Oleh :
1881611052
1
PENDAHULUAN
Masalah korupsi bukan hal yang baru di Indonesia. Secara yuridis istilah korupsi
sudah dikenal sejak tahun 1957 dalam bentuk Peraturan Militer Angkatan Darat dan Laut
permasalahan korupsi, pada saat itu korupsi dianggap sebagai penyakit masyarakat yang
dan mengabaikan moral. Peraturan Penguasa Militer dapat dikatakan sebagai upaya awal bagi
Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang semakin meningkat. Apalagi
di era orde baru, yang semula paling lantang menentang praktik korupsi, justru membuat
yang penuh dengan unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Menurut Arifin (2000,
diberantas.
Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan
melaksanakan audit investigatif. BPK sebagai lembaga yag dipercaya dan memiliki
putih (white collar crime) terhadap kepentingan publik. Praktik Audit investigatif BPK
sendiri dilaksanakan tidak hanya di kantor pusat, melainkan juga di kantor-kantor perwakilan.
2
Masing-masing kantor perwakilan memiliki kewenangan untuk melakukan audit Investigatif,
dan nantinya laporannya akan diserahkan kepada BPK pusat dan DPR/DPRD. Audit
Investigatif menjadi sangat penting terutama apabila nanti hasil audit menunjukkan bukti
adanya pelanggaran hukum materiil dan formil, maka hasil laporan audit investigatif akan
diserahkan kepada kejaksaan untuk diproses secara hukum (Karni, 2000, 118).
Pelaksanaan audit investigatif pada Perwakilan BPK Provinsi Bali melibatkan semua
pihak, mulai pimpinan, para pejabat struktural, tim konsulen hukum, dan auditor investigatif.
Adanya hubungan auditor dengan pejabat struktural sejalan dengan pemikiran Giddens
(2003) mengenai strukturasi, dimana adanya keterkaitan auditor sebagai agen, dan BPK
Salah satu proporsi utama teori strukturasi adalah bahwa aturan dan sumberdaya yang
digunakan dalam produksi dan reproduksi merupakan tindakan sosial sekaligus alat
reproduksi sistem, yang disebutnya sebagai dualitas struktur (Giddens, 2003, 22). Teori
strukturasi menyebutkan bahwa pelaku (agency) dan struktur saling berkaitan, tidak ada
”struktur tanpa pelaku, sebagaimana tidak ada tindakan tanpa struktur” (Priyono, 2002, x).
Pelaku secara refleksif bisa merubah atau menentukan struktur yang telah ada, yang artinya
bisa menjadi tuan atas nasibnya sendiri, maka dari itu penulis mengambil judul:
(1) Bagaimanakah praktik audit investigatif pada Perwakilan BPK di Provinsi Bali?
(2) Bagaimanakah peran auditor dan organisasi dalam konteks interaksi?
(3) Bagaimanakah peran individu dan organisasi dalam lingkungan sosial?
3
KAJIAN EMPIRIS
Kecurangan
dilakukan untuk menipu atau memberikan gambaran kekeliruan terhadap pihak lain yang
dilakukan pihak intern dan ekstern suatu organisasi dengan tujuan menguntungkan dirinya
sendiri dan oang lain dengan merugikan orang lain (Anonim, 2000) dalam (Widayanti dan
Subekti, 2001, 100). Pengertian kecurangan sesuai Standar Profesional Akuntan Publik (PSA
No.70 seksi 316.2 paragraf 4) adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau
organisasi atau keduanya (Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht. 2003, 27). Ada tiga
motif seseorang melakukan kecurangan, yaitu (1) perceived pressure, (2) perceived
opportunities, dan (3) rationalizations. Menurut Karni (2000, 38) menyebutkan bahwa
kecurangan terjadi akibat tekanan kebutuhan dari seseorang, dan lingkungan yang
memungkinkan untuk bertindak. GONE dalam Majalah Pemeriksa No.5 tahun 1993
Korupsi
Korupsi merupakan permasalahan yang komplek. Korupsi sudah ada sejak zaman
dahulu sampai sekarang. Dengan adanya otonomi daerah, korupsi semakin tumbuh subur bak
jamur di musim hujan. Misalnya saja, pada tahun 2004 terungkapnya kasus korupsi terjadi
hampir di seluruh pemerintahan daerah dengan nilai yang sangat material, membuktikan
bahwa praktik korupsi telah semakin banyak terjadi. Upaya membasmi korupsi bukanlah
pekerjaan yang mudah, ibarat “memutus siklus lingkaran setan” yang tidak akan ada
habisnya. Selanjutnya, kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio berarti penyuapan, dan
