Anda di halaman 1dari 29

SAINS DAN FILSAFAT SEBAGAI PRODUK OLAH PIKIR

MANUSIA
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH DASAR-DASAR SAINS
Yang Dibimbing oleh Dr. Fatchur Rochman, M.Si.

OLEH:
AHMAD FAIQ AFANDI 170311611570
AMANATUL HAQQIL IBAD 170311611602
NADILA AYU PERMATASARI 170311611504
RIDHO RAFIF ADRI PRASETYO 170311611556
KELOMPOK 1
OFFERING E

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Dasar-Dasar Sains pada materi
“Sains dan Filsafat sebagai Produk Olah Pikir Manusia”.
Kami juga mengucapkan hamdalah karena atas limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1.     Dr. Fatchur Rochman, M.Si. selaku dosen Mata Kuliah Dasar-Dasar Sains
Offering E Pendidikan Matematika angkatan 2017 Universitas Negeri
Malang.
2.    Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian makalah.

Makalah ini dibuat berdasarkan referensi-referensi yang berkaitan. Kritik


dan saran sangat diperlukan untuk memperbaiki makalah berikutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat luas.

Malang, 30 Januari 2020


Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

A. Pengetahuan....................................................................................... 2

B. Sumber-Sumber Pengetahuan............................................................ 7

C. Mitos.................................................................................................. 10

D. Sains.................................................................................................. 14

E. Keberadaan Sains............................................................................... 15

F. Bidang Telaah Sains........................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 26

ii
Dikutip dari buku Dasar-Dasar Sains: Menciptakan Masyarakat Sadar Sains,

“Pengenalan akan alam merupakan salah satu kegiatan manusia yang terjadi
secara spontan. Pengenalan merupakan awal dari pokok bahasan mengenai
pengetahuan, baik sebagai produk maupun sebagai proses. Produk pengenalan
dan pengetahuan yang dikumpulkan secara sistematis akan membentuk wacana
baru, yakni ilmu. Proses pengenalan manusia akan alam secara objektif dan
ilmiah akan menghasilkan sains. Sains (science) adalah pengetahuan alam yang
terstruktur. Sains akan berkembang lebih mendalam karena manusia senantiasa
mengetahui hal-hal baru di alam dan menganalisisnya dalam kaidah-kaidah
ilmiah dan universal.”

1
A. PENGETAHUAN

1. Pengetahuan Secara Umum

Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui, baik yang tampak maupun
yang tidak tampak oleh mata. Pengetahuan berasal dari adanya fakta (kejadian,
sejarah) sebagai objek dan ada pengamat (dan/atau pemikir) sebagai subjek. Dari
sinilah lahir serangkaian aktivitas dan proses seputar pengolahan pengetahuan.
Arah proses ini tidak bisa ditentukan dengan pasti karena terdapat banyak sekali
kemungkinan interaksi. Pada dasarnya setiap aktivis dalam kegiatan ini
mempunyai potensi berpikir dan berkembang ke arah tertentu dan tergantung
tendensi masing-masing dan juga tergantung pada lingkungan masing-masing.
Sifat perkembangan ini menjadi sangat bebas dan terbuka.

Dalam perjalanan sejarah, pengetahuan manusia berkembang karena


semua pengetahuan yang telah didapat tidak pernah dirasakan cukup. Sepanjang
sejarah pola-pola pengetahuan juga berkembang sesuai dengan kondisi saat itu.
Tentu saja kemajuan pengetahuan saat itu sangat menentukan bagaimana pola
pencarian pengetahuan selanjutnya. Jika awalnya orang hanya tahu bahwa alam
itu ada dan demikian adanya, manusia akan berpikir lebih lanjut mengenai
mengapa alam ini demikian adanya. Selanjutnya, bagaimana manusia dapat
membuat seperti apa yang ada di alam. Dengan kata lain, manusia ingin meniru
alam, menciptakan barang-barang yang mirip dengan alam.

Realitas yang eksis di luar diri terindra melalui proses jasmaniah, hasilnya
berupa memori citra internal dari objek yang tersimpan dalam jiwa. Selanjutnya,
citra internal itu menjai bahan mentah untuk dijadikan objek berpikir bagi
kegiatan rohaniah. Dalam istilah Al Farabi menurut Osman Bakar (1992: 67), diri
yang tritunggal itu biasa disebut dengan jisim, nafs, dan rohaniah. Unsur pertama,
jisim, berkaitan dengan kemampuan mengindra (al-quwwat al-hassah); unsur
kedua, nafs, berkaitan dengan kemampuan imajinatif (al-quwwat al-
mutakhayyilah); dan unsur ketiga, rohaniah, berkaitan dengan kemampuan
berpikir (al quwwat al-nathiqah). Kemampuan mengindra merupakan kegiatan
diri paling awal ketika tubuh memotret kesan eksternal sebagai bahan untuk
kegiatan lanjutan dari kemampuan imajinatif yang disimpan sebagai citra internal.
Citra internal menjadi bahan untuk kegiatan diri lebih lanjut dari kemampuan
berpikir untuk pemeriksaan logis, komparasi, dan menyusun masalah lanjutan.

Kemampuan imajinatif akan berkembang apabila terdukung oleh kualitas


penyimpanan citra internal, penyusunan konsep citra internal, dan pendugaan
citra-citra internal agar menjadi lebih jelas mendekati kesan eksternal yang
diperoleh lewat kemampuan mengindra. Citra internal menjadi bahan untuk
kegiatan berpikir. Kemampuan berpikir, menurut Osma Bakar (1992: 72) adalah

2
kekuatan yang dimanfaatkan manusia untuk memahami sesuatu melalui sejumlah
pertimbangan (rawiyah) agar mendapatkan izin-Nya untuk memiliki berbagai
ilmu (al-ulum) dan berbagai seni (shina’at), serta untuk membedakan tindakan
yang baik dari yang buruk. Dalam pelaksanaannya, kegiatan berpikir dapat
bersifat praktis (amali) atau bersifat teoretis (nazhari), keduanya merupakan
proses pembelajaran.

Belajar adalah kegiatan produktif yang menggunakan kemampuan


mengindra, melakukan imajinasi, dan melakukan kegiatan berpikir. Dari
pengalaman pertama, belajar yang menghasilkan pengetahuan akan mendorong
belajar lebih lanjut untuk mengembangkan pengetahuan lebih jauh lagi.
Pengembangan itu merupakan objek belajar baru dan sekaligus juga produk
lanjutan dari kegiatan belajar sebelumnya. Pengetahuan itu sendiri merupakan
konsepsi atau kesepakatan yang merupakan kepercayaan tentang suatu penilaian
terhadap eksistensi realita yang berada dinluar diri subjek dengan citra internal
dalam memori. Kemudian eksistensi realita tersebut disandingkan dengan
pertanyaan, “Apakah memperlihatkan kesesuaian dengan eksistensi citra yang ada
dalam memori?” Apabila terdapat keberhimpitan wilayah dari keduanya, maka
kesepakatan yang diambil itu dinamai sebuah pengetahuan. Apabila pengetahuan
telah teruji secara metodologis, jelas asal-usul keilmuannya, dan dapat
memperkaya jiwa manusia dengan nilai-nilai kehidupan berpengetahuan,
pengetahuan tersebut menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Al Farabi menguatkan
bahwa keutamaan ilmu pengetahuan didasarkan pada kemuliaan materi subjeknya,
kedalaman bukti-buktinya, dan keluasan manfaatnya.

