Anda di halaman 1dari 20

SNP FINANCE RUGIKAN 14 BANK

DISUSUN OLEH:

DEA SAKILA PUTRI

NIM: 027031801025

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN D3 ASP


UNIVERSITAS TRISAKTI

2020

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, dimana yang sudah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.. Dimana dalam makalah ini berjudul “SNP FINANCE RUGIKAN 14 BANK”.

Makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas Etika Profesi serta saya harapkan makalah
ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi.Saya menyadari jika makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 30 Maret 2020

Dea Sakila Putri

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
1. Latar Belakang ................................................................................................................................... 4
2. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 6
3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 6
BAB II ........................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................ 7
2.1 Kronologi Kejadian ....................................................................................................................... 7
2.2 Kesalahan Yang Dilakukan ......................................................................................................... 10
2.2.1. Kesalahan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan ................................................................. 10
2.2.2. Kesalahan Pihak Perbankan Pemberi Dana SNP................................................................. 11
2.2.3. Kesalahan Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte ............................................................. 12
2.3 Sanksi Yang Diberikan Kepada SNP .......................................................................................... 14
2.4 Etika Yang Dilanggar Oleh Auditor Terkait Masalah SNP......................................................... 14
2.4.1. Etika Yang Dilanggar PT. SNP ........................................................................................... 14
2.4.2. Etika yang Dilanggar Pihak Perbankan Pemberi Dana SNP Finance ................................. 16
2.4.3. Etika yang Dilanggar Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte ........................................... 16
BAB III ........................................................................................................................................................ 18
PENUTUP ................................................................................................................................................... 18
3.1 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 20

3

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Auditor memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi yang akan
mempengaruhi banyak khalayak. Auditor menjadi kunci dalam menentukan apakah laporan
keuangan suatu entitas wajar ataupun tidak, sehingga pengguna dari laporan keuangan seperti
pihak internal perusahaan, pemegang saham, obligasi dan juga kreditur akan ikut terpengaruh
dalam hal menentukan suatu keputusan. Saat auditor telah mengaudit laporan keuangan dan
dinyatakan bahwa laporan tersebut wajar, maka tidak aka nada kekhawatiran untuk menanamkan
investasi di perusahaan tersebut, namun sebaliknya, ketika auditor menyatakan bahwa ada sesuatu
yang mengindikasi adanya keanehan pada laporan keuangan, pihak seperti investor akan segera
menjual saham atas perusahaan tersebut. Di sini, auditor harus bersifar professional dan berkode
etik yang kuat, karena banyak pihak yang sangat digantungkan oleh hasil dari kinerja auditor. Saat
auditor gagal untuk mengaudit, sementara perusahaan mengalami kerugian, auditor dapat dituntut
dan diadili hingga kerugian dari perusahaan pulih. Masyarakat menaruh kepercayaan yang sangat
besar terhadap auditor sebagai pihak yang indpenden dalam mengaudit laporan keuangan.
Banyaknya kasus gagal audit yang terjadi, menciptakan keruaguan mengenai tanggungjawab
auditor terhadap berbagai pihak.
Salah satu hal yang harus dimiliki oleh setiap auditor adalah etika. Etika sangat berperan
penting dalam profesi auditor. Etika seorang auditor akan mempengaruhi standar kualitas audit,
hal ini dikarenakan seorang audit memiliki tanggung jawab dan pengabdian yang besar terhadap
masyarakat. (Etika Auditor, 2017)
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi
untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria
yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Dalam proses
auditing, seorang auditor harus memahami dan berpedoman pada standar auditing yang telah
ditentukan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar auditing merupakan pedoman audit atas
laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk

4

Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. (Lingga, 2017)
Auditor yang mendapat masalah profesionalitas atas laporan yang di auditnya dapat
dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yakni kurangnya kapabilitas dalam mendeteksi adanya
kesalahan saji dalam laporan keuangan dan kurangnya etika pada diri auditor, diantaranya adanya
benturan kepentingan (conflict of interest), menutup mata akan salah saji material (material
misstatement) dan juga tidak memberikan infromasi yang seharusnya karena kepentingan pribadi.
Banyaknya kasus audit yang masih banyak bermunculan membuktikan bahwa ternyata aturan,
standar audit dan standar akuntansi yang telah ditetapkan dengan sedemikian rupa dan didukung
oleh kecanggihan teknologi masa sekarang, masih tidak mampu mencegah adanya kecurangan
dalam penyajian laporan keuangan
Penulis mengambil contoh kasus audit Akuntan Publik (AP) Marlinna, Merliyana
Syamsul, Kantor Akuntan Publik (KAP) Satrio, Bing, Eny dan Rekan, dan KAP Deloitte dengan
perusahaan multifinansial PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Seperti dilansir
pada artikel SNP Finance mengalami permasalahan Non Performing Loan (NPL), dimana ia
mengalami gagal bayar untuk memenuhi kewajiban membayar bunga surat utang jangka
menengah atau medium term notes (MTN). Menurut Penulis, kasus ini cukup menarik karena
penyimbangan ini baru saja terjadi dan terkuak di tahun 2018 lantaran salah satu kupon medium
term notes (MTN) yang diterbitkan SNP gagal bayar. Padahal perusahaan pembiayaan yang
berada di bawah naungan Columbia Group ini terlihat dalam kondisi baik-baik saja di atas
kertas. SNP yang mulanya mendapat rating utang perseroan dengan rating idA atau stabil dari
Pefindo pada Maret 2018, berubah 180 derajat dari stabil menjadi idSD (selective default) pada
Mei 2018 (Gumiwang, 2018).
Berdasarkan penjabaran penulis mengenai latar belakang sebelumnya, penulis bermaksud
untuk membahas kasus audit yang berkaitan denban profesionalitas dan etika seorang auditor.
Penulis akan menganalisis etika apa saja yang dilanggar dalam kasus ini, sehingga dapat diambil
hikmah dan pelajaran agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi. Penelitian bersifat deskriptif
dengan sumber sekunder yang berkaitan dengan topik ini, seperti berasal dari artikel-artikel, jurnal,
serta literasi yang mendukung dan berhubungan dengan kasus ini.

5

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kronologi kasus SNP Finance?
2. Apa saja kesalahan yang dilakukan?
3. Bagaimanakah sanksi yang diberikan kepada SNP?
4. Apa saja etika yang dilanggar oleh auditor terkait masalah SNP?

3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui kronologi yang dilakukan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan terhadap


laporan keuangan perusahaan
2. Mengetahui cara kasus tersebut hingga akhirnya terbongkar
3. Menganalisis kesalahan yang dilakukan PT SNP?
4. Mengetahui etika yang dilanggar oleh auditor terkait masalah SNP?
5. Memberikan kritik dan saran

6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologi Kejadian


Lima orang direksi dan manajer PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance)
diamankan pihak berwajib terkait kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen,
penggelapan, penipuan, dan pencucian uang dalam aktivitas usahanya sebagai perusahaan
pembiayaan (multifinance).

SNP Finance merupakan bagian usaha Columbia, jaringan ritel yang menawarkan
pembelian barang rumah tangga secara kredit atau cicil. Dalam kegiatannya, SNP lah
yang menyokong pembelian barang yang dilakukan oleh Columbia dengan sumber
pendanaan dari perbankan atau surat utang.

Di industri multifinance, SNP Finance boleh dibilang pemain kelas menengah ke bawah.
Lihatlah, total pembiayaan yang disalurkannya pun tidak lebih dari Rp5 triliun per tahun.
Maklum, barang yang dibiayainya hanya kasur, lemari, sofa, dan perabot rumah tangga
lainnya.

Berbeda dengan multifinance sekaliber BCA Finance, Astra Sedaya Finance, FIF, dan
Adira Finance yang membiayai kendaraan roda empat dan sepeda motor. Tak heran,
pembiayaan yang mereka salurkan selalu berkisar puluhan triliun per tahun. Wajarlah,
teman-teman seprofesi SNP Finance itu berinduk usaha pada bank umum.

Namun, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Anto Prabowo mengungkapkan seiring dengan turunnya bisnis ritel Columbia,
kredit perbankan yang ditarik SNP Finance pun bermasalah. "Dan menjadi NPL," ujarnya
kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/9).