4
coruptore berarti merusak. Gejala dimana pejabat, badan-badan negara telah
dan lainnya. Adapun arti harfiah korupsi diartikan sebagai kejahatan, kebusukan, dapat
disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran (Hartanti, 2006, 8). Unsur-unsur tindak
pidana korupsi menurut UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
adalah : (a) melakukan perbuatan melawan hukum, (b) merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, (c) menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada
padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang
Memberantas korupsi di Indonesia bukan suatu hal yang mudah terutama korupsi
telah menyebar, menjangkit, mengakar dan dipraktekkan secara sistemik. Apalagi upaya
penegakan hukum belum optimal mengikis korupsi, malah korupsi juga terjadi di lembaga
peradilan. Untuk itu Dalam memberantas korupsi yang terpenting adalah bagi pembenahan
moral masing-masing individu dalam bentuk kesadaran. Penting bagi setiap individu agar
memiliki kesadaran, dimana kesadaran sendiri terbagi atas tiga hal yaitu motivasi tak sadar,
kesadaran diskursif, dan kesadaran praktis (Priyono, 2002, 29). Pemberantasan korupsi hanya
bisa dihentikan secara komprehensif dengan melakukan revolusi kesadaran, jika seseorang
benar-benar sadar, maka akan merasa enggan dan malu untuk melakukan korupsi. Atas dasar
kesadaran inilah nantinya bisa menjadi suatu kebiasaan yang baik, sehingga nantinya bangsa
Audit Investigatif
umum dan sering dipakai oleh BPK, BPKP dan KPK, sedangkan menurut Indonesian
2) Investigatif eksternal (publik) dilakukan oleh Ormas, LSM, Parpol, dan wartawan.
5
Menurut BPK sendiri pengertian audit investigatif ialah pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengungkapkan ada tidaknya indikasi kerugian negara atau daerah dan atau unsur
pidana. ICW (2004, 3) membagi tahapan pelaksanaan audit investigatif menjadi 8 tahap
yaitu: petunjuk awal, pengembangan informasi awal, wawancara ahli dan pendalaman
pelaporan, pengumuman hasil ke pihak internal, serta pengumuman hasil kepada publik.
6
METODE PENELITIAN
Menurut Moleong (2006, 6) penelitian kualitatif ialah penelitian yang bermaksud memahami
fenomena mengenai apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan sebagainya, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa dalam konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan metode
alamiah. Paradigma intepretif berakar pada sosiology of regulation dengan sudut pandang
subyektif. Perhatian utamanya ada pada bagaimana memahami dunia sosial sebagaimana
adanya, memahami tabiat fundamental dari dunia sosial berdasarkan pengalaman subjektif.
Paradigma ini berupaya untuk menjelaskan kesadaran seseorang dan subyektivitas, dalam
bingkai rujukan seseorang yang terlibat langsung, bukan sebagai pengamat. (Mardiko dan
Albert. K, 2006, 5)
(1999,1) studi kasus merupakan strategi riset yang terfokus pada pemahaman terhadap
sesuatu yang dinamis dalam konteks tunggal. Studi kasus dapat digunakan untuk memberikan
gambaran terhadap suatu masalah, pengujian teori, atau pembentukan teori. Obyek penelitian
produksi dan direproduksinya sistem-sistem interaksi tindakan atau praktik sosial. Mengacu
pada teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman individual
sosial yang ditata menurut ruang dan waktu (Priyono, 2002, 36). Dengan demikian upaya
rekontruksi audit investigatif dalam konteks organisasi BPK ini, peneliti tidak hanya
memperhatikan auditor (sebagai aktor) atau organisasi BPK sebagai totalitas kemasyarakatan
(struktur), tetapi juga lebih penting dari itu adalah interaksi yang terjadi diantara keduanya
dalam konteks ruang dan waktu. Adanya praktik audit investigatif sendiri terwujud bukan
7
dari peran agen saja atau strukturnya saja, melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Auditor yang bertindak sebagai agen mempunyai nilai-nilai yang tidak sama dengan struktur,
dari situ muncul kebijakan-kebijakan dalam hal ini sangat menpengaruhi struktur, sehingga
menimbulkan strukturasi.