Bagian lain dari pengetahuan yang tidak kalah pentingnya adalah cara
mengungkapkan pengetahuan, karena ini merupakan bagian dari mata rantai
penting dalam proses pengolahan pengetahuan sebelumnya. Bagaimana
pengetahuan dapat diekspresikan akan menentukan penerimaan subjek lain dalam
menyerap pengetahuan akan objek yang sama. Dalam hal ini objek memiliki
“bahasa” sendiri karena objek yang dibicarakan lepas dari subjektivitas pengamat.
Bahasa dapat berupa sebuah alat ekspresi yang membutuhkan daya abstraksi
tingkat tinggi seperti persamaan-persamaan matematika yang rumit, juga grafik,
gambar, simbol yang berbicara jauh lebih efektif dibandingkan dengan bahasa
verbal untuk komunikasi manusia sehari-hari. Ini menyebabkan ilmu alam/sains
kadang-kadang dianggap sebagai bidang studi yang relatif sulit karena
membutuhkan ketekunan dan juga latar belakang yang sesuai serta minat yang
tinggi.

2. Macam-Macam Pengetahuan

Secara umum, pengetahuan dapat dibedakan menurut polanya. Pembagian ini


berlaku untuk pengetahuan secara umum, termasuk untuk pengetahuan akan alam

3
dan segala aspeknya. Pembedaan ini dilakukan sesuai dengan tingkatan kognisi
yang diperlukan, mulai dari pengetahuan saja tanpa mengolah sampai dengan
pengetahuan yang didapat setelah informasi diolah dalam beberapa langkah.
Berikut pembedaannya.

a. Know That
Tahu bahwa (to know that) adalah pengetahuan yang menyangkut
informasi. Tahu bahwa ada pelangi di langit tadi sore, merupakan pengetahuan
yang benar, artinya banyak orang yang juga melihat pelangi tersebut tadi sore.
Atau ada mawar merah muda, merah tua, kuninh, dan putih di kebun adalah
kenyataan yang dapat dilihat oleh semua orang yang melewatinya. Hal-hal
tersebut merupakan suatu yang benar dan objektif, tidak terbantahkan.
Pengetahuan semacam ini tidak terlalu mendalam sifatnya karena berhenti pada
tahap mengetahui dan mengumpulkan informasi saja. kekuatan pengetahuan
jenis ini adalah pada informasi yang dimilikinya yang sifatnya nyata dan
faktual.
Tahu bahwa atau to know that ini juga bisa menyangkut konsep, teori,
rumus, dan informasi abstrak. Misalnya sejak di sekolah menengah kita tahu
bahwa atom terdiri dari inti atom dan elektron, elektron bergerak mengelilingi
inti atom. Hal tersebut merupakan sesuatu yang diterima tanpa perlu
pengematan langsung dan sebagai pengetahuan abstrak yang telah dibuktikan
ahli sebelumnya. Banyak teori yang haris diketahui dahulu sebelum memahami
teori lain yang memerlukan pemikiran lebih lanjut. Dalam tahap ini tahu
bahwa ini, teori, rumus, dan hukum masih dalam taraf dihafalkan.

b. Know How
Tahu bagaimana (to know how) adalah pengetahuan yang sifatnya praktis
yang sangat berguna untuk menjalankan alat-alat maupun memecahkan
masalah-masalah praktis. Kebanyakan pengetahuan ini dikaitkan dengan
ketrampilan (skill) mengoperasikan alat dan kemahiran teknis. Pengetahuan ini
lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan tahu bahwa di atas yang tidak
memerlukan pemahaman lebih lanjut dan tidak memerlukan tindakan lebih
lanjut. Namun, tahu bagaimana ini juga menuntut pengetahuan teoritis untuk
mendukung ketrampilannya, terutama dalam hal memecahkan masalah
(problem solving).
Dalam sains, tahu bagaimana ini sangat penting karena penyeliikan di
lapangan ilmu alam perlu didukung peralatan dan mesin-mesin elektronik.
Mesin-mesin ini digunakan untuk menirukan ataupun memanipulasi situasi dan
kondisi alam dalam percobaan di laporatorium. Di lain pihak, ilmu alam seperti
biologi juga banyak memerlukan ketrampilan to know how ini. Dalam hal ini
para ilmuwan juga menirukan atau melakukan manipulasi kondisi alam untuk
melihat pengaruhnya pada makhluk hidup yang sedang diteliti. Teknisi dapat

4
melakukan pekerjaan ini jika diperlukan tanpa perlu mengetahui dengan jelas
untuk apa serta mengapa pekerjaan yang perlu ketrampilan ini dilakukan.
Peneliti harus dapat melakukan sesuatu sebelum menganalisis hasilnya tanpa
harus melakukan sendiri semua pekerjaan teknis dalam penelitiannya.
Pekerjaan ilmuwan adalah bentuk kerja sama yang solid antar berbagai pihak.
Teknisi alat-alat sangat diperlukan dalam kerja penelitian di laboratorium sains
yang memadai.

c. Know About
Tahu akan/mengenai (to know about) menyangkut pengetahuan spesifik
akan sesuatu melalui pengalaman dan pengenalan pribadi secara langsung
dengan objek. Dalam bahasa Indonesia tahu akan dan tahu mengenai ini
diungkapkan dengan lebih lugas, yaitu kenal. Kenal mengandung arti lebih dari
sekadar tahu. Kenal seseorang mengandung arti bahwa orang yang dikenal
tersebut juga kenal dengan orang yang mengenalnya tadi. Semua orang bisa
tahu presiden negara Indonesia, namun tidak semua orang dikenal bapak
presiden.
Demikian pula dengan pengetahuan akan objek setingkat mengenal.
Mengenal suatu alat berarti benar-benar tahu mengenai alat tersebut, terbuat
dari apa dan bagaimana menjalankannya, bagaimana mengatasi permasalahan
yang muncul karena isi dan kerja alat tersebut telah dikenal dengan baik.
Pengenalan semacam ini juga menuntut pengalaman serta latar belakang
teoritis. Dalam taraf ini, pengetahuan bukan lagi sekadar tahu akan atau tahu
bahwa, bukan pula tahu menjalankan alat tersebut tanpa tahu apa yang terjadi
selama alat berjalan misalnya, namun lebih dari itu, menyangkut kemampuan
memecahkan masalah dan menjelaskan tiap bagian dari objek yang dikenalnya
tersebut. Tanpa pengenalan pribadi dan interaksi yang mendalam dengan objek
yang dikenal itu, pengetahuan belum dapat digolongkan pada tahu akan/tahu
mengenai.

