, M.Biomed.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Daftar Gambar 3
Daftar Tabel 4
Bab I. Pendahuluan 5
Bab II. Pembahasan 6
Fixed Prosthodontics dalam Kedokteran Gigi (Pertimbangan Historis) 6
Porcelain Menyatu dengan Mahkota dan Jembatan Logam 7
Kegunaan Keramik dalam Kedokteran Gigi 9
Klasifikasi Material Berbahan Dasar Keramik 9
Restorasi Keramik Berbahan Dasar Zirconia 10
Tekanan Isostatik Panas (HIP) dibandingkan Tekanan Isostatik Non-Panas (Non-
HIP) 11
Transformation Toughening 12
Degradasi Suhu Rendah 13
Proses Pewarnaan Zirconia 14
Kegagalan Bahan Berbasis Zirconium Oxide 15
Penggunaan Bahan Berbasis Zirconia dalam Kedokteran Gigi 15
Implan dan Abutment Zirconium Oxide 15
Bab III. Kesimpulan 18
Daftar Pustaka 19

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Crystalline structure of zirconia adapted from 10


Gambar 2. Transformation Toughening 12
Gambar 3. Schematic illustration of transformation toughening 13

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat-sifat dari Veneering dan Restorasi Core 8


Tabel 2. Colouring dye and corresponding shade produced for LAVA zirconia 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dokter gigi telah mencari bahan restoratif yang ideal selama lebih dari satu
abad. Meski bahan restoratif seperti amalgam, komposit, dan semen restoratif telah
digunakan dengan sukses selama beberapa dekade terakhir, namun bahan ini masih
kurang layak untuk digunakan pada restorasi multiunit. Untuk beberapa restorasi unit
tunggal, hasil estetikanya sangat penting. Dalam hal ini bahan restoratif harus
biokompatibel dan tahan lama, dan seharusnya menjaga kualitas permukaan dan
karakteristik estetiknya dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan keramik pada
kedokteran gigi cukup menarik karena sifat biokompatibilitasnya, stabilitas warna
jangka panjang, ketahanan terhadap bahan kimia, ketahanan terhadap keausan, dan
kemampuannya untuk dibentuk menjadi bentuk yang tepat, meskipun dalam beberapa
kasus, mereka memerlukan peralatan pemrosesan yang mahal dan pelatihan khusus
untuk teknisi lab (Anusavice, 2003). Peningkatan permintaan untuk pengembangan
bahan sewarna gigi telah menyebabkan meningkatnya permintaan untuk restorasi
berbasis keramik dan polimer dan mengurangi permintaan untuk amalgam dan
cetakan logam.
Sepanjang sejarah banyak jenis bahan keramik yang telah dikembangkan
untuk menggantikan struktur gigi. Pada awalnya, porselen yang menyatu dengan
logam merupakan perawatan standar, karena sifat mekanik keramik murni yang buruk
(Jorquera, 2016). Keinginan terhadap bahan yang mempunyai nilai estetik baik dan
tahan lama juga menyebabkan penggunaan porselen dalam kedokteran gigi. Selain
sistem metal-ceramic, ada juga sistem zirconia-ceramic yang pada saat ini banyak
digunakan. Berdasarkan hal di atas, jurnal ini sangat tepat untuk memahami dental
ceramic, baik dari segi sifat, bahan, kegunaan, maupun proses pengolahannya. Hal-
hal tersebut akan diuraikan berikut ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Fixed Prosthodontics dalam Kedokteran Gigi (Pertimbangan Historis)


