Laporan Mikrobiologi FAKTOR LUAR Yang Me
Laporan Mikrobiologi FAKTOR LUAR Yang Me
PENDAHULUAN
A. Judul
Pengaruh Faktor Luar
B. Latar belakang
Salah satu pengendalian aktivitas mikrobia adalah mengatur faktor-
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pertumbuhan mikroba
umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikrobia selain
membutuhkan nutrien yang sesuai untuk pertumbuhannya, juga diperlukan
faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan optimumnya.
Faktor- faktor tersebut meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor
abiotik meliputi faktor fisik dan kimia lingkungan. Beberapa faktor abiotik
yang perlu mendapat perhatian ialah temperatur, pH, daya logam berat
(daya oligodinamik), sinar gelombang pendek, kelembaban, pengeringan,
dan tekanan osmosis. Sedangkan faktor biotik meliputi assosiasi atau
kehidupan bersama antara mikrobia. Asosiasi ini dalam bentuk sinergisme,
sintropisme, dan antibiose (Jutono, 1980).
Mikrobia dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik faktor fisik, kimia, maupun biologi. Dalam mengatur dan
mengendalikan mikrobia maka harus mengetahui faktor yang
mempengaruhinya. Hal ini terutama faktor dari luar, atau faktor
lingkungan. Faktor ini mempengaruhi mikrobia, baik fisiologi maupun
morfologi. Maka dalam praktikum ini dilakukan percobaan pengaruh
faktor luar terhadap pertumbuhan mikrobia, dalam hal ini adalah bakteri.
Faktor luar yang akan diujikan dan dipelajari dalam percobaan kali
ini adalah pengaruh temperatur, pengaruh logam Cu, pengaruh desinfektan
(HgCl2, HNO3, NHClO, iod, dan alkohol 70%), dan pengaruh antibiotik
(Amphicillin) pada , Chloroxylenol, dan ekstrak serai. Suhu dipelajari
karena bakteri mampu hidup pada kondisi suhu tertentu, pengaruh logam
Cu dalam hal ini mampu merusak pertumbuhan bakteri karena bersifat
toksis terhadap mikrobia. Pengaruh desinfektan dipelajari karena hampir
senyawa kimia mampu menghambat pertumbuhan mikrobia bahkan
membunuh mikrobia. Pengaruh antiseptik dipelajari karena kemampuan
penggunaan senyawa kimia untuk membunuh dan menekan pertumbuhan
mikrobia.
C. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh suhu (4 ºC, 37 ºC, dan 55 ºC) terhadap
pertumbuhan bakteri Eschericia coli
2. Mengetahui pengaruh suhu (4 ºC, 37 ºC, dan 55 ºC) terhadap
pertumbuhan bakteri Bascillus subtilis
3. Mengetahui pengaruh logam berat Cu dan HgCl2 terhadap
pertumbuhan bakteri Eschericia coli
4. Mengetahui pengaruh logam berat Cu dan HgCl2 terhadap
pertumbuhan bakteri Bascillus subtilis
5. Mengetahui pengaruh desinfektan (Iod, NaClO, HNO 3, dan alkohol
70% terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli
6. Mengetahui pengaruh desinfektan (Iod, NaClO, HNO 3, dan alkohol
70% terhadap pertumbuhan bakteri Bascillus subtilis
7. Mengetahui pengaruh Antibiotik (Amphicillin, Chloroxylenol dan
ekstrak serai) terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli
8. Mengetahui pengaruh Antibiotik (Amphicillin, Chloroxylenol dan
ekstrak serai) terhadap pertumbuhan bakteri Bascillus subtilis
II. TINJAUAN PUSTAKA
B. Cara Kerja
A. Pengaruh suhu
Biakan bakteri Eschericia coli dan Bascillus subtilis diambil dari
stater sebanyak 100μl menggunakan mikropipet, kemudian diteteskan
pada medium agar petridish secara aseptis. Trigalski disterilkan dengan
alkohol, kemudian difiksasi. Bakteri yang berada diatas medium agar
petridish diratakan satu arah, dari atas kebawah menggunakan trigalski.