d. Know Why
Tahu mengapa (to know why) adalah tingkatan pengetahuan yang jauh
lebih mendalam daripada tingkatan pengetahuan yang lain karena berkaitan
dengan penjelasan yang harus menerobos masuk ke dalam data atau informasi
yang abstrak untuk menyingkap pengetahuan. Pengetahuan macam ini perlu
kerja penelitian yang keras dan elaborasi yang tidak sedikit karena kepercayaan
yang diberikan juga tinggi. Latar belakang teoritis juga sangat diperlukan
karena yang dihadapi adalah informasi yang harus dianalisis degan mendalam
dan menggunakan teori-teori pendukung untuk sampai ke kesimpulan yang
valid.
Tahu mengapa tidak selalu dimulai dari pengetahuan yang rumit dan
sangat abstrak. Penggalian pengetahuan mengenai gejala alam yang sangat

5
biasa dalam kehidupan sehari-hari akan sampai pada taraf tahu mengapa ini.
misalnya pengalaman Isaac Newton sebelum lahir konsep gravitasi merupakan
kejadian sangat biasa bagi semua orang yang karena biasa orang tidak
mempermasalahkan lagi. Pada waktu itu Newton tertidur di bawah pohon apel,
kemudian tiba-tiba terjatuhi apel. Peristiwa ini ternyata mengundang
pertanyaan bagi Newton yang tidak terpikirkan oleh orang lain: mengapa saya
kejatuhan apel dan mengapa apel jatuh? Dua cara bertanya untuk satu peristiwa
ini juga menyebabkan aneka reaksi, misalnya: (a) karena tidur di bawah pohon
apel maka pasti kejatuhan apel, kalau tidur di bawah pohon mangga pasti akan
terjatuhi mangga (menjawab pertanyaan pertama); (b) karena sejak semula apel
jatuh ke bawah, maka kalau ada orang di bawah buah apel pasti terjatuhi apel
(menjawab pertanyaan kedua). Dua macam jawaban ini sangat subjektif, yang
merupakan reaksi atas peristiwa objektif bahwa ada buah apel jatuh. Namun
Newton bertanya dan membutuhkan jawaban lebih dari itu.
Pertanyaan tersebut tidak akan pernah tuntas untuk dijawab karena
jawaban yang diberikan pasti menimbulkan pertanyaan yang lain. Pertanyaan
yang tidak selesai seperti itu merupakan hal yang bagus untuk perkembangan
sains. Tuntutan tahu mengapa inilah yang mendorong kemajuan ilmu dan
teknologi. Manusia akan melakukan percobaan, merumuskan pengetahuannya,
dan menerapkannya di lingkup lain. Dan kita tahu memang akhirnya Newton
merumuskan hukum gravitasi yang terkenal dengan inspirasi awal jatuhnya
buah apel.

Keempat macam pengetahuan ini dapat digunakan untuk menliti sendiri


tingkat pemahaman kita akan sains. Para ilmuwan biasanya lebih cenderung
berkutat pada know how untuk tujuan pragmatis, untuk menghasilkan produk
yang menguntungkan dan mudah dipasarkan. Hal ini sangat berkaitan dengan
kepentingan teknologi. Namun banyak juga ilmuwan yang berkutat di ilmu-
ilmu murni jauh lebih tertarik pada know why, untuk lebih memperjelas serta
senantiasa menyempurnakan sejumlah teori dan konsep yang telah diketahui
sebelumnya. Bisa juga apa yang baru dan didapat di zaman modern secara
tidak langsung adalah verifikasi dari konsep dan teori sebelumnya, di lapangan
spesifik yang sama.

6
B. SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN

1. Pancaindra

Kelima pancaindra dapat dikatakan sebagai sumber pengetahuan yang


utama dan dimiliki pertama kali oleh manusia sejak awal. Pengetahuan dari
pancaindra adalah pengetahuan primer yang tidak akan berhenti sebagai
pengetahuan seperti yang teramati itu saja. selanjutnya persepsi manusia bekerja
dan mengolah apa yang telah diperoleh pancaindra dan menjadikan informasi
primer ini lebih bermakna. Oleh karen aitu, pancaindra saja tidaklah cukup
sebagai sumber pengetahuan. Pengetahuan berkembang dari zaman ke zaman
sampai saat ini.

Pada awalnya, filsuf Yunani kuno bernama Thales menyatakan bahwa asal
mula alam semesta adalah air. Dia melihat air di mana-mana dan air merupakan
unsur penting dalam hidup manusia, bahkan darah manusia juga cair, bersifat
seperti air. Pemikir Yunani berikutnya berpendapat bahwa api yang menjadi dasar
utama kehidupan, karena api dapat membakar, memusnahkan, dan mengubah
kekuatannya. Di kemudian hari: tanah, udara, atomos, materia, merupakan pusat
perhatian para pemikir Yunani dari waktu ke waktu. Bersama dengan itu,
pemikiran manusia juga berkembang sehingga mampu mengenali dan
memecahkan masalah. Manusia berpikir lebih analitis, lebih jauh dari sekadar apa
yang diamatinya. Air yang tampak di alam tidak tinggal sebagai air saja, namun
bisa berubah menjadi (dipikirkan sebagai) simbol, sebagai asal-usul, menjadi
elemen penyusun materi., dan lain-lain. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa
dari zaman ke zaman manusia tidak berhenti untuk berpikir.

2. Intuisi

Membahas pengetahuan alam tentunya disertai asumsi bahwa subjek


menyadari dirinya mengetahui. Poin kesadaran ini penting untuk dielaborasi
karena menentukan “permainan” peran antara subjek (ilmuwan) dan objek (alam)
yang sangat dinamis. Peran subjek dan objek ini kadangan sangat rumit dan tidak
terpisahkan, terutama jika subjek masuk ke dalam proses alam dan mengamatinya
sebagai objek. Hal ini menjadikan sains sebagai ilmu yang juga mempunyai
reflektif di samping logikanya.

Akan tetapi, selain logika, intuisi merupakan sumber sekaligus instrumen


pengetahuan. Intuisi berada di wilayah anatara pikiran logis dan perasaan. Intuisi
menggerakkan manusia untuk menyelidiki lebih jaubg walaupun tanpa arah yang
jelas terlihat terlebih dahulu. Kekule, ahli kimia penemu rumus kimia benzene,
sebayawa yang terdiri dari enam atom karbon dan enam atom hidrogen dan
sifatnya sangat stabil (C6H6) juga bermain dengan intuisinya yang benar-benar
menemukan rumus tersebut melalui mimpi. Albert Einstein, fisikawan perumus

7
teori relativitas juga terkenal dengan pernyataannya Ich Vertraue auf (meine)
Intuition (saya yakin akan intuisi saya). Dalam kehidupan sehari-hari kadang kita
juga yakin akan suatu hal dan kita mengikuti terus walaupun kita tidak tahu
mengapa. Tidak jarang penemuan besar juga dibimbing oleh intuisi. Dalam hal ini
intuisi bukanlah pengetahuan yang tidak didapatkan atau dirasakan. Intuisi
didasari oleh serangkaian pengetahuan sebelumnya, yang kaitannya satu sama lain
belum jelas benar.