Kata Keramik berasal dari istilah Yunani yaitu keramos yang berarti "potter
atau pottery". Restoratif kedokteran gigi dapat ditelusuri kembali ke awal masa
Mesir. Kedokteran gigi sudah ada di Etruria namun tetap belum berkembang secara
relatif hingga abad ke-18. Pada saat itu prostesis gigi dibuat dari gigi manusia, gigi
binatang yang diukir dengan ukuran dan bentuk gigi manusia, dan porselen (Kelly,
Nishimura et al 1996). Gigi manusia sulit didapat dan bila ditemukan harganya
mahal. Di sisi lain gigi hewan dapat terkorosi dengan mudah karena agen saliva
alami. John Greenwood menggunakan gigi kuda nil untuk gigi tiruan George
Washington (Johnson 1959; Kelly, Nishimura et al 1996).
Keinginan terhadap bahan estetik dan tahan lama menyebabkan penggunaan
porselen dalam kedokteran gigi. Porselen telah memiliki beragam aplikasi selama
berabad-abad; porselen buatan China pada awal abad ke-9 dan, Prancis dan Inggris
pada abad ke-18 menggunakan porselen untuk peralatan makan malam (Anusavice
2003). Pengenalan porselen dalam kedokteran gigi oleh Alexis Duchateau pada tahun
1774 adalah salah satu perkembangan sejarah terpenting dalam kedokteran gigi. Ada
beberapa laporan bahwa pada tahun 1728 Fuchard, seorang dokter gigi Prancis,
menggunakan baked enamel (Capon, 1927) (Anusavice 2003). Duchateau, seorang
apoteker Prancis tidak puas dengan gigi palsunya saat terkena noda. Dia melihat
bahwa di sisi lain, peralatan keramiknya yang dilapisi dengan kaca tampak tahan
terhadap bahan kimia dan penggilingan. Mungkin ini sumber gagasan barunya untuk
membuat seperangkat mineral dentures untuk dirinya. Masalah utama yang harus
diatasi Duchateau adalah kontraksi penembakan yang besar pada porselen. Dia
mencoba menyelesaikannya dengan menggunakan model yang lebih besar namun
sebagian besar tidak berhasil. Dia berhasil setelah berkolaborasi dengan dokter gigi
bernama Nicolas Dubois de Chemant, setelah itu metode fabrikasi sangat meningkat.
Pada tahun 1808 seorang dokter gigi Itali menemukan gigi porselen "terrometallic"

5
Yang dipegang oleh platinum pin yang kemudian diperbaiki oleh Ash pada tahun
1837. Mahkota porselen pertama dikembangkan oleh Land pada tahun 1903 (Lynch,
O'Sullivan et al., 2006)
Meningkatnya permintaan akan estetika menyebabkan perkembangan pada
semua restorasi keramik. McLean menambahkan aluminium oksida ke porselen
feldspathic untuk mengembangkan bahan gigi superior. Penambahan aluminium
oksida bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik namun materialnya
tampak masih sangat rapuh, bahannya juga memiliki kekurangan pada kekuatan tarik,
ketahanan aus, membutuhkan sebuah veneering porcelain dan memiliki adaptasi
marjinal yang buruk, hal itu terjadi dikarenakan perkembangan restorasi keramik
sudah mengarah pada pertahanan deformasi tanpa fraktur (Anusavice 2003).

Porcelain Menyatu dengan Mahkota dan Jembatan Logam


Restorasi metal ceramic telah digunakan sejak tahun 1950-an ketika Brecker
menggambarkan metode pembuatan porselen ke emas. Mahkota metal ceramic telah
mengalami beberapa penyempurnaan untuk mengembangkan mahkota dengan
kekuatan yang memadai dan estetika yang baik. Meningkatnya preparasi gigi,
pertimbangan estetika dan alergi terhadap nikel menyebabkan munculnya berbagai
restorasi bebas logam (Barnfather dan Brunton 2007).
Menurut Hickel dan Manhart (2001) bahan keramik seperti spinel, alumina,
dan keramik kaca yang diperkuat dengan lithium disilicate telah digunakan untuk
pembuatan restorasi bebas logam. Pengenalan terhadap pola perawatan, bahan dan
teknik restorasi yang baru telah memperbaiki kekuatan dan estetika dari protesis gigi
cekat. Restorasi metal ceramic dalam banyak penelitian menunjukkan kekuatan yang
baik, namun Sailer Pjetursson dkk. (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa
kesulitan dalam meniru estetika alami terutama di daerah yang material veneer-nya
terbatas. Manicone, Rossi Iommetti dkk. (2007) menambahkan mahkota bebas logam
memungkinkan menjaga warna jaringan lunak yang mirip dengan gingiva alami
dibandingkan dengan porselen yang menyatu dengan logam. Keuntungan dari
restorasi keramik adalah kemampuan material untuk mencapai estetika yang optimal