Bakteri Eschericia coli dan Bascillus subtilis yang telah diratakan dalam
petridish diinkubasi selama 2x24 jam, dengan tiga perlakuan suhu yang
berbeda, yakni : 40 C pada lemari es, 370 C pada inkubator, dan 550 C pada
oven. Pertumbuhan koloni bakteri Eschericia coli dan Bascillus subtilis
diamati dan dicatat setelah bakteri diinkubasi.
B. Pengaruh Logam
Biakan bakteri Eschericia coli dan Bascillus subtilis diambil dari
stater sebanyak 100μl menggunakan mikropipet, kemudian diteteskan
pada medium agar petridish secara aseptis. Trigalski disterilkan dengan
alkohol, kemudian difiksasi. Bakteri yang berada diatas medium agar
petridish diratakan satu arah, dari atas kebawah menggunakan trigalski.
Logam Cu diletakkan di pinggir kemudian di seberangnya di lubangi
menggunakan perforator, kemudian di teteskan HgCl pada lubang
sumuran. Kemudian diinkubasi pada suhu 370 C selama 2x24 jam di dalam
inkubator. Zona hambat pada medium diamati dan diukur. Berikut ini
adalah rumus untuk menghitung Luas zona hambat dan presentase zona
hambat :
d1 2 d2 2
Luas Zona hambat = π. ( ) ( )
2
−
2
A. Pengaruh Suhu
Luas Zona
Faktor Luar d1 (cm) d2 (cm) Hambat (cm2)
EC 2,3 2,3 0
Logam Cu BS 2,9 2,3 2,4492
EC 2 0,6 2,86
HgCl2 BS 0,6 0,4 0,157
EC 0,6 0,6 0
NaClO BS 0,8 0,4 0,3768
EC 0,6 0,6 0
HNO3 BS 0,6 0,4 0,157
EC 0,6 0,6 0
Alkohol 70% BS 0,4 0,4 0
EC 0,6 0,6 0
Iod BS 0,6 0,4 0,157
EC 0,6 0,6 0
Ampicilin BS 1,3 0,6 1,04405
EC 0,6 0,6 0
Chloroxylenol BS 0,6 0,4 0,157
EC 0,6 0,6 0
Ekstrak serai BS 0,4 0,4 0
1. Pengaruh Logam
Logam memiliki sifat toksik yang akan bereaksi dengan bagian-
bagian sel mikroba kemudian dapat membunuh mikroba tersebut. Logam
berat akan mempresipitasukan enzim-enzim atau protein esensial dalam
sel. Mekanisme kerja logam Cu sebagai penghambat pertumbuhan bakteri
yaitu dengan adanya kemampuan menghasilkan toksik dari suatu logam
berat yang disebut dengan daya oligodinamik karena logam berat tersebut
dapat bereaksi dengan bagian-bagian sel yaitu dengan cara mengikat sisi
aktif dari enzim yang terdapat dalam sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan membunuh bakteri. Mekanisme kerja logam HgCl 2 sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri yaitu dari reaksi antara air raksa (Hg2+)
dengan gugusan sulfihidril (SH) yang terdapat pada enzim tertentu di
dalam sel. Jika air raksa bereaksi dengan gugus sulfihidril, maka enzim di
dalam sel tidak lagi berfungsi atau merusak kerja enzim serta
mempresipitasikan enzim dalam sel sehingga larut dalam air yang dapat
menyebabkan pertumbuhan pada bakteri menjadi terhambat.
Hasil pengaruh logam Cu yang diperoleh untuk bakteri Eschericia
coli pada medium pertama diameter zona hambat yang pertama (d 1) yaitu
2,3 cm dan diameter zona hambat yang kedua (d2) yaitu 2,3 cm; luas zona
hambat 0 cm2; dan %zona hambat sebesar 0 %. Sedangkan untuk bakteri
Bascillus subtilis diameter zona hambat yang pertama (d1) yaitu 2,9 cm
dan diameter zona hambat yang kedua (d2) yaitu 2,3cm; luas zona hambat
2,4492 cm2; dan % zona hambat sebesar 3,12 %. Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa logam Cu dapat menghambat pertumbuhan
Eschericia coli sehingga zona hambat Bascillus subtilis lebih besar
daripada zona hambat Eschericia coli. Hal ini menunjukkan bahwa
Eschericia coli lebih rentan terhadap logam Cu, dibandingkan dengan
Bascillus subtilis karena luas zona hambat Eschericia coli lebih besar
dibandingkan Bascillus subtilis. Hal ini dikarenakan sel bakteri tidak dapat
melakukan metabolisme dan kerja enzim-enzimnya terhambat sehingga
bakteri akan mati.