3. Interaksi dan Diskusi Suatu Kelompok

Alam mengandung banyak sekali hal menarik untuk dikaji. Sejak awal
manusia berhadapan dengan alam. Manusia purba menyesuaikan diri dengan
alam, berlindung di gua-gua, mengantisipasi perubahan musim, dan makan apa
yang disediakan alam. Aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan alam
menunjukkan kekhasan masing-masing. Sebagai contoh, sekolompok mahasiswa
dari berbagai jurusan mengamati terjadinya pelangi di suatu siang setelah hujan
berhenti. Seorang dari mereka langsung tertegun dan menatap keindahan tanpa
berkata-kata, namun setelah beberapa saat terlontar serangkaian kata-kata puitis
yang menggambarkan keindahan pelangi. Seorang mahasiswa lain
menggambarkan keindahan pelangi menurut latar belakang yang ia ketahui, yakni
pelangi terjadi dari penguraian sinar matahari dan pembiasan oleh titik-titik air.

Kemudian terjadilah sebuah diskusi di antaranya yang menggabungkan


satu pemikiran dengan pemikiran yang lainnya. Di sinilah pengetahuan
berkembang dengan arah yang tidak bisa diduga. Di sinilah dua sumber utama
pengetahuan berinteraksi: pancaindra dan pikiran manusia. Dalam ilmu bahasa
dan sastra, perasaan juga ikut bermain. Namun pikiran manusialah yang bisa
membawa fakta ke makna khusus masing-masing sesuai dengan bidang-bidang
spesifiknya, sesuai dengan metode-metode spesifiknya, dan pada gilirannya pada
bidang-bidang kehidupan masing-masing secara nyata. Pikiran manusia yang
akhirnya merumuskan apa yang dipikirkannya dalam bentuk ilmu.

Aktivitas keilmuan ini dapat digambarkan sebagai segitiga ilmu seperti di


bawah ini (The Liang Gie, 2000):
Aktivitas
ILMU

Metode Pengetahuan
Gambar 1.1 Segitiga ilmu mengenai aktivitas manusia dalam kegiatan ilmiah

8
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pengetahuan tidak akan diam
begitu saja melainkan merupakan kondisi yang didapat setelah adanya aktivitas
ilmiah dan dengan menggunakan metode ilmiah. Setelah pengetahuan didapat,
maka aktivitas ilmiah tetap akan diteruskan dalam rangka mencari peneguhan dan
verifikasi, dan untuk itu dipikirkanlah suatu metode. Maka segitiga di atas
merupakan segitiga dinamis, di mana baik pengetahuan, aktivitas, maupun metode
masing-masing merupakan bagian dari proses ini dan masing-masing juga
bukanlah merupakan hasil yang dituju, dan setelah dicapai maka proses akan
berhenti. Ketiganya akan terus-menerus bergerak dan saling berinteraksi. Ilmu
adalah wadah interaksi tersebut.

9
C. MITOS

1. Mitos Secara Umum


Mitos merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umunya
menyangkut tokoh kuno, seperti dewa, manusia perkasa yang ada kaitannya
dengan apa yang terdapat dalam alam, untuk menjawab keterbatasan pengetahuan
manusia tentang alam. Mitologi berarti pengetahuan tentang mitos, yaitu
kumpulan cerita-cerita mitos. Mlitologi banyak muncul dalam zaman prasejarah.
Ceritanya hanya disampaikan dari mulut ke mulut atau secara lisan. Secara garis
besar dapat dibedakan atas tiga macam: mitos sebenarnya, cerita rakyat, dan
legenda.
Dalam mitos sebenarnya manusia berusaha sungguh-sungguh dan dengan
imajinasinya menerangkan gejala alam yang ada, tetapi belum dapat tepat karena
kurang pengetahuannya, sehingga untuk bagian tersebut orang mengaitkannya
dengan Scorang tokoh atau dewa ataupun dewi Sebuah mitos yang popular di
Indonesia adalah tentang Pelangi (bianglala) yang sudah dikaitkan adanya gejala
alam terscbut dengan hujan, tetapi cara menerangkannya masih mitologis, seperti
cerita berikut.
Pelangi merupakan tangga para bidadari yang ingin turun dari kayangan
untuk mandi. Tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga ternyata diintai olch
Jaka Tarub yang terpesona akan kecantikan mereka, sehingga disembunyikannya
salah satu kain mereka. Setelah tahu bahwa ada pria yang mengintip mereka
mandi, maka para bidadari lari mengambil kainnya untuk bergegas naik pelangi.
Sesampainya di atas diketahui bahwa seseorang tertinggal, yaitu Nawangarulan.
Enam bidadari lainnya bersedih hati dan air matanya bercucuran menyadı hujan.
Mitos yang merupakan cerita rakyat (legenda) adalah usaha manusia
mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan masyarakat. Karena
cerita rakyat hanya disampaikan dari mulut ke mulut, maka sulit diperiksa
kebenarannya. Namun, gejala yang ada dalam masyarakat memang benar ada dan
meyakinkan, seorang tokoh dikaitkan dalam cerita tersebut, antara lain mengapa
di Kudus orang tidak makan sate sapi.
Dalam usaha Sunan Kudus menyiarkan agama Istam secara damai,
dianjurkan agar penganulnya jangan menyembelih sapi. Tujuan pada waktu itu
ialah agar penduduk di wilayah tersebut yang saat itu masih beragama Hindu
jangan sampai merasa tersinggung atau sakit hati. Toleransı yang demikian
menyebabkan penganut agama Hindu di daerah Kudus banyak yang masuk Islam.
Sampai sekarang orang tidak menemukan sate sapi, melainkan sate kerbau dalam
rumah makan atau pesta.
Dalam mitos, sebagai legenda dikemukakan tentang seorang tokoh yang
dikaitkan dengan terjadinya suatu daerah. Apakah tokoh itu pernah ada atau tidak,

