PENDAHULUAN
Infantisida sendiri merupakan pembunuhan bayi dibawah satu tahun yang dilakukan
oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah bayi tersebut dilahirkan,
hal ini dikarenakan takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak yang; oleh karena anak
tersebut adalah anak dari hubungan gelap. Pembunuhan terhadap anak merupakan suatu
kejahatan terhadap nyawa.
Ada berbagai macam cara yang digunakan seorang ibu kandung untuk membunuh
bayinya sendiri, namun cara yang paling sering digunakan yaitu membuat keadaan
asfiksia mekanik, yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan, dan penyumbatan. Bentuk
kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul di kepala, kekerasan tajam pada leher atau
dada, bahkan dibakar.
Langkah utama yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah harus ditentukan apakah
bayi tersebut dapat lahir hidup atau tidak; dan apakah bayi tersebut lahir dalam keadaan
hidup atau tidak. Sebab hal tersebut berguna untuk memastikan sebab kematian dari bayi
tersebut. Dari penjelasan di atas, maka pada kasus pembunuhan bayi, terdapat 3 unsur
penting, yaitu :
1. Pelaku haruslah ibu kandung korban
2. Alasan pembunuhan ialah karena takut ketahuan akan melahirkan anak
3. Pembunuhan segera dilakukan pada saat anak dilahirkan atau beberapa saat kemudian
setelah dilahirkan
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih dalam lagi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan infantisida seperti yang telah dipaparkan di atas. Hal inilah yang melatarbelakangi
penulis dalam pembuatan tugas referat ini yang berjudul “INFANTISIDA”.
1
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemeriksaan pada kasus infantisida secara menyeluruh
Mampu membedakan kondisi ante natal dan post mortem
Pemeriksaan lengkap untuk menemukan pelaku (suspect)
1.2.2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pemeriksaan kasus dugaan infantisida dengan segala
aspek yang mempengaruhinya
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1. Untuk Hukum
Mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan pada kasus dugaan
infantisida dengan segala aspek yang mempengaruhinya
1.3.2. Masyarakat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai infantisida dan mampu
mengenali kasus dugaan infantisida
1.3.3. Instansi Kesehatan
Menambah wawasan mengenai infantisida, dan membantu penanganan kasus
dugaan infantisida dengan segala aspek yang mempengaruhinya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Pembunuhan anak sendiri tersering terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan,
dengan prevalensi terbanyak pada tahun pertama. Pembunuhan anak sendiri yang dilakukan
dengan sengaja dengan cara maupun metode apapun disebut sebagai infantisida. Sedangkan
istilah filisida diartikan pembunuhan anak yang dilakukan oleh orang tua kandung.
Pengertian infantisida berdasarkan beberapa literatur dibagi atas : 1
Neonatisida
Dapat didefinisikan sebagai pembunuhan anak secara sengaja dalam 24 jam pertama
kehidupannya, yang umumnya dilakukan oleh sang ibu, dan dilakukan segera setelah
anak dilahirkan. Umumnya neonatisida merupakan suatu tindakan yang dilakukan
oleh satu individu tanpa saksi yang melihat. Tujuan dari tindakan neonatisida ialah
untuk menyembunyikan fakta bahwa seseorang pernah melahirkan anak, atau untuk
membunuh anak yang tidak diinginkan.1
Infantisida dan Pembunuhan Anak
Didefinisikan sebagai pembunuhan anak secara sengaja yang dilakukan diatas 24 jam
pertama kehidupannya. Metode yang digunakan biasanya jauh berbeda dengan kasus
neonatisida, serta biasanya terdapat campur tangan pihak lain meliputi suami, teman
laki-laki, ataupun babysitter dalam pembunuhannya. 1
Berdasarkan Byard, dan Roger W. Pengertian Infantisida adalah pembunuhan bayi yang
terjadi antara usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kehidupannya. Sedangkan neonatisida
adalah pembunuhan bayi yang terjadi pada kurang dari 24 jam, atau kurang dari 28-30 hari
setelah kelahiran (tergantung pada hukum yang berlaku).2
1. Dimaio VJ, Dimaio D. Neonaticide, Infanticide, and Child Homicide. Forensic Pathology: Second ed. London.
CRC Press LLC. 2001;1:335-65.
2. Byard, Roger W. Sudden Death in Infancy Childhood and Adolosence. 2nd ed. UK. Cambridge University Press;
2004:491-575.