Pada hasil yang diperoleh maka hasil praktikum yang telah
dilakukan sesuai dengan teori Talaro (1999). Bakteri Eschericia coli lebih
rentan terhadap logam Cu, dibandingkan dengan Bascillus subtilis karena
mekanisme dari ion logam Cu2+ adalah bersifat korosif dan akan
berikatan dengan enzim sulfihidril. Enzim sulfihidril berperan dalam
proses metabolisme mikrobia. Pengikatan gugus sulfhidril oleh Cu2+ akan
menyebabkan enzim yang mengandung gugus sulfhidril inaktif dan proses
metabolisme menjadi terganggu yang dapat menyebabkan kematian
mikrobia (Talaro,1999).
Hasil pengaruh HgCl2 yang diperoleh untuk bakteri Eschericia coli
pada medium diameter zona hambat yang pertama (d1) yaitu 2 cm dan
diameter zona hambat yang kedua (d2) yaitu 0,6 cm; luas zona hambat 2,86
cm2; dan %zona hambat sebesar 0 %. Sedangkan untuk bakteri Bascillus
subtilis pada medium diameter zona hambat yang pertama (d1) yaitu 0,6
cm dan diameter zona hambat yang kedua (d 2) yaitu 0,4 cm; luas zona
hambat 0,157 cm2; dan %zona hambat sebesar 0,24 %. Dari hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa HgCl2 dapat menghambat pertumbuhan
Bascillus subtilis sehingga luas zona hambat Eschericia coli lebih besar
daripada zona hambat Bascillus subtilis. Hal ini menunjukkan bahwa
Bascillus subtilis lebih rentan terhadap HgCl2, dibandingkan dengan
Eschericia coli, karena luas zona hambat Eschericia coli lebih besar
dibandingkan Bascillus subtilis. Hal ini dikarenakan sel bakteri tidak dapat
melakukan metabolisme dan kerja enzim-enzimnya terhambat sehingga
bakteri akan mati. Pada hasil yang diperoleh maka hasil praktikum yang
telah dilakukan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa HgCl 2 terdiri
dari ion Hg dan Cl dimana Hg dapat digunakan sebagai desinfektan karena
bereaksi dengan gugus sulfihidril yang terdapat pada enzim tertentu di
dalam sel.
Bakteri Bascillus subtilis lebih rentan terhadap HgCl2,
dibandingkan dengan Eschericia coli karena mekanisme dari HgCl2
bereaksi dengan gugus sulfihidril yang terdapat pada enzim di dalam sel.
Bila air raksa bereaksi dengan gugus sulfihidril, enzim-enzim akan inaktif
dan membuat sel akan mati. Hg2+ bersifat korosif dan akan berikatan
dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan dengan Hg2+, enzim ini akan
bersifat inaktif sedangkan enzim ini berperan dalam proses metabolisme
mikrobia. Sehingga proses metabolisme menjadi terganggu dan
pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Okmen, dkk.,
2008).
2. Pengaruh Desinfektan
Pada percobaan menggunakan NaClO sebagai desinfektan
diperoleh hasil pada Eschericia coli memiliki nilai d1 sebesar 0,6 cm dan
d2 sebesar 0,6 cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar 0 cm 2 dan
% zona hambat sebesar 0 %. Sedangkan pada Bascillus subtilis memiliki
nilai d1 sebesar 0,8 cm dan d2 sebesar 0,4 cm sehingga diperoleh luas
zona hambat sebesar 0,3768 cm2 dan % zona hambat sebesar 0,57 %. Hal
tersebut menunjukkan bahwa bakteri Eschericia coli lebih rentan dari pada
bakteri Bascillus subtilis. Hasil yang telah diperoleh dapat dikaitkan
dengan teori Okmen (2008) yang menyatakan bahwa NaClO mengandung
senyawa klorin, dan senyawa klorin yang paling aktif adalah dalam bentuk
asam hipoklorit yang diperoleh dari sodium hipoklorit dalam pemutih
pakaian (bayclin), sehingga mekanisme kerjanya yaitu dapat menghambat
oksidasi glukosa dalam sel mikroorganisme dengan cara menghambat
enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat.