10
namun yang bersangkutan dihubungkan dengan apa yang terdapat di suatu
lingkungan sebagai "bukti pembenaran" suatu legenda, di antaranya adalah
Sangkuriang yang diakibatkan dengan Gunung Tangkuban perahu dan Dataran
Tinggi Bandung yang dahulunya merupakan danau.
Dalam zaman mitologi suatu cerita penduduk memang masih dalam
tingkat mistis peradabannya. Mereka percaya akan adanya kekuatan-kekuatan
gaib melebihi kekuatan manusia biasa. Dalam zaman demikianlah, mitos
dipercayai kebenarannya karena beberapa faktor. Pertama, karena keterbatasan
pengetahuan manusia. Pada masa tersebut manusia masih terbatas
pengetahuannya, belum banyak yang mereka ketahui. Pengetahuan mereka
diperoleh dari cerita orang karena seseorang mengetahui suatu hal, kemudian
memberitahukannya lagikepada orang lain. Apakah yang diketahui sudah
benar/belum permasalahannya. Dari hal yang tidak benar, kemudian dikalahkan
setelah adanya kebenaran, maka pengetahuan orang tentang sesuatu jadi
bertambah. Misalnya dalam kasus Pelangi dan Dataran Tinggi Bandung, pada
mulanya orang percaya pada kedua mitos tersebut karena ada buktinya.
Kedua, karena keterbatasan penalaran manusia. Manusia memang mampu
berpikir, namun pemikirannya perlu dilatih terus-me1. nerus. Pemikiran itu sendiri
dapat benar atau salah. Akhirya penalaran yang salah akan kalah oleh penalaran
yang benar. Untuk itu diperlukan waktu guna meyakinkan, misalnya paham
geosentris yang didasarkan pada pendapat Copernicus. Akhirnya, manusia
sekarang membenarkan paham yang terakhir.
Ketiga, karena keingintahuan manusia untuk sementara terpenuhi. Telah
dikemukakan bahwa kebenaran memang harus dapat diterima oleh akal, tetapi
sebagian lagi dapat diterima secara intuisi, yaitu penerimaan atas dasar kata hati
tentang sesuatu yang benar. Kata hati yang irrasional dalam kehidupan masyarakat
awam sudah dapat diterima sebagai suatu kebenaran (pseudo science). Dari bukti-
bukti, seperti Pelangi atau Dataran Tinggi Bandung sebagai mitologi, masyarakat
meyakininya sebagai kebenaran. Khususnya pada anak-anak yang cara
penalarannya masih terbatas, kisah-kisah dalam dongeng rakyat sudah merupakan
kebenaran dan hasrat keingintahuan sudah terpenuhi.
2. Beberapa Mitos Dalam Sains
Zaman Yunani kuno berlangsung kira-kira dari abad ke 6 SM hingga awal
abad pertengahan, atau antara + 600 tahun SM hingga tahun 200 SM. Zaman ini
dianggap sebagai cikal bakal filsafat yang ada sekarang. Pada zaman ini mitos-
mitos yang berkembang dalam masyarakat digantikan dengan logos (baca: rasio)
setelah mitos-mitos tersebut tidak dapat lagi menjawab dan memecahkan
problema-problema kosmologis. Pada tahap ini bangsa Yunani mulai berpikir
sedalam-dalamnya tentang berbagai fenomena alam yang begitu beragam,
meninggalkan mitos-mitos untuk kemudian terus meneliti berdasarkan reasoning

11
power. Contoh yang paling populer dalam hal ini adalah mengenai persepsi orang-
orang Yunani terhadap pelangi. Dalam masyarakat tradisional Yunani, pelangi
dianggap sebagai dewi yang bertugas sebagai pesuruh bagi dewa-dewa lain.
Tetapi bagi mereka yang sudah berpikir maju, pelangi adalah awan sebagaimana
yang dikatakan oleh Xenophanes, atau pantulan matahari yang ada dalam awan
seperti yang diktakan oleh Pytagoras (499-420 SM). Demikianlah apa yang
menjadi perhatian para ahli pikir Miletos --sebuah kota di Yunani-- pertama kali
adalah alam (problema kosmologis).
Berikut merupakan beberapa mitos hasil rangkuman dari liputan6.com.
1. Matahari Berwarna Kuning
Matahari selama ini dianggap berwarna kuning. Padahal sebenarnya cahaya
matahari itu berwarna putih. Mengapa bisa menjadi berwarna kuning? Hal itu
dikarenakan atmosfer bumi yang membelokkan cahaya melalui efek yang
disebut Hamburan Rayleigh. Fenomena inilah yang juga membuat langit
tampak biru dan menyebabkan matahari berwarna kuning kemerah-merahan
saat tenggelam.
2. Sahara adalah Gurun Terluas di Dunia
Apakah Gurun Sahara merupakan gurun terluas di dunia? Gurun itu tak selalu
tempat kering yang tandus dan panas. Tempat tak berpenghuni juga bisa
disebut gurun, salah satunya adalah Antartika. Antartika memiliki luas 5,4 juta
mil persegi, sementara Sahara hanya seluas 3,6 juta mil persegi.
3. Ilmu Astrologi Bisa Prediksi Masa Depan
Berita tentang zodiak wajib dipikir ulang. Karena para ilmuwan di dunia sudah
berkali-kali melakukan pembuktian ilmiah tentang zodiak yang dianggap bisa
memprediksi masa depan. Hasilnya, astrologi ternyata tidak lebih dari metode
mengundi nasib.
4. Sinyal Telepon Memantul dari Satelit
Ponsel yang digunakan setiap hari ternyata berbeda dengan telepon satelit.
Ponsel akan memancarkan sinyal radio nirkabel dan melakukan
pencarian, ping, dan relay data dari dan ke menara seluler terdekat. Jadi bukan
memantul dari satelit.
5. Tembok Besar Tiongkok Satu-satunya Bangunan yang Bisa Dilihat dari
Ruang Angkasa
Terdapat informasi bahwa Tembok Besar Tiongkok adalah satu-satunya
bangunan yang bisa dilihat dari ruang angkasa. Akan tetapi, Tembok Besar
Tiongkok bukanlah satu-satunya bangunan yang terlihat dari ruang angkasa.
Tergantung dari ruang angkasa sebelah mana saat melihatnya. Dari Stasiun
Luar Angkasa Internasional, misalnya, dapat dilihat dinding dan banyak
bangunan buatan manusia lainnya. Sementara dari bulan, tidak dapat dilihat
bangunan sama sekali, hanya cahaya redup dari lampu-lampu kota.

12
6. Gravitasi Bulan Menyebabkan Pasang Surut Air Laut
Citra satelit dimanfaatkan untuk membantu Indonesia selama beberapa minggu
dan bulan mendatang pascabencana. Di sini petir dapat dilihat di dekat pulau
Kalimantan pada tahun 2014 dari atas Stasiun Angkasa Luar Internasional.
Penyebab pasang surut sebenarnya adalah adanya inersia air dari rotasi bumi.
Saat berputar dengan kecepatan sekitar 1.040 mph, bumi menghempaskan air
yang berlawanan dengan bulan, sementara di sisi bumi yang lain, air menyurut
dan mengalir untuk membentuk pasang. Jadi, gravitasi bulan tidak sepenuhnya
benar bisa menyebabkan pasang surut air laut.
7. Bumi Berbentuk Bulat Sempurna
Bumi berputar dengan kecepatan 1.040 mph. Kecepatan ini mengakibatkan
kutub planet menjadi pipih dan tonjolan di sekitar khatulistiwa. Akibat
pemanasan global dan mencairnya gletser, para ilmuwan memprediksi bahwa
tonjolan kini berkembang sehingga bentuk bumi semakin oval.
8. Everest Adalah Gunung Tertinggi di Dunia
Jika diukur dari permukaan laut, Everest memang gunung tertinggi di dunia.
Namun kalau diukur dari dasar hingga puncak, gunung tertinggi sedunia
sebenarnya Mauna Kea di Hawaii. Everest memiliki ketinggian 29.035 kaki di
atas permukaan laut, sedangkan Mauna Kea hanya mempunyai ketinggian
13.796 kaki di atas permukaan laut. Akan tetapi Mauna Kea memanjang sekitar
19.700 kaki di bawah Samudera Pasifik. Jadi kalau ditotal, ketinggian Mauna
Kea sekitar 33.500 kaki atau hampir satu mil lebih tinggi dari Everest.
9. Air Menghantarkan Listrik
Air murni atau suling sama sekali tidak bisa menghantarkan listrik. Penyebab
air dapat mengantarkan listrik karena kandungan mineral, kotoran, dan hal-hal
lain yang akan menghantarkan listrik. Jadi, bukan murni airnya, tetapi dari
kandungannya. 
10. Berlian Berasal dari Batubara
Kebanyakan berlian tidak terbentuk dari batubara. Sebaliknya, berlian
merupakan karbon yang dikompresi dan dipanaskan 90 mil di bawah
permukaan bumi. Sementara batubara ditemukan sekitar 2 mil ke bawah
permukaan bumi. Dengan demikian berlian dan batubara adalah dua benda
yang berbeda.