6
namun, kurangnya stabilitas mekanis yang secara historis dianggap hanya sesuai
untuk single crown (Hickel dan Manhart, 2001; Olsson, Fürst et al., 2003). Semua
restorasi keramik digabungkan estetika dari veneering porselen dan inti keramik
mampu menahan fraktur selama berfungsi di daerah anterior maupun posterior
(Conrad, Seong et al, 2007). Veneering porcelain biasanya terdiri dari kaca atau fase
kristal oksida aluminium, fluoroapatite atau leucite dan bahan yang digunakan untuk
inti terdiri dari lithium-disilicate, aluminium oxide atau zirconium oxide.
Kegunaan dari bahan – bahan ini disesuaikan dengan restorasi dari segi
bentuk dan estetika. Zirconium oxide (zirconia) adalah salah satu keramik yang
paling stabil dan memiliki kekuatan tekuk dan ketahanan terhadap fraktur dengan
nilai sekitar 900 MPa dan 9 MPa m ½, nilai – nilai ini hampir dua kali lebih tinggi
dari yang dihasilkan oleh glass-ceramic dan glass-infiltrated alumina (dalam keramik
alumina). Beberapa perbandingan dapat dilihat dalam tabel 1. Dalam sebuah tinjauan
sistematis yang dilakukan oleh Sailer et.al (2011) restorasi keramik murni memiliki
tingkat ketahanan yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan metal-
ceramic FPD. Mereka menemukan tingkat kegagalan sebesar 11.4% dalam 5 tahun
untuk mahkota berbahan keramik dan 5.6 % untuk mahkota berbahan metal keramik.
Hal yang paling sering mengakibatkan kegagalan adalah fraktur antara rangka dan
veneering ceramic, akan tetapi dengan zirkonium oksida, kegagalan paling sering
disebabkan oleh faktor biologis dan teknis daripada fraktur pada rangka. Komplikasi
biologis yang paling umum ditemukan dalam tinjauan sistematis, adalah kehilangan
vitalitas dari gigi ketika diobservasi dengan periode selama 5 tahun.

7
Tabel 1. Sifat-sifat dari Veneering dan Restorasi Core (Anusavice 2003)

Kegunaan Keramik dalam Kedokteran Gigi


Dental ceramics adalah salah satu bagian dari penelitian dan pengembangan
bahan kedokteran gigi yang paling cepat berkembang. Selama 2 dekade kebelakang
beberapa tipe keramik telah dikembangkan dengan berbagai metode pengolahan telah
diperkenalkan. Bahan – bahan ini digunakan untuk membuat inlay, onlay, veneer,
mahkota dan FPD yang lebih kompleks. Peningkatan permintaan untuk
pengembangan bahan sewarna dengan gigi telah menyebabkan meningkatnya
permintaan untuk restorasi berbasis keramik, polimer dan mengurangi permintaan
untuk amalgam dan cetakan logam.

Klasifikasi Material Berbahan Dasar Keramik


Dental ceramic dapat diklasifikasikan berdasarkan, antara lain: (Anusavice
2003)
1) Kegunaan atau indikasinya (misalnya anterior, posterior crown, veneer, post
and core, fixed prosthesis, ceramic stain, glaze )
2) Komposisi
3) Fase matrik krital utama (silica glass , leucite-based feldspathic porselen,
leucite-based glass ceramic,lithia disilicate-based glass-ceramic,leucite
disilicate-based glass-ceramic, aluminous porselen, alumina, glass-infused
alumina, glass-infused-spinel,glass-infused alumina/zirconia)
4) Metode Pengolahan (casting, sintering, partial sintering and glass infiltration,
slip casting and sintering, hot isostatic pressing, CAD-CAM milling and copy
milling)
5) Temperature pembakaran (ultralow fusing, low fusing, medium fusing and
high fusing)
6) Mikrostruktur (amorphous glass, crystalline, partikel cystalline pada matrix)
7) Translusensi (opaque, translusen, transparan)
8) Resisten terhadap fraktur (low, medium, hard)

8
9) Abrasif (perbandingan relative terhadap enamel, melawan enamel gigi)
Dental ceramic dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu keramik yang
digunakan untuk veneer metal framework pada metal ceramic, contohnya yaitu
porselen menyatu dengan protesis logam (gambar 1), dan keramik yang digunakan
untuk menghasilkan protesis all ceramic (Anusavice, 2003).

Restorasi Keramik Berbahan Dasar Zirconia


Zirconia menemukan berbagai aplikasi diluar kedokteran gigi:
1) Zirconia pada umumnya digunakan sebagai isolator termal dan dalam sel
bahan bakar dikarenakan sifat mekanik dan fisiknya yang luar biasa (Al-
Ameh, Lyons et al 2010)
2) Zirconia terjadi dalam 3 bentuk polimorfik tergantung suhu yaitu monoklinik
(suhu ruangan sampai 1170 derajat celsius), tertragonal (1170-2370 derajat
celsius) dan kubik (2370 derajat celsius hingga titik lebur) (gambar 1)
3) Transisi dari tetragonal ke fase monoklinik menghasilkan peningkatan volume
sebesar 3-5% menimbulkan retakan dalam sampel zirconia
4) Penambahan Mg, Ca, Sc, Y dan Nd pada fase tetragonal suhu tinggi dapat
mengakibatkan stabilisasi pada suhu ruangan (Anusavice, 2003)
5) Zirconia memiliki sifat mekanis yang serupa dengan baja tahan karat. Cales
and Stefani menemukan bahwa 50 juta siklus diperlukan untuk memecahkan
sampel dengan kekuatan 90 kN. Kegagalan sampel terjadi setelah 15 siklus
sehingga menggambarkan ketahanan fraktur zirconia yang tinggi (Cales and
Stefani, 1994)

