Anda di halaman 1dari 3

Nama : Vera Br Bangun M.

K : SGI
Group : B Dosen : Dr. Wendy Hutahaean, S.E., M.M., M.Th

1. Ajaran Protestan John Calvin bisa menyebar di Belanda awalnya dari peristiwa pada
abad ke16, negeri Belanda penduduknya Kristen nya masih di bawah kekuasaan raja
Spanyol dan setia pada Paus di Roma. Dan di Belanda, kesenian Religius masih jaya
dan orang saleh juga masih murni, walau banyak orang miskin yang kurang senang
dan banyak orang bersikap skeptik terhadap hirarki gereja, karena kualitas dan
tingkah-laku yang semakin buruk dari para imam juga biarawan. Ada tokoh humanis
dialah Erasmus, dan Paus Adrianus VI, yang sama-sama dari Belanda, dan
berpendapat bahwa pemerintah dan ajaran itu menyimpang dari ajaran resmi Gereja
Katolik Roma, namun Erasmus dan Adrianus VI menganggap tindakan membakar
orang heretic hidup-hidup adalah tindakan yang berlawanan dengan kebebasan hati
nurani orang.
Akan tetapi, di Belanda juga inkuisisi bergerak aktif, sekalipun tidak terlalu
keras. Yang menjadi korban inkuisisi adalah banyak dari anggota sekte anabaptis.
Selain Erasmus, masih ada Coornhert (1522 – 1590). Tokoh ini mendukung
kebebasan hati nurani dalam hal iman, dan oleh sebab itu tidak dapat menyetujui
inkuisisi dan penganiayaan orang heretic oleh atasan gereja, begitu pula dengan
sikap intoleran terhadap kaum Calvinis. Walaupun jarang ke gereja pada hari
Minggu, beliau merupakan seorang Kriatiani humanis yang berani menentang segala
penindasan yang dating dari pihak mana pun.
Di Belanda, simpatisan Calvin awalnya berkumpul secara sembunyi-
sembunyi. Namun makin lama jumlahnya makin banyak, sehingga mereka berani
berperan sebagai oposisi politik yang terbuka, melawan pemerintah Spanyol yang
menguasai sebagian negeri Belanda waktu itu. Sebagai gerakan revolusioner yang
organisasinya ketat dan dengan tata tertip yang keras, Calvinisme memiliki daya tarik
yang kuat, terutama di kalangan banyak buruh yang menganggur di Flandria,
wialayah sebelah selatan Propinsi Sekutu. Nah dari peristiwa inilah kita dapat
mengetahui bagaimana ajaran Protestan oleh Jhon Calvin bisa menyebar di Belanda.
2. Hubungan antara Gereja Calvinis dengan VOC di Indonesia, yakni dimana Ketika
orang-orang Belanda berlayar di Asia mereka mencari rempah-rempah di Indonesia,
selain itu mereka datang ke Indonesia karena mau menjadi negara yang kokoh untuk
melawan kekuasaan Katolik. Lantaran itu, maka tidak mengeherankan kalau Belanda
mengutamakan perdagangan. Kemudian didirikanlah suatu perkapalan yang besar
terkenal dengan nama VOC, Kepada VOC diberi izin monopoli atas perdagangan.
VOC berhak mengadakan perjanjian diplomatic mengambil keputusan untuk
berperang, mengatur pekerjaan warga-warganya, membiyai gaji mereka serta
menentukan tempat-tempat tinggalnya.
Menurut ajaran Calvin: pemerintah diwajibkan melawan serta memberantas
segala penyembahan berhala dari agama palsu. Tugas ini diberi kepada VOC sebagai
wakil pemerintah Belanda di Indonesisa. Dan seperti halnya di negri Belanda, maka
VOC memberi kepada gereja segala keleluasan dan alat untuk menjalankan tugas ini.
Sesuai kenyataan keadaan politik/ekonomi maka pada tahun 1612, VOC mengizinkan
kedatangan pendeta Kristen Belanda pertama di Indonesia dan mengirimnya ke
Ambon. Sesuai dengan ajaran Calvinis maka VOC bersedia membantu gereja
reformed. Namun bantuan VOC tidak diberinya tak bersyarat. Walaupun bersedia
mengatur pengkristenisasian penduduk, namun VOC tidak bersedia membiarkan
para misionaris merusak kepentingan perdagangan. Guna mempertahankan
kepentingan dangang itu, VOC tidak mau gereja dan para misionaris menjadi terlalu
kuat sehingga bersaing melawan tujuan mereka.

3. Kondisi para imam Katolik setelah menyebarnya ajaran Protestan Calvinis di Belanda
dan Indonesia, dappat kita ketahui dimana merambatnya arus Reformasi, membuat
kebanyakan imam katolik pergi mengungsi dan hanya sekitar lima hingga sepuluh
persen saja yang melanjutkan pelayanannya sebagai pendeta di gereja Calvin,
sehingga beberapa imam yang masih sisa di Belanda, terpaksa melayani jemaat yang
tertindas itu dengan diam-diam. Mereka telah kehilangan statusnya yang dahulu
dalam masyarakat, dan dengan sendirinya dekat dengan jemaatnya. Jadi, berkat
reformasi, jemaat katolik di Belanda dibebaskan dari feodalisme gerejani.
Karena hanya sedikit saja imam yang melanjutkan tugasnya sebagai pendeta
dalam gereja Calvinis, maka pada mulanya gereja reformasi mengalami kekurangan
pemimpin. Tamatan Sekolah Tinggi Jenewa tidak cukup untuk mengisi semua
lowongan. Universitas Leiden pun y di seluruh negeria yang telah masuk gereja
Reformasing telah didirikan 1575, belum mampu juga menghasilkan pendeta. Oleh
karena itu ada usaha untuk memberi katekisasi di dalam gereja-gereja serta
pelajaran agama di sekolah-sekolah. Sesudah tahun 1600, keadaan membaik dan
jumlah pendeta meningkat men berapa orang dari jumlah dua juta jadi lumayan.

4. Pendeta-pendeta yang bekerja pada zaman VOC di Indonesia, yakni sebagai berikut;
a) Sebastian Danckaerts (1618-1622 di Ambon, 1624-1634 di Jakarta).
b) Adriaan Hulsebos : 1616-1622 (Maluku).
c) Heurnius (1624-1632 di Jakarta, 1632-1638 di Saparua).
d) Melchior Leijdecker (melayani di Batavia tahun 1678 – 1701):
e) Pendeta C. De Leeuw di Sangir (1680-1689).
f) Ds. Wiltens (Ambon) 1612-1799.

5. Berikut kelemahan-kelemahan dalam penginjilan Gereja Calvinis di bawah VOC di


Indonesia.
1) Kebijaksanaan VOC yang mengorbankan misi atas kepentingan perdagangan
2) Kekurangan tenaga misionaris disertai sekaligus ketidakrelaan para misionaris
atas kebutuhan untuk melatih dan meningkatkan tenaga rohaniawan
pribumi.
3) Terlalu banyak perhatian diberikan kepada orang-orang Kristen Belanda
sehingga penginjilan orang-orang Indonesia diabaikan
4) Banyak pendeta tidak pernah mempelajari bahasa daerah/bahasa setempat
ataupun bahasa Melayu
5) Permusuhan dan penghambatan dari Islam
6) Sakit penyakit dan peperangan yang berkecamuk disana sini menghambat
perluasan agama Kristen.

Anda mungkin juga menyukai