individu dalam mempengaruhi pembentukan struktur, terlepas dari dimensi internal atau
susunan psikologis yang diajukan oleh Giddens (2003) yang lanjutkan oleh Dillard dan
Yuthas (2002) dalam model pengaruh rekursif nilai dan norma melalui struktur dan agen.
Kemudian Ludigdo (2005, 64) menambahkan teori lain untuk mempertajam pengembangan
diri individu untuk berperilaku etis, teori tersebut disebut kecerdasan spiritual (SQ).
Penajaman itu dipandang perlu utuk dilakukan sebab teori strukturasi banyak mengacu pada
teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh sigmud Freud yang kemudian dilanjutkan oleh
Erick H. Erikson dengan tambahan adopsi ilmu sosial didalamnya (Giddens, 2003, 49-80).
Teori psikoanalisis untuk saat ini (id, ego, dan superego) dianggap tdak lagi sesuai dalam
mengendalikan diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri dalam
menghadapi dorongan hati dan perasaan (Daniel, 1995). SQ (kecerdasan spiritual) merupakan
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai apakah hidup kita lebih bermakna dari yang lain. Kecerdasan
spiritual (SQ) adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif, dan bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi (Zohar dan Marshall, 2001, 4) dalam
8
SQ dipandang perlu dikembangkan mengingat bahwa banyaknya perilaku yang
menyimpang dari perilaku etis, terlebih ketika seseorang dihadapkan dalam suatu realitas
dunia sosial yang amat luas. Selain itu dalam memahami realitas dunia sosial dengan
mempertajam aspek dimensi internal individu maka pada teori strukturasi ditambahkan
perspektif kecerdasan spiritual (SQ) dari Zohar dan Marshall (2001) sebagai cerminan atas
kesadaran spiritual (Ludigdo, 2005, 74). Peneliti sendiri mendukung penggunaan kecerdasan
spiritual yang dikembangkan oleh Ludigdo (2005) dengan maksud bahwa SQ sesuai dengan
dimensi kehidupan masyarakat Indonesia yang masih memegang nilai-nilai agama, dan
budaya dalam setiap tindakan, terlebih ketika auditor melaksanakan audit investigatif. Seperti
”Agen dan struktur merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam menghadapi
dunia sosial”.
Praktik audit invetigatif tersebut tidak terlepas dari peran auditor (agen) dan
organisasi (struktur) sebagai satu kesatuan yang memperoleh pengaruh dari lingkungan
sosial, dari situ akhirnya muncul berbagai kebijakan dan kekuatan dari agen dan struktur
9
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
No.12/SK/I-VII.3/7/2004 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BPK. Peresmian dilakukan oleh
Anwar Nasution selaku kepala BPK-RI Pusat. BPK-RI terdiri atas 13 karyawan sebagai
pejabat struktural dan 114 pejabat fungsional, termasuk auditor. Dari penelitian yang
dilakukan pada kantor perwakilan BPK-RI di Provinsi Bali menunjukkan bahwa pelaksanaan
audit investigatif bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi yang
dikeluarkan BPK-RI dalam melaksanaan tugas tersebut. Yang terpenting bagi auditor adalah
Korupsi.