SNP Finance diketahui menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank. Salah satu dan
yang paling besar berasal dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. SNP Finance sendiri
telah 20 tahun menjadi nasabah Bank Mandiri. Namun, pada 2016, perusahaan
mengajukan restrukturisasi kredit.

Saat itu, Bank Mandiri memasukkan SNP Finance dalam kelompok kolektibilitas 2 (kol
2) atau dalam perhatian khusus. Restrukturisasi kredit diperlukan bukan karena
perusahaan menunggak pembayaran, melainkan agar perusahaan bisa mendapat kucuran

7

dana dari bank lain.

Alih-alih membaik, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan SNP
Finance malah menunjukkan itikad buruk. Dalam beberapa bulan terakhir, kreditnya
mulai macet dan manajemen perusahaan mengajukan pailit sukarela. Padahal, kredit
macetnya saat itu mencapai Rp1,2 triliun.

"Mereka sebanarnya sudah jadi nasabah kami 20 tahun dan reputasinya baik. Tapi tiba-
tiba berubah hanya dalam beberapa bulan terakhir kreditnya macet (Rp1,2 triliun).
Jumlah itu termasuk pokok dan bunga yang diakumulasi sejak beberapa tahun terakhir.
Sekarang sudah jadi kredit macet," jelas dia.

Sekretaris Perusahaan SNP Finance Ongko Purba Dasuha menyatakan bahwa nilai
pinjaman yang mereka ambil secara total tak lebih dari Rp4 triliun. Hal itu juga tertuang
dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). "Ada dalam pengakuan utang
di PKPU," katanya.

PKPU itu terbit pada 4 Mei 2018, setelah dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Dalam PKPU disebutkan total tagihan SNP Finance mencapai Rp4,07
triliun dari 14 bank sebagai kreditur dengan jaminan Rp2,2 triliun, serta 336 pemegang
MTN senilai Rp1,85 triliun.

Pada Desember 2017, menurut Sistem Informasi Debitur (SID) Bank Indonesia kategori
SNP Finance sebetulnya masih ada di kol 1 dengan status lancar. Tapi, Januari 2018,
terjadi peralihan dan di bawah kontrol OJK, yakni Sistem Layanan Informasi Keuangan
(SLIK) yang kemudian statusnya berubah menjadi kol 2.

Hal itu berimbas pada timbulnya pertanyaan bank-bank yang mengucurkan dana mereka
ke SNP Finance dan berbuntut pada seretnya aliran kredit dari bank-bank lain. Di sisi
lain, sistem manajemen penagihan di kantor-kantor cabang SNP Finance semakin lemah.

• Gali Lubang Tutup Lubang

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri
Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitong mengatakan pengungkapan kasus ini
berawal dari laporan Bank Panin pada awal Agustus 2018 lalu.

Menurutnya, SNP Finance mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan
rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada
debitur sebesar Rp425 miliar.

8

Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit macetnya
adalah menerbitkan surat utang berbentuk Medium Term Notes (MTN), yang diperingkat
oleh Pefindo, lembaga pemeringkat, berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh
KAP DeLoitte.

"Dapat disampaikan bahwa penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK, mengingat
MTN adalah perjanjian yang bersifat private, namun memerlukan pemeringkatan karena
dapat diperjual-belikan," terang Anto.

Mengutip siaran pers Pefindo, biro kredit independen tersebut mendapuk SNP Finance
dengan peringkat idA- (single A minus) sejak Desember 2015-November 2017. Lalu,
peringkat itu dinaikkan menjadi idA (single A) pada Maret 2018. Padahal, saat itu,
keuangan SNP Finance mulai bermasalah.

Dua bulan setelahnya, yakni Mei 2018, OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan Kegiatan
Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB
II Nomor S-247/NB.2/2018.

Pefindo pun buru-buru menyematkan peringkat idCCC (triple C) atau credit watch
negative sebelum akhirnya menarik peringkat terhadap SNP Finance. Namun, sampai
berita ini diturunkan, pihak Pefindo belum merespons pertanyaan.

Dengan diberlakukannya PKU, maka SNP Finance dilarang melakukan kegiatan usaha
pembiayaan. Jika mangkir dari hal itu, maka OJK dapat langsung mengenakan sanksi
pencabutan izin usaha.