9
Gambar 1. Crystalline structure of zirconia (Anusavice,2003)

Tekanan Isostatik Panas (HIP) dibandingkan Tekanan Isostatik Non-Panas


(Non-HIP)
Kemajuan teknologi CAD-CAM memungkinkan menghasilkan bentuk
kompleks yang dibentuk sejak dalam keadaan belum dibentuk sama sekali. Abutmen
yang telah disiapkan dipindai menggunakan perangkat lunak dan kemudian dibentuk
untuk membuat kerangka zirconia. Kerangka kerja ini bisa dibentuk secara hard
milled atau soft milled. Soft milled melibatkan mesin zirconia dari residu zirconia
yang disorot dalam keadaan hijau yang mengikuti kerangka kerja disinter dengan
kekuatan maksimumnya sehingga menyebabkan penyusutan 25%. Contoh umum
pembentukan lunak adalah LAVA, IPS, EMAX dan Procera (Raigrodski 2004).
Proses HIP melibatkan sistem tertutup dimana suhu dan tekanan tinggi
diterapkan untuk memadatkan zirconia, menghasilkan kekuatan sekitar 20% lebih
banyak (Anusavice 2003). Zirconium sinter padat yang panas ditekan secara isotatik
(HIP) adalah hard milled. Pembentukan ini cenderung tidak praktis karena
melibatkan siklus pembentukan yang lebih panjang, akibatnya sebagian besar
produsen lebih memilih soft milled daripada hard milled karena kurang memakan
waktu. Ada kelebihan dan kekurangan keduanya, soft milled dapat menyebabkan
perbedaan marjinal karena penyusutan 25% sementara di sisi lain hard milled dapat
menyebabkan celah mikro dalam kerangka. (Al-Amleh, Lyons dkk.,2010).
Ketika Reich dan rekan-rekannya memeriksa celah marjinal dari 4 unit FPD,
mereka menemukan perbedaan rata-rata sekitar 77μm dalam 24 sampel FPD non HIP
merupakan tingkat yang dapat diterima secara klinis (100-200mm) (Reich, Kappe et
al, 2008).
Studi in vitro mendukung penggunaan HIP dan non-HIP, namun tidak ada uji
klinis yang membuktikan klaim ini dengan cara apa pun. Telah dicatat bahwa jumlah
fraktur klinis tertinggi terjadi pada Non HIP (Al-Amleh, Lyons dkk.,2010). Untuk
mempelajari perbedaan antara penelitian HIP dan Non HIP maka perlu dilakukan lagi
dengan sampel yang lebih besar (Raigrodski, 2004).

10
Transformation Toughening
Zirconia memiliki konduktivitas termal yang sangat rendah (20% dari
alumina). Hal ini menyebabkan juga reaksi secara kimiawi lambat dan ketahanan
terhadap korosi. Zirconia mengalami ekspansi volume besar ketika mengalami
transformasi dari fase kubik menjadi tetragonal ke fase monoklinik yang
menyebabkan ekspansi struktural dan tensile stresses yang menyebabkan zirconia
retak saat pendinginan (Anusavice 2003). Magnesium oxide, yttrium oxide, calcium
oxide dan cerium oxide ditambahkan ke zirconia untuk menstabilkan fase tetragonal
pada suhu rendah. Penstabil yang paling umum digunakan dalam kedokteran gigi
adalah yttria yang menginduksi kekosongan pada sisi kristal (Manicone, Rossi
Iommetti et al 2007).

Gambar 2. Transformation Toughening


Proses transformasi pada partikel tetragonal menjadi partikel zirkonia
monoklinik (diadaptasi dari (Brown Feb, 2010))

11
Gambar 3. Schematic illustration of transformation toughening (Anusavice
2003)

Penambahan 3-5 mol% yttrium menghasilkan pembentukan dari stabilisasi


yttrium-zirconia atau stabilisasi yttria- tetragonal zirconia polycrystals (Y-TZP).
Stabilisasi struktural zirconia oleh yttria menghasilkan proporsi yang signifikan dari
fase metastabil tetragonal. Fase metastabil tetragonal memperkuat dan menguatkan
struktur dari transformasi lokal menjadi fase monoklinik ketika tensile stresses
berkembang pada crack tips (Anusavice 2003). Ekspansi volume yang bersebelahan
dengan crack tip menghasilkan ketangguhan retakan lokal yang meningkat dan
menghambat potensi perambatan retak (Manicone, Rossi Iommetti dkk., 2007)
(gambar 2 dan 3). Dengan demikian, transformation tougnening adalah metode
pelindungan terhadap retakan yang menghasilkan peningkatan tensile strength dan
ketahanan fraktur.