Audit Investigatif atas kasus korupsi di kabupaten Badung merupakan salah satu
contoh dari banyak kasus korupsi yang ada di Indonesia. Korupsi di kabupaten Badung Bali
terungkap dari dari hasil laporan pemeriksaan keuangan semester pertama pada tahun 2005,
kasus ini bermula dari adanya tekanan dewan kepada Bupati Badung, pada saat itu dewan
meminta bantuan keuangan kepada Bupati Badung, jika permintaan dewan tidak dipenuhi,
maka Dewan akan mengancam memberhentikan Bupati sebelum masa jabatannya berakhir
jabatannya, akhirnya Bupati mau mengabulkan permintaan dewan tersebut, dana yang
diberikan kepada dewan diperoleh dari APBD. Dalam kasus tersebut terdapat empat
1
penyimpangan yaitu: (1) bantuan keuangan kepada DPRD, (2) biaya asuransi, (3) uang purna
Atas dasar kasus korupsi di kabupaten Badung maka kepala perwakilan Perwakilan
audit yang terdiri dari empat orang, Pak Kardi sebagai ketua tim, dan Anita, Edi, Sandi
sebagai anggota tim. Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) Tahap
perencanaan. Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya informasi awal dari
hasil laporan audit keuangan kabupaten Badung tahun 2004. dari informasi awal tersebut,
akhirnya BPK-RI membentuk tim audit Investigatif, dan tugas pertama tim tersebut menelaah
informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus menentukan jenis-jenis penyimpangan yang
yang terlibat, besarnya kerugian daerah akibat kasus korupsi tersebut. (2) Tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang kompeten, memiliki
integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang
memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Bukti diperoleh dengan cara-cara inspeksi,
(3) Tahap Pelaporan. Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur akurat, jelas,
berimbang, relevan, dan tepat waktu. Hasil laporan yang teah disetujui Kepala Perwakilan
akan diserahkan kepada lembaga perwakilan DPR/DPRD dan DPD. Hasil audit Investigatif
ternyata membuktikan adanya tindak pidana korupsi di kabupaten Badung, maka laporan
audit Investigatif akan diserahkan kepada kejaksaan untuk ditindaklanjuti dan diproses secara
hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan audit investigatif tersebut ketua tim audit diminta
1
SIMPULAN
Praktik korupsi bisa dikatakan menjadi rutinitas atau kebiasaan sebagian besar
mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Jika
korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka sebenarnya masyarakat telah dihegemoni
oleh sebuah struktur atau pola yang sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh
lingkungan sosial terhadap organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap
mengadapi dunia sosial yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang
lumrah, terdapat ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa, dia
yang akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas, independensi,
serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi yang diperkenalkan oleh
Giddens maka memberikan angin segar bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
strukturasi secara jelas memberikan gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan
kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,
Bentuk kesadaran auditor yang diupayakan dalam bentuk kesadaran praktis, dimana
agar nantinya pemberantasan korupsi oleh auditor bukan sebagi bentuk formalitas melainkan
menjadi sesuatu kebiasaan. Kesadaran diskursif dicontohkan dengan tindakan auditor dalam
menolak segala bentuk suap. Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap merupakan
bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar undang-undang, serta ada
sanksi hukumnya. Motivasi tidak sadar dicontohkan pada keberanian auditor dalam
menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor
mengetahui bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit rasanya untuk diselesaikan,
namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigatif dapat terselesaikan.
Kesadaran etis dicontohkan dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki Pak Kardi dengan
1
anggota timnya dalam menghadapi tantangan dan ancaman selama pelaksanaan audit
investigatif.
ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat internal. Kesadaran
yang dimiliki auditor seharusnya mendapat supporting dari eksternal berupa penegakan
hukum. Semuanya akan bisa terlaksana jika masing-masing masyarakat Indonesia, tidak
hanya auditor BPK memiliki kemampuan untuk intropeksi dan mawas diri, yang diperlukan
saat ini adalah merubah pola pikir yang telanjur menganggap korupsi merupakan suatu hal
yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela. Dengan membangun kesadaran global anti
korupsi dan harus ditegakkan secara terus menerus serta diperjuangkan, sehingga masyarakat
Indonesia dengan penuh kesadaran akan merasa malu jika melakukan korupsi, dan
Keterbatasan Penelitian
Organisasi BPK bersikap defensif kepada peneliti, sehingga peneliti tidak bisa
mengeksplorasi data serta mendapatkan informasi yang lebih banyak. Waktu penelitian
sangat singkat kurang lebih hanya 1 bulan, padahal metode studi kasus sendiri menekankan
kepada peneliti agar lebih memahami kasus yang akan diteliti. Dengan demikian peneliti
Saran
Saran Untuk organisasi BPK seharusnya lebih bersikap terbuka terhadap siapapun yang
auditor BPK beserta pejabat struktural melakukan revolusi kesadaran, sebab korupsi tidak
bisa diberantas oleh orang-orang suci, melainkan bisa diberantas oleh orang-orang yang
sadar. Saran untuk peneliti selanjutnya agar (1) melakukan pendekatan persuasif dengan para
1
pejabat BPK-RI dengan tujuan mempermudah perolehan data. (2) Melakukan perijinan
penelitian jauh dari sebelumnya waktu penelitian yang akan dilakukan, sehingga bisa BPK-RI
lebih fleksibel menentukan waktu penelitian sehingga bisa mengeksplorasi data lebih banyak.