Tak cuma itu, selama masa sanksi PKU, SNP Finance juga wajib menyampaikan dan
melakukan tindakan korektif. "Dalam jangka waktu 6 bulan sejak PKU, SNP Finance
tidak memenuhi tindakan tersebut, maka dapat dikenakan sanksi pencabutan izin usaha,"
imbuhnya.

Dengan kondisi itu, Anto menambahkan, OJK akan terus memonitor perkembangan
kasus SNP Finance, serta memantau tim audit internal bank yang melakukan investigasi
internal dan akan memberikan sanksi jika ada pegawai bank yang terlibat.

OJK akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Kepolisian dan
Kementerian Keuangan untuk penindakan yang diperlukan. OJK juga melarang
penerbitan MTN tanpa seizin OJK dan menyiapkan langkah koordinasi dengan
Kemenkeu berkaitan dengan kerja Kantor Akuntan Publik

9

• Langgar Standar Audit

Kemenkeu menyebut dua akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan SNP
Finance, yakni Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul melanggar standar audit
profesional.

Mengutip data resmi Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), dalam mengaudit SNP
Finance tahun buku 2012 - 2016, mereka belum sepenuhnya menerapkan pengendalian
sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan.

Akuntan publik tersebut juga belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup
dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanakan prosedur memadai
terkait proses deteksi risiko kecurangan, serta respons atas risiko kecurangan.

Selain dua akuntan publik di atas, Kemenkeu juga menyoroti DeLoitte Indonesia. Mereka
diberi sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam sistem
pengendalian mutu akuntan publik terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan
senior.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menuturkan bahwa sanksi diberikan untuk


memperbaiki mereka. "Sanksi administratif diberikan untuk membuat kebijakan dan
prosedur dalam sistem pengendalian mutu akuntan publik yang lebih baik," katanya.

Clients and Market Leader DeLoitte Indonesia Steve Aditya ketika dikonfirmasi masih
belum menjelaskan sanksi yang diterimanya tersebut. "Kami sedang menyiapkan
tanggapan terhadap pemberitaan Anda. Kami akan segera respons," ucapnya. (bir/asa)

2.2 Kesalahan Yang Dilakukan

2.4.1. Kesalahan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan

Praktik kotor yang dilakukan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance


berhasil dihentikan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus)
Bareskrim. Polisi pun telah menahan lima orang petinggi SNP. Namun untuk saat ini,
mereka masih terus mencari pelaku lain seiring dengan adanya pembuktian selanjutnya.
Lima orang tersangka yang telah diamankan, diantaranya, Direktur Utama PT SNP
berinisial DS, Direktur keuangan berinisial RA, Direktur Operasional berinisial AP,

10

Manajer Akuntansi berinisial CDS, dan seorang perempuan berinisial AS yang menjabat
Asisten Manajer Keuangan. Mereka ditangkap secara terpisah di Jakarta pada 14 dan 20
September di Jakarta. Selain itu, polisi juga menetapkan tiga orang lagi sebagai DPO alias
buron yaitu LC, LD, dan SL.
Wadir Tipideksus Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga menjelaskan bahwa,
pengungkapan kasus berawal dari laporan Bank Panin pada Agustus 2018 yang mengalami
kerugian Rp 425 miliar. Dokumen fiktif dibuat oleh PT SNP saat mengajukan kredit
pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan fasilitas kredit rekening Koran dengan jaminan
berupa data list konsumen yang ada di PT Cipta Prima Mandiri (Columbia) kepada Bank
Panin periode Mei 2016-September 2017 dengan plafon sebesar Rp425 miliar dengan
jaminan daftar piutang pembiayaan konsumen Columbia. Pihak Bank Panin mengatakan
bahwa, daftar pembiayaan yang diajukan telah di-mark up, ditambah, diubah, atau diulangi.
SNP Finance telah mengajukan ke sejumlah bank dan menjalankan operasional perusahaan
menggunakan uang hasil dari fasilitas kredit ini.
Para tersangka sampai saat ini tidak dapat menunjukkan dokumen kontrak
pembiayaan yang dijadikan jaminan, karena memang “list’ piutang pembiayaan itu fiktif
sehingga tidak bisa ditagih. Sejumlah barang bukti yang disita dalam kasus ini diantaranya
fotokopi perjanjian kredit Bank Panin dengan PT SNP, fotokopi jaminan fidusia piutang
yang dijaminkan kepada Bank Panin dan fotokopi laporan keuangan in house PT SNP
periode 2016-2017. (Bareskrim Bekuk 5 Petinggi SNP Finance, 2018)