Degradasi Suhu Rendah


Stabilitas zirconia jangka panjang dapat terhambat oleh kerentanannya
terhadap degradasi hidrotermal. Meskipun dalam kebanyakan laporan degradasi

12
hidrotermal zirconia terjadi antara 200-300°C, paparan dari lingkungan rongga mulut
juga dapat menyebabkan degradasi zirconia yang menyebabkan peningkatan
kekasaran permukaan, butiran terfragmentasi dan celah mikro. Proses degradasi
memulai transformasi permukaan ke fase monoklinik yang pada gilirannya
mengalihkan tekanan ke butir yang berdekatan (Kobayashi, Kuwajima et al, 1981).
Ion hidroksil bertanggung jawab atas transformasi ini yang menghasilkan pemecahan
ikatan atom di permukaan yang menghasilkan tegangan residual (Anusavice 2003).
Degradasi suhu rendah berbeda-beda di antara produsen yang berbeda, sebenarnya
hal ini dibedakan dengan metode pengolahan yang berbeda oleh produsen yang sama
(Chevalier, Deville et al., 2004).

Proses Pewarnaan Zirconia


Kerangka zirconia bersifat estetik dibandingkan dengan kerangka logam
namun masih kurang tembus pandang dan tampak putih. Pewarnaan pada kerangka
zirconia bertujuan untuk meningkatkan estetika dan keseluruhan warna restorasi.
Proses pewarnaan bervariasi tergantung pada produsen. Teknik yang berbeda
mencakup menambahkan pigmen metalik ke bubuk zirconia awal atau mencelupkan
kerangka yang dibentuk pada pigmen. Keuntungan pewarnaan kerangka kerja yang
sudah dibentuk adalah pengurangan ketebalan veneer untuk menutupi warna yang
mendasarinya (Aboushelib, Kleverlaan et al., 2008). Proses pewarnaan itu sendiri
meningkatkan kekuatan restorasi. Zirconia 3M ™ ESPE ™ Lava ™ tidak diwarnai
oleh pigmen melainkan oleh ion pewarna. Zirconia pra-disinter direndam dalam
pewarna shading. Sifat keropos zirconia memungkinkan untuk menyerap ion
pewarna. Ion yang direndam ini digabungkan dalam struktur selama tahap sintering
akhir (Piwowarczyk, Ottl dkk, 2005). Dalam sebuah penelitian yang membandingkan
zirconia dari produsen yang berbeda, kesamaan struktural dan kemiripan kimia
terlihat walaupun teknik pembentukan dan metode pewarnaan berbeda. (Aboushelib,
Kleverlaan et al 2008). Pewarna ini sesuai dengan nuansa veneering porcelain (Tabel
2)

13
Tabel 2. Colouring dye and corresponding shade produced for LAVA
zirconia

Kegagalan Bahan Berbasis Zirconium Oxide


Veneer porcelain cenderung lebih lemah dibandingkan dengan bahan inti
zirconia sehingga cenderung gagal pada beban rendah. Retakan paling sering terjadi
dari permukaan veneer dan permukaan dalam inti (Von Steyern, Carlson et al 2005).
Penekanan panas cenderung memperbaiki sifat mekanik bahan veneer (Tsalouchou,
cattell et al 2008). Dimensi material inti dan venner, kesalahan pemrosesan dan
desain penyiapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fraktur dan
fatigue behaviour material yang digunakan (Tsalouchou, Cattel et al., 2008).
Meskipun peningkatan ketebalan ceramics copings cenderung secara estetis
menyenangkan, penting untuk tidak mengorbankan estetika mahkota dengan
overcontouring atau overreduction (Proos, Swain et al., 2003).

Penggunaan Bahan Berbasis Zirconia dalam Kedokteran Gigi


Aplikasi klinis zirconium oxide gigi mencakup endodontics posts, implan dan
abutment implan, braket ortodontik dan kerangka kerja parsial cekat (Conrad, Seong
dkk., 2007).

