Anda di halaman 1dari 6

Tugas Keperawatan Transkultural

“Budaya Tatobi pada Masyarakat Timor Tengah Selatan”

Oleh :

Nama : Novita M Kana Wadu


NPM : 220120190044
Peminatan : Anak

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
Budaya Tatobi (Kompres Panas) Pada Masyarakat Timor Tengah Selatan (NTT)

Berdasarkan Sunrise Model Leininger

1. Faktor Teknologi (tecnological factors)

Persepsi sehat sakit pada masyarakat Timor Tengah Selatan Amanuban Barat yaitu

mereka menganggap bahwa sakit adalah kutukan yang datang dari Tuhan akibat dari

kesalahan yang sudah dilakukan. Pengobatan yang dilkukan yaitu dengan mendatangi

dukun atau orang yang dipercaya mempunya ilmu untuk menghilangkan kutukan yang

dialami. Secara geografis, Kabupaten Timor Tengah Selatan berada di ketinggian 0 -500

meter di atas permukaan laut dan pada 124,4° - 124,49° Bujur Timur dan 9,24° - 10,00°

Lintang Selatan. Dengan demikian untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat lebih

sering mendatangi dukun dari pada menggunakan pelayanan kesehatan yang ada karena

medan dan transportasi yang tidak memadai bahkan belum masuk daerah-daerah tertentu.

Ibu yang sedang hamil diharuskan untuk melahirkan di rumah bulat dan akan

mendapatkan perawatan selama 40 hari oleh dukun atau seseorang yang dipercaya

mempunyai pengalamam merawat ibu melahirkan. Perawatan terhadap ibu nifas ini

biasanya berupa pantangan makanan tertentu, panggang api dan tatobi (kompres panas

dengan menggunakan air mendidih). Ketentuan dan pantangan yang harus diikuti oleh

ibu nifas tersebut adalah tidak boleh keluar selama 40 hari kecauli ke kamar mandi.

Tradisi nenek moyang masih sangat dipegang erat oleh masyarakat sehingga membuat

kepercayaan ibu hamil pada dukun masih sangat besar, sehingga walaupun ada bidan di

desa setempat namun belum dimanfaatkan dengan maksimal. Perawatn ini juga dituntut

oleh raja yang memimpin di daerah tersebut.


2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama yang di anut oleh masyarakat mayoritas beragama Kristen, namun kepatuhan

mereka kepada raja masih sangat tinggi melebihi kepercayaan mereka kepada Tuhan

Pernikahan untuk masyarakat TTS Amanuban Barat adalah suatu hal yang sakral dan

tidak dapat dipermainkan sehingga masyarakat setempat hanya dapat menikah satu kali

saja. Masyarakat TTS Amanuban Barat menganggap bahwa penyakit merupaka suatu

kutukan yang di dapatkan dari Tuhan karena kesalahan yang dilakukan oleh masyarakat

sehingga mereka masih sangat percaya dengan dukun dari pada tenaga kesehatan yang

mungkin sudah ada. Perawatan ibu pasca melahirkan yang biasa dilakukan masyarakat

merupakan serangkaian tradisi yang mempunyai ketentuan-ketentuan turun temurun dari

nenek moyang mereka. Bagi para ibu, jika tidak melakukan serangkaian tradisi pasca

melahirkan, akan dikucilkan secara sosial oleh masyarakat disekelilingnya. Kegiatan Se’I

dan Tatobi bagi masyarakat disana bersifat wajib untuk dilakukan, sebab jika tidak

dilakukan maka masyarakat disana percaya bahwa akan terjadi musibah atau malapetaka

yang akan menimpa keluarga berkaitan dengan kesehatan ibu dan bayinya.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Budaya masyarakat Suku Timor Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Amanuban

Barat adalah ibu diharuskan melahirkan di rumah bulat. Rumah bulat (ume kbubu)

merupakan rumah adat suku Timor yang di bangun sebagai rumah tempat berlindung

seluruh keluarga dari cuaca yang dingin di wilayah tersebut. Rumah bulat dipercaya

selalu terasa hangat sehingga setiap keluarga yang berlindung di dalamnya akan

merasakan kehangatan. Rumah bulat itu sendiri merupakan simbol dari perempuan Timor

atau biasa disebut dengan rumah “ibu” yang memiliki arti kerendahan hati, kelemah-
lembutan, kehangatan dan juga mengayomi seluruh anggota keluarga. Selain itu rumah

bulat juga dipakai untuk tempat dimana ibu hamil akan melahirkan dan mendapatkan

perawatan selama 40 hari oleh seorang dukun atau seseorang yang dipercaya mempunyai

pengalaman merawat ibu melahirkan.