3
Alasan melakukan neonaticide antara lain adalah rasa takut akan kehilangan
pekerjaan, tidak ingin untuk mengurus anak, kemiskinan, dan psikosis. Wanita muda yang
masih lajang biasanya takut untuk mengungkapkan tentang kehamilannya kepada keluarga
oleh karena malu dan rasa takut akan hukuman dan penolakan yang akan dia terima.2
Substansi infanticide diatur dalam English Infanticide Act 1938 (Section 1): “Di mana
seorang wanita baik secara sengaja atau karena kelalaian menyebabkan kematian pada bayi
berusia kurang dari 12 bulan. Namun jika pada saat itu juga keseimbangan pikirannya
terganggu oleh karena pengaruh setelah melahirkan atau efek laktasi, dia bisa dihukum seolah
melakukan pembunuhan secara tidak sengaja pada bayi.” 3,4
- Hal tersebut hanya berlaku bagi ibu – bukan ayah, atau orang lain.
- Bayi tersebut harus berusia kurang dari 1 tahun, meskipun faktanya kebanyakan infanticide
terjadi pada beberapa jam bahkan menit setelah ibu melahirkan bayi.
- Harus menjadi ‘bayi’ – yaitu, orang yang dapat hidup sendiri di luar tubuh ibu.
Ibu. Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak
sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia kawin atau tidak. Sedangkan bagi orang lain
yang melakukan atau turut membunug anak tersebut dihukum karena pembunuhan
atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat.5
Waktu. Dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”. Sehingga boleh
dianggap
3. Knight, Bernard; Saukko, Pekka. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. UK: Hodder Arnold. 2004
4. James, Jason Payne, et al. Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. UK:Hodder Arnold. 2011
4
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa
kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh
anaknya.5
Psikis. Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu, biasanya, anak yang dibunuh tersebut didapat dari
hubungan yang tidak sah.5
5
“Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak
lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau
meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri dari padanya, maka maksi-
6. Pembunuhan anak sendiri. Dalam :Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Edisi Pertama. Jakarta. 2008 ;
161-170
mum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.” 6
Adapun bunyi pasal 305 dan 306 tersebut adalah sebagai berikut,6
Pasal 305
“Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan
atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.” 6
Pasal 306
“(1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu mengakibatkan luka-
luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan.
(2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9 tahun.” 6
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya bayi atau anak
tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu. Bila bayi lahir
mati kemudian dilakukan tindakan membunuh, maka hal ini bukanlah pembunuhan anak
sendiri ataupun pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan
merupakan bayi yang cukup bulan atau belum cukup bulan, maupun viable atau non-viable. 6
6
Jika pembunuhan bayi tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai
Kinderdoodslag ataupun Kindermoord seperti yang disebutkan di atas, maka pembunuhan
tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana perampasan nyawa yang bersifat umum
sebagaimana diuraikan dalam pasal 338 dan 340 KUHP dengan hukuman yang jauh lebih
berat.6
6. Pembunuhan anak sendiri. Dalam :Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Edisi Pertama. Jakarta. 2008 ;
161-170
Bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena
pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu penjara
15 tahun (KUHP Pasal 338: tanpa rencana) atau 20 tahun, seumr hidup/hukuman mati
(KUHP Pasal 340). Adapun bunyi pasalnya, yaitu :6
Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan pada anak di atas usia satu hari yang
dilakukan oleh ibu, ayah, atau orang tua tiri. Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan
yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri dan tidak memenuhi syarat pembunuhan
infanticide. Resnick mengklasifikasikan pembunuhan terhadap anak berdasarkan motif dari
pembunuhan, yang terdiri dari altruism, acute psychosis, unwanted child, accidental, dan
sposal revenge. 7
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,
got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang
(pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308). 6
7
Klasifikasi pembunuhan anak berdasarkan Resnick yaitu:7
1. Altruism
Adalah pembunuhan anak yang dilakukan berdasarkan motif rasa tidak tahan melihat
atau membayangkan anaknya menderita. Jenis pembunuhan ini dilakukan dengan
tujuan menghilangkan penderitaan dari anaknya, biasanya pembunuhan dengan motif
ini akan disertai dengan bunuh diri dari pelaku. Misal anak yang dibunuh oleh ibunya
7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 1997.
karena mempunyai penyakit yang tidak dapat sembuh atau anak yang dibunuh oleh
ibunya karena selalu disiksa oleh keadaan atau seseorang.7
2. Acute Psychosis
Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan berdasarkan motif orang tua yang
mengalami gangguan kejiwaan.7
3. Unwanted children
Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan karena orang tua tidak
mengharapkan anak tersebut. Pembunuhan anak berdasarkan motif ini biasanya sering
terjadi pada pernikahan yang tidak dinginkan atau pada kasus pemerkosaan.7
4. Accidental
Adalah pembunuhan anak sendiri secara tidak sengaja. Pembunuhan jenis ini sering
berkaitan dengan penyiksaan terhadap anak yang berujung ke kematian anak tersebut.