Implan dan Abutment Zirconium Oxide


Penggantian gigi yang hilang membutuhkan evaluasi fungsional dan estetika.
Desain abutment zirconium oxide intrasulcular memperoleh kemunculan profil yang
tampak alami dan menghilangkan risiko kilau metalik melalui jaringan lunak yang

14
tipis (Zembic, Sailer et al., 2009). Penggunaan abutment keramik untuk implan
memastikan adaptasi optimal antara margin restorasi dan jaringan lunak. Implan
titanium dianggap sebagai standar emas namun salah satu kelemahan utama adalah
titanium menyebabkan perubahan warna abu-abu pada mukosa peri-implan (Zembic,
Sailer et al., 2009). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 54 abutment
implan zirconia selama 4 tahun periode, ditemukan bahwa tidak ada fraktur abutment
yang tercatat di daerah anterior atau premolar (Glauser, Sailer et al., 2004)
dibandingkan dengan abutment alumina yang memiliki Tingkat kegagalan 7% dalam
1 tahun (Andersson, Taylor et al, 2001). Follow up pada 3-5 tahun untuk ekstraksi
implan zirconia posterior menggambarkan tingkat ketahanan sebesar 97,8% -100%
(Raigrodski, Chiche et al 2006; Sailer, Zembic et al., 2009). Abutment keramik
zirconia telah terbukti bertahan pada beban fungsional oklusal yang tinggi sambil
mempertahankan estetika yang memadai. Zirconia dan titanium abutment telah
menunjukkan tingkat yang sama dari akumulasi plak yang dalam kenyataannya tidak
ada perbedaan yang ditemukan mengenai jumlah akumulasi plak di antara gigi alami
dan abutment. Studi lain yang mendukung bukti ini dilakukan oleh Scarano dkk yang
melaporkan bahwa cakupan bakteri pada zirconium adalah 12,1%, dibandingkan
dengan titanium yang 19,3% (Scarano, Piattelli et al., 2004). Zirconia abutment
memberikan marjinal yang adekuat dan segel periodontal tanpa infiltrasi bakteri
(Manicone, Rossi Iommetti et al. 2007).
Tujuan dari sistem all ceramic implant adalah untuk mengembangkan sistem
yang biokompatibel, dibuat dari bahan sewarna gigi untuk memperbaiki estetika dan
yang mampu menahan kekuatan pengunyahan (Kohal dan Klaus 2004).
Dalam sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan pada kelinci,
Sennerby membandingkan osseointergration dan penghilangan torsi antara implan
zirconia dan implan titanium. Studi ini membandingkan implan titanium teroksidasi
yang dimodifikasi, permukaan implan zirconia yang dimodifikasi dan permukaan
mesin implan zirconia. Ditemukan bahwa penghilangan torsi dari implan zirconia
yang dimodifikasi permukaannya serupa dengan implan titanium oksida dan 4 kali
lipat lebih banyak daripada implan mesin sehingga modifikasi tambahan pada

15
permukaan implan zirconium oksida dapat meningkatkan kestabilannya. (Sennerby,
Dasmah et al 2006).
Sebuah studi in-vitro yang menguji implan zirconia menyimpulkan bahwa
mereka mampu untuk bertahan pada tekanan pengunyahan yang tinggi. Rata-rata
beban fraktur setelah tegangan siklik pada implan titanium dengan porselen yang
disatukan dengan restorasi logam adalah 668,6 N sedangkan implan zirconia dengan
semua restorasi menggunakan keramik retak pada 555,5 N. Daya dukung beban yang
serupa menyimpulkan bahwa implan zirconia dapat digunakan untuk gigi anterior
(Kohal, Klaus et al 2006).
Sistem tooth coloured post untuk gigi non-vital diperkenalkan untuk
mengembangkan restorasi estetik untuk gigi yang non-vital (Ahmad 1998). Disisi
lain, metal post menyebabkan korosi dan dapat menyebabkan reaksi inflamasi dengan
periodontium. Zirconia post dianggap stabil secara kimia dengan sifat fisik optimal
yang ideal untuk membangun restorasi estetik (Ahmad 1998). Ada beberapa laporan
tentang zirconia post yang lebih lemah daripada metal post sehingga memerlukan
penambahan struktur radikular untuk menampung post yang lebih tebal (Schwartz
dan Robbins 2004). Masalah lain yang biasa dihadapi dengan zirconia post adalah
bahwa mereka tidak dapat dietsa sehingga sulit membentuk ikatan dengan material
inti komposit (Butz, Lennon et al., 2001). Pengambilan zirconia post cenderung tidak
praktis jika terjadi endodontic retreatment atau fraktur pada post. Beberapa bahan
keramik dapat dihilangkan dengan menggiling bahan namun tidak mungkin untuk
menggiling seluruh zirconia post (Schwartz dan Robbins 2004). Sebuah studi
retrospektif empat tahun yang dilakukan pada zirconia post dengan inti glass-ceramic
tidak langsung menggambarkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dengan
menggunakan post yang sama dengan pembuatan komposit langsung. Bukti saat ini
menunjukkan bahwa penggunaan zirconia post harus dihindari dan bahan post dan
inti dengan sifat yang serupa dengan dentin harus digunakan (Peroz, Blankenstein et
al., 2005).

