Kuliah Umum “Peranan OPT dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Indonesia”
Pemateri: Ir. Sutarto Alimoeso, MM.
Disusun oleh: Amelia Nabila A (18/424301/PN/15341)
Pada hari Sabtu, 22 Februari 2020, bertempat di Auditorium Hardjono Danusastro,
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada seluruh mahasiswa semester genap yang mengambil mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Hama Tumbuhan (DIHT) telah melaksananakan kuliah umum dengan tema “Peranan OPT dalam Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Indonesia” yang disampaikan oleh pemateri Ir. Sutarto Alimoeso, MM. Beliau, Ir. Sutarto Alimoeso, MM, adalah eksekutif Indonesia yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian periode 2006-2010, Direktur Utama Perum BULOG periode 2009-2014, Dosen di Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, dan sebagai Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia. Beliau merupakan alumni mahasiswa Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada sejak 1969-1974. Beliau memiliki sejumlah penghargaan seperti Bintang Jasa Utama RI dimana penghargaan tersebut atas jasa kepemimpinannya sebagai selama 2 tahun lamanya (2012-2013) Indonesia tidak menerima impor beras. Kepemimpinan beliau dikenal dengan adanya suatu kebijakan yang disebut “Jaringan Semut”. Kebijakan ini merefleksikan bahwa BULOG merangkul berbagai pihak kecil dalam pengadaan beras dalam negeri. Lebih jauh, pada kuliah umum ini beliau memaparkan bahwa terdapat beberapa tantangan dan peluang penyediaan pangan di Indonesia, yakni: 1. Ketergantungan Indonesia pada impor pangan substitusi karbohidrat masih cukup besar (gandum, beras/broken rice). 2. Perlindungan produksi dan petani dalam negeri akibat daya saing (harga, ketersediaan,kontinuitas,kualitas, dan biaya transaksi) produksi pangan dalam negeri yang tidak kompetitif bila dibandingkan dengan negara produsen pangan di ASEAN untuk mencapai kesejahteraan petani. 3. Meraih peluang terutama dalam menyediakan kebutuhan pangan pokok Dalam Negeri yang berbasis produk lokal (komparatif unggul), peningkatan pemanfaatan produk samping pangan dan turunannya, dan memanfaatkan arus perdagangan bebas untuk memasarkan surplus pangan tertentu dan produk eksotik domestik ke ASEAN dan negara lainnya. 4. Pembatasan impor pangan substitusi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik (import subtitution) agar produk pangan lokal berkembang atau memfasilitasi ekspor pangan yang dihasilkan petani (export promotion). 5. Penerapan PHT menjadi terabaikan untuk mengejar perluasan tanam dan panen pangan. Keberadaan iklim el nino dan la nina sangat mempengaruhi produksi beras dalam negeri. Beras merupakan pangan strategis yang diatur oleh negara. Persoalan iklim sangat erat dengan produksi pangan kita. Tugas seorang perlindungan tanaman, menjadikan iklim sebagai faktor penting. Pada kasus tertentu di Indonesia beliau menyebutkan pasca terjadinya El nino 1971 mengakibatkan ledakan hama belalang kumbara di tahun berikutnya. Lain pula wereng batang coklat erat korelasinya dengan iklim. Beliau mengisahkan selama perkembangan 5 tahun terakhir sejak pengangkatan beliau sebagai penasihat kementrian, berbagai persoalan pun dihadapi seperti keputusan kementrian pertanian untuk menaikkan IP 400 dengan sistem tanam (padi,padi,padi,padi). Beliau menyatakan ketidaksetujuannya oleh karena latar belakang beliau yang juga seorang perlindungan tanaman, dimana hal tersebut justru menciptakan pola tanam secara terus menerus yang dapat memicu timbulnya ledakan populasi hama baru. Disamping itu, ada penerapan LTT (Luas Tambah Tanam) yang menyebabkan hama wereng bergejolak dan diikuti munculnya penyakit tanaman. Penerapan LTT ini kemudian diperparah dengan pengaplikaian pestisida secara masif. Penggunaan pestisida sebenarnya bertentangan dengan amanat undang-undang yang semestinya adalah PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Inpres No 3 tahun 1986 pembatasan peraturan pestisida. Sejak tahun 1987 ada beberapa strategi yang dilakukan dalam rangka mendukung PHT diantaranya: 1. Pembentukan kelembagaan perlindungan tanaman 2. Pengangkatan Petugas Lapangan PHP/POPT 3. Asosiasi seperti PEI,PFI,HMPTI. 4. Pelatihan PHT (prinsip-prinsip budidaya tanaman sehat,pengamatan secara berkelanjutan,pengendalian biologis,petani ahli) dilakukan secara masif untuk petugas dan petani, khususnya melalui Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu. 5. Pengembangan agens hayati di tingkat petani 6. Pergiliran tanaman dan varietas tanaman unggul dan tahan OPT. Kebijakan dan strategi perlindungan tanaman memuat: 1. Amanat UU No 22 Tahun 2019 mengenai Perlindungan pertanian dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu. 2. Amanat UU No 18 Tahun 2012 mengenai Pangan tersedia cukup, bermutu, bergizi, dan aman. 3. Strategi Luas Tambah Tanam untuk pencapaian produksi pangan. 4. Pestisida menjadi tumpuan perlindungan tanaman pangan. 5. Kebijakan pemerintah daerah dalam pemanfaatan aset perlindungan tanaman. Beliau kemudian menjelaskan terkait tantangan SDM Perlindungan Tanaman Pangan di era sekarang, yakni meliputi: 1. Terbatasnya petugas lapangan, alih jabatan, dan akan pensiun dalam waktu dekat, dilain pihak Tenaga Harian Lepas sulit untuk menjadi AS. 2. Permasalahan OPT selalu berkembang, dilain pihak pelatihan kepada petani dan petugas lapangan terbatas. 3. Tersedianya petani PHT terlatih, tetapi kesempatan pengembangannya kurang memadai. 4. Kemampuan dan pengetahuan petani tentang PHT sangat minim. Di akhir acara beliau menyimpaikan beberapa statemen penting, diantaranya: 1. Gangguan OPT dan perubahan iklim memerlukan penanganan secara terintegrasi dikarenakan keduanya dapat menjadi faktor pembatas produksi dan kualitas hasil pertanian. 2. Kebijakan peningkatan produksi pangan untuk kesejahteraan masyarakat hendaknya memperhatikan peranan OPT dan perubahan iklim. 3. Pada era digital 4.0, telah terjadi transformasi perlindungan tanaman pangan dan akan terus berlangsung sejalan dengan perubahan yang ada. 4. Pembuatan kebijakan oleh pemerintah terkait regenerasi SDM Perlindungan Tanaman Pangan terutama di tingkat lapangan (POPT). 5. Persoalan OPT Pangan masih relevan dengan solusi Pengendalian Hama Terpadu. 6. Perkembangan OPT perlu diimbangi dengan pengembangan riset. 7. Perlunya peran generasi muda dalam mengembangkan PHT. 8. Perlunya melanjutkan strategi PHT melalui Sekolah Lapangan PHT yang dinilai efektif dan memberikan hasil yang optimal. 9. Peningkatan pendidikan mengenai OPT dengan segala implikasinya di lingkup perguruan tinggi.