Biasa pembunuhan dengan motif ini akan tampak tanda-tanda battered child
syndrome, cedera yang dihasilkan dari penyiksaan secara fisik bisa berupa bengkak,
luka bakar, patah tulang dan lain-lain.7
5. Spousal Revange
Adalah pembunuhan terhadap anak sendiri dengan tujuan untuk balas dendam
terhadap pasangannya atau untuk memberi hukuman terhadap pasangannya.7
Dalam KUHP, belum terdapat pasal yang mengatur secara langsung pembunuhan
anak biasa (non infanticida). Oleh karena itu, pembunuhan anak biasa dapat dimasukkan
dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang. Selain itu, pada Undang-Undang juga terdapat
pasal yang mengatur mengenai perlindungan anak. Berikut merupakan isi-isi pasal tersebut.7
Pasal 338
8
“ Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 339
“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana,
yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari
pidana dalam hal
7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 1997.
9
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.7
Pada saat pemeriksaan jenazah bayi pada kasus curiga infanticide , dokter harus memeriksa
beberapa hal yaitu:8
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
Viabel adalah keadaan bayi atau janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari
ibunya tanpa bantuan alat yang canggih. Bayi dikatakan viabel dengan melihat tanda-tanda
yang dapat diukur dan tanda-tanda yang tidak dapat diukur. Tanda dapat diukur antara lain :8
10
Gambar 2.1. Inti penulangan
Namun, hasil uji apung paru ini tetap meragukan, karena masih ada kemungkinan bayi
bernafas meskipun masih didalam uterus atau vagina (vaginitus uterus atau vaginitus
vaginalis) kemudian meninggal saat dilahirkan secara lengkap sehingga bayi tetap dinyatakan
lahir mati. hasil yang meragukan juga bida terjadi pada bayi yang telah diberikan nafas
buatan sehingga terjadi pernafasan parsial. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan lain,
yaitu :8
11
Ditemukan makanan atau bakteri di dalam usus
Uji apung lambung-usus (Uji Breslau) yang pelaksanaannya mirip dengan uji apung
paru. Pada keadaan bayi lahir hidup, akan terdapat udara dalam usus bayi karena pada
saat dia menangis atau hidup ada beberapa udara yang tertelan sehingga akan
memberikan hasil yang positif pada uji Breslau. Pemeriksaan ini juga tidak dapat
dilakukan pada saat sudah terjadi pembusukan
Uji telinga tengah (Uji Wredent Wendt) yaitu dengan membuka terlinga tengah bayi di
dalam bejana berisi air, hingga terlihat gelembung udara pada bayi yang saat bernafas
telinga tengahnya terisi udara.8
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
Setelah diketahui bayi lahir hidup, maka selanjutnya perlu diamati berapa usia bayi dan
berapa lama bayi hidup diluar kandungan. Usia bayi dapat dihitung menggunakan rumus de
Hass yaitu untuk 5 bulan pertama panjang kepala sampai tumit (cm) adalah kuadrat dari umur
(bulan). Untuk mengetaui lama bayi hidup diluar kandungan dapat dinilai juga dari :8
4. Sebab kematian
Penentuan sebab kematian dapat dilihat dari tanda-tanda jeratan, luka atau pun tanda
kekerasan lain pada tubuh bayi. Cara yang paling sering dilakukan adalah dengan
pembekapan dan penjeratan.8
12
Jika sudah tampak tanda perawatan maka pembunuhan yang dilakukan oleh ibu tidak dapat
dikatakan sebagai infanticide, tetapi pembunuhan biasa. Tanda perawatan tersebut antara lain:
Pemotongan tali pusat dengan alat : dapat dilihat pada ujung pemotongan tali pusat
terlihat rata, apabila tidak dapat dinilai karena sudah mengelisut penilaian dilakukan
dengan memasukan ujung tali pusat didalam air. Sehingga dapa terlihat apakak ujung
pemotongan tersebut rata atau terkoyak.