16
BAB III
KESIMPULAN

Peningkatan permintaan untuk pengembangan bahan sewarna gigi telah


menyebabkan meningkatnya permintaan untuk restorasi berbasis keramik dan
polimer dan mengurangi permintaan untuk amalgam dan cetakan logam. Selain itu,
sifat keramik yang biokompatibel, memiliki stabilitas warna jangka panjang,
ketahanan terhadap bahan kimia, ketahanan terhadap keausan, dan kemampuannya
untuk dibentuk menjadi bentuk yang tepat juga mejadi pertimbangan penggunaan
keramik pada kedokteran gigi. Dental ceramic dapat dibagi menjadi dua kategori
utama yaitu keramik yang digunakan untuk veneer metal framework pada metal
ceramic, contohnya yaitu porselen menyatu dengan protesis logam (gambar 1), dan
keramik yang digunakan untuk menghasilkan protesis all ceramic (Anusavice, 2003).
Dental ceramic diklasifikasikan berdasarkan kegunaan dan indikasinya, komposis,
fase matrik krital, metode pengolahan, temperature pembakaran, mikrostruktur,
translusensi, resisten terhadap fraktur, abrasif. Komposisi keramik yang paling sering
digunakan adalah zirconium. Dalam penggunaan zirconium ini hal yang perlu
diperhatikan adalah HIP dan non-HIP, transformation toughening, degradasi suhu
rendah, dan proses pewarnaan zirconia. Selain itu faktor-faktor penyebab kegagalan
dalam penggunaan zirconia juga perlu diketahui, sehingga bisa menghasilkan protesis
yang lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

ABOUSHELIB, M. N., FEILZER, A. J. & KLEVERLAAN, C. J. 2010. Bonding to


zirconia using a new surface treatment. Journal of Prosthodontics, 19, 340-346.
AHMAD, I. 1998. Yttrium-partially stabilized zirconium dioxide posts: an approach
to restoring coronally compromised nonvital teeth. The International journal of
periodontics & restorative dentistry, 18, 454.

AL‐AMLEH, B., LYONS, K. & SWAIN, M. 2010. Clinical trials in zirconia: a


systematic review. Journal of oral rehabilitation, 37, 641-652.

ANDERSSON, B., TAYLOR, A., LANG, B., SCHELLER, H., SCHÄRER, P.,
SORENSEN, J. & TARNOW, D. 2001. Alumina ceramic implant abutments used for
single-tooth replacement: a prospective 1-to 3-year multicenter study. The
International journal of prosthodontics, 14, 432.

ANUSAVICE, K. J. 2003. Phillips' science of dental materials,


Saunders.BARNFATHER, K. & BRUNTON, P. 2007. Restoration of the upper
dental arch using Lava™ all-ceramic crown and bridgework. British Dental Journal,
202, 731-735.

BUTZ, F., LENNON, A. M., HEYDECKE, G. & STRUB, J. R. 2001. Survival rate
and fracture strength of endodontically treated maxillary incisors with moderate
defects restored with different post-and-core systems: An in vitro study. The
International journal of prosthodontics, 14, 58.

CALES, B. & STEFANI, Y. 1994. Mechanical properties and surface analysis of


retrieved zirconia hip joint heads after an implantation time of two to three years.
Journal of Materials Science: Materials in Medicine, 5, 376-380.

18
CHEVALIER, J., DEVILLE, S., MÜNCH, E., JULLIAN, R. & LAIR, F. 2004.
Critical effect of cubic phase on aging in 3mol% yttria-stabilized zirconia ceramics
for hip replacement prosthesis. Biomaterials, 25, 5539-5545.

CONRAD, H. J., SEONG, W. J. & PESUN, I. J. 2007. Current ceramic materials and
systems with clinical recommendations: a systematic review. J Prosthet Dent, 98,
389-404.

CONRAD, H. J., SEONG, W. J. & PESUN, I. J. 2007. Current ceramic materials and
systems with clinical recommendations: a systematic review. J Prosthet Dent, 98,
389-404.

GLAUSER, R., SAILER, I., WOHLWEND, A., STUDER, S., SCHIBLI, M. &
SCHÄRER, P. 2004. Experimental zirconia abutments for implant-supported single-
tooth restorations in esthetically demanding regions: 4-year results of a prospective
clinical study. The International journal of prosthodontics, 17, 285.

HICKEL, R. & MANHART, J. 2001. Longevity of restorations in posterior teeth and


reasons for failure. The journal of adhesive dentistry, 3, 45.

JOHNSON, W. W. 1959. The history of prosthetic dentistry. The Journal of


Prosthetic Dentistry, 9, 841-846.