Pada percobaan menggunakan HNO3 sebagai desinfektan diperoleh
hasil pada bakteri Eschericia coli memiliki nilai d1 sebesar 0,6 cm dan d2
sebesar 0,6 cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar 0 cm2 dan %
zona hambat sebesar 0 %. Sedangkan pada Bascillus subtilis memiliki
nilai d1 sebesar 0,6 cm dan d2 sebesar 0,4 cm sehingga diperoleh luas
zona hambat sebesar 0,157 cm2 dan % zona hambat sebesar 0,24 %. Hasil
ini menunjukan bahwa Eschericia coli lebih rentan terhadap HNO3 ini
dibandingkan Bascillus subtilis. Hasil yang telah diperoleh dapat
dihubungkan dengan teori Krisnaningsih, dkk. (2005) yang menyatakan
pada penggunaan HNO3 sebagai desinfektan dikarenakan HNO3
merupakan asam kuat sehingga ada beberapa jenis mikrobia yang tidak
tahan terhadap kondisi asam tersebut. HNO3 atau yang dikenal sebagai
garam dari asam nitrat (nitrat), menghasilkan asam nitrat dari proses
oksidasi amonia di udara. HNO3 merupakan desinfektan yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
Pada percobaan menggunakan Alkohol 70 % sebagai desinfektan
diperoleh hasil pada Eschericia coli memiliki nilai d1 sebesar 0,6 cm dan
d2 sebesar 0,6 cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar 0 cm 2 dan
% penghambatan sebesar 0%. Sedangkan pada Bascillus subtilis nilai d1
sebesar 0,4 cm dan d2 sebesar 0,4 cm sehingga diperoleh luas zona hambat
sebesar 0 cm2 dan % zona hambat sebesar 0%. Dilihat dari luas zona
hambatnya maka bakteri Eschericia coli dan bakteri Bascillus subtilis
memiliki tingkat kerentanan yang sama terhadap desinfektan alkohol 70%
karena hasil luas zona hambat yang diperoleh sama. Dari hasil yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa alkohol 70% dapat menjadi desinfektan
karena etanol mendehidrasi protein penyusun membran sel, yang
menyebabkan membran sel viskositasnya berkurang dan sel pecah.
Percobaan menggunakan Iodin sebagai desinfektan diperoleh hasil
pada Eschericia coli memiliki nilai d1 sebesar 0,6 cm dan d2 sebesar 0,6
cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar 0 cm2 dan % zona hambat
sebesar 0 %. Sedangkan pada Bascillus subtilis memiliki nilai d1 sebesar
0,6 cm dan d2 sebesar 0,4 cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar
0,157 cm2 dan % zona hambat sebesar 0,24%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bakteri Eschericia coli lebih rentan daripada bakteri Bascillus
subtilis, dapat dilihat dari luas zona hambat Eschericia coli yang lebih
kecil di bandingkan luas zona hambat Bascillus subtilis. Hal ini tidak
sesuai dengan teori karena, Iod mempunyai tingkat keefektifan yang sama
dalam membunuh bakteri Eschericia coli dan bakteri Bascillus subtilis
karena dinding sel dari kedua bakteri tersebut mempunyai tingkat
kompleksitas yang sama. Hal ini sesuai dengan teori Rusli (2006) yang
menyatakan bahwa iodium dapat menewaskan semua patogen utama
berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan antiseptik
lain. Efek germisida iodium disebabkan karena reaksinya dengan asam
amino tiroksin, dimana menghambat fungsi normal enzim yang
mengandung tiroksin. Iodine juga mengandung zat aktif iodine povidone.
Mekanisme kerja iod sebagai bahan germisidal sangat efektif
terhadap segala macam bakteri, spora, cendawan, dan virus, sehingga
dapat membunuh juga menghambat pertumbuhan mikrobia. Mekanisme
kerja NaClO Aksi bakteriosida golongan halogen adalah dengan cara
menginaktivasi protein melalui oksidasi gugus sulfhidril pada protein dan
tersusun atas asam amino yang mengandung ikatan sulfur, sehingga
merubah konformasi dan aktivitas protein. Mekanisme kerja HNO3
sebagai desinfektan yaitu dengan cara menyebabkan lisis pada sel karena
senyawa kimia ini bereaksi dengan bagian-bagian intraseluler sel sehingga
dapat mendenaturasi protein (Ganiswarna, 1995).