Verniks kaseosa pada leher, lipat ketiak dan lipat paha sudah dibersihkan
Adanya makanan atau susu dalam labung
Adanya pakaian yang dikenakan oleh bayi.8
7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 1997.
Lahir hidup atau Live Birth adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang
lengkap, yang setelah pemisahan tersebut, bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain
seperti denyut atau detak jantung, denyut nadi tali pusat, gerakan otot volunter (otot rangka),
tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari
dilahirkan.7,8
Lahir mati atau Still Birth adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau
dikeluarkan oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun
sesudah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin
yang tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung,
denyut nadi tali pusat, atau gerakan otot rangka.7,8,9
Berikut adalah tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan :7,8,9
Pernafasan (paru mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus).
Menangis.
Pergerakan otot.
Sirkulasi darah, dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin.
Isi usus.
Keadaan tali pusat.
13
1. Pernafasan7
Pernafasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi
plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernafasan
setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
a. Letak diafragma
Pada bayi yang sudah bernafas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6. Sedangkan pada
yang belum bernafas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 1997.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
9. Knight, Bernard. Knight’s Forensic Pathology, 3rd dd. London:Arnold.2004
14
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset bedah dan
scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus diikat diatas diafragma
dan dipotong diatas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk kedalam
lambung dan uji apung lambung-usus tidak memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan kedalam air dan
dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan
dan dimasukkan kembali kedalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu
tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan kedalam air, dan dilihat apakah mengapung atau
tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air,
diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan diantara dua
karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan
gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstitial paru, lalu masukkan kembali ke
dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam.
Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun,
terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut
akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat
kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat buatan atau alamiah yaitu bayi
yang sudah bernafas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina.
Hasil negatif belum tentu pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan
hidup tapi kemudian berhenti nafas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam
alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan
untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka
uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.10
d. Mikroskopik paru-paru10
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan
larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan
fiksatif melekat dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat
15
sediaan histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk
digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernafas, tetapi
merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk
paru janin belum bernafas adalah adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti ganda.
Pada permukaan ujung bebas tonjolan tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru
bayi belum bernafas yang sudah membusuk dengan pewarnaan gomori atau ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada tonjolan berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan
tonjolan dan membentuk gelung-gelung terbuka.
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion
yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio
plasenta sehingga terjadi pernafasan janin prematur.
Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang
dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti
terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat
dalam bronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus
yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding
alveoli.10
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau
tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterine, kelainan kongenital yang fatal
seperti anensefalus.10
16
Gambar 2.2. Mikroskopis Paru Bayi Lahir Mati (Still Born)
17
tubuh mengalami
perlunakan.
- Organ-organ
tampak basah tetapi tidak
berbau busuk
Pengembangan dada - Dada sudah - Iga masih
mengembang mendatar dan diafragma
- Diafragma masih setinggi iga 3-4.
sudah turun sampai sela iga
4-5
Pemeriksaan makroskopik - Paru sudah - Paru-paru
paru mengisi rongga dada dan masih tersembunyi
menutupi sebahagian dibelakang kandung jantung
kandung jantung. atau telah mengisi rongga
- Paru berwarna dada.
merah muda tidak merata - Paru-paru
dengan pleura tegang. bewarna kelabu ungu merata
- Menunjukkan seperti hati, konsistensi
gambaran mosaic kerana padat,tidak teraba derik
alveoli telah berisi udara. udara dan pleura yang
- Gambaran longgar
marmer akibat pembuluh
daran interstitial berisi darah
- Konsistensi
seperti spons dan teraba derik
udara.
- Pengirisan
paru dalam air : terlihat jelas
keluarnya gelembung udara
dan darah.
- Berat paru
bertambah 2 kali kerana
berfungsinya sirkulasi darah
jantung paru.