KELLY, J. R., NISHIMURA, I. & CAMPBELL, S. D. 1996. Ceramics in dentistry:


historical roots and current perspectives. The Journal of Prosthetic Dentistry, 75, 18-
32.

KOBAYASHI, K., KUWAJIMA, H. & MASAKI, T. 1981. Phase change and


mechanical properties of ZrO< sub> 2</sub>-Y< sub> 2</sub> O< sub> 3</sub>
solid electrolyte after ageing. Solid State Ionics, 3, 489-493.

19
KOHAL, R. J., KLAUS, G. & STRUB, J. R. 2006. Zirconia‐implant‐supported
all‐ceramic crowns withstand long‐term load: a pilot investigation. Clinical oral
implants research, 17, 565-571.

LYNCH, C., O'SULLIVAN, V. & MCGILLYCUDDY, C. 2006. Pierre fauchard:


the'father of modern dentistry'. British Dental Journal, 201, 779-781.

MANICONE, P. F., ROSSI IOMMETTI, P. & RAFFAELLI, L. 2007. An overview


of zirconia ceramics: basic properties and clinical applications. Journal of dentistry,
35, 819-826.

OLSSON, K. G., FÜRST, B., ANDERSSON, B. & CARLSSON, G. E. 2003. A long-


term retrospective and clinical follow-up study of In-Ceram Alumina FPDs. The
International journal of prosthodontics, 16, 150.

PROOS, K. A., SWAIN, M. V., IRONSIDE, J. & STEVEN, G. P. 2003. Influence of


core thickness on a restored crown of a first premolar using finite element analysis.
The International journal of prosthodontics, 16, 474.

RAIGRODSKI, A. J. 2004. Contemporary materials and technologies for all-ceramic


fixed partial dentures: a review of the literature. The Journal of Prosthetic Dentistry,
92, 557-562.

RAIGRODSKI, A. J., CHICHE, G. J., POTIKET, N., HOCHSTEDLER, J.,


MOHAMED, S. E., BILLIOT, S. & MERCANTE, D. E. 2006. The efficacy of
posterior three-unit zirconium-oxide–based ceramic fixed partial dental prostheses: A
prospective clinical pilot study. The Journal of prosthetic dentistry, 96, 237-244.

REICH, S., KAPPE, K., TESCHNER, H. & SCHMITT, J. 2008. Clinical fit of
four‐unit zirconia posterior fixed dental prostheses. European journal of oral sciences,
116, 579-584.

20
SAILER, I., PJETURSSON, B. E., ZWAHLEN, M. & HÄMMERLE, C. H. F. 2007.
A systematic review of the survival and complication rates of all‐ceramic and metal–
ceramic reconstructions after an observation period of at least 3 years. Part II: fixed
dental prostheses. Clinical oral implants research, 18, 86-96.

SCARANO, A., PIATTELLI, M., CAPUTI, S., FAVERO, G. A. & PIATTELLI, A.


2004. Bacterial adhesion on commercially pure titanium and zirconium oxide disks:
an in vivo human study. Journal of Periodontology, 75, 292-296.

SCHWARTZ, R. S. & ROBBINS, J. W. 2004. Post placement and restoration of


endodontically treated teeth: a literature review. Journal of Endodontics, 30, 289-301.

SEGHI, R., DENRY, I. & ROSENSTIEL, S. 1995. Relative fracture toughness and
hardness of new dental ceramics. The Journal of prosthetic dentistry, 74, 145-150.

SENNERBY, L., DASMAH, A., LARSSON, B. & IVERHED, M. 2006. Bone Tissue
Responses to Surface‐Modified Zirconia Implants: A Histomorphometric and
Removal Torque Study in the Rabbit. Clinical Implant Dentistry and Related
Research, 7, s13-s20.

TSALOUCHOU, E., CATTELL, M. J., KNOWLES, J. C., PITTAYACHAWAN, P.


& MCDONALD, A. 2008. Fatigue and fracture properties of yttria partially stabilized
zirconia crown systems. Dental Materials, 24, 308-318.

VON STEYERN, P., CARLSON, P. & NILNER, K. 2005. All‐ceramic fixed partial
dentures designed according to the DC‐Zirkon® technique. A 2‐year clinical study.
Journal of oral rehabilitation, 32, 180-187.

ZEMBIC, A., SAILER, I., JUNG, R. E. & HÄMMERLE, C. H. F. 2009.


Randomized‐controlled clinical trial of customized zirconia and titanium implant
abutments for single‐tooth implants in canine and posterior regions: 3‐year results.
Clinical oral implants research, 20, 802-808.

21
22

Anda mungkin juga menyukai