13
D. SAINS

Dalam sejarah peradaban manusia, ilmu pengetahuan berkontribusi dalam


membangun peradaban dunia menjadi lebih baik. Manusia tidak akan mempu
bertahan dalam dunia yang penuh kompetisi ini tanpa berbekal ilmu pengetahuan.
Sains merupakan sebuah kata yang juga identik dengan ilmu pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sains merupakan pengetahuan
yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada
penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan
sebagainya. Menurut Nuraini, Sains merupakan ilmu untuk menunjukkan
bermacam-macam pengetahuan secara sistematis, objektif, dan dapat dibuktikan
kebenarannya. Berdasarkan uraian diatas, sains dipandang sebagai ilmu
pengetahuan pada umumnya. Namun kata sains berasal dari bahasa inggris,
natural science, yang memiliki arti ilmu yang mempelajari tentang alam.

Sains lahir dari pemikiran para filsuf yang memiliki rasa keingintahuan
yang tinggi. Sains melengkapi filsafat dengan hal-hal yang tidak hanya
mengedepankan logika. Sains mulai merambah ranah yang lebih praktis dan logis
yang diproleh dari berbagai cara yang sistematis. (Nuraini, 2016). Sains
didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat
dipelajari, dipahami, dan dijelaskan dengan tidak semata-mata bergantung pada
metode kasualitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen
dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu, misalnya
berusaha berlaku seobyektif mungkin, dan jujur dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi data. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah ini akan
melahirkan penemuan-penemuan baru yang menjadi produk Sains. Sains bukan
hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dapat
dihafal, terdiri atas proses aktif menggunakan, pikiran dalam mempelajari gejala-
gejala alam yang belum dapat diterangkan.

Penekanan dalam pembelajaran Sains adalah pengembangan kreativitas


anak dalam mengelola pemikirannya menghubungkan antara satu fenomena
dengan fenomena lain yang ada dilingkungannya, sehingga memperoleh suatu
gagasan (ide), pemahaman, serta pola baru dalam berfikir memahami suatu objek
yang diamati. Secara umum petikan tersebut memberikan pengertian (1) Sains
adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik
tentang dunia sekitar, (2) Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses
kegiatan tertentu, dan (3) Sains dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan
menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain,
Sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh
pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut.

14
E. KEBERADAAN SAINS

Sebagai manusia, seorang ilmuwan juga tetap memerlukan orang lain dalam
kehidupan. Sehingga seorang ilmuwan juag harus dapat hidup di tengah-tengah
masyarakat. Ilmuwan bsia jadi bekerja dengan profesional ti tempat kerjanya,
nemun setelah ilmuwan tersebut pulang, dia hanyalah masyarakat biasa. Meskipun
begitu, sains dan ilmuwan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, seperti dengan memberikan saran dan/atau ide dengan gaya
berpikir yang logis, objektif, dan universal dalam pemecahan masalah yang terjadi
di masyarakat. Peran ilmuwan dalam masyarakat adalah memberi dampak positif
yang dapat dibagi menjadi:

 Dampak intelektual, dampak yang mengakibatkan masyarakat dapat lebih


terbuka dan objektif terhadap saran-saran maupun kejadian-kejadian yang
terjadi di lingkungan sekitar, masyakarat akan terpacu untuk lebih berpikir
secara logis, hingga menggunakan metode-metode yang ilmiah dalam
melakukan suatu hal.
 Dampak sosial praktis, dampak dari hasil-hasil pengembangan ilmu
pengetahuan yang dapat diterapkan secara langsung dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal-hal yang dimaksud dapat berupa penemuan cara yang
lebih efisien, peningkatan hasil panen, cara menanggulangi hama, d.l.l.

Selain dalam kehidupan bermasyarakat, sains juga memiliki sudut pandang yang
lain, yaitu: sains sebagai kerja ilmiah, sains sebagai produk, hingga sains sebagai
nilai.

1. Sains Sebagai Kerja Ilmiah.


Sebagai kerja ilmiah, sains dianggap dapat dibagi menjadi proses, prosedur,
dan juga keterampilan proses. Sains, sebagai proses, akan selalu merujuk
kepada aktivitas yang bersifat ilmiah dan direncanakan oleh para ahli sains.
Sains, sebagai prosedur, memiliki tahapan-tahapan yang runtut dan baku
mulai dari menemukan masalah – membuat hipotesis – melakukan pengujian
– mengambil dan menganalisis data – hingga menarik kesimpulan. Tahapan-
tahapan ini dilakukan secara terus menerus pada setiap kegiatan dan tingkatan.
Sains, sebagai keterampilan proses, merupakan keterampilan intelektual yang
khas untuk memahami fenomena yang terjadi, mengambangkan dan
menerapkan konsep, prinsip hukum, hingga memecahkan misteri-misteri di
alam.
2. Sains Sebagai Produk
Sains, sebagai produk ilmiah, dapat berupa pengetahuan-pengetahuansains
yang didapat melalui proses literasi, percobaan, dan juga pengamatan. Produk
yang terbentuk berupa hukum, teori, postulat, dan prinsip. Hukum dalam sains
berarti “pernyataan yang mengungkapkan adanya hubungan gejala alam yang

15
konsisten”. Sehingga hukum dalam sains digunakan sebagai landasan untuk
menerangkan gejala-gejala berikutnya. Teori merupakan penjelasan logis
tentang dugaan/hipotesis yang telah diverifikasi/dibuktikan. Postulat
merupakan anggapan dasar atas kejadian dan dianggap sebagai suatu hal yang
sudah benar. Sehingga kebenaran postulat tidak perlu dipertanyakan lagi.
Prinsip merupakan merupakan pernyataan yang kebenarannya bersifat
mendasar dan berlaku umum. Prinsip digunakan sebagai landasan kebenaran
suatu hukum.
3. Sains Sebagai Nilai
Nilai yang dimaksudkan pada kalimat “Sains sebagai nilai” memiliki arti sains
sebagai sifat-sifat yang berguna bagi kemanusiaan. Nilai-nilai yang
terkandung secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: nilai-nilai sosial
dan nilai-nilai moral. Nilai-nilai sosial yang terkandung dapat berupa
semangat berbagi ilmu yang tinggi dengan mengesampingkan aspek darimana
ilmuwan tersebut berasal, apa agamanya, dari suku apa. Semangat dalam
menjunjung tinggi ilmu dan kebenaran merupakan yang utama. Nilai-nilai
moral yang terkandung dapat berupa sikap konsisten terhadap pandangan yang
telah disetujui dan dianut, saling menghargai sesama ilmuwan, bersyukur atas
nikmat Sang Pencipta dan juga sikap yang saling percaya antar sesama
ilmuwan.
4.