2.4.2. Kesalahan Pihak Perbankan Pemberi Dana SNP

Seperti dilansir pada artikel kontan, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran


Utang (PKPU) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan telah masuk agenda pencocokan utang
alias verifikasi. Terdapat 28 kreditur yang mendaftarkan tagihannya, di mana 19 kreditur
merupakan pemegang jaminan (separatis). Dari 19 kreditur separatis tadi, tercatat ada 14
bank yang memasukan tagihannya. Mereka adalah Bank Mandiri dengan tagihan Rp 1,4
triliun, Bank Woori Saudara Rp 16 miliar, Bank Capital Rp 30 miliar, Bank Sinarmas Rp
9 miliar, Bank J-Trust Rp 55 miliar, Bank Internasional Nobu Rp 33 miliar, Bank BJB Rp

11

25 miliar, Bank Nusa Parahyangan Rp 46 miliar, Bank China Trust Rp 50 miliar, Bank
Ganesha Rp 77 miliar, Bank Resona Perdania Rp 74 miliar, Bank Victoria Rp 55 miliar,
Bank BCA Rp 210 miliar, dan Bank Panin 141 miliar. Selain perbankan ada pula kreditur
separatis lainnya, yakni Samuel Aset Management dengan tagihan Rp 80 miliar, Reliance
Capital Management Rp 30 miliar, dan tiga kreditur lainnya dengan tagihan Rp 155 miliar.
(Septiadi & Winarto, 2018)

Menurut corporate secretary Bank Mandiri, Rohan Hafas, pembobolan dana tersebut,
bukan akibat kesalahan pada sistem perbankan atau regulasi sistem keuangan yang berlaku
saat ini, karena pemalsuan data yang sudah menjadi skenario SNP Finance sejak awal
dikatakan Rohan berasal dari itikad buruk perusahaan. Mereka sendiri tidak percaya,
karena SNP Finance diketahui telah menjadi debitur selama belasan bahkan puluhan tahun
dari keempat belas bank yang menjadi korban, dan memiliki reputasi yang baik. Namun
secara tiba-tiba perusahaan melaporkan kepailitan dan mengajukan penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU). (Asworo, 2018)
Namun dengan mengabaikan SNP Finance memiliki itikad buruk dan bersalah
dalam hal ini, pihak bank yang memberikan sumber dana bagi SNP Finance juga
melakukan kesalahan. Sifat mereka kurang konservatif dan tidak selektif dalam
memberikan fasilitas akses keuangan terhadap perusahaan multifinance. Bank tidak
seharusnya langsung percaya terhadap reputasi baik sebuah perusahaan, mereka perlu
melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap laporan keuangan dan juga informasi yang
relevan dengan kinerja mereka untuk benar-benar memastikan bahwa mereka tidak akan
mengalami gagal bayar. Meski sistem yang berjalan sudah baik, sehingga tidak perlu
insentif tambahan dari regulator, mereka sebaiknya juga melakukan tindakan preventif
tambahan, berupa syarat penyerahan asset yang jauh lebih besar untuk kredit, agar rasa
percaya dengan kreditur dapat tumbuh.

2.4.3. Kesalahan Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte

Data OJK menunjukkan, anak perusahaan Columbia Grup, SNP Finance bekerja
sama dengan afiliasi Kantor Akuntan Publik ternama, Deloitte Indonesia yang memiliki