3. Pengaruh Antibiotik
Menurut Siswandono dan Soekarjo (2000), ampisilin berupa serbuk
hablur, putih dan tak berbau. Dalam air kelarutannya 1g/ml, dalam etanol
absolut 1g/250ml dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform.
Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok
antibiotik β–laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas.
Ampisilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara
mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan
dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya
ditunjukkan oleh serangan mukelofil dari gugus hidroksil serin enzim
transpeptidase pada karbonil karbon cincin β-laktam yang bermuatan
positif, sehingga terjadi hambatan biosintesis peptidoglikan. Akibatnya
dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam,
dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati.
Hasil pengaruh antibiotik amphicillin yang diperoleh untuk bakteri
Eschericia coli pada medium pertama diameter zona hambat yang pertama
(d1) yaitu 0,6 cm dan diameter zona hambat yang kedua (d 2) yaitu 0,6 cm;
luas zona hambat 0 cm2; dan %zona hambat sebesar 0%. Sedangkan untuk
bakteri Bascillus subtilis pada diameter zona hambat yang pertama (d1)
yaitu 1,3 cm dan diameter zona hambat yang kedua (d2) yaitu 0,6 cm; luas
zona hambat 1,04405 cm2; dan %zona hambat sebesar 1,57 %. Hal ini
menunjukkan bahwa Eschericia coli lebih rentan terhadap antibiotik,
dibandingkan dengan Bascillus subtilis, karena luas zona hambat Bascillus
subtilis lebih besar dibandingkan Eschericia coli. Hal ini dikarenakan sel
bakteri tidak dapat melakukan metabolisme dan kerja enzim-enzimnya
terhambat sehingga bakteri akan mati. Pada hasil yang diperoleh maka
hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan teori Okmen dkk.
(2008).
Hasil pengaruh chloroxylenol yang diperoleh untuk bakteri
Eschericia coli pada medium pertama diameter zona hambat yang pertama
(d1) yaitu 0,6 cm dan diameter zona hambat yang kedua (d 2) yaitu 0,6 cm;
luas zona hambat 0 cm2; dan % zona hambat sebesar 0%. Sedangkan untuk
bakteri Bascillus subtilis pada diameter zona hambat yang pertama (d1)
yaitu 1,3 cm dan diameter zona hambat yang kedua (d2) yaitu 0,4 cm; luas
zona hambat 0,157 cm2; dan % zona hambat sebesar 0,24%. Hal ini
menunjukkan bahwa Eschericia coli lebih rentan terhadap antibiotik,
dibandingkan dengan Bascillus subtilis, karena luas zona hambat Bascillus
subtilis lebih besar dibandingkan Eschericia coli. Hal ini dikarenakan sel
bakteri tidak dapat melakukan metabolisme dan kerja enzim-enzimnya
terhambat sehingga bakteri akan mati. Pada hasil yang diperoleh maka
hasil praktikum yang telah dilakukan sesuai dengan teori Okmen dkk.
(2008).
Pada percobaan menggunakan Ekstrak serai sebagai desinfektan
diperoleh hasil pada Eschericia coli memiliki nilai d1 sebesar 0,6 cm dan
d2 sebesar 0,6 cm sehingga diperoleh luas zona hambat sebesar 0 cm 2 dan
% penghambatan sebesar 0%. Sedangkan pada Bascillus subtilis nilai d1
sebesar 0,4 cm dan d2 sebesar 0,4 cm sehingga diperoleh luas zona hambat
sebesar 0 cm2 dan % zona hambat sebesar 0%. Dilihat dari luas zona
hambatnya maka bakteri Eschericia coli dan bakteri Bascillus subtilis
memiliki tingkat kerentanan yang sama terhadap desinfektan alkohol 70%
karena hasil luas zona hambat yang diperoleh sama. Dari hasil yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa Ekstrak serai dapat menjadi desinfektan
karena etanol mendehidrasi protein penyusun membran sel, yang
menyebabkan membran sel viskositasnya berkurang dan sel pecah.