18
Uji apung paru - Hasil positip - -Hasil
negatip
Pemeriksaan mikroskopik - Alveoli paru - Tanda khas
paru mengembang sempurna untuk paru bayi yang belum
dengan atau tanpa emfisema bernafas adalah adanya
obstruktif tonjolan yang berbentuk
- Tidak terlihat seperti bantal yang akan
projection. bertambah tinggi dan dasar
- Perwarnaan menipis sehingga tampak
Gomori atau Ladewig: seperti dada (club –like)
serabut retikulin tampak - Pada paru
tegang. bayi yang belum bernafas
dan sudah membusuk
dengan pewarnaan Gomori
atau Ladewig: Tapak serabut
retikulin pada permukaan
dinding alveoli berkelok-
kelok seperti rambut yang
kerinting
2. Menangis
Bernafas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa bernafas.
Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara tangisan
dapat terjadi dalam uterus atau vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah
masuknya udara ke dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2
dalam darah meningkat.10
3. Pergerakan otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan.
Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati, maupun yang lahir
mati.10
19
Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi mata) dan
bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam duktus arteriosus,
foramen ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilikalis yang langsung masuk
vena cava inferior). Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat / detak jantung pada
bayi yang sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen
ovale tertutup bila telah terjadi pernafasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam). Duktus
venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.10
20
Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali pusat
setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua, pengeringan tali
pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu diputus (secara tajam atau tumpul).10
7. Keadaan kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi lahir,
sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup
yaitu maserasi yang dapat terjadi bila bayi sudah mati didalam uterus beberapa hari (8-10
hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk
gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum
dilahirkan, atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.10
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah
terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:10
Antepartum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan.
Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri :
Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).
Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.
Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.
Tidak ada gas, baunya khas.
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.
VIABILITAS 8,9
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup diluar kandungan ibunya atau
sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya. Viabilitas mempunyai beberapa syarat,
yaitu :
1. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
2. Panjang badan ≥ 35 cm.
3. Berat badan ≥ 2500 gram.
4. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
5. Lingkaran fronto-oksipital ≥ 32 cm.
21
Selain itu juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau
mikrosefalus), dan aluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).9
PENYEBAB KEMATIAN
Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab
kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati
atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal death).8,9
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar
kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.
Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti
sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan
kelainan pada organ internal seperti paru-paru, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
9. Knight, Bernard. Knight’s Forensic Pathology, 3rd dd. London:Arnold.2004
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti
anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan
dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu
meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.
22
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat
pembesaran kelenjar timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan
rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel
darah merah anak dan menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga
menyebabkan kematian anak baik sebelum maupun setelah kelahiran.8,9
patan untuk menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian
disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana ibu sebelumnya sehat,
maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa bayi lebih besar.8,9
23
1. Pembekapan (sufokasi)
Penekanan yang ringan pada mulut dan hidung bayi yang baru saja dilahirkan dengan
menggunakan bantal atau telapak tangan sebenarnya sudah cukup untuk
mematikannya tanpa meninggalkan jejas. Namun umunya si ibu menjadi panik pada
saat mendengar tangisan bayi sehingga ia cepat-cepat membekap hidung dan mulut
bayi.
Tindakan yang tergesa-gesa dengan tenaga yang berlebihan itu dapat meninggalkan
jejas pada muka bayi. Pada pembekapan dengan tangan dapat ditemukan luka-luka
memar dan lecet yang masing-masing disebabkan oleh tekanan bagian lunak ujung
jari dan oleh tekanan kuku. Pembekapan dengan menggunakan selimut atau bantal
mungkin tidak menimbulkan luka namun serabut-serabut benang atau kapuk dapat
tertinggal pada muka bayi.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
2. Penjeratan (strangulasi)
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering ditemui. Sering
ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat berlebihan dari yang dibutuhkan untuk
membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan akan ditemukan di daerah leher
24
disertai dengan memar dan resapan darah. Kadang juga ditemukan penjeratan dengan
menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara alami.
3. Penenggelaman (drowning)
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan
bahkan toilet.
4. Pencekikan
Pada pemeriksaan mayat baru lahir, daerah leher dan tengkuk harus diperiksa dengan
teliti karena pencekikan merupakan cara yang sering dilakukan dalam pembunuhan
anak sendiri. Pada pencekikan dengan kedua tangan dan dari depan dapat ditemukan
luka-luka lecet di daerah tengkuk dan luka memar di daerah leher. Luka lecet bekas
tekanan kuku dapat berbentuk garis lengkung atau garis lurus. Untuk meredam
tangisan bayi, si ibu mungkin akan membekap mulut bayinya sehingga luka-luka
memar dan lecet dapat ditemukan disekitar mulut.