12

afiliasi/partner lokal dengan KAP Satrio, Bing, Eny dan Rekan. Laporan keuangan hasil
audit afiliasi Deloitte Indonesia itu kemudian yang dijadikan dasar bagi SNP untuk
meraup kredit dari bank lain. (Antara & Widyastuti, 2018)
Berdasarkan hasil audit Deloitte, yang juga telah diaudit AP dari KAP Satrio, Bing, Eny
dan Rekan, laporan Keuangan Tahunan PT SNP mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP). Namun berbeda hasil, pemeriksaan OJK mengindikasikan bahwa PT
SNP telah menyajikan Laporan Keuangan yang secara signifikan tidak sesuai dengan
kondisi keuangan yang sebenarnya sehingga menyebabkan kerugian banyak pihak.
Kesalahan KAP yang terlibat adalah, mereka kurang memahami dan tidak terlalu
mendalami nature dari usaha yang dijalankan SNP Finance, yakni perusahaan pemberi
pinjaman kredit kepada pihak usaha kecil. Seharusnya Deloitte lebih berhati-hati dalam
memilih dan melakukan kegiatan audit terhadap kliennya. Pemalsuan dengan mudahnya
dilakukan, dengan bermodalkan KTP saja, mereka mampu mendapatkan kredit. Mereka
menggunakan hanya satu KTP, dan mampu menipu banyak kredit di banyak pihak. Pada
kasus ini, terkesan bahwa kantor akuntan public Deloitte sedang benar-benar ditipu.

Pihak OJK telah berkoordinasi dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK)
Kementerian Keuangan terkait dengan pelaksanaan audit oleh KAP Satrio, Bing, Eny dan
Rekan pada PT SNP, akibat AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul tersebut dinilai telah
melakukan pelanggaran berat dan telah dikenakan sanksi oleh Menteri Keuangan. Mereka
telah melakukan pelanggaran berat dengan melanggar POJK Nomor 13/POJK.03/2017
Tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik Dan Kantor Akuntan Publik, antara lain dengan
pertimbangan:
a. Telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
b. Besarnya kerugian industri jasa keuangan dan masyarakat yang ditimbulkan atas opini
kedua AP tersebut terhadap LKTA PT SNP.
c. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan akibat dari kualitas
penyajian LKTA oleh akuntan publik.
OJK memberikan sanksi berupa pembatalan pendaftaran pada AP Marlinna, AP
Merliyana Syamsul, dan KAP Satrio Bing, Eny dan Rekan. OJK juga melarang KAP
tersebut untuk menambah klien baru, seperti yang dikatakan oleh Anto Prabowo, Deputi

13

Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, pada Senin (1/10/2018). (Syafina,
2018).
Pengenaan sanksi terhadap AP dan KAP oleh OJK mengingat LKTA yang telah
diaudit tersebut digunakan PT SNP untuk mendapatkan kredit dari perbankan dan
menerbitkan MTN yang berpotensi mengalami gagal bayar dan/atau menjadi kredit
bermasalah. Sehingga langkah tegas OJK ini merupakan upaya menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap Industri Jasa Keuangan. (Laucereno, 2018)

2.3 Sanksi Yang Diberikan Kepada SNP

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi administratif berupa


pembatalan pendaftaran kepada Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang mengaudit Laporan Keuangan Tahunan PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan (PT SNP).

Sanksi ini diberikan perihal laporan keuangan PT SNP yang mendapat opini Wajar
Tanpa Pengeculian dari AP dan KAP, sedangkan hasil pemeriksaan OJK menyatakan
laporan tersebut terindikasi tidak sesuai dengan kondisi keuangan sebenarnya.

Akuntan Publik yang terlibat dalam kasus ini antara lain Akuntan Publik Marlinna dan
Akuntan Publik Merliyana Syamsul. Sementara Kantor Akuntan Publik yang terlibat
yakni KAP Satrio, Bing, Eny, dan Rekan.

Pembatalan pendaftaran KAP berlaku efektif setelah KAP menyelesaikan audit


Laporan Keuangan Tahunan Audit (LKTA) tahun 2018 atas klien yang masih
memiliki kontrak. Setelahnya, KAP dilarang untuk menambah klien baru. Sedangkan
pembatalan pendaftaran AP efektif sejak Senin (1/10/2018).

Sanksi tersebut diberikan lantaran OJK yang telah berkoordinasi dengan Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) menilai kedua AP telah melakukan pelanggaran
berat. Pelanggaran tersebut mengacu pada POJK Nomo 13/POJK.03/2017 Tentang
Penggunaan Jasa Akuntan Publik Dan Kantor Akuntan Publik.