Faktor luar yang paling berpengaruh untuk menghambat
pertumbuhan bakteri pada percobaan yang telah dilakukan adalah
desinfektan dengan NaClO khususnya pada bakteri Eschericia coli karena
pada teori dari Okmen (2008) menyatakan bahwa NaClO merupakan salah
satu desinfektan yang paling umum digunakan dalam rumah tangga.
Mengandung senyawa klorin, dan senyawa klorin yang paling aktif adalah
dalam bentuk asam hipoklorit yang diperoleh dari sodium hipoklorit.
Sehingga mekanisme kerja dari faktor luar pada desinfektan NaClO
sendiri adalah untuk dapat menghambat oksidasi glukosa dalam sel
mikroorganisme dengan cara menghambat enzim-enzim yang terlibat
dalam metabolisme karbohidrat. Kelebihan dari disinfektan ini adalah
mudah digunakan, dan jenis mikroorganisme yang dapat dibunuh dengan
senyawa ini juga cukup luas, meliputi bakteri gram positif dan bakteri
gram negatif. Kelemahan dari disinfektan berbahan dasar klorin adalah
dapat menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam), meskipun
sebenarnya pH rendah diperlukan untuk mencapai efektivitas optimum
disinfektan ini. Klorin juga cepat terinaktivasi jika terpapar senyawa
organik tertentu.
Pada percobaan yang sudah dilakukan digunakan beberapa alat
seperti perforator 2, perforator 3, incubator, kulkas, oven, trigalski,
petridish, laminair flow, jarum ose, kertas payung, dan bunsen. Perforator
nomor 2 berfungsi untuk melubangi medium nutrient agar pada percobaan
faktor luar dengan diameter 0,4 cm. Perforator nomor 3 berfungsi untuk
melubangi medium nutrien agar pada percobaan faktor luar dengan
diameter 0,6 cm. Inkubator berfungsi untuk menginkubasi bakteri dengan
suhu sedang yaitu 37oC. Oven berfungsi untuk memberikan suhu tinggi
yaitu 55oC. Kulkas berfungsi untuk memberikan suhu rendah yaitu 4 oC.
Trigalski berfungsi untuk meraktakan sebaran bakteri Eschericia coli dan
Bascillus subtilis dengan metode spread plate. Petridish berfungsi tempat
natrium agar dan bakteri yang akan diamati pengaruh faktor luarnya.
Laminair flow berfungsi untuk tempat sterilisasi agar proses inokulasi
bakteri steril. Jarum ose berfungsi untuk menginokulasikan bakteri. Kertas
payung berfungsi untuk membungkus petridish yang akan diinkubasi.
Bunsen berfungsi untuk sterilisasi.
Pada percobaan pengatuh faktor luar dilakukan beberapa
perlakuan. Perlakuan inkubasi untuk memberikan suhu suhu 37oC.
Perlakuan pemberian pada oven berfungsi untuk memberikan suhu 55oC.
Perlakuan pemberian pada kulkas berfungsi untuk memberikan suhu 4oC.
Perlakuan penggunaan perforator untuk melubangi medium nutrient agar
dengan perforator nomor 4 dengan diameter 0,6 cm dan perforator nomor
3 dengan diameter nomor 0,7. Penggunaan metode spread plate agar
pertumbuhan bakteri rata-rata.
V. SIMPULAN
Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons, Inc. Canada, p: 459
Jutono, Hartadi, S., Siti, K. S., Susanto, dan Suhadi. 1980. Mikrobiologi Umum.
UGM-Press. Yogyakarta.
Okmen, G., Ceylan, O., Ugur, A. 2008. Isolation of Soil Streptomyces as Source
Sumadio, H., dan Harahap, 1994, Biokimia dan Farmakologi Antibiotika, USU
Press, Medan.
Permatasari, I. Z., Haribi, R., dan Setiawan, M. R. 2013. Uji Efektivitas Natrium
Jawetz E., J. Melnick dan E. Adelberg. 1996. Mikrobiologi Klinik. EGC, Jakarta.
Das, M.P., Rebecca, L.J., dan Chatterjee, S. 2012. Study on The Effect of Djide
Biotrends 4(1):10-14.