16
F. BIDANG TELAAH SAINS

1. Gambaran Umum Bidang Telaah Sains


Perkembangan sains sampai ke abad 20 membawa manusia ke tingkat yang lebih
tinggi pada kehidupannya. Level pemahaman terhadap alam mencapai tingkat
level yang lebih tinggi. Pengamatan alam sudah sampai ke level mikroskopis,
ternyata pengamatan pada level mikroskopis mementahkan hukum-hukum fisika
yang pada saat itu menajdi pijakan ilmu fisika. Hukum-hukum fisika klasik seperti
mekanika dan gravitasi dimentahkan oleh perilaku elektron dan proton yang acak
tapi teratur. Penemuan-penemuan baru pada bidang fisika pada level mikroskopis
merubah pandangan ilmuwan pada saat itu mengenai alam secara keseluruhan.
Tenyata sains merupakan ilmu yang tidak pasti, ada ketidakpastian dalam
kepastian terutama pada level mikroskopis dimana ketidakpastian itu semakin
besar. Pada masa ini terjadi pergeseran paradigma dari paradigma Newtonian ke
paradigm pos Newtonian.
Werner Heisenberg mengajukan teori ketidakpastian yang menyatakan tidak
mungkin mengukur secara teliti suatu partikel secara stimultan dalam ruang dan
waktu. Teori ini bukan hanya menjungkirbalikan teori fisika klasik yang
dikembangkan oleh Newton, namun juga mengubah cara pandang berbagai
disiplin ilmu terhadap sifat alam yang tadinya dianggap determentstik (dapat
ditentukan) menjadi indeterminsitik (tidak dapat ditentukan). Teori ini menjadi
landasan fisika kuantum. Perubahan paradigma terhadap alam mengubah arah
perkembangan teknologi. Namun perkembangan teknologi yang revolusioner
malah menjadi petaka bagi seluruh umat manusia, puncaknya ketika Albert
Einstein menemukan bom atom dan digunakan oleh manusia untuk
menghancurkan kota Hirosima dan Nagasaki. Dunia terkejut oleh kemampuan
sains yang bukan hanya memudahkan manusia, namun juga menghancurkan. Pada
tahap ini mulai dipertanyakan peranan sains dalam menuju kehidupan manusia
yang lebih baik. Kritik mulai dilontarkan terhadap sains karena ternyata kemajuan
sains belum tentu memajukan kemanusiaan di muka bumi.
Sains memiliki tiga sifat utama yaitu netral, humanistik dan universal. Namun
pada perkembangannya ternyata sains tidak netral, humanistik dan universal.
Sains sangat tergantung pada kondisi ekonomi, sehingga pemilik modal dapat
mengarahkan perkembangan sains. Pada masa perang dunia II sains memberi
kontribusi besar pada kematian umat manusia lewat penemuan senjata pemusnah
masal. Sains juga kehilangan sifat netralnya karena pengembangan sains sangat
tergantung dari pemilik modal. Sains berpihak kepada pemilik modal.
Sains bersifat humanistik yaitu manusia sebagai pusat dari segalanya. Ternyata
pandangan ini malah menghancurkan manusia. Kemajuan sains seiring dengan
kemajuan teknologi. Teknologi sangat menguntungkan manusia karena bersifat
memudahkan. Teknologi membutuhkan sumber daya yang diambil dari alam dan

17
teknologi juga menghasilkan limbah yang sulit diuraikan aoleh sistem alam.
Eksploitasi sumber daya alam berlebih mengakibatkan keseimbangan lingkungan
terganggu yang menjadikan Bumi rentan terhadap bencana. Limbah hasil industri
diketahui berbahaya bagi manusia, sehingga menimbulkan kanker yang
membunuh jutaan manusia tiap tahunnya.
Sains hanya alat untuk mencapai sesuatu, namun dasar motivasi untuk mencapai
suatu hal adalah hal yang berbeda. Akal budi lebih berperan untuk menentukan
arah tujuan sains tersebut. Perkembangan dari sains seharusnya diikuti dengan
perkembangan akal budi agar tercipta kehidupan manusia yang lebih baik.
2. Bidang Telaah Sains Dalam Kajian Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada
perkembangannya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan
pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang
satu dengan yang lainnya. Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan
mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan
spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang
terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun
aksiologi.       
Menyadari pentingnya peran dari filsafat ilmu dalam konteks pengetahuan
sains maka makalah ini menyebutkan beberapa hal tentang  bagaiaman proses
fenomena tersebut terjadi, bagaimana hukum atau teori yang telah dikemukakan
oleh para ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu sains itu (ontologi, epistimologi
dan aksiologi sains), bagaimana cara sains menyelesaikan masalah, dan apa
sajakah manfaat sains dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan dibahas lebih
luas dan mendalam dalam makalah ini.
 A.    ONTOLOGI SAINS
1. Pengertian Ontologi
1. Menurut bahasa,
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos =
ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).
3. Menurut Suriasumantri (1985),
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh
kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori
tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,

18
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
 2. Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang
berarti mengetahui. Karena itu, science dapat diartikan “situasi” atau fakta
mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang merupakan
lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami
perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang
sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan
yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang
dikaji.  Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah
menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi
indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada
dunia fisik, sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai
“pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik”.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik
berhubungan dengan benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi
maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter sains
yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains
merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat
dilakukan, baik terhadap benda-benda mati (anorganik) maupun makhluk
hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi.
Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan
Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.
 3. Stuktur Sains
Dalam garis besar sains dibagi menjadi dua; yaitu sains kealaman
dan sains sosial, yang menjelaskan struktur sains dalam bentuk nama-
nama ilmu.
 a. Sains Kealaman
– Astronomi;
– Fisika; mekanika, bunyi, cahaya, dan optic, fisika, nuklir;
– Kimia; kimia organik, kimia teknik;
– Ilmu bumi; paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogi,
geografi;
– Ilmu hayat ; biofisika, botani, zoologi;
b. Sains Sosial
– Sosiologi; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi pendidikan;
– Antropologi; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi
politik;
– Psikologi; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;

19
– Ekonomi; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
– Politik; politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional;
c. Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu :
– Seni; seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
– Hukum; hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
– Filsafat; logika, etika, estetika;
– Bahasa; sastra;
– Agama; Islam, Kristen, Confucius;
– Sejarah; sejarah Indonesia, sejarah dunia;
 