PT SNP Finance terungkap melakukan pembobolan terhadap 14 bank untuk


pendanaan kredit dan menerbitkan MTN yang berpotensi mengalami gagal bayar atau
menjadi kredit bermasalah. OJK mencatat, nilai pembobolan dana oleh SNP Finance
mencapai Rp 2,4 triliun. (Felicia Margaretha)

2.4 Etika Yang Dilanggar Oleh Auditor Terkait Masalah SNP


2.4.1. Etika Yang Dilanggar PT. SNP

14

Ø Prinsip Kepentingan Publik
SNP Finance telah melakukan kebohongan publik dengan tidak melaporkan
laporan keuangan secara jujur, menggunakan kredit fiktif untuk menipu 14 bank
pemberi kredit.

Ø Prinsip Tanggung Jawab Profesi


Pihak manajemen sangat tidak bertanggung jawab atas posisi yang didudukinya
saat ini, dengan melakukan penipuan yang telah merugikan banyak pihak dengan
jumlah kerugian yang tidak kecil.

Ø Prinsip objektivitas
Adanya dugaan pemalsuan dokumen dikarenakan melakukan mark-up dengan
indikasi bahwa manajemen melakukan upaya menaikkan prestasi serta meningkatkan
performa keuangan dari SNP Finance.

Ø Prinsip Integritas
Selama mengaudit SNP Finance dengan pihak pimpinan SNP Finance
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian karena manipulasi dan rekayasan
akuntansi yang mereka lakukan.

Ø Perilaku Profesional
Pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan keuangan SNP Finance telah
berperilaku tidak professional sehingga akhirnya melakukan penipuan dan
menimbulkan reputasi perusahaan yang buruk.

Ø Prinsip Standar Teknis


Perusahaan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pelaporan keuangan
dan pengelolaan financial sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Sedangkan
pihak SNP Finance tidak mematuhi hal tersebut, dengan tidak melakukan rekonsiliasi
terhadap core bank, yang memang sengaja dilakukan dalam rangka membuat laporan
keuangannya/kondisi keuangannya terlihat baik

15

2.4.2. Etika yang Dilanggar Pihak Perbankan Pemberi Dana SNP Finance

Ø Prinsip objektivitas
Pihak perbankan seharusnya melakukan analisa atas laporan keuangan dan
informasi lain secara tersendiri, dan tidak langsung mempercayai suatu perusahaan
dalam memberikan kreditnya hanya karena reputasinya baik dan telah beroperasi
dalam periode yang cukup lama. Terlebih lagi apabila pihak bank tidak
memberikan syarat yang memang cukup reasonable sehingga dapat dipastikan
perusahaan tersebut dapat melunasi hutangnya.

Ø Perilaku Profesional
Pihak bank berlaku tidak professional karena tidak mampu mengetahui adanya
penipuan yang dilakukan oleh pihak SNP Finance, sehingga mereka tetap mempercayai
perusahaan tersebut dan member pinjaman. Seharusnya mereka menerapkan tindakan
antisipatif dan preventif yang professional berupa peningkatan prosedur dan syarat-
syarat yang harus dipenuhi sehingga hal serupa tidak akan terjadi.

2.4.3. Etika yang Dilanggar Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte

Ø Prinsip Kepentingan Publik

Keterlibatan auditor dari Kantor Akuntan Publik Deloitte telah melakukan


kebohongan publik dengan tidak melaporkan laporan keuangan secara jujur dan tidak
mencerminkan kondisi financial SNP Finance yang sebenarnya.

Ø Prinsip Tanggung Jawab Profesi


Pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan SNP Finance sebagai dasar
pertimbangan kredit terhadap bank-bank

Ø Prinsip objektivitas

16

Adanya dugaan pemalsuan dokumen, hingga mark-up kredit fiktif seharusnya
dapat dideteksi oleh pihak KAP Deloitte.

Ø Prinsip Integritas
Selama mengaudit SNP Finance, pihak auditor Deloitte memberikan pendapat
wajar tanpa pengecualian meskipun pada realitasnya, kondisi SNP Finance tidak sesuai
dengan laporan keuangan yang disajikan. Hal inilah yang menjadikan auditor dianggap
melakukan kebohongan meskipun jika sebenarnya pihak Deloitte memang murni tidak
mengetahui/tidak mempunyai itikad buruk.