4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga atau biasa di sebut dengan Bapa

yaitu sebagai pengambil keputusan dan pemimpin dalam rumah tangga. Bahasa yang

digunakan yaitu bahasa daerah Timor atau Soe. Makan pokok dari masyarakat soe yaitu

jagung dan ubi kayu. Persepsi masyarakat terhadap ibu meahirkan yaitu ibu pasca

melahirkan harus mengikuti tdarisi Tatobi karena masyarakat percaya bahwa jika budaya

tersebut diakukan maka ibu akan cepat sembuh dan akan lebih bersih. Hal ini juga terkait

dengan pekerjaan ibu yang harus membantu suami sebagai seorang petani.

5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Peraturan yang dibuat berkaitan dengan kunjungan ibu pasca melahirkan di masyarakat

TTS Amanuban Barat yaitu tidak boleh ada kunjungan dari masyarakat setempat karena

masih dalam masa pengasingan selama 40 hari, yang dapat menemani ibu pasca

melahirka yaitu suami dan keluarga atau dukun yang merawat ibu pasca melahirkan.

Tatobi dilakukan agar ibu setelah melahirkan akan tetap kuat dan cepat sembuh, karena

jika ibu terpapar dengan air yang dingin maka ibu dan bayi dipercaya akan cepat sakit.

6. Faktor ekonomi (economical factors)

Masyarakat TTS Amanuban Barat hampir semua berprofesi sebagai petani sehingga

mereka tidak memiliki penghasilan yang lebih untuk melakukan pengobatan ke rumah

sakit atau pelayanan kesehatan lainnya. Untuk membayar dukun yang merawat ibu hamil
biasanya hanya memberikan dari hasil panen mereka atau tidak dibayar karena itu

merupakan kebiasaan yang memang harus dilakukan oleh seorang dukun.

7. Faktor pendidikan (educational factors)

Sebagian besar dari masyarakat TTS Amanuban Barat tidak mendapat Pendidikan yang

baik. Kebanyakan masyarakat hanya mendapat Pendidikan hingga sekolah dasar saja

sehingga membuat masyarakat sangat sedikit pengetahuan tentang kesehatan dan

pelayanan kesehatan.

RITUAL BUDAYA TATOBI YANG HARUS DIPERTAHANKAN, DINEGOSIASI,

DIRESTRUKTURISASI

1. Ritula budaya Tatobi yang harus di pertahankan

Kegiatan Tatobi ini dilakuakan dengan maksud untuk membuat ibu merasa segar dan
akan memulihkan kondisi ibu nifas, membuat hangat, membersihkan badan dan
merangsang keluarnya air susu ibu. Kegiatan Tatobi ini dilakukan 2 sampai 3 kali dalam
sehari tergantung dari kebutuhan setiap ibu nifas. Ritual Tatobi sendiri sangat baik bila
dilakukan dengan benar dan dapat memberikan rasa nyaman pada ibu nifas sehingga
dapat dipertahankan untuk dilakukan pada ibu nifas.

2. Ritual budaya Tatobi yang harus di negosiasi


Tatobi dilakukan dengan mencelupkan kain pada air panas kemudian ditekankan atau
dikompres pada tubuh ibu, khususnya pada bagian perut dan pinggang untuk
mengeluarkan sisa darah kotor dalam tubuh ibu. Tatobi sebenarnya merupakan kegiatan
mandi menggunakan air panas dengan perkiraan panas sekitar 60°C - 75°C. Air panas
akan dicampurkan dengan beberapa daun yaitu dau kosambi dan daun lagundi, dimana
kedua daun ini dipercaya mempunyai khasiat untuk kesehatan. Kedua daun tersebut akan
direbus dengan air hingga mendidih kemudian handuk akan dimasukan ke dalam air
mendidih tersebut dan selanjutnya handuk akan ditempelkan pada seluhur bagian tubuh
ibu sambal sedikit ditekan. Sebelum ditempelkan handuk, tubuh ibu akan dilumuri
dengan minyak kelapa. Proses ini akan dilakukan ditempat tidur. Karena Tatobi
dilakukan dengan menggunakan air mendidih maka sangat beresiko pada ibu nisaf
terkena air panas dan kulit menjadi melepuh sehingga agar dapat meminimalisir faktor
resiko maka air panas yang mendidih tersebut dapat dinegosiasi dengan menggunakan air
hangat atau dengan suhu lebih rendah seperti 30° C - 40° C.

3. Ritual budaya Tatobi yang harus di Restrukturisasi


Persepsi masyarakat terhadap ritual tersebut membuat ibu pasca melahirkan tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya dan ibu nifas harus di asingkan di dalam rumah adat
yang tidak memiliki sirkulasi udara yang baik dan keadaan rumah adata yang sangat
tertutup. Selain itu, akibat lingkungan rumah yang kurang bersih karena semua aktifitas
untuk perawatan dilakukan di dalam rumah tersebut, seperti memasak dan panggang
sehingga ibu maupun bayi berisiko mengalami ISPA. Oleh sebab itu persepsi yang
dimiliki oleh masyarakat harus diubah karena sanagt merugikan kesehatan ibu nifas dan
bayi yang dilahirkan.

Anda mungkin juga menyukai