Gambar 4. Korban pencekikan manual (tampak bekas kuku pelaku pada leher korban)9
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
25
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan
terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah
tulang.
6. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata
tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga menembus
organ dalam seperti hati, jantung dan otak.8,9
Terdapat pusat penulangan episisis didistal femur dan proksimal tibia ( merah ukuran
5x5 mm). Cara pemeriksaannya dengan uji radiologik atau dengan memeriksa
langsung pada tulang tersebut. Bila pada proksimal tibia, maka kulit daerah lutut
diinsisi melintang , patella dilepaskan, dan ujung distal femur diiris melintang sejajar
tipis-tipis. Pusat penulangan tampak sebagai merah tua pada dasarnya putih ( rawan ).
Bedakan dengan warna merah yang ditemukan pada diafisa tulang. Pusat penulangan
epifisis ini juga sudah ditemukan disternum, kuboid, tibia dan lain-lain.
Lanugo tinggal sedikit, kuku-kuku sudah melewati ujung jari dan telah cukup kaku,
kemudian juga daun telinga tidak cukup kaku, daktilografi telah jelas, kedua testis
telah turun bila tidak ada kelainan atau labia mayor telah menutupi labia minor.
Disebut belum cukup bulan jika belum memenuhi ciri-ciri diatas. Bila belum cukup bulan,
selanjutnya ditentukan berapakah usia kehamilannya dengan menggunakan rumus Haase:5,8
Usia kehamilan 1-5 bulan : panjang tubuh = bulan kuadrat cm
Usia kehamilan > 5 bulan : panjang tubuh = bulan x 5 cm
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
26
Bulan pada rumus ini = 4 minggu, dan usia kehamilan yang didapat harus ditulis dalam
satuan minggu. Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah
dikandung selama 37 minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran
bayi cukup bulan dapat dinilai dari:5,8
Ciri-ciri eksternal
- Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang
rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada bagian
dorsokranialnya dan bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.
- Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas
permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.
- Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan
relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi. Kuku
jari kaki masih relatif pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum
melampaui ujung jari dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.
- Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan
hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal kulit
telapak kaki itu basah maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.
- Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar
skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang
matur, labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.
- Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan tampak
mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut kepala
halus seperti bulu wol atau kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain
dan batas rambut pada dahi tidak jelas.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
27
- Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh darah
yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar. Pada bayi
prematur pembuluh-pembuluh tersebut tampak jelas.
- Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan pada
yang prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus manubrium
sterni.
- Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah
terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum terdapat.
- Pusat penulangan
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang
cukup penting. Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat
penulangan pada umur kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan
cuneiform. Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada umur
kehamilan 28 minggu.5,8
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
28
Tabel 1. Umur bayi dan panjang badan.
Umur Panjang badan (kepala-tumit)
1 bulan 1 x 1 = 1 (cm)
2 bulan 2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan 3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan 4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan 5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan 6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan 7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan 8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan 9 x 5 = 45 (cm)
Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan (ossification
centers) sebagai berikut:
Pusat penulangan pada: Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/ setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/ setelah lahir
Kuboid Akhir 9/ setelah lahir
Bayi perempuan lebih
cepat
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
29
c. Perubahan tali pusat. Bila kemerahan dipangkalnya berarti telah 36 jam. Bila kering
berarti 2-3 hari. Bila puput artinya telah 6-8 hari, atau kadang sampai 20 hari. Bila
sembuh berarti telah 15 hari. Bila arteri atau vena umbilikalis tertutup berarti 2 hari
d. Duktus arteriosus menutup berarti 3-4 minggu
e. Duktus venosus menutup berarti lebih dari 4 minggu
f. Sel darah merah berinti hilang berarti 24 jam (masih ada jika diambil disinusoid
hati).5
Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi setelah
bayi dilahirkan, misalnya:5,8
a. Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum
berarti hidup berarti saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1-2 jam, bila dalam
usus besar, telah hidup 5-6 jam dan bila telah terdapat dalam rectum berarti telah
hidup 12 jam.
b. Mekonium dalam kolon. Meconium akan keluar kira-kira dalam waktu 24 jam setelah
lahir.
c. Perubahan tali pusat setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat
baik di lahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran
merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mnegering
menjadi seperti benang dalam waktu 6 hingga 8 hari dan akan terjadi peneymbuhan
luka yang sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemeriksaan
mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai
timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sel leukosit berisi banyak, kemudian akan
terlihat sel-sel limfosit dan jaringan granulasi.
d. Eritrosit berini akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadangkala
masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
e. Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna jingga
berbentuk kipas (fan-shaped) lebih banyak dalam pyramid daripada medulla ginjal.
Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
f. Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena
umbilikus dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setlah 3-4 minggu dan
30
foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadang-kadang tidak
menutup walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriousus akan tertutup
setelah 3 minggu-1 bulan.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997:
256 – 69.
31
- Robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul, dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis.
- Luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan dibawah kulit kepala, perdarahan
didalam tengkorak.5,8
Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta pada darah yang berasal dari rahim.
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa adalah suatu
hal yang paling sukar. Beberapa cara yang paling sering digunakan yaitu:5,8
a. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak.
Ibu diperiksa apakah memang baru melahirkan (tinggi uteri, striae gravidarum,
dinding perut kendor, payudara besar dan kencang, robekan perineum, lochia,
kolostrum). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari usia pasca lahir ditambah lama
kematian.
b. Memeriksa golongan darah ibu dan anak.
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah, akan tetapi sekarang
pemeriksaan golongan darah ini merupakan prosedur standard yang digunakan.
Eksklusi hanya dapat ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada
satu individu sedangkan individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya
adalah bila ibu golongan darah AB sedangkan anak O atau sebaliknya. Penggunaan
banyak jenis golongan darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan.5,8
Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang meskipun canggih namun harus diinterpretasikan
dengan hati-hati. Hanya separuh DNA inti sel anak yang berasal dari ibu, sedangkan yang
lainnya berasal dari ayah, sehingga apabila identitas ayah tak ditemukan makan interpretasi
hasil menjadi sangat sulit. Penggunaan DNA mitokondria yang memiliki cara yang persis
sama anatara ibu dan anak juga kurang memiliki kemampuan determinasi.5,8
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara.
1997: 256 – 69.
BAB III
PENUTUP
32
3.1. Kesimpulan
1. Pengertian infantisida
Infantisida merupakan pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri,
segera atau beberapa saat setelah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia
melahirkan bayi.
2. Landasan hukum infantisida
Dasar hukum yang menyangkut pembunuhan anak sendiri, yaitu:
- Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan pembunuhan anak;
yaitu : pasal 341, 342 dan 343.
- Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana, sedangkan kindermoord dilakukan
dengan rencana, sehingga hukuman kindermoord lebih berat dari
kinderdoodslag. Kesimpulannya, tindak pidana merampas nyawa bayi harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
Pelaku harus ibu kandung
Korban harus bayi anak kandung sendiri
Pembunuhan harus dilakukan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian
Motif pembunuhan karena takut ketahuan telah melahirkan anak
3. Pemeriksaan kedokteran forensik infantisida (Bayi Post Mortem)
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang diduga
kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam hal sebagai
berikut:
Bayi viabel atau tidak
Bayi lahir hidup atau mati
Sebab kematian bayi
Lama hidup diluar kandungan
33
a. Adanya bekas-bekas kehamilan
Striae gravidarum
Dinding perut kendor
Rahim dapat diraba diatas symphisis
Payudara besar dan kecil
b. Adanya bekas-bekas persalinan
Robekan perineum
Keluar cairan lochea
- Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
- Memeriksa golongan darah ibu dan anak
- Sidik jari DNA
DAFTAR PUSTAKA
34
1. Dimaio VJ, Dimaio D. Neonaticide, Infanticide, and Child Homicide. Forensic
Pathology: Second ed. London. CRC Press LLC. 2001;1:335-65.
2. Byard, Roger W. Sudden Death in Infancy Childhood and Adolosence. 2nd ed. UK.
Cambridge University Press; 2004:491-575.
3. Knight, Bernard; Saukko, Pekka. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. UK: Hodder
Arnold. 2004
4. James, Jason Payne, et al. Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. UK:Hodder Arnold.
2011
5. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.
6. Pembunuhan anak sendiri. Dalam :Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum.
Edisi Pertama. Jakarta. 2008 ;161-170
7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 1997.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Penerbit Binarupa Aksara. 1997: 256 – 69.
9. Knight, Bernard. Knight’s Forensic Pathology, 3rd dd. London:Arnold.2004.
10. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. London:Arnold.2003.
35