(3) Diharapkan peneliti selanjutnya bisa memperoleh kasus lebih dari satu, sehingga antar
kasus tersebut bisa diperbandingkan hasil laporan audit investigatif yang membuktikan ada
tidaknya kerugian daerah yang mengarah pada unsur pidana. (4) Obyek penelitian bisa juga
ditambahkan, tidak hanya di kantor Perwakilan BPK di Provinsi Bali, melainkan di kantor-
kantor perwakilan yang lain. Begitu banyak kantor perwakilan memungkinkan mempunyai
berbagai macam kebijakan, nilai-nilai, prosedur, interaksi yang dihasilkan, serta realitas yang
dihadapi.
1
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South Western, a
division Thomson Learning, United States of America
Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi Auditing:
Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September, hlm II-IX
Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni, Bandung
Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial,
Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli “The Consequences of
Modernity”, Stanford University Press – UK, 1995
Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan Pengembangan Moral
Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi, Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Brawijaya
Hartanti, Evi, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta
Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo,
No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3
IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta; 20000.1-20000.6
Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi, Volume XX,
Nomor 2, Juli, hlm 104-114
Junaedi, Fajar, (2005), Teori tentang Interaksi Simbolik, dan Strukturasi, artikel,
(http://www.teorikomunikasi.htm, diakses pada tanggal 26 Juli 2007)
Karni, Soejono, (2000), Auditing Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik. Lembaga
Penerbit FE-UI, Jakarta
Ludigdo, Unti, (2005), Pemahaman Strukturasi Atas Praktik Etika di Sebuah Kantor Akuntan
Publik, Disertasi, Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya
Mardiko, dan Albert Kurniawan, (2006), Elements of the Sociology or Corporate Life,
Artikel, Ringkasan Karya Gibson Burrel and Gareth Morgan; Social Paradigms and
Organizational Analysis, Hainemann, London, Chapter 1-3
1
Moleong, Lexy, (2006), Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Dedy, (2003), Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya, Penerbit Rosdakarya, Bandung
Murtanto dan Gudono, (1999), Identifikasi Karakteristik Keahlian Audit: Profesi Akuntan
Publik di Indonesia, JRAI. Volume2, No.1, hlm 38-52
Peraturan BPK-RI Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kode Etik BPK RI, (http://bpk_ri.go.id
diakses pada tanggal 12 September 2007)
Priyono, B.H, (2002), Anthony Giddens; Suatu Pengantar, KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), Jakarta
Ritzer, G dan D.J Goodman, (2003), Teori Sosiologi Modern, Penerbit Prenada Media,
Jakarta. Diterjemahkan dari Modern Sociological Theory, Sixth Edition
Soemardjan, Selo, (1998), Membasmi Tindak Pidana Korupsi, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta
Subana dan Sudrajat, (2001), Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Penerbit CV. Pustaka Setia,
Bandung
Sudrajat, Akhmat, (2008), IQ, EQ, dan SQ dari Kecerdasan Tunggal Ke Kecerdasan
Majemuk, artikel, (http://www.akhmat_sudrajat.htm, diakses tanggal 2 Februari 2008)
Widayanti Dan Subekti, (2001), Analisis Keahlian Auditor BPK-RI Menuju Pelaksanaan
Fraud Auditing, Tema, Volume II, No.2, hlm 97-115
1
Widjayanti, dkk, (2004), Membangun Teori dari Studi Kasus, Artikel,
(http://www.bebas.vlsm.org, diakses pada tanggal 3 September 2007)
Yin, Robert K, (2006), Studi Kasus; Desain dan Metode, Penerbit PT RajaGrafindo
Persada,Jakarta