B.     EPISTEMOLOGI SAINS
1. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang
diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk
menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian
epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan pengetahuan, pengandaian-
pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan
untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-
pertanyaan seperti: Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya
suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu
sendiri apa? Kriterianya apa saja? Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa
epistemologi merupakan “Teori ilmu pengetahuan (science) yang
melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas
ilmu pengetahuan” Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas
ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang
dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat,
tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di
samping membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar
ada, tentang hidup dan eksistensi manusia.
 2. Epistemologi Sains
Epistemologi Sain adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Epistemologi Sains merupakan salah satu cabang filsafat
yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal
mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas
dan kebenaran pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun

20
teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan.
Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini
beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya
pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
3. Metode-metode untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang
mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman.
John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu
manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula
rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh
dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan
sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang
secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti
semua pengetahuan kita betapa pun rumitnya dapat dilacak kembali
sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama,
yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek
material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara
demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak
pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman,
melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa
kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan,
maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat
diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat
uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam
dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita
dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan
jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan
tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya
tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).

21
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa
semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya
untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena
akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu
serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui
secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh
dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan
secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam
intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu
bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera.
Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan
tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan
oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun
pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai
pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan
darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya
mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi,
sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi, yang meliputi sebagian saja
yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang
diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai
lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka
mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan
kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Dialektis yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode
penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori
pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari
satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak
paling kurang dua kutub.

22
f. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang
benar dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan
hipotesis kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu
yang disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan model-model
penelitian. Model-model penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir
dan memang operasional dalam membuat aturan (untuk mengatur
manusia dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang
serupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang.
 C.    AKSIOLOGI SAINS
1. Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani,
axios, yang berarti nilai, dan logos, yang berarti teori. Terdapat banyak
pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S. Suriasumantri
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-
nilai khususnya etika. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152)
aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. 
2. Peranan Aksiologi
Sains Dalam Membentuk Pola Pikir atau Sikap Keilmuan
Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163), aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan
keindahan.
3. Socio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan
filsafat sosial politik.
Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan antara
aksiologi dan ilmu. Dari definisi aksiologi diatas, terlihat jelas bahwa
permasalahan utama aksiologi adalah nilai.. Francis Bacon menilai bahwa
aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu
mengusahakan posisi yang lebih menguntungkan bagi manusia dalam
menghadapi alam.
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu
sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat
eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat
pengontrol. Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang

23
berbagai peristiwa, baik hubungan antar peristiwa, sebab-sebabnya dan
gejala-gejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya. Ilmu sebagai alat
memprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara
pendekatan-pendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu
peristiwa/kejadian/keadaan. Ilmu sebagai alat pengontrol, ia dapat
menghindari atau mengurangi akibat-akibat atau akan datangnya suatu
peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu
membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti  suatu pepatah yang
lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya
diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin
menyadari akan eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong
dan selalu merasa kurang. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang
untuk tidak pernah berhenti mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya
akan memunculkan ide-ide atau pemikiran yang cemerlang terhadap
pengembangan ilmu yang telah ditemukannya. Karena manfaat ilmu
sesungguhnya terasakan jika ada banyak orang dapat mengapresiasikan
dan menerima ilmu sebagai suatu kebaikan kolektif atau untuk
kepentingan orang banyak sehingga akan kembali  kebaikan tersebut
kepada diri orang yang menemukannya.
Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka
kehancuran akan lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah
sebenarnya hakikat aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah Swt.
semata-mata bukanlah untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga
dan memelihara, seperti tercermin dalam  sifat-sifat Allah yang Maha
Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan seterusnya agar segenap ciptaannya
dapat memiliki hidup dan kehidupan yang penuh berkah. Kebaikan akan
abadi dan tetap dikenang sebagai suatu kebaikan walaupun jasad sudah
dikandung tanah.
3. Implementasi Aksiologi Sains dalam hidup dan kehidupan
Karena dalam penjelasan sebelumnya bahwa aksiologi sains dapat
membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga
untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus
dilakukan yang antara lain:
1. Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri
beserta sifat-sifatnya.
2. Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita
sebagai makhluk ciptaan-Nya.
3. Mengetahui dan memahami awal/bermulanya suatu kehidupan dan
berakhirnya tiap-tiap makhluk memiliki masanya/waktunya sendiri.
Dan tiap suatu perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing.

24
Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam
penerapannya adalah pertanggungjawaban, yang secara jelas sekali dari
makna aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung
jawaban yang sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya
berbanding lurus yakni semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin
manfaat ilmu tersebut.
 
Pada dasarnya, Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi merupakan cabang-cabang
dan dasar-dasar utama daripada Filsafat Ilmu. Demikian juga, setiap jenis
pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi),
bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut
disusun. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus
dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Ketiga landasan ini saling
berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu
terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Secara jelas, tidak mungkin bahasan
epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Dalam membahas
dimensi kajian filsafat ilmu didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus
senantiasa dikaitkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Brilio. 2018. 10 Mitos Sains yang Terlanjur Dipercaya, Padahal Salah Total.
Online (https://www.liputan6.com/tekno/read/3660249/10-mitos-sains-
yang-terlanjur-dipercaya-padahal-salah-total) diakses pada tanggal 7
Februari 2020 pukul 04:50 WIB.
Nuraini. 2016. Mengintegrasikan Agama, Filsafat, dan Sains. ISTAWA: Jurnal
Pendidikan Islam. Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2016. Hal 111-138
Sholihah, M. “Pemikiran Falsafah dan Relevansinya terhadap Pendidikan Sains di
Madrasah Ibtidaiyah”. Tesis. Yogyakarta: PP UIN Sunan Kalijaga. 2015.
Soewandi, Hariwijaya dan Estu Sinduningrum. 2011. Ilmu Kealaman Dasar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Sulistyarso, Dodik dkk. 2013. Filsafat Pengetahuan Sains. Online
(https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/filsafat-
pengetahuan-sains-2/) diakses pada 7 Februari 2020 pukul 04.55 WIB.
Suriamihardja, Dadang. 2015. Wawasan Ipteks (Ilmu Pengetahuan, Teknologi,
dan Seni). Jakarta: Erlangga.
Toharuddin, Uus. 2011. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung:
Humaniora.
Tria, Hanna. Filsafat dan Sains. Online
(https://www.academia.edu/8751402/FILSAFAT_DAN_-SAINS)
diakses pada tanggal 30 Januari 2020 pukul 09:09 WIB.
Wonorahardjo, Surjani. 2011. Dasar-Dasar Sains: Menciptakan Masyarakat
Sadar Sains. Jakarta: Indeks.
Zainuddin. 2013. Sekilas Tentang Filsafat Ilmu. Online (https://www.uin-
malang.ac.id/blog/post/read/131101/sekilas-tentang-filsafat-ilmu.html)
diakses pada tanggal 7 Februari 2020 pukul 04:43 WIB.

26

Anda mungkin juga menyukai