Ø Perilaku Profesional
Dalam kasus ini, Deloitte berperilaku tidak professional sehingga menimbulkan
reputasi KAP tersebut sekarang menjadi yang dipertanyakan. Mereka selaku auditor
tidak berhasil mendeteksi adanya fraud oleh SNP Finance tersebut, meskipun telah
melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP),
dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.

17

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN DAN SARAN

Melalui latar belakang masalah dan kajian teori, baik SNP Finance, bank
pemberi kredit, serta Deloitte memang terbukti melakukan kesalahan dan kesalahan
ini termasuk kesalahan yang fatal. Dengan adanya kasus ini, banyak sekali pihak
yang dirugikan, terutama pihak bank-bank yang memberikan pinjaman kredit.
Penulis memiliki beberapa saran untuk SNP Finance, bank pemberi kredit, serta
Deloitte secara preventif mau pun saran untuk peristiwa yang sudah terjadi. Berikut
ini merupakan saran sebagai tindakan pencegahan:

1. Seharusnya ada kebijakan serta prosedur yang lebih ketat bagi SNP Finance,
Perbankan dan Deloitte. Dengan adanya kebijakan yang jelas dan tegas, maka
kecil kemungkinan bagi orang-orang di dalam perusahaan tersebut untuk
melakukan tindakan kecurangan. Salah satu contoh kebijakan pada SNP Finance
adalah dengan menerapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak
kecurangan tersebut. Dengan begitu maka tidak akan ada pihak yang berani
melakukan kecurangan. Selain itu, prosedur yang jelas, tidak akan membuat
perbankan tertipu untuk berinvestasi di SNP Finance, karena mereka seharusnya
tidak langsung percaya dengan reputasi baik saja, tentunya diperlukan
pemeriksaan atas laporan keuangan dengan benar. Begitu juga dengan Deloitte,
yang melewatkan beberapa prosedur dan ketentuan sebagai audit, sehingga ia
sebagai auditor SNP Finance gagal mendeteksi adanya ketidakwajaran.
2. Utamakan profesionalitas, sehingga terhindar dari KKN. Berdasarkan hasil
pencarian Penulis, Penulis menemukan bahwa di Indonesia terdapat suatu
kebudayaan untuk saling bergotong-royong, baik dalam hal yang positif dan juga
negatif. Mungkin hal inilah yang menyebabkan kasus di SNP Finance ini baru
terungkap setelah ia mengalami gagal bayar. Mungkin saja sebenarnya karyawan

18

di SNP Finance tahu akan hal tidak baik yang sudah dilakukan oleh para Board of
Directors, namun karyawan tersebut tidak berani mengungkapkan maupun
melapor karena adanya unsur gotong-royong, atau bias jadi unsure kekuasaan
dan ancaman.
3. Mendesain dan menggunakan internal control yang lebih kuat, sehingga suatu
tujuan dari perusahaan dapat tercapai dan berupaya untuk menghindari
tindakan-tindakan tidak terpuji (salah satunya adalah bentuk tindakan yang
mengindikasikan adanya kecurangan). Internal control ini sendiri diatur oleh
COSO (Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission).
Pelaporan keuangan dituntut agar tersaji dengan benar, serta berjalannya
efektivitas dan efisiensi operasi dalam perusahaan, dan sehingga seluruh pihak
yang terlibat dalam perusahaan patuh terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku. Jika melihat kembali kasus yang ada, SNP Finance jelas melanggar
peraturan yang berlaku. Sehingga, untuk menghindari dan mencegah hal tak
terduga dibutuhkan kekuatan internal control.

19

DAFTAR PUSTAKA

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180926143029-78-333372/kronologi-snp-finance-
dari-tukang-kredit-ke-tukang-bobol

https://www.cnbcindonesia.com/market/20180802101243-17-26563/ada-apa-dengan-deloitte-
dan-snp-finance-ini-penjelasannya

https://www.liputan6.com/bisnis/read/3656700/ojk-beri-sanksi-akuntan-publik-sunprima-
nusantara-pembiayaan

20

Anda mungkin juga menyukai